KONDISI PASAR KERJA DI PROVINSI BALI: IMPLEMENTASI UU WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN
on
A.A.I.N. Marhaeni dkk, Kondisi Pasar Kerja ... 175
KONDISI PASAR KERJA DI PROVINSI BALI: IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG WAJIB LAPOR KETENAGAKERJAAN DI PERUSAHAAN
A. A. I. N. Marhaeni1
-
I Ketut Sudibia2
-
I. G. W. Murjana Yasa3 Ni Nyoman Yuliarmi4 Ni Putu Martini Dewi5
-
1,2,3,4,5Jurusan Ekonomi Pembangunan, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,Universitas Udayana Email: marhaeni_agung@yahoo.com
Abstract : Work Market Condition in Bali Province: The Implementation of Law of Employment Act in Company. This study aims to analyze the company’s reporting conditions on existing employment opportunities in accordance with Law No. 7 of 1981, to analyze the level of development of job seeker data in Dinas Tenaga Kerja (Departement of Labor) who reported that he was looking for work in the Province of Bali and to assess the level of job seeker development can be placed by the Departement of Labor as an intermediary in the labor market in Bali Province. This research was conducted in all labor departement in Bali Province (9 districts / cities). In addition, 100 companies and 100 workers/job seekers in all districts/cities were surveyed. The results showed: 1) Not all respondents of the company reported their labor conditions to the Departement of Labor periodically; 2) the rate of job seeker development by district/city fluctuate; 3) job fair activities is a way of distributed job seekers by Bali Province Labor Department. Some suggestions that can be proposed include monitoring activities can be done more intensively or extensively to companies so as to raise awareness to report. It may require companies that will seek a new workforce to require a yellow card in the job seeker application. Programs disseminate information through CIE (Communication, Information, and Education) on mandatory reporting of employment firms can be done more effectively, so their KAP (Knowledge, Attitude and Practice) will be improved. Cooperation is needed between Labor Department and the agency or business to eliminate the labor inspection law in the company.
Keywords: mandatory reporting law, frictional unemployment, employment opportunities
Abstrak : Kondisi Pasar Kerja di Provinsi Bali : Implementasi Undang-Undang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kondisi pelaporan perusahaan tentang kesempatan kerja yang ada sesuai dengan UU RI No 7 tahun 1981, untuk menganalisis tingkat perkembangan data pencari kerja di Dinas Tenaga Kerja yang melaporkan dirinya sedang mencari kerja di Provinsi Bali dan untuk mengkaji tingkat perkembangan pencari kerja yang dapat ditempatkan oleh Dinas Tenaga Kerja sebagai perantara di pasar kerja di Provinsi Bali. Penelitian ini dilakukan di seluruh dinas tenaga kerja yang ada di Provinsi Bali (9 kabupaten/kota). Selain itu juga diteliti perusahaan sebanyak 100 perusahaan dan 100 pekerja/pencari kerja di seluruh kabupaten/kota. Hasil penelitian menunjukkan :1) Tidak seluruh responden perusahaan yang ada melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka ke Disnaker secara berkala; 2) tingkat perkembangan pencari kerja menurut kabupaten/kota dilihat dari jumlah pencari kartu kuning kondisinya berfluktuasi; 3) pencari kerja yang dapat disalurkan oleh Disnaker dilakukan melalui kegiatan job fair. Beberapa saran yang dapat diajukan antara lain kegiatan monitoring ini dapat dilakukan secara lebih intensif maupun secara ekstensif ke perusahaan-perusahaan sehingga dapat meningkatkan kesadaran untuk melapor. Disnaker dapat mewajibkan perusahaan yang akan mencari tenaga kerja baru untuk mensyaratkan kartu kuning dalam lamaran pencari kerja. Program mendesiminasi informasi melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan dapat dilakukan dengan lebih efektif terhadap perusahaan-perusahaan yang lebih muda tahun berdirinya, sehingga KAP (Knowledge, Attitude, dan Practice) mereka akan dapat ditingkatkan. Disnaker dapat bekerja sama dengan lembaga atau badan pemberi ijin usaha untuk mendesiminasi UU wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.
Kata Kunci: UU wajib lapor, pengangguran friksional, kesempatan kerja
PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan yang dilaksanakan di Indonesia khususnya pembangunan di bidang ekonomi dapat dilihat berapa banyak angkatan kerja yang masuk pasar kerja dapat diserap oleh pasar kerja yang ada. Di Negara-negara yang maju dengan terserapnya angkatan kerja sebanyak 96 persen di pasar kerja atau dengan kata lain tingkat penganggurannya terbuka (open unemployment) 4 persen, sudah dikatakan perekonomian mereka dalam kondisi full employment atau kesempatan kerja penuh, apalagi jika mampu menurunkan lagi tingkat pengangguran terbuka tersebut. Tinggi rendahnya pengangguran terbuka dapat disebabkan oleh ketersediaan informasi antara mereka yang mencari kerja dengan para pemberi kerja atau pengusaha/ lembaga yang membutuhkan tenaga kerja/memiliki lowongan kerja (Todaro, 1983). Jika pencari kerja mengetahui informasi tentang dimana lowongan kerja tersebut berada, dan pemberi kerja mengetahui dimana pencari kerja tersebut dengan kualifikasinya masing-masing, maka pencari kerja akan lebih cepat terserap dan para pemberi kerja akan lebih cepat memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan. Dengan demikian tingkat pengangguran terbuka yang disebabkan oleh kurangnya informasi yang disebut sebagai pengangguran friksional dapat diturunkan, yang berarti permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja dapat dipertemukan dengan lebih cepat (Mantra, 2003). Untuk mempercepat pertemuan kedua variabel tersebut maka haruslah ada perantara yang mengambil peran tersebut, sehingga ke dua kelompok tersebut dapat memperoleh informasi yang memadai. Pertemuan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja tersebut disebut pasar kerja.
Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari para pelaku yang mempertemukan pencari kerja dengan lowongan kerja yang ada (Simanjuntak, 2001). Para pelaku ini terdiri atas 3 kelompok yaitu: 1). Pencari kerja yang menginginkan pekerjaan yang disebut penawaran tenaga kerja yaitu mereka yang menawarkan tenaga kerjanya di pasar kerja; 2). Pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja yang disebut dengan permintaan tenaga kerja; 3). Perantara atau pihak lain atau pihak ketiga yang memberikan kemudahan atau pihak yang membantu untuk mempercepat pertemuan antara mereka yang mencari kerja dengan para pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja. Peran perantara ini dapat dilakukan oleh pemerintah, yang dalam hal ini departemen tenaga kerja, ataupun pihak swasta lainnya, seperti bursa pembantu rumah tangga yang mempertemukan mereka yang membutuhkan
pembantu rumah tangga dengan mereka yang menawarkan tenaganya sebagai pembantu rumah tangga. Demikian pula ada pihak lain yang membantu mempertemukan kedua kelompok tersebut, misalnya media massa yang juga sebagai tempat mempertemukan mereka yang menawarkan tenaganya dengan mereka yang membutuhkannya. Dalam kajian ini akan dianalisis bagaimana peran pemerintah dalam hal ini Departemen/Dinas Tenaga Kerja dalam menjadi perantara antara mereka yang mencari kerja dengan perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja.
Agar peran dari Dinas Tenaga Kerja dapat berjalan dengan baik, untuk mempertemukan pencari kerja dengan pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja maka kedua belah pihak yaitu pencari kerja atau yang menawarkan tenaga kerja dan para pengusaha yaitu pihak yang melakukan permintaan tenaga kerja harus juga melakukan perannya dengan baik atau yang semestinya dilakukan. Pencari kerja harus juga datang ke Dinas Tenaga Kerja untuk melaporkan dirinya bahwa mereka sedang mencari kerja, sehingga dapat didata oleh Dinas Tenaga Kerja dan kemudian menyalurkannya kepada perusahaan yang membutuhkannya yang sesuai dengan kualifikasi yang dibutuhkan. Demikian sebaliknya para pengusaha harus juga bersedia melaporkan lowongan kerja yang dimilikinya beserta kualifikasi yang dikehendaki. Dengan kedua belah pihak masing-masing melaporkan apa yang dibutuhkan maka perantara dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja akan dapat mempertemukan mereka. Kegiatan ini tentu akan dapat menurunkan tingkat pengangguran yang ada terutama pengangguran friksional yang disebabkan oleh keterbatasan informasi baik bagi pemberi kerja maupun yang membutuhkan pekerjaan. Jika ketiga pihak dapat melakukan tugas atau fungsinya dengan baik maka pertemuan antara permintaan dengan penawaran tenaga kerja akan lebih cepat, sehingga tingkat pengangguran akan lebih cepat diatasi. Dengan demikian pembangunan ketenagakerjaan diarahkan untuk peningkatan kompetensi dan kemandirian tenaga kerja, peningkatan pengupahan, kesejahteraan, perlindungan tenaga kerja dan kebebasan berserikat (Subandi, 2011).
Wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan sudah diatur oleh Negara dengan Undang Undang R I No.7 tahun 1981, dimana perusahaan yang ada wajib untuk melaporkan kepada pemerintah melalui Dinas Tenaga Kerja di masing-masing daerah tentang kondisi ketenagakerjaan yang ada di perusahaan tersebut. Undang-undang ini
dimaksudkan agar perusahaan melaporkan ketenagakerjaan di masing-masing perusahaannya kepada pemerintah sebagai dasar pemerintah di dalam membuat kebijakan yang berkaitan dengan perluasan kesempatan kerja dan perlindungan sebagai kebijakan pokok dari pemerintah. Untuk dapat melaksanakan seberapa banyak perluasan kesempatan kerja yang harus dilakukan oleh pemerintah, bagaimana kondisi buruh atau tenaga kerja yang ada di setiap perusahaan, maka pemerintah memerlukan data atau informasi dan untuk mendapatkan data tersebut perusahaan wajib untuk melaporkan kondisi ketenagakerjaan di Perusahaan kepada pemerintah secara periodik. Pasal 6 ayat (1) Undang-undang tersebut menyatakan bahwa pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Berdasarkan pasal 6 ayat (1) tersebut para pengusaha ataupun pengurus wajib melaporkan kondisi ketenagakerjaan di perusahaan yang menyangkut beberapa hal seperti: 1). Identitas perusahaan; 2). Hubungan ketenagakerjaan; 3). Perlindungan tenaga kerja; dan 4). Kesempatan kerja. Semua hal yang wajib dilaporkan tersebut tercantum dalam ayat (2) pasal 6 Undang-undang tersebut. Dalam kajian ini yang akan ditekankan adalah wajib lapor tentang kesempatan kerja di perusahaan dimana hal ini berkaitan dengan kondisi pasar kerja.
Dengan informasi yang tersebut pemerintah akan dapat membuat kebijakan yang lebih tepat yang didasarkan atas data yang valid yang langsung berasal dari perusahaan-perusahaan yang ada. Jika perusahaan bersedia melaporkan kondisi ketenagakerjaannya secara rutin kepada pemerintah, kemudian pencari kerja juga melaporkan kondisi dirinya sebagai pencari kerja dengan kualifikasi yang dimiliki, kemudian sebagai perantara dinas tenaga kerja melaksanakan tugasnya dengan baik mempertemukan ke dua belah pihak dan melakukan pengawasan bagi perusahaan yang tidak melaporkan kondisi ketenagakerjaannya dengan baik, maka pergerakan dari pasar kerja akan dapat diketahui, serta tingkat pengangguran akan lebih cepat dapat diatasi. Dengan demikian peran masing-masingyaitu dari perusahaan, pencari kerja, maupun Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) sangat penting dalam meningkatkan kualitas data ketenagakerjaan di Disnaker maupun mempercepat pertemuan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, sehingga
kesejahteraan mereka dapat ditingkatkan. Smith (1776) menyatakan tidak ada masyarakat yang makmur jika sebagian besar penduduknya berada dalam kemiskinan dan kesengsaraan (Nehen, 2012).
Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disampaikan sebelumnya, maka dapat disampaikan tujuan penelitian seperti berikut.
-
1) . Untuk menganalisis kondisi pelaporan perusahaan tentang kesempatan kerja yang ada sesuai dengan UU RI No 7 tahun 1981, baik yang sudah terisi maupun yang belum terisi di setiap perusahaan yang ada di Provinsi Bali
-
2) . Untuk menganalisis tingkat perkembangan data pencari kerja di Dinas Tenaga Kerja yang melaporkan dirinya sedang mencari kerja di Provinsi Bali
-
3) . Untuk menganalisis tingkat perkembangan pencari kerja yang dapat ditempatkan oleh Dinas Tenaga Kerja sebagai perantara di pasar kerja di Provinsi Bali
Manfaat/Urgensi Penelitian
Tujuan pembangunan bangsa adalah untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur sesuai dengan tujuan yang tercantum dalam Pembukaan Undang-undang Dasar 1945. Untuk mencapai masyarakat yang adil dan makmur tersebut masyarakat harus bekerja dan memiliki pekerjaan adalah syarat utama untuk mencapai kondisi tersebut. Demikian sebaliknya apabila tingkat pengangguran di sutua daerah dalam kondisi yang tinggi khususnya tingkat pengangguran friksonal, maka akan menurunkan tingkat kesejahteraan masyarakat secara umum. Untuk dapat menurunkan tingkat pengangguran friksional dalam suatu daerah, maka informasi tentang pencari kerja (penawaran tenaga kerja) dan para pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja (permintaan tenaga kerja) menjadi sangat penting untuk mempercepat pertemuan kedua pihak tersebut. Pihak yang dapat menjadi perantara dalam hal ini adalah pemerintah khususnya departemen tenaga kerja atau Dinas Tenaga Kerja di pemerintahan daerah, yang dapat mempertemukan kedua pihak tersebut. Agar kedua pihak dapat dipertemukan dengan cepat, maka semua pihak yaitu pemerintah, pencari kerja, dan para pengusaha harus melaksanakan perannya dengan sebaik-baiknya. Peran pengusaha atau perusahaan untuk wajib melaporkan kesempatan kerja yang dimiliki kepada Dinas Tenaga Kerja di daerah diatur dalam UU RI No 7 tahun 1 98 1 tentang Waj ib Lapor
Ketenagakerjaan di Perusahaan. Selain itu dalam kajian ini ingin diketahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi perusahaan bersedia melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka ke pemerintah dalam hal ini ke Disnaker. Dengan diketahui faktor-faktor tersebut diharapkan dapat dibuat kebijakan atau program-program yang memotivasi perusahaan sebagai pemberi kerja untuk melaporkan kesempatan kerja yang dimiliki sehingga lowongan kerja terdata dengan baik yang pada akhirnya akan dapat mempercepat proses pertemuan antara permintaan dan penawaran tenaga kerja. Kondisi ini akan dapat mempercepat penurunan tingkat pengangguran.
Selain itu dalam proses pembelajaran di kelas pada mata kuliah Ekonomi Sumber Daya Manusia dimana materi atau topik riset ini dipelajari khususnya tentang pasar kerja, maka kajian empiris melalui penelitian yang direncanakan ini sangat penting untuk dilakukan. Hasil kajian secara empiris melalui penelitian ini, akan sangat bermanfaat bagi peningkatan kualitas proses pembelajaran di kelas pada mata kuliah ini, karena dapat memahami kemungkinan kesenjangan yang ada antara teori atau kondisi ideal yang diharapkan sehingga hal-hal yang dapat mempersempit kesenjangan tersebut diharapkan akan dapat diidentifikasi melalui kajian atau penelitian yang akan dilakukan.
KAJIAN PUSTAKA
Pasar adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual. Dalam pasar barang atau jasa pembeli adalah pihak yang membeli barang atau jasa tersebut, dimana pembeli melakukan aktivitas permintaan terhadap barang dan jasa tersebut. Di pihak lain penjual adalah orang yang menawarkan barang dan jasanya di pasar barang/jasa, dimana penjual melakukan aktivitas penawaran terhadap barang dan jasa tersebut. Demikian pula jika berbicara tentang pasar kerja atau pasar tenaga kerja, akan ada juga pembeli dan penjual. Ada sedikit perbedaan dalam hal ini, pembeli pada pasar kerja adalah para pengusaha/produsen atau pihak manajemen organisasi yang membutuhkan tenaga kerja untuk dipekerjakan guna menghasilkan barang dan jasa, sehimgga aktivitas yang dilakukan adalah permintaan tenaga kerja. Di pihak lain penjual dalam pasar kerja adalah mereka yang menawarkan tenaga kerjanya di pasar kerja yaitu mereka yang sedang mencari pekerjaan. Jadi mereka melakukan aktivitas penawaran tenaga kerja. Dengan demikian dalam pasar kerja akan ada aktivitas permintaan tenaga kerja yang dilakukan oleh para pengusaha dan pihak yang lainnya yang membutuhkan tenaga kerja, dan
ada aktivitas penawaran tenaga kerja yang dilakukan oleh para pencari kerja. Selain itu dalam pasar kerja juga ada pihak lain lagi yang terlibat yaitu pihak ketiga yang dalam hal ini pemerintah atau pihak lainnya yang bertujuan untuk mempertemukan antara permintaan dan penawaram tenaga kerja tersebut. Pihak yang sangat penting sebagai pihak ketiga dalam pasar kerja adalah pemerintah yang dalam hal in I adalah departemen tenaga kerja atau dinas tenaga kerja jika di pemerintahan daerah. Pemerintah sangat besar peranan keterlibatannya dalam menentukan berbagai peraturan atau perundang-undangan yang berlaku di pasar kerja (Bellante dan Jackson, 1990). Pasar kerja adalah seluruh aktivitas dari pelaku-pelaku yang mempertemukan pencari kerja dan lowongan kerja (Simanjuntak, 2001). Pelaku-pelaku yang ada dalam pasar kerja ada 3 pihak yaitu para pengusaha yang membutuhkan tenaga kerja, para pencari kerja yang membutuhkan pekerjaan, dan pihak ketiga yaitu pemerintah yang akan memberikan kemudahan dalam mempertemukan kedua pihak tersebut.
Dalam proses untuk mempertemukan kedua belah pihak tersebut ada beberapa kenyataan yang dihadapi oleh ketiga pihak tersebut. Pertama, para pencari kerja memiliki ketrampilan, pendidikan, sikap, dan motivasi kerja yang berbeda satu dengan yang lainnya. Di pihak lain setiap lowongan yang ada memiliki sifat tertentu yang berlainan satu dengan yang lainnya dan tentunya membutuhkan persyaratan tertentu baik persyaratan pendidikan, ketrampilan, ataupun keahlian tertentu. Dengan situasi seperti ini ada kemungkinan ada ketidaksesuaian antara kedua pihak tersebut. Kedua, setiap perusahaan memiliki lingkungan kerja yang berbeda, situasi yang berbeda, proses produksi yang berbeda demikian pula input yang digunakan juga berbeda. Di sisi lain pencari kerja memiliki memiliki kemampuan tertentu, produktivitas tertentu, dan harapan-harapan yang tertentu pula baik berkaitan dengan tingkat upah, lingkungan kerja, dan lain-lainnya. Dengan demikian ada kemungkinan kedua kondisi tersebut tidak sesuai sehingga pertemuan kedua pihak akan tidak terjadi. Ketiga, pengusaha maupun pencari kerja memiliki informasi yang terbatas tentang hal-hal tersebut. Dengan demikian dalam kenyataannya terjadi perbedaan antara lowongan kerja yang ada dengan persyaratan yang dimiliki oleh pencari kerja.
Salah satu Undang-undang yang mengatur tentang pasar kerja adalah Undang-udang R I No, 7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan. Dengan undang-undang ini perusahaan wajib melaporkan ke pada pemerintah yaitu salah satunya adalah berkaitan dengan
kesempatan kerja yang ada di perusahaan, baik yang sudah terisi maupun yang belum terisi. Dengan laporan atau informasi tentang kesempatan kerja yang masih ada atau lowongan kerja yang tersedia, maka pemerintah akan dapat mengetahui berapa banyak lagi kesempatan kerja yang harus diciptakan untuk menyerap pencari kerja yang ada.
Pertimbangan pembentukan Undang-undang RI No.7 tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan adalah dalam rangka memperoleh data yang diperlukan untuk memberikan informasi tentang kondisi ketenagakerjaan di perusahaan dimana data tersebut akan digunakan oleh pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja. Kebijakan perluasan kesempatan kerja dan perlindungan tenaga kerja adalah kebijakan pokok yang bersifat menyeluruh sehingga memerlukan data yang memadai dari perusahaan yang ada. Dengan demikian agar pemerintah dalam hal ini departemen tenaga kerja atau dinas tenaga kerja di daerah dapat memperoleh data yang diperlukan tersebut, maka perusahaan wajib melaporkan kondisi ketenagakerjaan masing-masing kepada pemerintah.
Undang-undang ini terdiri atas 15 pasal, dimana pasal 1 menjelaskan tentang berbagai konsep atau definisi yang berkaitan dengan perusahaan, seperti definisi pengusaha, pengurus, buruh, kapan disebut mendirikan usaha, kapan menutup usaha, memindahkan perusahaan, dan sebagainya. Tujuan dari dibentuknya Undang-undang ini adalah sebagai bahan informasi resmi bagi pemerintah dalam membuat kebijakan di bidang ketenagakerjaan. Dalam Undang-undang tersebut ada 2 pasal yang secara eksplisit mengatur tentang kewajiban perusahaan yaitu pasal 6 ayat 2, dan pasal 8 ayat 2. Pasal 6 ayat (1) menyebutkan bahwa pengusaha atau pengurus wajib melaporkan secara tertulis kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Hal-hal yang harus dilaporkan sesuai dengan apa yang dimaksudkan dalam ayat (1) tersebut diatur dalam ayat (2) pasal 6 tersebut yaitu menyangkut 4 hal seperti: 1) identitas perusahaan; 2) hubungan ketenagakerjaan; 3) perlindungan tenaga kerja; dan 4) kesempatan kerja. Jadi ke 4 informasi tersebut harus dilaporkan oleh masing-masing perusahaan kepada pemerintah, yang dalam hal ini adalah departemen tenaga kerja atau dinas tenaga kerja di daerah. Selanjutnya ayat (3) menyatakan bahwa menteri atau pejabat yang ditunjuk dapat mengatur lebih lanjut perincian
keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2). Mengenai periode kapan perusahaan atau pengusaha harus melaporkan selanjutnya data ketenagakerjaan yang dimiliki, diatur dalam Pasal 7 ayat (1) Setelah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada Menteri atau pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan pasal 7 ayat (1) ini dapat diketahui bahwa perusahaan secara rutin harus menyampaikan informasi data ketenagakerjaannya setiap tahun setelah disampaikan untuk pertama kalinya baik setelah didirikan, dijalankan kembali, atau dipindahkan.
Setiap perusahaan akan memiliki tanggal didirikan berbeda-beda satu dengan yang lainnya, demikian pula jika ada perusahaan yang dijalankan kembali setelah beberapa waktu tidak dijalankan, ataupun perusahaan yang dipindahkan ke tempat lainnya waktunya akan cenderung berbeda satu dengan yang lainnya. Hal ini berarti jika mereka semua atau semua perusahaan melaporkan informasi ketenagakerjaannya secara rutin sesuai dengan undang-undang tersebut, maka informasi tentang kesempatan kerja yang ada khususnya yang belum terisi akan selalu ada di Dinas Tenaga Kerja dan akan dapat dimanfaatkan oleh pencari kerja yang juga mendaftarkan dirinya di nias tersebut. Ini berarti jika pencari kerja juga bersedia melaporkan dirinya bahwa sedang mencari kerja dan perusahaan secara rutin melaporkan kesempatan kerja yang dimilikinya, maka pemerintah sebagai perantara dalam hal ini dapat melaksanakan perannya dengan baik, untuk mempertemukan kedua belah pihak. Jika semua pihak dapat menjalankan perannya sesuai dengan aturan yang ada, maka kondisi pasar kerja akan menjadi lebih kondusif, dan tingkat pengangguran friksional akan dapat dikurangi. Dalam penelitian ini akan dikaji bagaimana peran pemerintah dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja di daerah untuk mendorong atau memotivasi, dan menjaga kontinuitas data atau informasi yang disampaikan oleh perusahaan yang ada di wilayah masing-masing. Demikian juga akan dikaji apakah perusahaan yang ada sudah menjalankan kewajibannya secara periodik untuk melaporkan kondisi ketenagakerjaan yang dimilikinya. Di pihak lain apakah pencari kerja bersedia melaporkan dirinya sebagai pencari kerja ke Dinas Tenaga Kerja sehingga informasi tentang tingkat pengangguran secara periodik akan dapat diketahui. Ketiga pihak ini yaitu perusahaan, pencari kerja, dan pemerintah yang dalam hal ini Dinas Tenaga Kerja harus bersinergi dalam melaksanakan perannya
180 Jurnal Buletin Studi Ekonomi Vol. 22, No. 2, Agustus 2017 masing-masing sehingga informasi/data tentang ketenagakerjaan tidak saja dapat diperoleh melalui hasil sensus penduduk atau survai, juga dapat diperoleh dari data registrasi, dan data registrasi akan menjadi semakin penting ke depan karena dapat menyediakan data setiap saat sesuai dengan yang dibutuhkan.
METODE PENELITIAN
Lokasi penelitian ini adalah di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali, dengan responden penelitian ada 3 jenis yaitu responden pengusaha, pencari kerja/pekerja, dan responden Disnaker. Jumlah responden perusahaan dan pekerja/pencari kerja masing-masing 100 responden dan responden Disnaker 9 di kabupaten/kota. Dengan demikian jumlah seluruh responden sebanyak 209 yang tersebar di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.Sumber data yang dapat digunakan dalam penelitian ada 2 yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder(Sugiono, 2012). Sumber data primer akan diperoleh dari Disnaker, pengusaha, dan pekerja/ pencari kerja, sedangkan sumber data sekunder diperoleh dari BPS dan instansi lainnya. Teknik sampling yang dapat digunakan dalam riset adalah probability sampling dan non probability sampling (Sekaran, 2010). Penelitian inimenggunakan non probability sampling yaitu accidental sampling, dan purphosive sampling. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan wawancara mendalam dengan mempersiapkan daftar pertanyaan/kuesiner sebelumnya (Mantra, 2004). Teknik analisis data yang digunakan ada 2 yaitu statistik deskriptif seperti nilai rata-rata, distribusi frekuensi (Suyana Utama, 2016).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebelum membahas tentang tujuan penelitian seperti yang telah dirumuskan pada bagian pendahuluan, akan dijelaskan tentang karakteristik responden penelitian ini. Pembahasan akan diurutkan pertama dari responden Disnaker, pengusaha/ perusahaan, dam pekerja/pencari kerja.
Karakteristik responden
Dilihat dari segi pendidikan responden Disnaker ini sekitar 11 persen SLTA, 33 persen sarjana S1, dan paling banyak pasca sarjana (S2) sekitar 56 persen. Persentase responden menurut pendidikan ini kiranya masuk akal mengingat mereka umumnya memegang jabatan di kantor tersebut.
Selain dari segi pendidikan, umur responden juga ditanyakan di sini, dan data menunjukkan umur
responden paling muda 30 tahun, dan paling tua 55 tahun, dengan rata-rata 46 tahun. Rata-rata umur dari responden ini kiranya juga sesuai karena mereka sudah cukup memiliki masa kerja sehingga kemungkinannya lebih tinggi untuk memegang jabatan tertentu.Jabatan dari responden ini sebagian kecil masih sebagai staf dan lebih banyak menjabat sebagai Kasi (Kepala Seksi) dan Kabid (Kepala Bidang)
GAMBAR 2. PERSENTASE JABATAN RESPONDEN DISNAKER
Responden pengusaha sebagian besar yaitu sekitar 70 persen responden adalah laki-laki dan sisanya sekitar 30 persen adalah perempuan.
Data responden menurut umur terlihat polanya seperti pola yang umum yaitu meningkat dengan meningkatnya umur dan kemudian mencapai puncaknya pada kelompok umur 45-49 tahun. Setelah
umur puncak tersebut jumlah dan persentase responden menurun terus dan mencapai persentase terendah pada kelompok umur paling tua yaitu 6569 tahun. Data menunjukkan bahwa sebagian besar pengusaha berpendidikan SLTA yang mencapai lebih dari setengah responden, responden pengusaha yang berpendidikan sarjana cukup banyak yang mencapai sekitar 26 persen, sedangkan sisanya berpendidikan Diploma. Data ini menunjukkan rata-rata pendidikan responden pengusaha sudah cukup tinggi, dimana hampir 50 persen mereka pernah mengenyam pendidikan tinggi, paling sedikit mereka berpendidikan
Data dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa sebagian besar yaitu sekitar 86 persen responden pengusaha/perusahaan memiliki ijin usaha, dan sisanya 14 persen tidak memiliki ijin usaha.
Data hasil penelitian untuk responden pekerja menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan yang mencapai 61 persen dan sisanya sekitar 39 persen adalah laki-laki
Data dari hasil penelitian menunjukkan bahwa data umur paling rendah dari responden adalah berumur 18 tahun dan yang paling tinggi 55 tahun. Penduduk yang berumur 18 tahun hanya sekitar 3 persen dan responden pekerja yang paling tua yaitu berumur 55 tahun hanya 1 persen. Data penduduk menurut kelompok umur 5 tahunan menunjukkan pola
LAKI-L⅛KI
■ PEREMPUAN
GAMBAR 6. JENIS KELAMIN RESPONDEN PEKERJA
berbentuk huruf U terbalik yaitu secara umur meningkat dengan meningkatnya umur, kemudian mencapai puncak pada umur tertentu kemudian menurun kembali sampai mencapai persentase terendah pada kelompok umur yang paling tua. Jadi pola umur responden pekerja dapat dikatakan mengikuti pola yang umum.
Data menunjukkan bahwa sebagian besar responden berpendidikan SLTA (60%), sarjana sekitar 36 persen dan paling sedikit responden berpendidikan pasca sarjana (4 %). Dapat dilihat polanya dimana semakin terlihat semakin tinggi pendidikan responden, maka semakin rendah persentase responden dalam pendidikan tersebut. Pola ini dapat dikatakan pola yang umum, dimana semakin tinggi pendidikan kiranya lebih sulit untuk dicapai oleh responden.
Pelaporan kondisi ketenagakerjaan perusahaan ke Disnaker sesuai dengan undang-undang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan, dapat dilihat baik dari kantor Disnaker sendiri maupun dari responden perusahaan. Kedua pihak ini berhubungan dengan pelaporan kondisi ketenagakerjaan perusahaan, pengusaha atau perusahaan adalah pihak yang berkewajiban melaporkan, dan Disnaker adalah pihak yang menerima laporan tersebut.
Informasi dari Disnaker
Penelitian yang dilakukan ini untuk mengevaluasi kondisi ketenagakerjaan di Provinsi Bali khususnya berkaitan dengan implementasi UU No.7 tahun 1981
tentang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan. Untuk melakukan evaluasi kondisi tersebut, maka yang menjadi responden dalam penelitian ini Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali yang mewakili pemerintah, pengusaha/perusahaan, dan pekerja/pencari kerja sebagai pihak yang membutuhkan pekerjaan.
Berdasarkan pertanyaan yang diajukan kepada Dinas Tenaga kerja (Disnaker), dapat diketahui bahwa kondisi pelaporan kondisi ketenagakerjaan perusahaan ke Disnaker.
Data dalam Tabel 1 menunjukkan bahwa jauh lebih banyak perusahaan/pengurus perusahaan yang melaporkan perusahaannya pada saat mendirikan, menghentikan, menjalankan kembali, memindahkan atau membubarkan perusahaan, kepada menteri atau
Tabel 1.
Distribusi Responden Tentang Pelaporan Kondisi Ketenagakerjaan Perusahaan
No |
Pelaporan Perusahaan |
Jumlah (orang) |
Persentase |
1 |
Ya |
7 |
77,8 |
2 |
Tidak |
2 |
22,2 |
3 |
Tidak tahu |
0 |
0,0 |
4 |
Total |
9 |
100,0 |
Sumber: Data Primer, 2016
pejabat yang ditunjuk. Hal ini menunjukkan sebagian besar perusahaan sudah melakukan tugasnya atau kewajibannya untuk melaporkan perusahaan mereka. Data juga menunjukkan bahwa masih ada perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya
untuk melaporkan perusahaan mereka ke Disnaker, dan jumlahnya relative banyak. Kondisi ini menunjukkan bahwa undang-undang tersebut belum sepenuhnya dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan yang menjadi responden dalam penelitian ini.
Tabel 2.
Distribusi Responden Tentang Pelaporan Kondisi Ketenagakerjaan Perusahaan Dalam Jangka Waktu Tiga Puluh Hari
No |
Pelaporan Perusahaan Dalam Waktu Tiga Puluh Hari |
Jumlah (orang) |
Persentase |
1 |
Ya |
7 |
77,8 |
2 |
Tidak |
2 |
22,2 |
3 |
Tidak tahu |
0 |
0,0 |
4 |
Total |
9 |
100,0 |
Sumber: Data Primer, 2016
Undang-undang juga mewajibkan perusahaan/ pengurus untuk melaporkan secara tertulis kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari setelah mendirikan, menjalankan kembali atau memindahkan perusahaan. Hal ini juga ditanyakan atau dievaluasi dalam penelitian ini, dan hasil ditunjukkan dalam Tabel 2. Data tersebut menunjukkan bahwa persentase responden yang menyatakan bahwa perusahaan
melaporkan kondisi ketenagakerjaan sama dengan persentase responden yang menyatakan bahwa perusahaan melaporkan dalam jangka waktu 30 hari setelah perusahaan didirikan, dijalankan kembali, ataupun dipindahkan. Hal ini dapat dikatakan bahwa perusahaan yang melaporkan kondisi ketenagakerjaannya melaporkannya dalam jangka waktu paling lambat 30 hari, sesuai dengan aturan yang ada.
Informasi dari perusahaan
Data Tabel 3 menunjukkan bahwa cukup bervariasi responden dalam mencari tenaga kerja untuk perusahaan mereka. Paling banyak mereka mencari tenaga kerja dari dalam keluarga, dan juga dari karyawan lama. Data juga menunjukkan bahwa
responden perusahaan juga cukup banyak yang mencari karyawan melalui iklan, yang mencapai hampir 50 persen. JIka dilihat dari status perusahaan yang mempunyai ijin usaha sebanyak 86 persen, maka dapat dikatakan hanya sebagian dari mereka yang mencari karyawan melalui media iklan.
Tabel 3.
Cara Perusahaan Mendapatkan Karyawan
No |
Cara mendapatkan karyawan |
Ya |
Tidak | ||
N |
% |
N |
% | ||
1 |
Memasang iklan |
45 |
45,0 |
55 |
55,0 |
2 |
Mencari dari bursa kerja |
6 |
6,0 |
94 |
94,0 |
3 |
Mencari dari keluarga |
76 |
76,0 |
24 |
24,0 |
4 |
Mencari melalui karyawan lama |
68 |
68,0 |
32 |
32,0 |
5 |
Mencari dari Disnaker |
2 |
2,0 |
98 |
98,0 |
6 |
Mencari dari lembaga out sourcing |
2 |
2,0 |
98 |
98,0 |
Sumber: Data Primer, 2016
Data lain juga menunjukkan dari pertanyaan yang diajukan apakah perusahaan pernah melaporkan lowongan kerja yang ada di perusahaan mereka ke Disnaker setempat untuk memperoleh tenaga kerja yang dibutuhkan dari Disnaker. Berdasarkan pertanyaan tersebut dapat diketahui bahwa hanya 2 persen responden perusahaan yang pernah melaporkan lowongan kerja yang ada di perusahaan mereka dan sisanya 98 persen yang tidak pernah melaporkan lowongan kerja yang ada di perusahaan.
Untukmemperoleh informasi tentang kondisi KAP (knowledge, attitude, dan practice) tentang peraturan perundang-undangan wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan. Dalam penelitian ini ditanyakan tentang pengetahuan perusahaan akan undang-undang wajib lapor ketenagakerjaan tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sekitar 66 persen responden perusahaan menyatakan mengetahui tentang undang-undang wajib lapor ketenagakerjaan tersebut, dan sisanya sebanyak 34 persen menyatakan tidak mengetahuinya. Informasi ini menunjukkan jauh lebih banyak perusahaan yang mengetahui keberadaan undang-undang tersebut dibandingkan dengan perusahaan yang tidak mengetahuinya. Namun demikian pengetahuan yang cukup tinggi ini, tidak seluruhnya diikuti oleh sikap maupun praktek dalam melaporkan kondisi ketenagakerjaan perusahaan mereka seperti harapan.
-
(1) Informasi dari Disnaker
Pencari kerja yang melaporkan dirinya ke Disnaker dengan mencari kartu kuning sebagai tanda bahwa mereka sedang mencari pekerjaan. Data dari
Disnaker yang disampaikan oleh responden Disnaker menyatakan ada peraturan bahwa setiap pencari kerja harus memiliki kartu kuning. Demikian juga dari sisi perusahaan sebagai pihak yang membutuhkan pekerja juga disarankan untuk mensyaratkan kartu kuning bagi mereka yang melamar pekerjaan di perusahaan yang mereka kelola. Untuk itu Disnaker sudah menurunkannya dalam peraturan untuk semua perusahaan yang ada di wilayah kerja masing-masing Disnaker. Dengan demikian jika semua pencari kerja atau perusahaan yang akan mencari pekerja baru mensyaratkan kartu kuning, maka data pencari kerja di setiap saat akan terdata dengan baik. Dengan pendataan yang baik, maka kebijakan untuk mengatasi pengangguran tersebut akan dapat dilakukan. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan responden Disnaker dapat diketahui bahwa ada beberapa fungsi dari kartu kuning sebagai berikut.
-
1) Alat kendali jumlah angkatan kerja yang mencari kerja
-
2) Bukti pencari kerja terdaftar sesuai dengan pendidikan yang dimiliki
-
3) Kelengkapan sebagai pencari kerja khususnya PNS 4) Kelengkapan syarat melamar pekerjaan
-
5) Mendata tingkat pengangguran untuk mencari jalan keluarnya
Berdasarkan hasil wawancara dengan Disnaker tersebut dapat disimpulkan bahwa ada 2 fungsi dari kartu kuning tersebut yaitu sebagai syarat untuk melamar atau mencari pekerjaan baik untuk CPNS maupun oleh perusahaan lainnya. Selain itu kartu kuning juga berfungsi untuk mendata pencari kerja sebagai dasar pembuatan keputusan untuk menurunkan tingkat pengangguran.
Berdasarkan data kualitatif yang diperoleh dari responden Disnaker dengan persepsi yang dirasakan oleh mereka dapat disimpulkan bahwa perkembangan jumlah pencari kerja ke Disnaker yang ditunjukkan oleh kartu kuning yang dikeluarkan terus semakin meningkat. Hal ini juga menunjukkan bahwa responden Disnaker di seluruh kabupaten/kota berpendapatan secara deskriptif bahwa jumlah
pencari kerja di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali mengalami kenaikan selama 3 tahun terakhir. Hal ini secara implisit menunjukkan bahwa di seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali terjadi persoalan ketenagakerjaan khususnya semakin meningkatnya kondisi pengangguran. Hasil penelitian di Serbia menunjukkan tingkat pengangguran terjadi akibat mereka tidak memiliki kualifikasi atau pendidikan
Tabel 4.
Perkembangan Jumlah Pencari Kerja Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2013-2015 di Provinsi Bali
No |
Kabupaten/kota |
Jumlah Pencari Kerja (Orang) | ||
Tahun 2013 |
Tahun 2014 |
Tahun 2015 | ||
1 |
Jembrana |
1.040 |
635 |
858 |
2 |
Bangli |
642 |
714 |
976 |
3 |
Badung |
1.999 |
958 |
938 |
4 |
Tabanan |
1.806 |
1.497 |
1.186 |
Sumber: Disnaker
yang tidak cukup atau relative rendah untuk memperoleh pekerjaan (Olgica B and M Emilija, 2009). Tingkat pengangguran juga berkaitan dengan tingkat upah dimana ada hubungan negatif antara tingkat upah dengan permintaan tenaga kerja (Iancu et all, 2011).
-
(2) Informasi dari pekerja
Selain informasi dari Disnaker tentang perkembangan kartu kuning sebagai indikasi jumlah pencari kerja di Disnaker, juga dapat diperoleh informasi dari pekerja atau pencari kerja. Jawaban responden pekerja/pencari kerja tentang kartu kuning dapat menambah informasi tentang pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya mencari kartu kuning sebagai informasi tentang kondisi ketenagakerjaan khususnya kondisi pengangguran di kabupaten/kota tertentu. Data menunjukkan bahwa sekitar 42 persen pernah mendengar tentang kartu kuning, dan sisanya 58 persen tidak pernah mendengar kartu kuning tersebut. Namun demikian tidak semua responden yang pernah mendengar tentang kartu kuning mencari kartu kuning saat mereka melamar pekerjaan. Hanya sekitar 25 persen responden pernah mencari kartu kuning, dan sisanya 75 persen tidak pernah mencari kartu kuning. Data ini juga menunjukkan bahwa responden yang pernah mendengar kartu kuning tidak seluruhnya pernah mencari kartu kuning. Informasi ini memberikan petunjuk bahwa data pencari kerja di Disnaker yang ditunjukkan oleh kartu kuning belum sepenuhnya terdata terdata dengan baik. Ada kondisi underestimate data pencari kerja di Disnaker.
Informasi untuk menegaskan tentang peran Disnaker sebagai perantara tersebut dengan pertanyaan apakah ada pencari kerja (pencari kartu kuning) yang dapat didistribusikan atau disalaurkan oleh Disnaker. Sekitar 89 persen responden menyatakan bahwa ada pencari kerja yang dapat disalurkan oleh kantor Disnaker. Data ini juga menunjukkan bahwa jumlah yang dapat disalurkan juga bervariasi antar kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Kemampuan Disnaker untuk menyalurkan pencari kerja ke berbagai perusahaan atau lembaga tergantung dari beberapa hal. Salah satunya adalah apabila ada kecocokan dan kesesuaian antara tenaga kerja yang dibutuhkan dengan yang tersedia. Pada umumnya saat kegiatan Job Fair, akan banyak pencari kerja yang dapat disalurkan. Selain itu data menunjukkan bahwa jauh lebih banyak pencari kerja yang mencari sendiri lowongan kerja tersebut dibandingkan dengan yang dapat disalurkan oleh Disnaker.
Data hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah pencari kerja yang dapat disalurkan oleh Disnaker (perusahaan yang mengikuti job fair), sangat bervariasi antar kabupaten/kota yang ada di Provinsi Bali. Ada kecenderungan jika jumlah angkatan kerja atau jumlah penduduk yang banyak, maka jumlah pencari kerja juga lebih banyak dan jumlah pencari kerja yang dapat disalurkan juga searah. Berikut disampaikan jumlah pencari kerja yang dapat disalurkan oleh Disnaker pada tahun terakhir.
Tabel 5.
Jumlah Pencari Kerja yang Dapat Disalurkan (Mengajukan lamaran dalam Job Fair) oleh Disnaker Pada tahun 2015
No |
Kabupaten |
Jumlah yang tersalur (Orang) |
1 |
Jembrana |
311 |
2 |
Tabanan |
518 |
3 |
Badung |
25 |
4 |
Buleleng |
250 |
5 |
Karangasem |
380 |
6 |
Klungkung |
424 |
7 |
Gianyar |
45 |
8 |
Bangli |
455 |
9 |
Denpasar |
50 |
Sumber: Dinas Tenaga Kerja di Kabupaten/Kota, 2016
Data Tabel 5 menunjukkan bahwa jumlah yang dapat disalurkan oleh masing-masing Disnaker di masing-masing kabupaten/kota sangat bervariasi. Jumlah pencari kerja yang dapat didistribusikan di satu kabupaten/kota tergantung dari jumlah perusahaan/lembaga yang ada di wilayah tersebut. Jika perusahaan yang ada di setiap kabupaten/kota bersedia melaporkan semua lowongan kerja yang ada di perusahaan mereka, maka akan semakin banyak jumlah pencari kerja yang dapat disalurkan oleh Disnaker. Data Tabel 5 menunjukkan jumlah perusahaan yang mengikuti job fair untuk mencari karyawan baru, namun sayangnya berapa jumlah yang diterima dalam kegiatan job fair tersebut tidak dilaporkan oleh perusahaan, sehingga Disnaker tidak dapat mengetahui secara pasti berapa jumlah yang berhasil disalurkan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah disampaikan sebelumnya dapat ditarik beberapa kesimpulan sesuai dengan tujuan penelitian yang telah disampaikan. Simpulan yang disampaikan dalam laporan ini berjumlah 5 simpulan yang disesuaikan dengan rumusan tujuan penelitian dan diuraikan sebagai berikut.
-
1) Tidak seluruh responden perusahaan yang ada melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka ke Disnaker. Informasi ini dapat diperoleh baik dari sis Disnaker maupun dari sisi responden perusahaan. Sekitar 77 persen responden Disnaker menyatakan bahwa perusahaan melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka ke Disnaker, sedangkan dari responden perusahaan hanya sekitar 2 persen yang menyatakan melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka.
Kondisi ini menunjukkan bahwa Undang-undang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan belum dijalankan sesuai dengan aturan yang ada.
-
2) Berdasarkan informasi dari Disnaker tingkat perkembangan pencari kerja menurut kabupaten/kota dilihat dari jumlah pencari kartu kuning kondisinya berfluktuasi, dan secara umum ada kecenderungan mengalami kenaikan sampai data pada tahun terakhir. Selain itu informasi dari pencari kerja lebih banyak dari mereka (sekitar 58 persen) tidak pernah mendengar tentang kartu kuning, artinya mereka tidak pernah mencari kartu kuning, dan makna selanjutnya mereka tidak pernah terdata sebagai pencari kerja. Berdasarkan informasi dari perusahaan, bahwa tidak semua perusahaan mensyaratkan kartu kuning dalam mencari karyawan baru. Kondisi ini juga mencerminkan tidak semua pencari kerja mencari kartu kuning yang berarti juga tidak semua pencari kerja terdata di Disnaker.
-
3) Tingkat perkembangan pencari kerja yang dapat disalurkan oleh Disnaker dilakukan melalui kegiatan job fair. Banyak perusahaan di masing-masing kabupaten/kota mengikuti job fair. Data jumlah lamaran/pelamar dalam kegiatan job fair tercatat, namun berapa yang diterima dari kegiatan tersebut tidak terdata (tidak ada informasi dari perusahaan) tentang jumlah pencari kerja yang terserap dalam job fair. Selain itu data dari perusahaan menunjukkan sangat sedikit responden perusahaan yang mencari tenaga kerja melalui Disnaker, yaitu hanya sekitar 2 persen. Kondisi ini juga berarti bahwa Disnaker relative sangat sedikit mampu menyalurkan pencari kerja yang mendaftar di Disnaker. Hal ini juga mencerminkan bahwa
Undang-undang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan belum dilaksanakan secara memadai sesuai dengan aturan yang ada.
Saran
Berdasarkan simpulan yang telah disampaikan sebelumnya, ada beberapa saran yang dapat disampaikan untuk meningkatkan pelaporan kondisi ketenagakerjaan perusahaan ke Disnaker adalah sebagai berikut.
-
1) Disnaker harus mewajibkan perusahaan yang akan mencari tenaga kerja baru untuk mensyaratkan kartu kuning dalam lamaran pencari kerja tersebut. Kegiatan ini akan meningkatkan validitas data pencari kerja di satu kabupaten/kota pada suatu titik waktu tertentu. Kondisi ini dapat menjadi dasar pengambilan kebijakan tertentu oleh pemerintah tentang tingkat pengangguran.
-
2) Sosialisasi yang dilakukan Disnaker melalui monitoring atau pun program khusus yang bertujuan untuk mendesiminasi informasi melalui KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) tentang wajib lapor ketenagakerjaan perusahaan dapat dilakukan dengan lebih efektif terhadap perusahaan-perusahaan yang lebih muda tahun berdirinya, sehingga KAP (Knowledge, Attitude, dan Practice) mereka akan dapat ditingkatkan, sehingga undang-undang tersebut dapat dilaksanakan dengan lebih baik, dan peran Disnaker sebagai perantara di pasar kerja dapat terealisasi dengan lebih efektif.
-
3) Disnaker dapat bekerja sama dengan lembaga atau badan pemberi ijin usaha untuk menjadikan syarat atau mengingatkan perusahaan yang sedang mencari ijin agar melaporkan kondisi ketenagakerjaan mereka secara rutin saat mereka beroperasi. Persyaratan ini dapat meningkatkan pengetahuan dari pengusaha atau pengurus perusahaan untuk melaksanakan kewajiban terhadap undang-undang ketenagakerjaan yang ada, termasuk undang-
undang wajib lapor ketenagakerjaan di perusahaan.
REFERENSI
Cooper & William, Emory. 1997. Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Penerbit Erlangga
Bellante, D, dan M. Jackson, 1990, Mark Jackson. 1990. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: Penerbit FE UI
Iancu, A. L F, Popescu, dan V D Popescu. 2011. The Flexibility Demands Of Globalized Labor Markets: Active Labor Market Policies In A Flexicurity System.Economics, Management, and Financial Markets.
Volume 6(3), 2011, pp. 191–196.
Mantra, IB. 2003. Demografi Umum. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mantra, I.B. 2004. Filsafat Penelitian & Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar Offset.
Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.
Olgica. B dan Maniæ Emilija. 2009. Characteristics of labor market in Serbia - View on the labor demand on Belgrade and Banat labor markets. Business Review. Volume 8, No.2 (Serial No.68).
Subandi. 2011. Ekonomi Pembangunan. Bandung: Penerbit Alfabeta
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Penerbit Alfabeta
Suyana Utama, Made. 2016. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Denpasar: CV Sastra Utam
Simanjuntak, P. 2001. PengantarEkonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit Universitas Indonesia.
Sekaran,Uma dan Roger Bougie. 2010. Research Method for Business, A skill Building Approach. UK: John Wiley and Sons.
Todaro, M. P. 1983. Pembangunan Ekonomi Di Dunia Ketiga. Jakarta: Ghalia Indones
Undang Undang R I No.7 tahun 1981 Tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan
Discussion and feedback