ANTESEDEN DAN HASIL UJI COBA MODEL CONSUMERS ONLINE TOURISM CONFUSION DARI PERSPEKTIF KONSUMEN PRODUK PARIWISATA (Studi Pada Warga Negara Indonesia)
on
160 Jurnal Buletin Studi Ekonomi Vol. 22, No. 2, Agustus 2017
ANTESEDEN DAN HASIL UJI COBA MODEL CONSUMERS ONLINE TOURISM CONFUSION DARI PERSPEKTIF KONSUMEN PRODUK PARIWISATA (Studi Pada Warga Negara Indonesia)
Gede Bayu Rahanatha1
Tjok Gde Raka Sukawati2
Martina Carissa Dewi3
1234 Sarah Yulinar Adiputri 4
-
1,2,3,4Jurusan Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: bayurahanatha@yahoo.com
Abstract:Anteseden and TestResult of Consumers Online Tourism Confusion Model from The Perspective of Tourism Product Customers (Study of Indonesian)
Rapid flow of information through on the Internet has tended to be confusion (confusion) among users. It will cause potential customers perform undesired actions. This study will confirm the Consumers Online Tourism Confusion Model on Indonesian citizen. The population in this study are: Citizen of Indonesia who are at least 18 years, using online media (internet) in seeking information on tourism products and are planning a trip (vacation). This research is analysed by using regression method with a total 100 respondents being involved. The results showed that learning orientation and price consciousness variables bring negative and significant effect on consumer confusion, while the level of need for cognition brings positive and significant impact on consumer confusion. The results of this study suggest that the company in particular that rely on product differentiation as a competitive advantage, should continue to use other media in implementing marketing communications strategies in order to avoid consumer confusion.
Keywords : marketing communications, tourism, online, cognition, consciousness price, learning orientation, consumer confusion.
Abstrak: Anteseden dan Hasil Uji Coba Model Consumers Online Tourism Confusion dari Perspektif Konsumen Produk Pariwisata. (Studi Pada Warga Negara Indonesia)
Cepatnya arus informasi melalui media internet menyebabkan terjadinya kecenderungan berupa kebingungan (confusion) di kalangan pengguna internet. Adapun dampak buruk bagi kalangan pelaku industri, justru akan menyebabkan konsumen potensial melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tujuan komunikasi pemasaran. Penelitian ini akan mengonfirmasi model Consumers Online Tourism Confusion dilihat dari sisi penerima pesan, yaitu konsumen produk pariwisata berkewarganegaraan Indonesia. Populasi dalam penelitian ini adalah: Warga Negara Indonesia yang telah berusia minimal 18 tahun, menggunakan media online (internet) dalam mencari informasi produk pariwisata dan sedang merencakan perjalanan (liburan). Hasil penelitian yang menggunakan analisis regresi dengan total 100 responden ini menunjukan bahwa variabel orientasi pembelajaran dan kesadaran harga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebingungan konsumen, sementara tingkat kebutuhan kognisi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebingungan konsumen. Hasil penelitian ini menyarankan agar perusahaan khususnya yang mengandalkan diferensiasi produk sebagai keunggulan bersaing, hendaknya tetap menggunakan media lainnya dalam menjalankan strategi komunikasi pemasaran agar terhindar dari kebingungan konsumen.
Kata kunci: komunikasi pemasaran, pariwisata, online, kognisi, kesadaran harga, orientasi pembelajaran, consumer confusion.
PENDAHULUAN
Kemudahan akses informasi melalui perkembangan teknologi telah memberikan dampak positif yang cukup signifikan. Hal ini berpengaruh terhadap pola membeli wisatawan yang mengalami pergeseran dari metode konvensional ke mekanisme pembelian secara online (Xiang et al., 2015). Pada
industri pariwisata, sebagian besar bisnis mengadopsi internet sebagai saluran distribusi utama. Berbagai bisnis yang terlibat dalam industri ini termasuk hotel, restoran dan agen perjalanan berupaya untuk meraup pasar secara online (Law et al., 2010). Bisnis Online Travel Agent adalah salah satu potensi bisnis yang telah berkembang cukup pesat dewasa ini.
Salah satu upaya mempertahankan statusnya agar sustainable, yaitu penyebaran informasi melalui media internet dilakukan secara besar-besaran.
Proses pencarian informasi melalui internet telah menjadi pilihan utama di kalangan masyarakat (Xiang dan Gretzel, 2010). Cepatnya arus informasi melalui media internet menyebabkan terjadinya kecenderungan kebingungan (confusion) di kalangan pengguna internet. Kajian mengenai consumers confusion pun mulai menjadi pembahasan para ahli di bidang komunikasi pemasaran, hal ini dikemukakan dalam penelitian Turnbull et al. (2000) yang menyatakan terjadinya kebingungan di kalangan konsumen produk telekomunikasi, penelitian lainnya menyatakan terjadinya kebingungan di kalangan konsumen online produk fashion (Cheary, 1997). Studi empiris lainnya juga terjadi pada pengguna yang menggunakan internet sebagai media untuk berbelanja produk pariwisata (Matzler dan Waiguny, 2005). Informasi yang tersedia begitu banyak di internet dan kemudahan akses dengan kemajuan teknologi dewasa ini, menyebabkan konsumen mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan produk yang tepat untuk mereka gunakan dalam menghabiskan liburannya.
Pola kebingungan konsumen dalam berbelanja produk wisata secara online diungkap oleh Lu (2015) dalam penelitiannya menyatakan bahwa tingkat kebingungan wisatawan dalam berbelanja produk wisata secara online dipengaruhi oleh dua pihak yang terlibat dalam proses komunikasi. Pihak pertama adalah penyedia komunikasi (marketing) yang memiliki tendensi menyediakan informasi dalam kapasitas yang terlalu besar, memiliki kemiripan dan memiliki tendensi ambigu. Pihak kedua adalah penerima informasi, dalam hal ini para konsumen yang menggunakan media internet sebagai pilihan untuk mengakses informasi dalam berbelanja produk wisata. Adapun variabel utama pada penelitian ini diadopsi dari penelitian sebelumnya oleh Lu et al. (2015), yang memegang peranan penting untuk dikaji yaitu orientasi pembelanjaran, kesadaran akan harga dan kebutuhan akan kognisi, dimana akan diuji pengaruhnya terhadap tingkat kebingungan yang dialami konsumen produk pariwisata dalam melakukan tindakan pasca pengumpulan informasi. Penelitian ini akan mengonfirmasi model Consumers Online Tourism Confusion yang selama ini belum pernah dilakukan di Indonesia, khususnya pada konsumen produk pariwisata berkewarganegaraan Indonesia.
Berdasarkan paparan di atas, maka ada beberapa permasalahan yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
-
1) Bagaimanakah pengaruh orientasi pembelanjaran terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata?
-
2) Bagaimanakah pengaruh kesadaran akan harga terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata?
-
3) Bagaimanakah pengaruh kebutuhan akan kognisi terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata?
TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Tujuan
Kegiatan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis pola penerimaan informasi konsumen dalam berbelanja produk pariwisata. Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk meningkatkan pemahaman para pemasar yang terlibat pada industri pariwisata dalam upaya memperbaiki strategi komunikasi pemasaran yang akan dirancang. Penelitian ini juga memperkaya wawasan dan ilmu pengetahuan mengenai proses komunikasi melalui media internet di kalangan pemasar dan konsumen yang berkewarganegaraan Indonesia. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
-
1) Mengetahui pengaruh orientasi pembelajaran terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata.
-
2) Mengetahui pengaruh kesadaran akan harga terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata.
-
3) Mengetahui pengaruh kebutuhan akan kognisi terhadap kebingungan konsumen dalam berbelanja produk pariwisata.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan berguna untuk khazanah ilmu pengetahuan dan perancangan strategi komunikasi pemasaran perusahaan yang terlibat dalam industri pariwisata.
-
1) Bagi khazanah ilmu pengetahuan, penelitian ini akan memperluas khazanah penelitian di bidang manajemen pemasaran, komunikasi pemasaran dan pemasaran hospitaliti.
-
2) Bagi pelaku usaha yang bergerak di industri pariwisata (khususnya para pemasar), penelitian ini akan sangat bermanfaat dalam hal merancang strategi komunikasi pemasaran di era digital marketing dewasa ini
KAJIAN PUSTAKA
Consumer Confussion
Turnbull et al. (2000) mendefinisikan kebingungan konsumen sebagai “kegagalan dari
konsumen untuk menginteprestasikan secara tepat dari berbagai aspek produk/layanan, pada tahap pengolahan informasi dari sebuah proses komunikasi”. Mitchell dan Papavassiliou (1999) menyatakan bahwa kebingungan sebagai suatu keadaan dimana konsumen mengalami perasaan tidak nyaman dalam pikiran yang dialami pada masa sebelum terjadinya pembelian, yang secara negatif mempengaruhi pengelolaan informasi konsumen pada proses komunikasi dan berpengaruh terhadap aksi yang tidak sesuai harapan. Lebih lanjut Mitchell dan Papavassiliou (1999) mengemukakan bahwa tingkat kebingungan konsumen dapat berakibat negatif diantaranya:
-
1) Pertama: Konsumen dapat mengalami kesulitan ekstrim dalam membuat keputusan akhir sebagai akibat dari rentetan informasi dan banyaknya pilihan produk atau jasa yang tersedia.
-
2) Kedua: Terjadinya keputusan yang tidak optimal pada konsumen pada saat akan melakukan tindakan pembelian. Dimana konsumen pada akhirnya memilih untuk membeli produk atau jasa yang tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan mereka secara spesifik.
-
3) Ketiga: Pada tahapan komunikasi lebih lanjut, dimana konsumen bertindak sebagai penerus pesan kepada konsumen lain (from receiver to sender) akan terjadi penyampaian pesan yang bersifat tidak tepat atau ambigu yang dilakukan oleh konsumen tersebut.
Kebingungan konsumen memiliki potensi untuk membahayakan tidak hanya bagi konsumen itu sendiri, tetapi juga kepada penyedia produk ataupun jasa. Mitchell dan Papavassiliou (1999) serta Walsh dan Hennig (2002) selanjutnya merangkum kebingungan yang dialami oleh konsumen secara umum terdiri dari:
-
1) Ambiguity confusion, suatu kebingungan konsumen yang mana terjadi pada saat konsumen merasa terpaksa untuk melakukan tindakan evaluasi ulang atas apa yang diyakini saat ini dari sebuah produk atau dari sebuah rencana proses pembelian (Mitchell et al., 2004).
-
2) Overload confusion, suatu kondisi
kebingungan konsumen dimana seorang individu mengalami keterpaparan informasi secara berlebihan yang mengakibatkan individu tersebut mengalami kesulitan di dalam memahami informasi yang diterima secara akurat (Mitchell et al., 2004).
-
3) Similarity confusion, suatu kondisi kebingungan konsumen diakibatkan oleh kurangnya pemahaman yang mengakibatkan adanya potensi perubahan atas pilihan produk atau jasa pada konsumen atau kesalahan dalam evaluasi merek. Kurangnya pemahaman ini dikarenakan oleh tampilan fisik yang dirasakan sama oleh konsumen pada berbagai pilihan produk maupun jasa (Mitchell et al., 2004). Similarity confusion didorong oleh adanya kemiripan antara satu merek dengan merek lain dari segi fungsi, atribut, dan kualitas (Walsh dan Hennig, 2002). Selain itu, informasi dari komunikasi yang disampaikan oleh merek-merek yang terlibat dalam persaingan melalui berbagai saluran pesan juga mengakibatkan similarity confusion (Kent dan Allen, 1994; Poiesz dan Verhallen, 1989).
Menurut Mitchell dan Papavassiliou (1997), tindak lanjut konsumen ketika mengalami kebingungan adalah sebagai berikut:
-
1) Tidak melakukan apa-apa dan mengabaikan kebingungan
-
2) Menunda pembelian
-
3) Membatalkan pembelian
-
4) Melimpahkan keputusan pembelian ke pihak lain
-
5) Meninjau kembali tujuan pembelian
-
6) Mencari informasi tambahan
-
7) Menyusutkan alternatif produk yang akan dibeli
Consumer Online Tourism Confusion Model
Konsep Consumer Online Tourism Confusion (COTC) dirangkai menjadi sebuah model oleh Lu dan Dogan (2015).Dasar pemikiran yang dipergunakan dalam pembuatan model ini adalah penelitian-penelitan sebelumnya megenai kebingungan konsumen yang dielaborasi dengan konsep Elaboration Likelihood Model (ELM).Pada penelitian tersebut, Lu dan Dogan (2015) melihat peranan dan karakteristik dari kedua peserta dalam proses komunikasi yaitu pengirim dan penerima untuk selanjutnya dikaitkan dengan tingkat kebingungan konsumen.Elaboration Likehood Model adalah sebuah model yang dibentuk oleh Petty and Cacioppo (1986) dalam (Lu dan Dogan, 2015) yang berusaha untuk menjelaskan perubahan perilaku dari penerima pesan dari sisi psikiatri bahwa sebuah upaya komunikasi yang terorganisir akan mampu mengakibatkan perubahan sikap penerima pesan. Model ELM menunjukkan bahwa motivasi dan kemampuan individu merupakan faktor kunci untuk menentukan apakah seseorang sedang memproses informasi eksternal melalui cara menyeluruh dan
sistematis.Lebih lanjut melalui ELM, maka model Consumer Online Tourism Confusion (COTC) akhirnya terbentuk dimana tingkat kebingungan konsumen itu sangat tergantung dari ada tidaknya motivasi serta mampu tidaknya penerima memahami pesan yang disampaikan oleh pengirim. Motivasi dan kemampuan dari penerima pesan ini, pada model COTC ditentukan oleh lima karakteristik dari penerima pesan, diantaranya:
-
1) Pengalaman dalam Menggunakan Internet
Frias et al.(2008) menyatakan bahwa pengalaman dalam berinternet adalah sebuah variabel yang menjelaskan kemamampuan seseorang untuk memproses informasi secara online. Sejumlah penelitian telah menunjukkan bahwa konsumen dengan pengalaman internet yang cukup, merasa lebih nyaman menggunakan channel online.Sementara konsumen lain mungkin enggan untuk menggunakan saluran online karena ketidakpastian yang dirasakan dan kemungkinan terjadi resiko.(Montoya et al., 2003; Murray dan Schlacter, 1990).
-
2) Orientasi Pembelajaran
Individu yang memiliki orientasi belajar yang kuat berusaha untuk memahami hal-hal baru dan meningkatkan kemampuan dalam aktivitas tertentu (Deshon dan Gillespie, 2005). Ketika dihadapkan dengan situasi yang menantang, mereka yang memiliki orientasi belajar yang kuat akan merespon dengan perilaku adaptif dan akan menunjukkan kegigihan dalam menghadapi kesulitan, mendorong pencarian solusi baru, dan menunjukkan kinerja yang meningkat (Derue dan Wellman, 2009). Ketika dihadapkan dengan situasi yang menantang, individu dengan orientasi belajar yang kuat akan melihat kesalahan sebagai umpan balik yang bermanfaat dan kesempatan untuk belajar dan dengan demikian sering meningkatkan upaya mereka untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan baru (Gong et al., 2009). Ciri kepribadian ini sangat terkait dengan motivasi individu untuk memproses dan memahami informasi yang diterima (Lu dan Dogan, 2015) 3) Toleransi Ambiguitas
Toleransi ambiguitas mengacu pada cara individu atau kelompok, memandang dan memproses informasi yang bersifat ambigu saat mereka dihadapkan dengan situasi asingdan kompleks (Furnham, 1994). Situasi ambigu yang dimaksud termasuk situasi yang sama sekali bersifat baru atau rumit, di mana ada sejumlah besar simbol yang membutuhkan pemahamanatau kondisi yang kontradiktif (Gurelet al., 2010). Konsumen akan
melewati keadaan ambiguitas ketika konsumen mencoba untuk memahami lebih lanjut kondisi lingkungan yang dihadapi termasuk informasi yang dterima sebelum melakukan kegiatan pembelian (Walsh dan Yamin, 2005). Oleh karena itu, konsumen dengan tingkat toleransi ambiguitas rendah, dibandingkan dengan yang memiliki toleransi ambiguitas tinggi, cenderung menghabiskan lebih banyak waktu dan upaya untuk mengumpulkan, mengolah, dan memahami semua informasi yang tersedia dalam rangka mengurangi kesempatan sebuah kebingungan.
-
4) Kesadaran akan Harga
Lichtenstein et al.(1993) mendefinisikan harga kesadaran sebagai”sejauh mana konsumen memfokuskan secara eksklusif pada membayar harga yang rendah”. Sementara Jinet al. (2012) menyatakan bahwa konsumen dengan tingkat kesadaran harga yang tinggi akan selalu mencari penawaran dengan kesesuaian harga yang terbaik sehingga mereka cenderung memiliki kriteria pembelian yang jelas, dan pendekatan mereka untuk berbelanja bersifat sistematis, menyeluruh serta efisien. Lu dan Dogan, (2015) menyatakan harga untuk produk pariwisata atau jasa tertentu dapat bervariasi secara signifikan dari satu situs ke situs lainnya.Keinginan untuk membayar harga yang rendah untuk produk dan jasa pariwisata, seorang individu harus memiliki motivasi tinggi untuk mengumpulkan dan memproses semua informasi online tersedia, serta membuat beberapa perbandingan dari sumber informasi yang berbeda. 5) Kebutuhan akan Kognisi
Konsep kebutuhan kognisi pertama kali diperkenalkan oleh Cohen, Stotland dan Wolfe (1955) yang menyatakan bahwa kebutuhan akan kognisi adalah suatu kebutuhan untuk menstruktur dan mengintegrasi situasi yang terjadi demimendapatkan sebuah kejelasan dari situasi tersebut. Menurut Lu dan Dogan(2015), tipe konsumen yang memiliki tingkat kebutuhan akan kognisi yang tinggi memiliki kecenderungan yang rendah terhadap kebingungan di dalam pencarian informasi secara online.
Kerangka Konsep Penelitian
Dalam penelitian ini teori yang dipakai adalah teori Relational Marketing dan teori Strategi Bisnis (Porter, 1985).Berdasarkan konsep kerangka pemikiran yang menjelaskan keterkaitan masing-masing variabel, maka disusun kerangka konseptual seperti pada Gambar 2.
Conceptual Model
Information provider

Information recipient
Gambar 1 Consumer Online Tourism Confusion Model

Gambar 2
Kerangka Konsep Penelitian
Hipotesis Penelitian:
Berdasarkan kerangka konsep yang ada, maka hipotesis penelitian yang dapat disusun adalah sebagai berikut:
Pengaruh Orientasi Pembelanjaran (X1) terhadap Kebingungan Konsumen (Y)
Studi empiris sebelumnya mengungkapkan bahwa semakin tinggi tingkat orientasi pembelanjaran
seseorang, maka kemungkinan untuk mengalami permasalahan dalam menerima informasi yang kompleksakan semakin rendah. Hal ini diungkapkan oleh Deshon dan Gillespie (2005); Derue dan Wellman (2009).Lu dan Dogan (2015) menemukan hal yang sebaliknya, dimana hal ini bertentangan dengan studi empiris sebelumnya, dimana membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
H1: Orientasi Pembelanjaran (X1) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebingungan Konsumen (Y).
Pengaruh Kesadaran akan Harga (X2) terhadap Kebingungan Konsumen (Y)
Beberapa penelitian sebelumnya menunjukan kesadaran akan harga berpengaruh terhadap kebingungan konsumen. Lu et al. (2015) menemukan bahwa kesadaran akan harga berpengaruh terhadap kebingungan konsumen secara negatif. Semakin konsumen sadar akan harga, tingkat kebingungan yang akan dialami akan semakin rendah, hal ini dikarenakan oleh tingkat kesediaan konsumen yang cukup tinggi untuk mencari saluran pemasaran dengan tujuan untuk mendapatkan harga yang terbaik. Penelitian ini searah dengan hasil penelitian Grewal dan Marmorstein(1994) serta Konucset et al.(2008), dimana dalam penelitiannya menunjukan bahwa konsumen yang memiliki kesadaran akan harga yang tinggi terhindar dari kebingungan konsumen.
Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut.
H2: Kesadaran akan Harga (X2) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebingungan Konsumen (Y).
Pengaruh Kebutuhan akan Kognisi (X3) terhadap Kebingungan Konsumen (Y)
Cohenet al. (1955); Cacioppo dan Petty (1982)menyatakan bahwa kebutuhan akan kognisi adalah suatu kebutuhan untuk menstrukrur dan mengintegrasi situasi yang terjadi dalam mendapatkan sebuah kejelasan dari situasi tersebut. Lebih lanjut dinyatakan bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan akan kognisi, maka pihak-pihak tersebut akan semakin mudah untuk mengatasi masalah yang rumit dan terhindar dari kebingungan.Penelitian tersebut bertentangan dengan hasil dari penelitian Lu dan Dogan (2015) yang menyatakan perihal sebaliknya, akan tetapi perlu dilakukan kajian lebih lanjut untuk mengkonfirmasi hal tersebut. Berdasarkan kajian empiris sebelumnya, maka dapat disusun hipotesis sebagai berikut:
H3: Kebutuhan akan Kognisi (X3) berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebingungan Konsumen (Y).
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian ini dirancang dengan menggunakan penelitian kuantitatif, yang berhubungan erat dengan
filsafat positivisme. Penelitian ini berlandaskan pada filsafat positivisme, dengan alasan sebagai berikut: pertama, penelitian ini memperhatikan fenomena dan fakta yang dapat diamati erta dapat diukur; kedua, penelitian ini meneliti hubungan sebab akibat dari data numerik yang diperoleh. Oleh karena itu, penggunaan pendekatan kuantitatif sangat tepat dalam penelitian ini. Penelitian ini mengkaji pengaruh karakteristik konsumen terhadap tingkat kebingungan konsumen dalam mengakses informasi produk pariwisata.
Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Indonesia yang terkonsentrasi pada wilayah Indonesia Jakarta dan Bali, dimana memiliki tingkat migrasi penduduk dengan tujuan pariwisata yang cukup tinggi.
Populasi dan Sampel Penelitian
Penentuan populasi penelitian dilakukan dengan teknik purposif. Kriteria populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
-
1) Warga Negara Indonesia yang telah berusia minimal 18 tahun.
-
2) Menggunakan media online (internet) dalam mencari informasi produk pariwisata.
-
3) Sedang merencakan perjalanan (kegiatan berlibur).
Penentuan ukuran sampel pada penelitian ini memakai rumus Slovin, yang mana memperoleh jumlah sampel sebanyak 100 orang. Pengambilan sampel ini akan dilakukan secara purposif melalui media internet dan visitasi ke lokasi-lokasi pusat keramaian di Bali dan Jakarta agar dapat disesuaikan dengan kriteria populasi yang telah ditetapkan.
Teknik Pengukuran Variabel
Skala pengukuran yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan skala Likert lima tingkat, yaitu dari sangat tidak setuju=1, tidak setuju=2, cukup setuju=3, setuju=4, dan sangat setuju= 5. Pengukuran variabel akan dilakukan pada periode Agustus sampai dengan Oktober 2016.
Pengumpulan Data
Berdasarkan sumbernya data dapat dibedakan menjadi data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang dikumpulkan secara khusus untuk melaksanakan proyek penelitian yang dilakukan. Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan oleh pihak tertentu untuk tujuan lain (Saunders, 2016). Penelitian ini menggunakan data sekunder tingkat perkembangan jumlah perjalanan wisatawan nusantara, rata-rata perjalanan, pengeluaran per
perjalanan, total pengeluaran periode waktu 2009 – 2013. Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan cara penyebaran kuesioner yang dilakukan melalui e-mail dan visitasi ke pusat keramaian di Bali.
Uji Instrumen Penelitian
Alat yang dipergunakan untuk melakukan pengukuran variabel yang diuji pada penelitian disebut dengan instrumen penelitian. Bentuk instrumen penelitian yang digunakan adalah daftar pertanyaan atau kuesioner karena sifat penelitian ini adalahpenelitian survey yang memerlukan data primer. Indikator dari instrument penelitian ini diambil dari pengukuran yang sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berikut adalah instrumen yang digunakan pada penelitian ini:
-
1) Orientasi Pembelajaran (X1)
Individu yang memiliki orientasi belajar yang kuat berusaha untuk memahami hal-hal baru dan meningkatkan tingkat kemampuan dalam aktivitas tertentu (Deshon dan Gillespie, 2005). Ciri kepribadian ini sangat terkait dengan motivasi individu untuk memproses dan memahami informasi yang diterima (Lu et al., 2015). Adapun indikator yang dipergunakan untuk mengukur konstruk orientasi pembelajaran (Lu et al., 2015) adalah:
-
a. Apabila gagal menyelesaikan sebuah tugas, responden akan berusaha lebih keras lagi apabila dihadapkan dengan tugas yang sama ke depannya.
-
b. Responden lebih memilih untuk mengerjakan tugas-tugas yang memaksa untuk mempelajari hal-hal yang baru.
-
c. Kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru yang penting bagi responden.
-
d. Kesempatan untuk menambah kemampuan (skill) penting bagi responden.
-
e. Ketika mengalami kesulitan memecahkan masalah, responden mencoba mengatasinya dengan pendekatan yang berbeda.
-
2) Kesadaran akan Harga (X2)
Lichtenstein et al. (1993) mendefinisikan kesadaran akan harga sebagai “sejauh mana konsumen memfokuskan secara eksklusif pada membayar harga yang rendah. Lu et al. (2015) menyatakan harga untuk produk pariwisata atau jasa tertentu dapat bervariasi secara signifikan dari satu situs ke situs lainnya. Dengan keinginan untuk membayar harga yang rendah untuk produk dan jasa pariwisata, seorang individu harus memiliki motivasi tinggi untuk mengumpulkan dan memproses semua
informasi online tersedia, serta membuat beberapa perbandingan dari sumber informasi yang berbeda. Adapun indikator yang dipergunakan untuk mengukur konstruk kesadaran akan harga ( Lu et al., 2015) adalah:
-
a. Adanya kerelaan berpindah dari satu toko ke toko lainnya untuk mendapatkan barang yang responden inginkan dengan harga yang lebih murah.
-
b. Kelebihan uang yang didapatkan responden dari hasil berburu suatu barang dengan harga lebih murah dirasa sepadan dengan waktu yang dihabiskan.
-
c. Kelebihan uang yang didapatkan responden dari hasil berburu suatu barang dengan harga lebih murah dirasa sepadan dengan tenaga yang dihabiskan.
-
3) Tingkat Kebutuhan akan Kognisi (X3)
Cohen et al. (1955) yang menyatakan bahwa kebutuhan akan kognisi adalah suatu kebutuhan untuk menstruktur dan mengintegrasi situasi yang terjadi demi mendapatkan sebuah kejelasan dari situasi tersebut. Menurut Lu et al. (2015), tipe konsumen yang memiliki tingkat kebutuhan akan kognisi yang tinggi memiliki kecenderungan yang rendah terhadap kebingungan di dalam pencarian informasi secara online. Adapun indikator yang dipergunakan untuk mengukur konstruk kebutuhan akan kognisi ( Lu et al., 2015) adalah:
-
a. Responden lebih menyukai memikirkan hal yang kompleks dibandingkan dengan hal yang bersifat sederhana.
-
b. Rasa senang yang dialami responden ketika diberikan tanggung jawab atas hal-hal yang membutuhkan banyak pemikiran.
-
c. Kecenderungan responden yang lebih menyukai kehidupan yang kompleks dibandingkan dengan hidup yang terlalu mudah ditebak.
-
4) Kebingungan Konsumen (Y1)
Turnbull et al. (2000) mendefinisikan kebingungan konsumen sebagai “kegagalan dari konsumen untuk menginteprestasikan secara tepat dari berbagai aspek produk/layanan, pada tahap pengolahan informasi dari sebuah proses komunikasi. Adapun dimensi dan indikator yang dipergunakan untuk mengukur konstruk kebingungan konsumen ( Lu et al., 2015) adalah:
Ambiguity confusion
-
a. Responden merasa informasi yang didapatkan secara online tentang produk pariwisata tidak jelas.
-
b. Informasi tentang produk pariwisata yang didapatkan secara online justru membuat responden merasa bingung karena terlalu sering di-update.
-
c. Responden merasa tidak mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara online karena terlalu bias.
Overload Confusion
-
d. Adanya kebingungan pada diri responden ketika mencari informasi produk pariwisata dikarenakan jumlah website yang menjadi sumber pencarian informasi terlalu banyak.
-
e. Terjadinya kondisi semakin bingung pada diri responden ketika semakin banyak website produk pariwisata yang jelajahi.
-
f. Terjadinya kebingungan dengan banyaknya informasi tentang produk pariwisata yang didapatkan responden secara online.
Similarity Confusion
-
g. Terjadinya kebingungan pada diri responden untuk menemukan situs produk pariwisata (website) yang mampu memberikan informasi yang sesuai dengan kebutuhan.
-
h. Responden merasa antara satu website dengan yang lain memiliki kemiripan konten.
-
i. Responden merasa mustahil untuk membedakan isi antara website yang satu dengan yang lainnya.
Data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dianalisis dengan menggunakan alat bantu SPSS 17.0.
MetodeAnalisis Data
Uji Asumsi Klasik
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data berupa regresi berganda. Sebelumnya, akan dilakukan terlebih dahulu uji asumsi klasik yaitu sebuah uji atau analisis yang digunakan untuk menilai persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi oleh suatu data, yang nantinya akan dianalisis secara statistik khususnya untuk analisis linier berganda (Suyana, 2009:89). Adapun uji asumsi klasik yang dilakukan adalah sebagai berikut:
Pada tahap uji normalitas, akan dilihat dalam residual dari model regresi yang dibuat berdistribusi normal ataukah tidak. Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi residual yang normal atau mendekati normal (Suyana, 2009:89).
Uji multikolinieritas adalah adanya lebih dari satu hubungan linier yang sempurna. Dalam sebuah regresi berganda tidak boleh terjadi multikolinieritas karena apabila terjadi multikolinieritas apalagi kolinier
sempurna maka regresi dari variabel bebas tidak dapat ditentukan. Pendeteksiannya dilakukan dengan menggunakan VIF (variance inflation factor). Jika nilai VIF-nya kurang dari 10 maka data tidak terdapat multikolinieritas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain (Suyana, 2009:94).
Analisis Regresi Berganda
Pada penelitian ini digunakan teknik analisis data berupa teknik analisis regresi linear berganda yaitu suatu analisis peramalan nilai pengaruh dua variabel bebas atau lebih terhadap variabel terikat untuk membuktikan ada atau tidaknya hubungan fungsi atau hubungan kausal antara dua variabel bebas atau lebih dengan satu variabel terikat menurut Riduwan (2011 : 108).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Generasi Z menjadi responden terbanyak dengan persentase sejumlah 50 % hal ini dapat terjadi dikarenakan generasi Z sangat lekat dengan dunia digital. Pendidikan terakhir dari responden dengan persentase terbesar adalah SMA/SMK yaitu 56%. Responden dengan status pekerjaan pelajar / mahasiswa mendominasi dengan persentase sebesar 53 %, dan sebagian besar responden adalah perempuan dengan persentase sejumlah 52 %.
Distribusi Jawaban Responden terhadap Variabel-variabel yang mempengaruhi Kebingungan Konsumen
Data dikumpulkan melalui instrumen penelitian berupa angket, yaitu penyebaran kuesioner secara langsung kepada responden untuk dijawab sendiri. Kuesioner yang digunakan terdiri atas pernyataan yang dibuat berdasarkan masing – masing variabel mengenai orientasi pembelajaran, kesadaran harga, tingkat kebutuhan kognisi dan kebingungan konsumen. Suharso (2010 : 21) menyatakan bahwa dalam mendeskripsikan penilaian responden mengenai variabel – variabel penelitian, perlu dilakukan konversi dimana jawaban responden digolongkan ke dalam beberapa skala pengukuran yang dihitung dengan sebagai berikut :
Interval = Nilai Tertinggi – Nilai Terendah Jumlah Kelas
Berdasarkan pada penilaian ini memiliki nilai tertinggi sebesar 5 dan nilai terendah adalah 1,
Tabel 1.
Distribusi Responden menurut Karakteristik Responden terhadap persepsi Kebingungan Konsumen
No. |
Variabel |
Klasifikasi |
Jumlah | |
(orang) |
(%) | |||
1. |
Asal Domisili |
Bali |
51 |
51,0 |
Jakarta |
49 |
49,0 | ||
Total |
100 |
100 | ||
2. |
Usia (Generasi) |
≤21 tahun (Z) |
50 |
50,0 |
22-34 tahun (Y) |
34 |
34,0 | ||
35-50 tahun (X) |
14 |
14,0 | ||
≥51 tahun (Baby |
2 |
2,0 | ||
Boomer ) | ||||
Total |
100 |
100 | ||
3. |
Jenis kelamin |
Laki-laki |
48 |
48,0 |
Perempuan |
52 |
52,0 | ||
4. |
Pendidikan |
SMA/SMK |
56 |
56,0 |
Diploma |
6 |
6,0 | ||
Sarjana |
31 |
31,0 | ||
Magister |
7 |
7,0 | ||
Total |
100 |
100 | ||
5. |
Status Pekerjaan |
Ibu Rumah Tangga |
2 |
2,0 |
Pelajar /Mahasiswa |
53 |
53,0 | ||
Pegawai Swasta |
25 |
25,0 | ||
Pegawai Negeri |
5 |
5,0 | ||
Wiraswasta |
7 |
7,0 | ||
Guru/Dosen |
4 |
4,0 | ||
Lain-lainnya |
4 |
4,0 | ||
Total |
100 |
100 |
sehingga dapat dihitung dengan menggunakan rumus diatas diperoleh hasil sebagai berikut :
Interval = 5 – 1 = 0,80
5
Berdasarkan perbandingan nilai yang dibuat dengan skor yang ada didalam penelitian ini, maka diperoleh rata – rata skor dengan krieteria sebagai berikut.
1,00 - 1,79 = Sangat Tidak Setuju (STS)
1,80 - 2,59 = Tidak Setuju (TS)
2,60 - 3,39 = Cukup Setuju (CS)
3,40 - 4,19 = Setuju (S)
4,20 – 5,00 = Sangat Setuju (SS)
Deskripsi Jawaban Responden terhadap Orientasi Pembelajaran
Variabel orientasi pembelajaran merupakan variabel eksogen yang diukur menggunakan 5 pernyataan. Persepsi responden terhadap variabel orientasi pembelajaran ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2
Persepsi Responden terhadap Variabel Orientasi Pembelajaran | |||||||||
No |
Pernyataan |
Skor Jawaban |
Total Skor |
Rata-rata |
Ket. | ||||
STS |
TS |
CS |
S |
SS | |||||
1 |
Apabila gagal menyelesaikan sebuah tugas, saya akan berusaha lebih keras jika dihadapkan dengan tugas yang sama ke depannya. |
0 |
2 |
15 |
32 |
51 |
432 |
4,32 |
SS |
2 |
Saya lebih memilih untuk mengerjakan tugas-tugas yang memaksa saya untuk mempelajari hal-hal yang baru. |
1 |
5 |
25 |
38 |
31 |
393 |
3,93 |
S |
3 |
Kesempatan untuk mempelajari hal-hal baru adalah penting bagi saya. |
1 |
2 |
6 |
31 |
60 |
447 |
4,47 |
SS |
4 |
Kesempatan untuk menambah kemampuan (skill) adalah penting bagi saya. |
0 |
3 |
3 |
31 |
63 |
454 |
4,54 |
SS |
5 |
Ketika mengalami kesulitan memecahkan masalah, saya mencoba mengatasinya dengan pendekatan yang berbeda. |
1 |
1 |
20 |
40 |
37 |
408 |
4,08 |
S |
Rata |
rata |
4,27 |
SS |
Deskripsi Jawaban Responden terhadap Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh Kesadaran akan Harga persepsi responden terhadap variabel Kesadaran
Kesadaran akan Harga merupakan variabel Harga yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 3. eksogen yang diukur menggunakan 3 pernyataan.
Tabel 3
Persepsi Responden terhadap Variabel Kesadaran akan Harga
No |
Pernyataan |
Skor Jawaban |
Total |
Rata- |
Ket. | ||||
STS |
TS |
CS |
S |
SS |
Skor |
Rata | |||
1 |
Saya rela berpindah dari satu toko ke toko lainnya untuk mendapatkan barang yang saya inginkan dengan harga yang lebih murah. |
4 |
16 |
22 |
30 |
28 |
362 |
3,62 |
S |
2 |
Kelebihan uang yang saya dapatkan dari hasil berburu suatu barang dengan harga lebih murah sepadan dengan waktu yang saya habiskan. |
6 |
15 |
30 |
31 |
18 |
340 |
3,0 |
S |
3 |
Kelebihan uang yang saya dapatkan dari hasil berburu suatu barang dengan harga lebih murah sepadan dengan tenaga yang saya habiskan. |
5 |
19 |
28 |
28 |
20 |
339 |
3,39 |
CS |
Rata – |
rata |
3,79 |
S |
Deskripsi Jawaban Responden terhadap
Kebutuhan akan Kognisi
Kebutuhan akan kognisi merupakan variabel eksogen yang diukur menggunakan 3 pernyataan.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh persepsi responden terhadap variabel Kebutuhan akan Kognisi yang secara rinci ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4
Persepsi Responden terhadap Variabel Kebutuhan akan Kognisi
No |
Pernyataan |
Skor Jawaban |
Total |
Rata- |
Ket. | ||||
STS |
TS |
CS |
S |
SS |
Skor |
Rata | |||
1 |
Saya lebih suka memikirkan hal yang kompleks dibandingkan dengan hal yang bersifat sederhana. |
3 |
14 |
37 |
27 |
19 |
345 |
3.45 |
S |
2 |
Saya merasa senang ketika diberikan tanggung jawab atas hal-hal yang membutuhkan banyak pemikiran. |
3 |
9 |
26 |
51 |
11 |
358 |
3.58 |
S |
3 |
Saya lebih menyukai kehidupan yang kompleks dibandingkan dengan hidup yang terlalu mudah ditebak untuk saya. |
4 |
16 |
36 |
24 |
20 |
340 |
3,40 |
S |
Rata – |
rata |
3,48 |
S |
Deskripsi Jawaban Responden terhadap
Kebingungan Konsumen
Kebingungan Konsumen merupakan variabel endogen yang diukur menggunakan sembilan
pernyataan. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan diperoleh persepsi responden terhadap variabel Kebingungan Konsumen yang secara rinci ditampilkan pada tabel 5.
Tabel 5 Persepsi Responden terhadap Variabel Kebingungan Konsumen | |
No |
Skor Jawaban Total Rata- Ket. Pernyataan STS TS CS S SS Skor Rata |
1. |
Saya merasa informasi yang 12 27 37 21 3 276 2,76 CS didapatkan secara online tentang produk pariwisata tidak jelas. |
2. |
Informasi tentang produk 11 32 31 17 9 281 2,81 CS pariwisata yang saya dapatkan secara online membuat saya bingung karena menurut saya informasi tersebut terlalu sering di-update. |
3. |
Saya merasa bahwa saya tidak 14 33 31 15 7 268 2,68 CS mendapatkan informasi yang dibutuhkan secara online karena terlalu bias. |
4. |
Saya merasa bingung ketika 12 26 23 23 16 305 3,05 CS mencari informasi produk pariwisata dikarenakan jumlah website yang menjadi sumber pencarian informasi terlalu banyak. |
5. |
Semakin banyak website produk 13 26 18 22 21 312 3,12 CS pariwisata yang saya jelajahi justru semakin membuat saya bingung. |
6. |
Saya merasa kebingungan 13 29 21 24 13 295 2,95 CS dengan banyaknya informasi tentang produk pariwisata yang saya dapatkan secara online. |
7. |
Saya merasa bingung untuk 13 25 28 16 18 301 3,01 CS menemukan situs produk pariwisata (website) yang mampu memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan saya. |
8. |
Saya merasa antara satu website 3 7 29 39 22 370 3,70 S dengan yang lain memiliki kemiripan konten. |
9. |
Mustahil bagi saya untuk 13 25 31 21 10 290 2,90 CS membedakan isi antara website yang satu dengan yang lainnya. Rata – rata 3,00 CS |
Hasil Pengujian Instrumen
Uji Validitas
Validitas instrumen penelitian dinyatakan valid jika memiliki koefisien korelasi Pearson Product Moment (r) > 0,3 untuk masing – masing butir pernyataan. (Sugiyono, 2014:178). Adapun hasil uji validasi instrument dapat dilihat pada Tabel 6.
Hasil uji validitas pada tabel 6 menunjukkan bahwa seluruh variabel memiliki nilai koefisien
dengan skor total seluruh item pernyataan lebih besar dari 0,30. Hal ini menunjukan bahwa butir – butir pernyataan dalam isntrumen penelitian adalah valid.
Uji Reliabilitas
Suatu intrumen dikatakan reliabel apabila instrument penelitian memiliki nilai Alpha Cronbach lebih dari 0,60. Adapun hasil uji reliabilitas dalam penelitian ini dapat ditunjukan pada Tabel 7 berikut
Tabel 6
Hasil Uji Validitas Instrumen
Variabel |
Indikator |
Koefisien Korelasi |
Keterangan |
X1.1 |
0,826 |
Valid | |
X1.2 |
0,801 |
Valid | |
ientasi Pembelajaran |
X1.3 |
0,840 |
Valid |
(X1) |
X1.4 |
0,830 |
Valid |
X1.5 |
0,800 |
Valid | |
X2.1 |
0,918 |
Valid | |
sadaran akan Harga |
X2.2 |
0,916 |
Valid |
(X2) |
X2.3 |
0,913 |
Valid |
X3.1 |
0,897 |
Valid | |
butuhan akan Kognisi |
X3.2 |
0,869 |
Valid |
(X3) |
X3.3 |
0,911 |
Valid |
Y1.1 |
0,833 |
Valid | |
Y1.2 |
0,770 |
Valid | |
Y1.3 |
0,868 |
Valid | |
Y1.4 |
0,926 |
Valid | |
bingungan Konsumen |
Y1.5 |
0,936 |
Valid |
(Y) |
Y1.6 |
0.909 |
Valid |
Y1.7 |
0.924 |
Valid | |
Y1.8 |
0,618 |
Valid | |
Y1.9 |
0,747 |
Valid |
Tabel 7
Hasil Uji Reliabilitas
No |
Variabel |
Cronbach’s Alpha |
Keterangan |
1. |
Orientasi Pembelajaran (X1) |
0,866 |
Reliabel |
2. |
Kesadaran akan Harga (X2) |
0,901 |
Reliabel |
3. |
Kebutuhan akan Kognisi (X3) |
0,868 |
Reliabel |
4. |
Kebingungan Konsumen (Y) |
0,948 |
Reliabel |
Tabel 7 menunjukan bahwa nilai Cronbach’s Alpha untuk masing – masing variabel lebih besar dari 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa semua instrumen penelitian reliabel sehingga dapat digunakan untuk melakukan penelitian.
Uji Asumsi Klasik
Hasil uji normalitas pada Tabel 8 melalui analisis Kolmogorov-Smirnov menunjukan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar 0,901 > 0,05. Sehingga dapat disimpulkan bahwa data terdistribusi dengan normal
Tabel 8
Hasil Uji Normalitas
Unstandardized Residual | ||
N |
100 | |
Normal |
Mean |
0 |
Parametersa,b |
Standard Deviation |
0.78358976 |
Most Extreme |
Absolute |
0.057 |
Positive |
0.057 | |
Differences | ||
Negative |
-0.046 | |
Kolmogorov-Smirnov Z |
0.570 | |
Asymp. Sig. (2-tailed) |
0.901 |
Uji multikolinearitas ditunjukkan pada Tabel 9 dimana didapat bahwa nilai tolerance variabel bebas sebesar 0,922 hingga 0,970, dimana berada di atas
0,1 dan nilai VIF sebesar 1,031 hingga 1,085, dimana berada di bawah 10. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada model tidak terdapat gejala multikolinearitas.
Tabel 9
Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel |
Tolerance |
VIF |
Orientasi Pembelajaran |
.970 |
1.031 |
Kesadaran Harga |
.922 |
1.085 |
Tingkat Kebutuhan Kognisi |
.948 |
1.054 |
Uji heteroskedastisitas ditunjukkan pada Tabel Sehingga dapat dikatakan bahwa model regresi tidak
10 dengan uji glejser dimana didapat hasil bahwa mengandung adanya heteroskedastisitas.
tingkat signifikansi setiap variabel bebas di atas 0,05.
Tabel 10
Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel |
Sig. |
(Constant) |
.448 |
Orientasi Pembelajaran |
.965 |
Kesadaran Harga |
.122 |
Tingkat Kebutuhan Kognisi |
.545 |
Hasil Analisis Data
Hasil Analisis Regresi
Analisis regressi dengan menggunakan program SPSS dilakukan dalam penelitian ini untuk menganalisis bagaimana pengaruh tiga variable bebas yaitu: orientasi pembelajaran, kesadaran harga
dan tingkat kebutuhan kognisi terhadap variable kebingungan konsumen. Hasil analisis regresi linear berganda untuk pengujian hubungan antar variabel dalam penelitian ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11
Hasil Analisis Regresi Linear Berganda
del |
Unstandardized Coefficients |
Standardized Coefficients |
T |
Sig. | |
B |
Std. Error |
Beta | |||
nstant) |
4.568 |
0.715 |
6.392 |
0.000 | |
entasi belajaran |
-0.496 |
0.133 |
-0.318 |
-3.727 |
0.000 |
adaran Harga |
-0.204 |
0.81 |
-0.221 |
-2.525 |
0.013 |
gkat Kebutuhan |
0.362 |
0.96 |
0.324 |
3.756 |
0.000 |
gnisi
quare = 0,321
usted R Square = 0,300 = 15.132 = 0,000
Berdasarkan hasil analisis pada Tabel 5.8 dapat disusun persamaan regresi linear sebagai berikut:
Y = 4.568 – 0,496 X1 – 0,204 X2 + 0,362 X3 + e
Keterangan:
Y = Kebingungan Konsumen
-
X1 = Orientasi Pembelajaran
-
X2 = Kesadaran Harga
-
X3 = Tingkat Kebutuhan Kognisi
Nilai R2 sebesar 0,321 dari Tabel 5.8 berarti bahwa model Consumers Online Tourism mempengaruhi kebingungan konsumen sebesar 32,1 % sedangkan sisanya sebesar 67,9 % dipengaruhi oleh factor lain. Persamaan regresi yang didapat dari Tabel 5.8 dapat dijelaskan sebagai berikut. Koefisien regresi untuk orientasi pembelajaran – 0,496 dengan Sig. t sebesar 0,000 mengindikasikan bahwa orientasi pembelajaran berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebingungan konsumen. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat orientasi pembelanjaran seseorang, maka kemungkinan untuk mengalami permasalahan dalam menerima informasi yang kompleks akan semakin rendah. Hal ini serupa dengan yang diungkapkan oleh DeShon dan Gillespie (2005) serta DeRue and Wellman (2009) dan berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lu dan Dogan (2015).
Koefisien kesadaran harga adalah – 0,204 dengan Sig. t sebesar 0,013 mengindikasikan bahwa kesadaran harga berpengaruh negative dan signifikan terhadap kebingungan konsumen. Hal ini berarti semakin konsumen sadar akan harga, tingkat kebingungan yang akan dialami akan semakin rendah. Hasil penelitian yang sama ditunjukan oleh Lu et all (2015) yang menemukan bahwa kesadaran akan harga berpengaruh terhadap kebingungan konsumen secara negative. Hasil yang sama juga didapatkan oleh Grewal dan Marmorstein (1994) serta Konucs et all, (2008) dimana dalam penelitiannya menunjukan bahwa konsumen yang memiliki kesadaran akan harga yang tinggi akan terhindar dari kebingungan konsumen.
Koefisien variable tingkat kebutuhan kognisi sebesar 0, 362 dengan Sig. t sebesar 0,000 menunjukan bahwa tingkat kebutuhan kognisi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebingungan konsumen. Hal ini berarti bahwa semakin tinggi tingkat kebutuhan kognisi, maka semakin tinggi pula tingkat kebingungan konsumen. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Lu dan Dogan (2015) dan bertentangan dengan hasil
penelitian dari Cohen, Stotland dan Wolfe (1955) serta Cacioppo and Petty (1982).
Implikasi bagi perusahaan dengan hasil yang didapatkan penelitian ini adalah hendaknya perusahaan tetap mempertimbangkan untuk menggunakan media lainnya selain media digital (internet) dalam merancang strategi komunikasi pemasaran. Hal ini dikarenakan adanya kebingungan dikalangan konsumen terhadap informasi yang ada di internet. Indikator kebingungan konsumen dengan rata-rata skor tertinggi adalah adanya antara satu website dengan website yang lain memiliki kemiripan konten. Hal ini berarti bahwa setiap perusahaan yang berupaya untuk melakukan upaya komunikasi pemasaran melalui internet hendaknya meningkatkan sisi kreatifitas sehingga memiliki unsur pembeda dengan website lainnya.
Variabel orientasi pembelanjaran memiliki nilai tertinggi sebagai penyebab terjadinya kebingungan konsumen, sebaliknya, kesadaran akan harga memiliki nilai koefisien terendah. Hal ini menunjukkan bahwa apabila produk yang dikomunikasikan oleh perusahaan ditujukan pada konsumen dengan karakter psikologi orientasi pembelajaran yang tinggi, internet justru bukan pilihan yang baik, penggunaan media lain seperti majalah, radio dan media konvensional lainnya akan lebih efektif. Sedangkan bagi produk yang menyasar konsumen dengan tingkat kesadaran harga yang tinggi, komunikasi pemasaran dapat dilakukan secara digital sepenuhnya.
Secara umum keberadaan internet di era digital tetap diperlukan sebagai upaya untuk meningkatkan awareness dan mempercepat proses penjualan, sedangkan media lainnya seperti media cetak tetap harus dipergunakan sebagai upaya untuk pembangunan citra produk atau merek. Penggunaan media internet sebagai sarana utama komunikasi pemasaran akan tepat jika diaplikasikan pada produk produk-produk dengan konsumen yang memiliki kesadaran harga yang tinggi. Sebaliknya jika produk menggunakan strategi diferensiasi, penggunaan media lain seperti media cetak dan elektronik, serta iklan luar ruang adalah pilihan yang tepat agar audience terhindar dari kebingungan, yang berakibat pada tidak terjadinya tindakan (action) yang diharapkan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tujuan penelitian ini adalah untuk melihat pengaruh orientasi pembelajaran, kesadaran akan harga dan kebutuhan akan kognisi terhadap tingkat
kebingungan konsumen dalam mencari informasi produk pariwisata. Konsumen yang menjadi subyek penelitian adalah Warga Negara Indonesia yang sedang merencakan liburan yang menggunakan akses internet sebagai sarana pencarian informasi produk pariwisata. Adapun hasil yang didapatkan adalah:
-
1. Orientasi Pembelajaran berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebingungan konsumen.
-
2. Kesadaran akan Harga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Kebingungan Konsumen
-
3. Kebutuhan akan Kognisi berpengaruh positif dan signifikan terhadap Kebingungan Konsumen.
Saran
Saran yang dapat diberikan melalui penelitian ini adalah agar perusahaan hendaknya lebih memperhatikan upaya komunikasi pemasaran yang dilakukan. Strategi komunikasi yang dilakukan hendaknya menyesuaikan dengan karakter target pasar yang ingin disasar. Penggunaan media konvensional seperti majalah, radio dan televisi hendaknya tetap dipertahankan. Penelitian ini terbatas pada upaya konfirmasi model Consumer Online Tourism Confusion dengan wilayah penelitian Jakarta dan Bali. Hal ini memberikan peluang bagi peneliti berikutnya, yang mana model ini dapat diterapkan pada wilayah penelitian lain dengan subyek penelitian yang lebih konkrit. Peluang lain dari penelitian ini adalah uji coba pada model dengan melihat perbedaan secara demografi.
REFERENSI
Derue, D. S., & Wellman, N. 2009. Developing leaders via experience: the role of developmental challenge, learning orientation, and feedback availability. Journal of Applied Psychology,94, h: 859–875.
Deshon, R. P., & Gillespie, J. Z. 2005. A motivated action theory account of goal orientation. Journal of Applied Psychology, 90, h:1096– 1127.
Cheary, N. 1997. Fashion victim. Marketing Week,20, h: 36–39
Cohen, A. R., Stotland, E., & Wolfe, D. M. 1955. An experimental investigation of need for cognition. The Journal of Abnormal and Social Psychology, 51, h: 291–294.
Furnham, A. 1994. A content, correlational and factor analytic study of four tolerance of ambiguity questionnaires. Personality and Individual Differences,16, h: 403–410.
Friias, D. M., Rodriiguez, M. A., & Castan’eda, J.
-
A. (2008). Internet vs. travel agencies on previsit destination image formation: An information processing view. Tourism Management, 29, h:163–179.
Gong, Y., Huang, J.-C., & Farh, J.-L. 2009. Employee learning orientation, transformational leadership, and employee creativity: The mediating role of employee creative self- efficacy. Academy of Management Journal, 52, h: 765–778.
Grewal, D., Marmorstein, H. (1994). Market price variation, perceived price variation, and consumers’ price search decisions for durable goods. Journal of Consumer Research,21, h: 453–460.
Gurel, E., Altinay, L., & Daniele, R. 2010. Tourism students’ entrepreneurial intentions. Annals of Tourism Research,37, h: 646–669.
Kent, R. J., & Allen, C. T. 1994. Competitive interference effects in consumer memory for advertising: the role of brand familiarity. The Journal of Marketing, 58, h: 97–105.
Konucs, U., Verhoef, P. C., & Neslin, S. A. (2008). Multichannel shopper segments and their covariates. Journal of Retailing,84, h: 398–413
Law, R., Qi, S., & Buhalis, D. 2010. Progress in tourism management: A review of website evaluation in tourism research. Tourism Management, 31, h: 297–313.
Lichtenstein, D. R., Ridgway, N. M., & Netemeyer, R. G. 1993. Price perceptions and consumer shopping behavior: a field study. Journal of Marketing Research,30, h: 234– 245.
Lu. Allen CC. Dogan Gursoy. 2015 A conceptual model of consumers’ online tourism confusion. International Journal of Contemporary Hospitality Management,27, h:1320 – 1342
Matzler, K. Waiguny, M. 2005. Consequences of Customer Confusion in Online Hotel Booking. Information and Communication Technologies in Tourism 2005 h: 306–317Mitchell, V. W., & Papavassiliou, V. 1997. Exploring consumer confusion in the watch market. Marketing Intelligence & Planning, 15, h: 164–172.
Discussion and feedback