60Jurnal Buletin Studi Ekonomi Vol. 21, No. 1, Februari 2016

PERAN MEDIA EXPOSURE BAGI PASAR MODAL INDONESIA

Ni Luh Putu Mila Anggreni1

I Gusti Ayu Nyoman Budiasih2

  • 1,2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana (Unud), Bali, Indonesia Email: [email protected]

Abstract : Role of Media Exposure For Indonesia Capital Market. The decision making process of investments made by investors always pay attention to the disclosure of corporate social responsibility. This research was conducted in companies listed on the Indonesian Stock Exchange from 2011-2013. Samples was taken as many as 31 companies with the observation of 3 years, so that total sample 93, by using purposive sampling technique. Data collection was done by downloading the annual report categorized the company’s high-profile and low-profile listed in the Indonesia Stock Exchange from 2011-2013. The analysis technique used multiple regression. Based on the analysis was found that the age of the company have a significant effect on the market reaction in the broad disclosure of CSR, Media Exposure had no effect on the market reaction, Broad disclosure of CSR had negative effect on the market reaction, and there were significant different in the disclosure of Corporate Social Responsibility in companies categorized high- profile and low-profile.

Keywords: age companies, media exposure, corporate social responsibility, industry profile, market reaction

Abstrak : Peran Media Exposure Bagi Pasar Modal Indonesia. Proses pengambilan keputusan investasi yang dilakukan oleh para investor selalu memperhatikan pengungkapan tanggung jawab sosial perusahaan. Pada penelitian ini seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI dimasukkan sebagai populasi dengan tahun pengamatan 2011-2013. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan diperoleh 31 perusahaan dengan tiga tahun pengamatan sehingga didapatkan jumlah sampel sebanyak 93. Data dalam penelitian dikumpulkan dengan cara mengunduh annual report perusahaan terkategori high-profile dan low-profile. Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini adalah umur perusahaan berpengaruh signifikan pada reaksi pasar dalam luas pengungkapan CSR, Media Exposure tidak berpengaruh pada reaksi pasar, Luas pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada reaksi pasar, dan terdapat perbedaan rata-rata luas pengungkapan CSR perusahaan terkategori high-profile dan low-profile.

Kata kunci: umur perusahaan, media exposure, corporate social responsibility, industry profile, reaksi pasar

PENDAHULUAN

Dewasa ini, banyak masalah-masalah sosial yang terjadi di Indonesia yang disebabkan karena kurangnya perhatian perusahaan terhadap keadaan sosial dan lingkungannya. Kita dapat melihat keadaan masyarakat Indonesia yang mengalami peningkatan kemiskinan, kesehatan masyarakat yang semakin memburuk, terjadinya pemanasan global, serta hal-hal lain yang semakin menuntut perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap keadaan sosial lingkungannya. Marianty (2005) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perusahaan-perusahaan di Indonesia tidak hanya dituntut untuk bertanggung jawab kepada investor, tetapi saat ini perusahaan mempunyai kendali yang sangat penting terhadap keadaan ekonomi dan masyarakat secara luas. Seperti

yang kita ketahui, perusahaan di Indonesia dalam kegiatan operasinya banyak memanfaatkan sumber daya alam yang ada, pemanfaatan sumber daya alam ini tentu memberikan dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap lingkungannya. Adanya dampak lingkungan seperti polusi, limbah, dan yang lainnya membuat masyarakat semakin sadar akan peran dari pertanggungjawaban sosial yang dilakukan perusahaan. Pertanggungjawaban sosial inilah yang kita kenal dengan Corporate Social Responsibility (CSR). Pengetahuan masyarakat terhadap pentingnya perusahaan dalam melaksanakan CSR yang semakin meningkat menyebabkan perusahaan dituntut untuk bertanggung jawab terhadap lingkungan sosialnya. Putra (2011) menyatakan bahwa masih banyak perusahaan yang

mengabaikan pentingnya tanggung jawab sosial menyebabkan permasalahan sosial yang terjadi di Indonesia ikut meningkat. Ketidakpedulian perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial tentu saja tidak lepas dari lemahnya pengawasan dan penegakan hukum dari pemerintah. Hal ini dapat dilihat dari pernyatakan PSAK No.1 (revisi 2009) paragraf 12 yang menyatakan bahwa perusahaan saat mengungkapkan CSR dalam laporan tahunannya masih bersifat sukarela. Putra (2011) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa selain masih lemahnya peraturan dari pemerintah mengenai pengungkapan informasi sosial yang dilakukan perusahaan, peraturan dari PSAK yang belum mewajibkan perusahaan untuk mengungkapkan informasi sosial menimbulkan praktik pengungkapan CSR masih bersifat sukarela. Melihat permasalahan-permasalahan yang terjadi tersebut, sebagai bentuk perhatian kepada rakyat, pemerintah mengeluarkan peraturan yang mengikat perusahaan untuk mengungkapkan CSR dalam laporan tahunan perusahaan. Peraturan yang dikeluarkan pemerintah tercantum dalam UU RI No. 40 Pasal 74 Tahun 2007 mengenai tanggung jawab sosial dan lingkungan. Timbulnya peraturan pemerintah mengenai kewajiban mengungkapkan CSR dalam laporan tahunan perusahaan memberikan keuntungan bagi perusahaan, diantaranya perusahaan dapat memenuhi ekspektasi masyarakat, dan dapat menarik investor (Sayekti dan Wondabio, 2007).

Terdapat berbagai macam cara yang dapat dilakukan untuk melihat reaksi investor, diantaranya dengan melihat bentuk pasar efisiennya. Terdapat tiga jenis pasar efisien di Indonesia, diantaranya adalah pasar efisien bentuk setengah kuat. Pasar efisien bentuk setengah kuat dapat menjelaskan bagaimana investor dapat bereaksi terhadap masuknya informasi-informasi baru (Listyanti, 2011). Jika informasi baru tersebut dinilai sebagai informasi yang baik (good news) oleh investor, maka masuknya informasi tersebut dapat dilihat melalui peningkatan harga saham suatu perusahaan. Umur perusahaan sebagai bagian dari karakteristik perusahaan merupakan potensial determinant dari pengungkapan CSR. Perusahaan yang telah lama melakukan usaha cenderung akan menungkapkan informasi sosial perusahaan lebih banyak daripada perusahaan yang baru beroperasi, karena perusahaan yang sudah lama berdiri cenderung mendapatkan perhatian yang lebih banyak dari masyarakat. Maka dari itu, untuk menjaga stabilitas dan citra perusahaan, perusahaan akan berusaha mempertahankan dan meningkatkan

kinerjanya, terutama dalam hal pengungkapan informasi sosial perusahaan.

Variabel Media Exposure masih sangat jarang digunakan oleh peneliti sebelumnya untuk menjelaskan kaitannya terhadap pengungkapan CSR. Saat ini peran media sangat berpengaruh terhadap image perusahaan dimata public karena masyarakat akan semakin mudah melihat bagaimana bentuk tanggung jawab yang sudah dilakukan perusahaan. Hal ini akan meningkatkan reputasi perusahaan jika pengungkapan tersebut dinilai positif oleh masyarakat. Robert (1992) menjelaskan perusahaan terkategori high-profile akan cenderung memperoleh sorotan dari masyarakat karena dalam operasinya menimbulkan dampak lingkungan yang jauh lebih besar dibandingkan perusahaan low-profile. Selain memberikan dampak lingkungan yang jauh lebih besar, perusahaan high-profile dikenal memiliki jumlah tenaga kerja yang besar, dan memiliki tingkat kompetisi yang kuat. Kepedulian sosial dari kelompok industri high-profile akan menjadi representasi kepedulian sosial dari keseluruhan industri. Lebih lanjut, pengelompokan ini sangat relevan, mengingat realita bahwa aktivitas CSR oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia yang belum begitu marak dan mungkin lebih didasari oleh pemenuhan kewajiban sosial semata. Penulis ingin menguji kembali faktor-faktor yang berperan dalam praktik pengungkapan CSR yang dapat mempengaruhi reaksi pasar, serta bagaimana luas pengungkapan CSR saat diterapkan dalam perusahaan high-profile dan low-profile. Variabel media exposure dalam mempengaruhi reaksi pasar masih sangat jarang digunakan, hal ini menarik minat penulis untuk menggunakan variabel tersebut untuk diteliti lebih lanjut. Masih banyaknya hasil yang inkonsisten dari beberapa peneliti sebelumnya menarik minat penulis untuk meneliti lebih lanjut untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah umur perusahaan dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar? 2) Apakah media exposure dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar? 3) Apakah pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR) berpengaruh pada reaksi pasar? 4) Apakah terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR pada perusahaan terkategori high-profile dan low-profile?

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana umur perusahaan, media

exposure, dan pengungkapan CSR dapat mempengaruhi reaksi pasar, serta mengetahui apakah luas pengungkapan CSR diantara industry profile berbeda ataukah sama. Sedangkan penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh manajemen sebagai motivasi dan dorongan untuk lebih aktif mengungkapkan kegiatan CSR yang nantinya dapat dilihat didalam pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pertimbangan bagi para pengguna informasi akuntansi seperti investor, dalam melakukan penilaian terhadap perusahaan agar tidak berfokus pada penilaian aspek keuangan saja, namun dapat memperhitungkan aspek pertanggungjawaban sosial, yaitu CSR.

KAJIAN PUSTAKA

Penelitian ini menggunakan empat buah teori dan beberapa konsep. Teori yang pertama, yaitu signaling theory, dimana teori ini menjelaskan tentang bagaimana suatu informasi yang dimiliki oleh perusahaan dapat mempengaruhi investor saat pengambilan keputusan investasi. Teori kedua yaitu stakeholder theory. Teori ini menjelaskan bahwa dalam kegiatan operasinya, perusahaan memang bertujuan untuk mencapai laba semaksimal mungkin, tetapi selain pencapaian laba dan kepentingan perusahaan sendiri, hal terpenting yang harus diperhatikan oleh perusahaan adalah bagaimana perusahaan tersebut dalam kegiatan operasinya dapat berguna bagi para stakeholdernya (Ghozali dan Chariri, 2007), karena keberlangsungan hidup perusahaan sangat ditentukan dari dorongan para stakeholdernya. Teori ketiga yaitu legitimacy theory. Legitimasi merupakan sebuah cara perusahaan agar tetap bertahan (going concern). Cara tersebut ditempuh melalui sistem pengelolaan perusahaan yang selalu didasarkan pada orientasi masyarakat. Artinya, setiap kegiatan yang dilakukan perusahaan, harus sejalan dengan apa yang diharapkan oleh masyarakat. Teori keempat yaitu social contract theory. Teori ini sebenarnya hampir sama dan masih mempunyai hubungan dengan legitimacy theory, karena kedua teori tersebut sama-sama menjelaskan hubungan dengan masyarakat. Teori kontrak sosial dibangun agar perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasinya selalu mematuhi kaidah atau aturan yang ditetapkan masyarakat agar masyarakat memandang kegiatan perusahaan secara legitimate (Hadi, 2011).

Pedoman Global Reporting Initiative (GRI) adalah pedoman yang digunakan untuk melaporkan kinerja ekonomi, lingkungan, dan sosial dari organisasi (Global Reporting Initiative, 2011). GRI

merupakan jaringan organisasi non-pemerintah dengan tujuan untuk mendorong keberlanjutan dan pelaporan lingkungan (environtmental), sosial (social), dan tata kelola (governance). Pedoman Global Reporting Initiative Generation (GRI G) 3.1 merupakan pedoman yang dikeluarkan pada tahun 2011 untuk menyempurnakan pedoman GRI G3 yang memuat 74 item pengungkapan CSR, sedangkan pedoman GRI G3.1 memuat lebih banyak item pengungkapan, yaitu sebanyak 84 item. Pada tahun 2013, lembaga GRI kembali mengeluarkan pedoman GRI G4 dengan jumlah item pengungkapan yang lebih banyak, yaitu 94 item pengungkapan. Global Reporting initiative (2013) menjelaskan bahwa perusahaan yang menggunakan pedoman GRI G3 dan G3.1 dapat memutuskan sendiri kapan beralih ke pedoman GRI G4. Pedoman GRI G4 sudah mulai dilakukan tahun 2014 dan laporan yang diterbitkan setelah 31 Desember 2015 harus sesuai dengan pedoman GRI G4 (Global Reporting Initiative, 2003).

Umur perusahaan merupakan variabel yang sangat penting dalam menjelaskan perjalanan suatu perusahaan. Umur perusahaan menjelaskan seberapa besar perusahaan tersebut. Seberapa besar suatu perusahaan dapat digambarkan dalam kedewasaan perusahaan. Kedewasaan perusahaan akan membuat perusahaan yang bersangkutan memahami apa yang diinginkan oleh stakeholder dan shareholder-nya. Perusahaan yang sudah lama berdiri akan berpengaruh pada besarnya perhatian masyarakat yang difokuskan padanya, oleh karena itu, semakin lama perusahaan tersebut berdiri, perusahaan tersebut akan selalu menjaga stabilitas dan citranya.

Berbagai cara dapat dilakukan perusahaan dalam mengungkapkan aktivitas CSR. Sari (2012) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa saat ini jumlah pemakai internet di Indonesia semakin meningkat, hal ini tentu memberikan keuntungan bagi perusahaan karena dengan pengkomunikasian CSR melalui internet (website) dapat lebih efektif dan mudah dilihat oleh masyarakat. Pengungkapan CSR dalam website perusahaan dapat meningkatkan citra perusahaan di mata publik.

Informasi-informasi yang berkaitan dengan pengungkapan tanggung jawab sosial dapat dikomunikasikan melalui laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan CSR melalui laporan tahunan perusahaan merupakan media yang paling tepat untuk menjelaskan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan sosial perusahaan. Laporan tahunan memuat informasi yang lebih lengkap dan relevan mengenai aktivitas CSR perusahaan.

Reaksi pasar dapat diukur dengan mengunakan abnormal return (Listyanti, 2011), reaksi pasar di Indonesia dapat dilihat melalui jenis pasar yang berbentuk setengah kuat, dimana saat terdapat pengumuman akan suatu hal, pasar akan bereaksi akan informasi dari adanya pengumuman tersebut. Reaksi pasar karena adanya informasi dari pengumuman tersebut dapat dilihat melalui perubahan harga saham dari sekuritas yang bersangkutan (Jogiyanto, 2005).

Perusahaan yang terkategori industri high profile adalah perusahaan yang mempunyai pengaruh yang besar terhadap keadaan lingkungan, selain itu jenis industri ini memiliki tingkat kompetisi yang kuat (Utomo, 2000). Selain memiliki pengaruh yang besar terhadap lingkungan dan memiliki kompetisi yang kuat, perusahaan high-profile banyak mendapat sorotan dari masyarakat karena berhubungan langsung dengan kepentingan masyarakat luas. Hal inilah yang mendasari perusahaan high profile untuk mengungkapkan pertanggungjawaban sosial yang lebih besar dibandingkan perusahaan low profile.

Berdasarkan rumusan masalah yang didukung dengan beberapa teori serta konsep, maka dapat diperoleh beberapa hipotesis penelitian. Umur perusahaan merupakan potensial determinant dari praktik CSR. Perusahaan yang telah lama berdiri dapat mencerminkan tingkat kedewasaan dari perusahaan tersebut. Semakin lama perusahaan berdiri, maka perusahaan tersebut semakin memberikan dampak terhadap keadaan lingkungkan dan sosialnya. Hal ini tentu akan mendapat perhatian dari masyarakat luas. Secara umum, perusahaan yang telah lama melakukan usaha cenderung akan mengungkapkan informasi sosial perusahaan lebih banyak daripada perusahaan yang baru beroperasi. Hal ini akan membuat citra perusahaan menjadi baik dimata masyarakat luas. Jika perusahaan memiliki citra yang baik dimata masyarakat, maka hal ini akan mempengaruhi reaksi investor terhadap perusahaan tersebut. Dalam penelitian ini diuji kembali pengaruh umur perusahaan pada reaksi pasar dengan hipotesis berikut.

H1 : Umur perusahaan berpengaruh positif pada reaksi pasar

Saat ini begitu banyak perusahaan yang memanfaatkan media internet untuk mempublikasikan kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan. Pengkomunikasian CSR melalui media internet dapat mempermudah masyarakat untuk melihat kegiatan CSR yang telah dilakukan perusahaan. Jika masyarakat semakin mudah melihat kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan, dan jika masyarakat

menilai bahwa kegiatan ini bernilai positif, maka hal ini dapat mengangkat citra perusahaan dimata masyarakat. Penelitian ini mencoba menguji pengaruh pengungkapan media dalam praktik CSR pada reaksi pasar dengan hipotesis berikut.

H2: Media exposure berpengaruh positif pada reaksi pasar

Cakupan luas pengungkapan CSR yang dilakukan perusahaan mampu mempengaruhi image perusahaan dimata publik, sehingga selanjutnya mempengaruhi respon publik terhadap perusahaan, dimana respon tersebut dapat tercermin melalui peningkatan harga saham perusahaan (Safitri, 2011). Pengungkapan CSR dalam laporan tahunan perusahaan mempunyai peran yang sangat penting, karena informasi tersebut secara langsung mempengaruhi keputusan investor dalam melakukan investasi. Hal ini terjadi karena pasar memanfaatkan adanya informasi mengenai pengungkapan CSR tersebut untuk mencapai harga keseimbangan yang baru. Penelitian ini ingin menguji kembali pengaruh luas pengungkapan tanggung jawab sosial pada reaksi investor dengan mengemukakan hipotesis berikut. H3 : Luas Pengungkapan CSR berpengaruh positif pada reaksi pasar

Terdapat perbedaan pengungkapan sosial yang terjadi antara perusahaan high-profile dan low-profile. Umumnya perusahaan yang terkategori high-profile melakukan pengungkapan tanggungjawab sosial yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan low-profile. Hal ini disebabkan karena tingginya dampak sosial dan lingkungan yang terjadi yang disebabkan karena kegiatan operasi dari industri ini. Lucyanda dan Siagian (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa bahwa perusahaan high-profile cenderung melakukan pengungkapan CSR yang sesuai dengan ketentuan pemerintah dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan hipotesis berikut.

H4: Terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR perusahaan berkategori high-profile dan low-profile

METODE PENELITIAN

Penelitian ditujukan bagi perusahaan yang terdaftar di BEI dan berkategori high-profile dan low-profile yang melakukan pengungkapan CSR pada tahun 2011-2013 (diakses melalui www.idx.co.id). Selanjutnya kategori perusahaan tersebut dijadikan sebagai objek penelitian dalam penelitian ini. Data yang didapat berupa laporan tahunan tahun 20112013. Umur perusahaan (X1), media exposure (X2), dan CSR (X3) dipilih oleh peneliti sebagai variabel

independen serta dikontrol dengan variabel industry profile (X4). Reaksi pasar (Y) dipilih oleh peneliti sebagai variabel dependen.

Perhitungan umur perusahaan adalah sejak perusahaan tersebut didirikan sampai dengan tahun penelitian yaitu tahun 2011, 2012, dan 2013. Pengukuran pengungkapan media dilakukan dengan variable dummy yaitu 1=Perusahaan mengungkapkan aktivitas CSR di website perusahaan dan 0=Perusahaan tidak mengungkapkan aktivitas CSR di website perusahaan. Selanjutnya, CSR dihitung menggunakan indikator GRI G3.1 yang berjumlah 84 item pengungkapan. Sayekti dan Wondabio (2007) menjelaskan bahwa CSRDI dapat dihitung menggunakan rumus berikut ini.

ΣXij

CSRDI =  …………………………….. (1)

j n                                                    ' '

Keterangan:

CSRDIj : CSR Disclosure Index perusahaan j ∑Xij : Total skor yang didapatkan setiap perusahaan (dummy variable: 1=jika item i diungkapkan ; 0=jika item i tidak diungkapkan, dan n : Skor maksimal (84 item).

Reaksi pasar diukur menggunakan abnormal return, dimana berdasarkan model pasar, abnormal return dapat dirumuskan berikut.

  • 1)    Menghitung actual return:

Pit -Pit-i

Rit=  Pit ………………………… (2)

Keterangan :

Rit =Return sesungguhnya terjadi untuk sekuritas ke-i

Pit =Harga sekarang

Pit-1 =Harga sebelumnya

  • 2)    Menghitung abnormal return:

ARit = Rit – ERt…………………………… (3)

Keterangan:

Rit    = Abnorman return saham

ERt    = Expected Return saham

Dalam penelitian ini, expected return dihitung menggunakan market-adjusted model dengan rumus:

IHSGt-IHSGt-I

E(Rit) =   IHSGt~1 ………......…….(4)

Keterangan :

E(Rit)   = Return ekspektasi yang terjadi untuk

sekuritas-i pada periode peristiwa ke-t.

IHSGt = Indeks harga saham gabungan pada periode ke-t

IHSGt-1 = Indeks harga saham gabungan pada periode ke t-1

  • 3)    Menghitung cumulative abnormal return it ∑t ARit ……………...……(5)

Keterangan :

CARit = Commulative Abnormal Return hari ke-t

ARit  = Abnormal Return saham untuk

sekuritas ke-i pada hari ke-t

Tipe industri diukur dengan menggunakan variabel dummy, yaitu:

1 = Perusahaan yang termasuk dalam industri high-profile

0 = Perusahaan yang termasuk dalam industri low-profile

Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif, dan data sekunder sebagai sumber penelitian. Data sekunder yang digunakan berupa daftar perusahaan terkategori high-profile dan low-profile yang terdaftar di BEI, laporan tahunan setiap perusahaan tahun 2011-2013 yang telah dipublikasikan dan bersumber situs resmi BEI yaitu www.idx.co.id dan daftar harga saham harian yang bersumber dari www.finance. yahoo.com. Pemilihan sampel akan menggunakan metode Purposive Sampling. Kriteria pemilihan sampel adalah: 1) Perusahaan terkategori high-profile dan low-profile yang terdaftar di BEI, 2) Perusahaan memiliki website yang aktif dan terdaftar di BEI, 3) Perusahaan menerbitkan annual report secara lengkap tahun 2011-2013, 4) Perusahaan melaporkan kegiatan CSR didalam annual report perusahaan tahun 2011-2013. Penelitian ini menggunakan metode observasi non partisipan, dimana metode ini merupakan sebuah metode dimana dalam melakukan penelitian, peneliti hanya melakukan observasi untuk mengumpulkan data tanpa terlibat langsung dalam fenomena yang diamati (Sugiyono, 2010). Data dikumpulkan melalui pengamatan, pencatatan, dan pembelajaran informasi yang terdapat dalam buku-buku, jurnal, skripsi, tesis, mengunduh informasi melalui www.idx.co.id dan www.finance.yahoo.com. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis statistik deskriptif, uji asumsi klasik, uji F, uji t, uji beda t-test, dan analisis regresi berganda.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Statistik deskriptif digunakan untuk menjelaskan profil data dari suatu sampel yang meliputi nilai maksimum, minimum, rata-rata, dan deviasi standar. Data yang diteliti dikelompokkan menjadi lima yaitu umur perusahaan, media exposure, pengungkapan corporate social responsibility, industry profile, dan reaksi pasar. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 1.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif pada Tabel 1, dapat kita ketahui nilai minimum dari reaksi pasar yang dinilai dari besarnya commulative abnormal return sebesar -,19613 yang dimiliki oleh Brau Coal Energy Tbk (BRAU) dan nilai maksimum dari besarnya commulative abnormal return sebesar 1,45051 yang dimiliki oleh Unilever Indonesia Tbk (UNVR). Rata-rata nilai commulative abnormal return dari seluruh sampel adalah 0,06875. Umur perusahaan nilai rata-rata sebesar 37,45. Hal ini berarti rata-rata umur perusahaan dari seluruh sampel dalam penelitian ini adalah 37 tahun. Umur perusahaan yang paling muda yaitu 11 tahun (nilai minimum=11) dimiliki oleh Bukit Uluwatu Villa (BUVA) dan umur perusahaan yang paling dewasa yaitu 96 tahun (nilai maksimum=96) dimiliki oleh Goodyear Indonesia Tbk (GDYR). Media Exposure (pengungkapan media) memiliki nilai minimum 0 jika perusahaan tidak mengungkapkan CSR dalam website perusahaan dan 1 jika perusahaan mengungkapkan CSR dalam website perusahaan.

Nilai rata-rata yang didapat untuk media exposure yaitu 0,44. Ini berarti bahwa rata-rata perusahaan yang mengungkapkan CSR dalam website perusahaan adalah sebesar 44% atau sebanyak 41 perusahaan. Sedangkan sisanya sebesar 56% atau sebanyak 52 perusahaan tidak mengungkapkan kegiatan CSR dalam website perusahaan. Nilai minimum dari pengungkapan CSR sebesar 0,18 dan nilai maksimum sebesar 0,96. Nilai minimum sebesar 0,18 dimiliki oleh Astra Graphia Tbk (ASGR) yang mengungkapkan kegiatan CSR sebanyak 15 item. Nilai maksimum sebesar 0,96 dimiliki oleh Astra International Tbk (ASII) yang mengungkapkan CSR sebanyak 81 item. Nilai rata-rata untuk pengungkapan CSR sebesar 0,505. Ini berarti rata-rata item yang diungkapkan adalah sebanyak 43 item. Industry Profile mempunyai nilai minimum 0 jika perusahaan terkategori low-profile dan 1 jika perusahaan terkategori high-profile. Nilai rata-rata dari industry profile sebesar 0,55. Ini berarti dari seluruh sampel perusahaan dalam penelitian ini, sebanyak 55% atau sebanyak 51 perusahaan terkategori high-profile dan sisanya sebanyak 42 perusahaan terkategori low-profile.

Multikolinearitas merupakan sebuah pengujian yang menjelaskan hubungan antara variabel-variabel bebas. Cara pengujiannya dengan melihat besarnya nilai tolerance dan nilai VIF (Santoso dan Tjiptono, 2001). Jika nilai tolerance > 0,1 dan nilai VIF < 10, disimpulkan penelitian tersebut layak digunakan. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 1

Hasil Uji Statistik Deskriptif


Variabel

N

Minimum

Maksimum

Rata-rata

Deviasi standar

Reaksi pasar

93

-,19613

1,45051

,068750

,269166

Umur perusahaan

93

11

96

37,45

20,769

Media Exposure

93

0

1

0,44

0,499

CSRDI

93

0,18

0,96

0,505

0,19112

Industry Profile

93

0

1

0,55

0,500

Sumber: Data Diolah, 2015


Tabel 2

Hasil Uji Multikolinearitas


Variabel

Tolerance

VIF

Umur Perusahaan

0,286

3.492

Media Exposure

0,596

1,677

CSRDI

0,204

4,912

Industry Profile

0,433

2,307


Berdasarkan hasil uji multikolinearitas yang ditampilkan dalam Tabel 2 diatas, dapat diketahui bahwa nilai toleransi dari variabel umur perusahaan, media exposure, CSRDI, dan industry profile > 0,1 dan nilai VIF < 10. Maka disimpulkan bahwa didalam penelitian ini tidak terjadi masalah multikolinearitas, artinya model regresi dalam penelitian ini baik.

Pengujian autokorelasi dilakukan dengan menggunakan uji Durbin Watson (DW). Saat melakukan pengolahan data melakukan uji ini maka diperoleh nilai DW yang selanjutnya akan terlihat perbandingan antara nilai tersebut dengan nilai pada tabel dan tingkat kesalahan yang dapat diterima sebesar 5%. Salah satu ketepatan sebuah model regresi adalah model tersebut terlepas dari adanya autokorelasi. Hasil uji autokorelasi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3

Hasil Uji Autokorelasi

Model        Durbin-Watson

1                 2,032

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan Tabel 3 dapat kita lihat bahwa nilai DW dari hasil pengujian ini sebesar 2,032. Dengan jumlah sampel sebanyak 93 perusahaan dalam rentang waktu 3 tahun sejak tahun 2011-2013 dan jumlah predictors sebanyak 4 buah (k=4), maka dapat diperoleh hasil dL yaitu 1,574 kemudian hasil dU yaitu 1,5513 dan hasil 4-dU yaitu 2,4487. Jadi diperoleh hasil penelitian ini bebas dari autokorelasi karena nilai dU < DW < 4-dU = 1,5513 < 2,0320 < 2,4487.

Terdapat salah satu lagi sebuah keharusan dari model regresi yakni terbebas dari heteroskedastisitas. Pengujian ini digunakan dalam membuktikan apakah terdapat perbedaan varian dan residual dari beberapa amatan. Jika tidak terdapat perbedaan varian dan residual tersebut maka dinamakan homokedastisitas. Pada tabel 4 berikut dipaparkan mengenai hasil pengujian heteroskedastisitas.

Tabel 4

Hasil Uji Heterokedastisitas

Variabel

sig.

(Constan)

0,061

Umur Perusahaan

0,280

Media Exposure

0,240

CSRDI

0,652

Industry Profile

0,793

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan hasil uji heterokedastisitas pada Tabel 4 dapat kita lihat bahwa seluruh nilai signifikansi dari variabel umur perusahaan, media exposure, CSRDI, dan industry profile > 0,05. Karena sig.>0,05 dapat disimpulkan bahwa didalam penelitian ini model regresi tidak mengandung heterokedastisitas.

Sebuah model regresi tentunya harus terdistribusi secara normal. Pengujian normalitas ini dilakukan dengan menggunakan One Sample Kolmogorov-Smirnov Test, taraf signifikansi yang ditetapkan sebesar 0,05 atau 5%. Hasil uji normalitas dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5

Hasil Uji Normalitas

N

Kolmogorov-Smirnov Z

Asymp. Sig. (2tailed)

93

0,973

0,418

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan uji normalitas pada tabel 5 didapatkan hasil pengujian yang menghasilkan nilai signifikansi sebesar 0,418. Nilai signifikansi > 0,05 maka dapat disimpulkan data didalam penelitian ini berdistribusi normal.

Uji statistik F menjelaskan apakah seluruh variabel bebasnya mampu mempengaruhi atau memiliki pengaruh secara simultan pada variabel terikat. Hasil pengujian secara simultan ditunjukkan pada Tabel 6.

Tabel 6

Hasil Uji Statistik F

Model F Sig.

1 0,682 0,006

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan uji statistik F pada Tabel 6 dapat kita lihat bahwa nilai F sebesar 0,682 memiliki tingkat signifikansi sebesar 0,006. Tingkat signifikansi tersebut berada dibawah 0,05 maka dapat disimpulkan variabel umur perusahaan, media exposure, luas pengungkapan CSR, dan industry profile berpengaruh secara serentak (simultan) dan signifikan pada reaksi pasar.

Pengujian secara parsial atau uji t berguna dalam menganalisis apakah setiap variabel bebasnya memiliki pengaruh secara individual pada variabel terikat. Hasil uji statistik t dapat dilihat pada tabel 7.

Berdasarkan uji statistik t pada Tabel 7 dapat kita ketahui persamaan regresi dari penelitian adalah CAR = 0,185 + 0,002UP + 0,025ME – 0,038CSR + 0,016IP

Tabel 7

Hasil Uji Statistik t

Model

Unstandardized Koefisien B

t

Sig.

1      (Constant)

0,185

1,968

0,052

Umur Perusahaan

0,002

1,495

0,038

Media Exposure

0,025

0,431

0,668

CSR

-0,038

-0,248

0,042

Industry Profile

0,016

0,283

0,778

Sumber: Data Diolah, 2015

Interprestasi dari persamaan regresi tersebut adalah: 1) Koefisien konstanta memiliki nilai 0,185. Hal ini berarti bahwa variabel umur perusahaan, media exposure, luas pengungkapan CSR, dan industry profile dianggap konstan, maka reaksi pasar yang dinilai berdasarkan besarnya commulative abnormal return adalah sebesar 0,185. 2). Variabel umur perusahaan memiliki koefisien regresi 0,002 dan nilai signifikansi 0,038. Karena nilai signifikansi dari umur perusahaan adalah 0,038 < 0,05 dapat disimpulkan bahwa umur perusahaan berpengaruh pada reaksi pasar. 3) Variabel media exposure memiliki koefisien regresi 0,025 dan nilai signifikansi 0,668. Nilai signifikansi dari media exposure sebesar 0,668 > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa media exposure tidak berpengaruh pada reaksi pasar. 4) Variabel pengungkapan CSR memiliki koefisien regresi - 0,038 dan nilai signifikansi 0,042. Nilai signifikansi dari pengungkapan CSR 0,042 < 0,05(5%) sehingga dapat disimpulkan pengungkapan CSR berpengaruh pada reaksi pasar. 5) Variabel industry profile memiliki koefisien regresi 0,016 dan nilai signifikansi 0,778. Nilai signifikansi dari industry profile adalah 0,778 > 0,05(5%), hal ini menunjukkan industry profile tidak berpengaruh pada reaksi pasar.

Uji koefisien determinasi (R2) dilakukan untuk mengetahui dan menilai bagaimana model regresi mampu menjelaskan variabel terikatnya. Nilai koefisien determinasi terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Hasil Uji R2

Model            R Square

1                   0,125

Sumber: Data Diolah, 2015

Berdasarkan uji koefisien determinasi pada Tabel 8 didapat nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 0,125. Hal ini berarti 12,5% variabel dependen atau reaksi pasar mampu dipengaruhi oleh umur perusahaan, media exposure, pengungkapan CSR, dan industry profile, dan sisanya sebesar 87,5% dipengaruhi oleh faktor lain diluar model.

Ada tidaknya perbedaan luas pengungkapan CSR pada industry profile dapat dibuktikan melaui uji beda t-test karena pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai rata-rata dua grup yang tidak berhubungan sama lain. Hasil pengujian ini dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9

Hasil Uji Beda t-test

Industry Profile

N

Mean

CSR

High-Profile

51

0,5447

Low-Profile

42

0,4560

Sumber: Data Diolah, 2015


F Sig.

T

Sig. (2-tailed)

CSR Equal variances assumed

1,377   0,044

2,279

0,025

Equal variances not assumed

2,302

0,031

Sumber: Data Diolah, 2015


Interpretasi output : a) Output bagian pertama menyajikan deskripsi variabel yang dianalisis. Rata-rata luas pengungkapan CSR pada perusahaan high-profile adalah 0,5447 dan rata-rata luas pengungkapan CSR pada perusahaan low-profile adalah 0,4560. dan b) Output bagian kedua dapat dinilai dari Analisis Uji F dan Uji t. Dalam output kedua dapat kita lihat nilai Fhitung untuk luas pengungkapan CSR adalah 1,377 dengan signifikansi 0,044. Nilai signifikansi < 0,05 menyimpulkan bahwa industry profile mempunyai luas pengungkapan CSR yang berbeda. Selanjutnya dalam analisis uji t dapat kita lihat bahwa t hitung mempunyai signifikansi 0,025. Nilai signifikansi < 0,05 menyimpulkan bahwa industry profile mempunyai luas pengungkapan CSR yang berbeda.

Hipotesis pertama menyatakan “Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan antara Umur Perusahaan dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan Reaksi Pasar”. Dengan demikian H0 ditolak dan H1 diterima. Hasil penelitian ini menunjukkan semakin dewasa umur perusahaan, respon pasar yang dihasilkan terhadap perusahaan tersebut akan semakin baik. Umur perusahaan mencerminkan seberapa besar perusahaan dan pengalaman dari perusahaan yang bersangkutan. Seberapa besar suatu perusahaan dapat digambarkan dalam kedewasaan perusahaan. Kedewasaan perusahaan akan membuat perusahaan yang bersangkutan memahami apa yang diinginkan oleh stakeholder dan shareholder-nya. Perusahaan yang sudah berpengalaman akan melakukan perubahan-perubahan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas.

Hipotesis kedua menyatakan “Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dan positif antara Media Exposure dalam praktik pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan Reaksi Pasar”. Dengan demikian H0 diterima dan H2 ditolak. Umumnya pengungkapan CSR seharusnya dapat menjadi satu alasan bagi investor untuk berinvestasi. Ini disebabkan karena saat perusahaan mengungkapkan CSR, secara langsung perusahaan telah menginformasikan mengenai tanggungjawab sosial perusahaan yang telah dilakukan kepada lingkungan dan masyarakat. Hasil berbeda didapatkan dari penelitian ini. Hal ini disebabkan karena sebagian besar perusahaan yang menyampaikan kegiatan CSR dalam website perusahaan, tidak melaporkan kegiatannya secara berkelanjutan. Jika di dalam annual report kita dapat melihat kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan setiap tahunnya, hal ini sulit ditemukan jika kita ingin melihat kegiatan CSR perusahaan setiap tahunnya

didalam website perusahaan. Oleh karena informasi yang disajikan mengenai kegiatan CSR disalam website perusahaan sangat terbatas, maka pengungkapan CSR melalui website perusahaan dianggap biasa saja oleh investor. Penelitian ini didukung oleh penelitian Munif (2011) dan Reverte (2008) yang dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa media exposure tidak berpengaruh pada reaksi pasar.

Hipotesis ketiga menyatakan bahwa “Terdapat pengaruh yang signifikan antara luas pengungkapan Corporate Social Responsibility dengan Reaksi Pasar”. Dengan demikian H0 ditolak dan H3 diterima. Variabel CSR berpengaruh signifikan pada reaksi pasar dengan arah koefisien bertanda negatif. Apabila pengungkapan CSR meningkat, maka semakin menurun abnormal return perusahaan tersebut. Hal ini disebabkan karena CSR merupakan strategi yang manfaatnya dapat dinikmati dalam jangka panjang, sehingga manfaat dari kegiatan CSR tidak dinikmati dalam jangka pendek. Disisi lain kita dapat melihat bahwa investor dominan membeli saham secara harian guna memperoleh keuntungan tanpa memperhatikan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang (Nossa, 2009). Penelitian ini sejalan dengan penelitian Brammer et al. (2005) yang menyimpulkan bahwa pengungkapan CSR berpengaruh negatif terhadap abnormal return.

Hipotesis keempat menyatakan bahwa terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR pada industry profile. Perbedaan ini terjadi karena secara visual kita dapat melihat bahwa dampak sosial yang ditimbulkan dari industri high-profile lebih tinggi, sehingga yang mendorong kelompok industri ini untuk melakukan pengungkapan CSR yang lebih banyak dibandingkan industri low-profile (Hasyir, 2009). Lucyanda dan Siagian (2012) dalam penelitiannya menyatakan bahwa dalam kegiatannya perusahaan high-profile akan cenderung memberi pengungkapan tanggung jawab sosial lebih baik dengan tujuan untuk menjaga kelangsungan hidup perusahaan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Simpulan yang dapat ditarik melalui hasil uji statistik dapat dipaparkan sebagai berikut: 1) Umur perusahaan berpengaruh positif dan signifikan pada reaksi pasar. Umur perusahaan mencerminkan seberapa besar perusahaan dan pengalaman perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan yang sudah berpengalaman akan melakukan perubahan-perubahan dalam menghasilkan informasi yang berkualitas, dan perusahaan juga memahami apa

yang diinginkan oleh stakeholder dan shareholder-nya; 2) Media Exposure tidak berpengaruh pada reaksi pasar. Hal ini karena sebagian besar perusahaan yang menyampaikan kegiatan CSR dalam website perusahaan tidak melaporkan kegiatannya secara berkelanjutan; 3) Luas pengungkapan CSR berpengaruh negatif pada reaksi pasar. Variabel Corporate Social Responsibility berpengaruh signifikan pada reaksi pasar dengan arah koefisien bertanda negatif. Apabila pengungkapan CSR meningkat, maka semakin menurun abnormal return perusahaan tersebut. Selain itu, CSR merupakan kegiatan yang hasilnya berdampak secara jangka panjang, sehingga pengaruh CSR tidak dapat dirasakan jangka pendek. Hal ini berbeda dengan sifat investor di Indonesia yang cenderung membeli saham secara harian tanpa memperhatikan keberlangsungan perusahaan dalam jangka panjang (Nossa, 2009); 4) Industry profile mempunyai rata-rata luas pengungkapan CSR yang berbeda. Hasyir (2009) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa memang terdapat perbedaan luas pengungkapan CSR pada kedua industri tersebut. Hal ini disebabkan karena perusahaan high-profile menimbulkan dampak sosial yang lebih tinggi sehingga alasan inilah yang membuat perusahaan tersebut mengungkapkan CSR yang lebih tinggi dibandingkan perusahaan low-profile.

Saran

Setelah memaparkan pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini, terdapat saran yang ingin disampaikan oleh peneliti, di antaranya: 1) Kepatuhan perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaan tentu tidak lepas dari kebijakan atau regulasi dari pemerintah. Saran peneliti untuk penelitian selanjutnya agar penelitian selanjutnya yang mengangkat tema CSR lebih mendalami bagaimana kebijakan pemerintah mampu mempengaruhi perusahaan dalam mengungkapkan tanggung jawab sosial perusahaannya; 2) Peneliti selanjutnya perlu menggunakan jangka waktu amatan yang lebih lama agar hasil yang diperoleh dapat lebih baik dari penelitian sebelumnya; dan 3) Diperlukan metode pengukuran CSR yang lebih akurat, karena pengukuran CSR menggunakan GRI bersifat subjektif.

REFERENSI

Brammer S, Brooks C, dan Pavelin S. 2005.

Corporate Social Performance and Stock Returns: UK Evidence from Disaggegate Measures, Financial Management.

Ghozali, I., & Chariri, A. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: BP UNDIP.

Hadi, Nur. 2011. Corporate Social Responsibility edisi Pertama. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Hasyir, D. A. 2009. Pengungkapan Informasi Pertanggungjawaban Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan-Perusahaan Publik di Bursa Efek Jakarta. Bandung: Research Days, Faculty Of Economic, Padjajaran University.

Jogiyanto. 2005. Metodologi Penelitian Bisnis. Yogyakarta: BPFE.

Listyanti, A. 2011. Pengaruh Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Terhadap Reaksi Investor : Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode Tahun: 2008-2009.

Lucyanda and Siagian. 2012. The Influence of Company Characteristic Toward Corporate Social Responsibility Disclosure. The 2012 International Conference on Business and Management 6–7 September 2012, Phuket-Thailand.

Marianty, Fanty 2005. Analisis Pengaruh Sisi Internal dan Eksternal Perusahaan Dalam Pengungkapan Sosial (Voluntary Disclosures) Perusahaan Go Public di Indonesia. Balance, Vol. 2. 2005.

Munif, Aulia Z. 2010. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Pengungkapan Corporate Social Responsibility Di Indonesia (Studi Empiris Pada Perusahaan Non Keuangan Yang Listing Di Bursa Efek Indonesia).Tesis. Universitas Diponegoro.

Nossa, Valcemiro., Jesuina Figueira Cezar, Annor da Silva Junior, Ezio Carlos Silva Baptista & Silvana Neris Nossa. 2009. The Relationship between Abnormal Return and Social and Enviromental Responsibility: An Empirical Study of Companies Traded on the Bovespa from 1999-2006. Brazilian Business Review, 6(2): pp: 121-136.

Putra, Eka N. 2011. Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap Pengungkapan Corporate Social Responsibility (CSR). Skripsi Universitas Diponegoro

Reverte, C. 2008. Determinants of Corporate Social Responsibility Disclosure Ratings by Spanish Listed Firms. Journal of Business Ethics.Volume 88, Issue 2, pp 351-366

Singgih Santoso dan Tjiptono. 2001. Riset Pemasaran Konsep dan Aplikasi dengan SPSS. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Safitri, Abdul Luthfi. 2011. Pengaruh Earning Per Share, Price Earning Ratio, Return On Asset,

Debt To Equity Ratio dan Market Value Added Terhadap Harga Saham Dalam Kelompok Jakarta Islamic Index Tahun 2008-2011. Skripsi. Universitas Negeri Semarang.

Sari, R. A. 2012. Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Corporate Social Responsibility Disclosure pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jurnal Nominal, 1.

Sayekti, Y., & Wondabio, L. S. 2007. Pengaruh CSR Disclosure terhadap Earning Response Coefficient. Paper presented at the Simposium Nasional Akuntansi X.

Sugiyono, 2010. Metode Penelitian Bisnis. Bandung. Alfabeta.

Utomo, Muhammad Muslim. 2000. Praktek Pengungkapan Sosial Pada Laporan Tahunan Perusahaan di Indonesia (Studi Perbandingan Antara Perusahaan-Perusahaan High Profile dan Low Profile). Simposium Nasional Akuntansi III. Jakarta.

Laporan Tahunan Perusahaan (Diunduh www.idx.co.id tanggal 5 Mei 2015)

Indeks Pengungkapan CSR (Diunduh di www.globalreporting.com tanggal 26 Juni 2015)

Daftar Harga Saham dan Daftar Indeks Harga Saham Gabungan Tiap Perusahaan (Diunduh di www.finance.yahoo.com tanggal 8 Juli 2015)