Ni Made Wahyu Wijantari dkk, Kemiskinan di Provinsi Bali ... 13

KEMISKINAN DI PROVINSI BALI (STUDI KOMPARATIF KABUPATEN/KOTA DI PROVINSI BALI)

Ni Made Wahyu Wijantari1

I Komang Gde Bendesa2

  • 1Biro Pusat Statistik Kabupaten Badung, Bali, Indonesia

  • 2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email : [email protected]

Abstract: Poverty in Bali Province (Comparative Study of Regency/City in Bali Province).This study has three goals, the first to analyze the effect of the literacy rate (AMH), life expectancy (AHH), labor force participation rate (LFPR), the rate of growth of gross regional domestic product (LPE), Gini ratios and purchasing power simultaneously and partially to the percentage of poor people in the province of Bali. While the purpose of the second study was to analyze the difference of mean AMH, AHH, LFPR, LPE, gini ratio and low purchasing power among the districts / municipalities in the province of Bali. The third research goal is to determine the poverty rate estimation model of Bali Province. The type of data in this research is secondary data obtained from BPS Bali. The analysis technique used is the Linear Regression, One-Way ANOVA, as well as analysis of Chow-test and Hausman-test. Linear Regression analysis results showed AMH variables simultaneously, AHH, LFPR, LPE, Gini ratios and purchasing power affect the percentage of poor people, but only partially variable AMH, LFPR, gini ratio and affect people’s purchasing power. Results of the analysis by One Way ANOVA in Quadrants I and II shows that there are differences in the LPE variable between districts / cities. While Quadrant II and III according to the results of the analysis showed that there are different variables AHH, AMH, LFPR, and PPP. Quadrant I and quadrant III according to the results of analysis showed that there are different variables AHH, LFPR, and PPP. Chow-test results, and Hausman-test that models Random Effect is the best model in the choice of the poverty level estimation model of Bali Province.

Keywords: poverty, linear regression, one way ANOVA

Abstrak: Kemiskinan di Provinsi Bali (Studi Komparatif Kabupaten/kota di Propinsi Bali). Penelitian ini memiliki tiga tujuan, yang pertama menganalisis pengaruh angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), LPE, gini rasio dan daya beli masyarakat secara simultan dan parsial terhadap persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali. Tujuan penelitian yang kedua adalah untuk menganalisis perbedaan rata-rata AMH, AHH, TPAK, LPE, gini rasio dan daya beli masyarakat antar kabupaten/kota di Provinsi Bali. Tujuan ketiga adalah menentukan model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari BPS Provinsi Bali. Teknik analisis yang digunakan adalah Regresi Linier, One-Way ANOVA, serta analisis Chow-test dan Hausman-test. Hasil analisis dengan Regresi Linier menunjukkan secara simultan variabel AMH, AHH, TPAK, LPE, gini rasio dan daya beli masyarakat berpengaruh terhadap persentase jumlah penduduk miskin, tetapi secara parsial hanya variabel AMH, TPAK, gini rasio dan daya beli masyarakat berpengaruh. Hasil analisis dengan One Way ANOVA di Kuadran I dan II menunjukkan bahwa terdapat perbedaan variabel LPE antar kabupaten/kota. Sedangkan Kuadran II dan III sesuai dengan hasil analisis diperoleh bahwa terdapat perbedaan variabel AHH, AMH, TPAK, dan PPP. Kuadran I dan Kuadran III sesuai hasil analisis diperoleh bahwa terdapat perbedaan variabel AHH, TPAK, dan PPP. Hasil Chow-test, dan Hausman-test bahwa model Random Effect adalah model terbaik dalam pemilihan model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali.

Kata Kunci: kemiskinan, regresi linier, one way ANOVA

PENDAHULUAN

Kemiskinan masih ditemukan baik di negara berkembang maupun negara maju, meskipun telah terjadi perbaikan (Todaro,2006). Menurut Nurkse

(1953), Kemiskinan dikelompokkan dalam dua kategori yaitu, kemiskinan alamiah dan kemiskinan struktural. Kemiskinan alamiah beberapa faktor penyebabnya yaitu: terbatasnya sumber daya alam, pemakaian teknologi rendah, dan bencana alam.

Sedangkan kemiskinan struktural terjadi karena melemahnya kemampuan finansial maupun kekuatan sosial orang miskin dibandingkan orang kaya.

Menurut Sharp (2000) kemiskinan bersumber dari: rendahnya kualitas angkatan kerja, akses yang sulit terhadap kepemilikan modal, rendahnya tingkat penguasaan teknologi, penggunaan sumber daya yang tidak efisien, dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Chambers (1987), mendefinisikan perangkap kemiskinan, yang terdiri atas lima unsur: kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik, keterasingan atau kadar isolasi, kerentanan dan ketidakberdayaan. Levitan (1980) menyatakan kemiskinan sebagai ketiadaan barang dan pelayanan sebagai upaya memenuhi penghidupan layak. Sedangkan Menurut Schiller (1979) kemiskinan merupakan ketidakmampuan dalam memperoleh barang dan pelayanan yang memadai untuk memenuhi kebutuhan sosial yang terbatas. Kemiskinan dikelompokkan dalam berbagai bidang antara lain: ekonomi, sosial, politik (Kamalfuadi, 2009).

Berdasarkan data BPS, rata-rata persentase jumlah penduduk miskin selama dua belas tahun terakhir menggambarkan bahwa Kabupaten Jembrana merupakan kabupaten dengan persentase jumlah penduduk miskin terbanyak (7,24 persen). Selanjutnya Kabupaten Karangasem, Kabupaten Klungkung, dan Kabupaten Buleleng. Kabupaten/ kota dengan persentase jumlah penduduk miskin yang terendah adalah Kota Denpasar (2,01 persen), kemudian disusul Kabupaten Badung (3,04 persen). Hal tersebut mengindikasikan bahwa terjadi ketimpangan persentase jumlah kemiskinan antar wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Selain itu, data yang baik sangat bermanfaat dalam evaluasi berbagai kebijakan. Data merupakan kumpulan berbagai informasi yang berperan penting dalam pembangunan. Oleh karena itu, berbagai evaluasi data juga telah dikembangkan, salah satunya dengan proyeksi/peramalan data. Bidang kemiskinan juga telah banyak mendapatkan perhatian sehingga sangat penting mengenai ketersediaan data dan

K = b0 + b1 X1 + b2 x2 + b3 Xi + b4X4 + b5 X5

dimana :

Y = Persentase jumlah penduduk miskin

= Konstanta

= Koefisien regresi

X1 = Angka melek huruf

X2 = Angka harapan hidup

X3 = Tingkat partisipasi angkatan kerja

keakuratan data sebagai evaluasi terhadap pembangunan yang lebih baik.

Berdasarkan teori di atas penelitian ini memuat tiga rumusan masalah sebagai berikut. Masalah pertama, apakah terdapat pengaruh beberapa variabel pada berbagai dimensi kemiskinan antara lain: angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat terhadap persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali? Permasalahan kedua, apakah terdapat perbedaan rata-rata beberapa variabel tersebut (yang mengindikasi terjadinya ketimpangan kemiskinan) antar kabupaten/kota di Provinsi Bali? Masalah terakhir, apakah metode estimasi terbaik dalam model kemiskinan di Provinsi Bali?

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang bersumber dari BPS Provinsi Bali. Data yang dianalisis merupakan data panel kabupaten/kota di Bali tahun 2008-2013 sehingga diperoleh 45 observasi untuk diteliti. Variabel terikatnya adalah persentase jumlah penduduk miskin. Sedangkan variabel bebas yang diteliti adalah angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB), gini rasio dan daya beli masyarakat. Seluruh data tersebut diperoleh dari BPS.

Analisis Regresi Berganda digunakan untuk menjawab tujuan pertama penelitian. Regresi Berganda untuk menganalisa angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), produk domestik regional bruto (PDRB), Rasio Gini dan daya beli masyarakat. Analisis Berganda dapat menunjukkan pengaruh variabel tersebut terhadap pesentase jumlah penduduk miskin. Alat analisis yang digunakan adalah Eviews 6. Secara umum, fungsi Regresi Linier Berganda dapat dituliskan ke dalam persamaan sebagai berikut (Gujarati, 2003):

+ b5 X5 + ε..    .........................................1

X4 = Laju pertumbuhan PDRB

X5 = Rasio gini

X6 = Daya beli masyarakat

Tujuan kedua dianalisis dengan teknik analisis One Way ANOVA adalah menganalisis perbedaan beberapa variabel dimensi kemiskinan antar

kabupaten/kota di Provinsi Bali. Alat pengolahan data yang digunakan adalah SPSS 18. ANOVA satu arah (one way anova) digunakan apabila yang akan dianalisis terdiri dari satu variabel terikat dan satu variabel bebas. Asumsi yang harus dipenuhi antara lain: distribusi data harus normal, kesamaaan variansi (Test of Homogenity of Variances), dan pengamatan bebas (Post Hoc Test).

Tujuan penelitian ketiga adalah estimasi data kemiskinan di Provinsi Bali. Metode yang digunakan dengan memperhatikan efek perbedaan wilayah melalui tiga pendekatan yaitu: Common Effect Model (CEM), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Pemilihan metode estimasi yang tepat digunakan dengan uji Chow-test dan uji Hausman. Metode terbaik dipilih sesuai dengan hasil pengolahan SPSS 18.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Regresi Linier

Analisis regresi pada penelitian ini, digunakan mengetahui pengaruh angka melek huruf (AMH), angka harapan hidup (AHH), tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), laju pertumbuhan ekonomi (LPE), rasio gini (Gini) dan daya beli masyarakat (PPP) terhadap persentase jumlah penduduk miskin (PM) di Provinsi Bali Tahun 2008-2013. Sebelum dilakukan analisis regresi, sangat penting diketahui bahwa data yang akan dianalisis harus memenuhi syarat stasioneritas. Stasioneritas data adalah data dengan rata-rata varians konstan, sedangkan kovarian antara tergantung pada kelambanan antara dua periode waktu. Berdasarkan pengolahan Eviews 6 diperoleh bahwa data model kemiskinan Provinsi Bali Tahun 2008-2013 sudah stasioner pada diferensi yang pertama.

Berdasarkan Hasil Uji Regresi Model Kemiskinan Provinsi Bali Tahun 2008-2013 pada tabel 1 diperoleh Nilai R-squared sebesar 0,741. Hal tersebut berarti 74,1 persen variabel persentase jumlah penduduk miskin yang terjadi dapat dijelaskan dengan menggunakan variabel angka melek huruf, angka harapan hidup, tingkat partisipasi angkatan kerja, laju pertumbuhan ekonomi, rasio gini dan daya beli masyarakat, sedangkan sisanya sebesar 25,9 persen dijelaskan oleh variabel lain di luar model.

Pengujian selanjutnya adalah uji serempak menggunakan nilai perbandingan F tabel dan F hitung atau dengan nilai signifikansi yang dihasilkan. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 1 diketahuni nilai signifikansi atau Prob(F-statistic) = 0,00. Nilai tersebut menujukkan probabilitas nilai uji statistik F (uji serempak pengaruh semua variabel bebas terhadap variabel terikat), dimana lebih kecil dari taraf nyata 5 persen (0,05) sehingga disimpulkan bahwa ada pengaruh secara serempak antara semua variabel bebas terhadap variabel terikat.

Selain uji serempak, tahapan terakhir dilakukan uji parsial antar variabel bebas terhadap variabel terikat dalam menentukan pengaruhnya antar variabel. Kesimpulannya diperoleh dengan membandingkan nilai t hitung dengan t tabel atau melalui nilai signifikansi masing-masing variabel. Nilai Prob menunjukkan apakah variabel bebas tersebut berpengaruh terhadap variabel terikat apabila Nilai Prob <= taraf nyata (5 persen atau 0,05). Berdasarkan hasil output tersebut variabel dengan nilai Prob yang diperoleh <= 0,05 adalah variabel X1 (AMH), X4 (LPE), X5 (GINI) dan X6 (PPP). Sehingga variabel-variabel tersebut berpengaruh terhadap variabel terikat secara parsial.

Tabel 1

Hasil Uji Regresi Model Kemiskinan Provinsi Bali Tahun 2008-2013

Variabel

(1)

Coefficient

(2)

Prob.

(3)

Keterangan

(4)

C

124,94

0.0000

Angka Melek Huruf (X1)

-0,21

0.0001

Signifikan

Angka Harapan Hidup (X2)

-0,18

0.1026

Tidak Signifikan

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (X3)

-0,09

0.0515

Tidak Signifikan

Laju Pertumbuhan Ekonomi (X4)

-1,11

0.0002

Signifikan

Rasio Gini (X5)

10,68

0.0064

Signifikan

Daya Beli Masyarakat (X6)

-0,12

0.0000

Signifikan

R-squared

0,74

Prob(F-statistic)

0.00

Signifikan

Sumber: Hasil Pengolahan Eviews 6.0, 2014

Berdasarkan hasil output di atas diperoleh model

kemiskinan Prov Bali sebagai berikut:

Y = bo + b1X1 + b2 X4 + b3X5 + b4X6 + £

Y = 124,94 + (-0,21)X1 + (-1,11)X4 + 10,68X5 + (-0,12)X6 + ε.

Y = 124,94 - 0,21X1 - 1,11X4 + 10,68X5 - 0,12X6 + ε

...................................................... 2

.....................................................3

.....................................................4


dimana:

Y = Persentase Jumlah Penduduk Miskin

X1 = Angka Melek Huruf

X4 = Laju Pertumbuhan Ekonomi

X5 = Rasio Gini

X6 = Daya Beli Masyarakat

Model tersebut menunjukkan dengan tingkat kepercayaan 95 persen dapat dinyatakan bahwa apabila variabel lain yang mempengaruhi dianggap konstan, maka angka melek huruf naik 1 persen, akan menurunkan persentase jumlah penduduk miskin sebesar 0,20 persen. Begitupula jika laju pertumbuhan PDRB naik sebesar 1 persen, maka akan menurunkan persentase jumlah penduduk miskin sebesar 1,11 persen. Selain itu, jika rasio gini naik sebanyak 0,1 satuan maka akan menaikkan persentase jumlah penduduk miskin sebesar 1,068 persen. Serta apabila daya beli masyarakat naik sebanyak Rp 1.000 maka akan menurunkan persentase jumlah penduduk miskin sebesar 0,12 persen. Hasil analisis tersebut telah sesuai dengan hipotesis awal yang ditentukan pada bab sebelumnya.

Berikut beberapa teori terkait hasil pembahasan analisis regresi di atas. Pendidikan dan kemiskinan memilik korelasi yang sangat kuat. Muhammad (2008) mengungkapkan bahwa kemiskinan sangat erat kaitannya dengan pendidikan di berbagai dimensi. Begitupula Abrisham Aref (2011) bahwa pendidikan rendah di pedesaan menjadi hambatan dalam pengurangan kemiskinannya. Selain itu, kemiskinan dapat dikurangi dengan perbaikan sistem pendidikan (Ezebuilo R, 2014). Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa ada korelasi yang kuat antara pendidikan dan kemiskinan. Angka Melek Huruf berpengaruh signifikan dan negatif terhadap persentase jumlah penduduk miskin. Hal tersebut menunjukkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan (angka melek huruf) maka semakin berkurang pula tingkat kemiskinan di Provinsi Bali.

Selanjutnya penelitian oleh Aris Ananta (2014) dalam jurnalnya yang berjudul “Analisis Ekonomi Penuaan Penduduk: dari Keluarga Berencana ke Perencanaan Keluarga” menyatakan bahwa dalam analisis ekonomi fertilitas terdapat dua kali transisi demografi. Pertama peledakan penduduk terkait

jumlah kelahiran yang meningkat, transisi kedua penduduk berusia lanjut yang akan meningkat pula. Negara berkembang mengalami peledakan penduduk yang ditandai dengan banyaknya jumlah bayi/anak per seorang ibu. Transisi kedua diakibatkan oleh berubahnya pola pikir penduduk, sehingga mengakibatkan menurunnya tingkat kelahiran. Kesadaran kebutuhan individu, kesadaran hak individu dan kebutuhan demokrasi meningkat. Transisi demografi kedua adalah kerugian jumlah lansia yang banyak. Angka harapan hidup yang meningkat menyebabkan munculnya beban yang semakin tinggi, antara lain: seringnya mengalami sakit yang mahal dan dalam waktu yang lama akan memerlukan biaya pengobatan yang makin tinggi. Produktivitas mereka pun akan semakin berkurang seiring dengan bertambahnya usia. Sehingga jumlah lansia yang besar akan mempengaruhi konsumsi yang membesar, tabungan mengecil, investasi mengecil dan berdampak terhadap pertumbuhan ekonomi yang melambat. Oleh karena itu, kecenderungan angka harapan hidup yang tinggi akan mengurangi pertumbuhan ekonomi dan menambah jumlah penduduk miskin. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Angka Harapan Hidup tidak signifikan menurunkan persentase jumlah penduduk miskin.

Selain itu, ketenagakerjaan dan kualitas pekerjaan, pekerjaan yang layak, sangat penting untuk mengurangi kemiskinan dan dalam mencapai pertumbuhan dengan pertumbuhan ekuitas dan propoor (Ernst, 2009). Sharp (2000) juga mengatakan bahwa tingkat kemiskinan salah satu sumbernya adalah karena rendahnya kualitas angkatan kerja. Penduduk yang miskin tidak mempunyai kualitas SDM yang layak, sehingga tidak memperoleh tingkat pendapatan yang diinginkan. Hal tersebut akan berdampak terhadap berkurangnya tingkat kesejahteraan mereka. Sehingga semakin besar tingkat partisipasi angkatan kerja dengan kualitas

yang rendah akan meningkatkan jumlah penduduk miskin di wilayah tersebut.

Menurut Kuznet (dikutip dari Tulus Tambunan, 2001), pertumbuhan dan kemiskinan mempunyai korelasi yang sangat kuat, karena pada tahap awal proses pembangunan tingkat kemiskinan cenderung meningkat dan pada saat mendekati tahap akhir pembangunan jumlah orang miskin berangsur-angsur berkurang. Begitupula Hermanto (2006), Balisacan et al.(2002), Suryadarma dan Suryahadi (2007) mengungkapkan bahwa pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan terhadap penurunan jumlah penduduk miskin. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian tersebut, bahwa laju pertumbuhan ekonomi berpengaruh signifikan dan negatif terhadap persentase jumlah penduduk miskin.

Begitupula tinggi rendahnya tingkat kemiskinan di suatu negara tergantung pada dua faktor utama, yakni: tingkat pendapatan nasional rata-rata dan lebar-sempitnya kesenjangan/ketimpangan distribusi pendapatan (Todaro,2006). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rasio gini memberikan andil dalam memepengaruhi persentase jumlah penduduk miskin, dimana pengaruhnya signifikan dan positif. Hal tersebut sesuai dengan teori yang digambarkan oleh Todaro, bahwa selama distribusi pendapatan tidak merata (rasio gini tinggi) maka tingkat kemiskinan akan semakin tinggi pula (berpengaruh positif dan signifikan). Begitupula telah sesuai dengan penelitian Budi Zulfachri (2004), bahwa peningkatan pendapatan per kapita mendorong perlambatan laju pertumbuhan kemiskinan, sebaliknya ketidakmerataan pendapatan akan meningkatkan laju pertumbuhan penduduk miskin.

Kaitan kemiskinan selanjutnya terhadap rendahnya pendapatan penduduk. Pakar analisis kemiskinan, Amartya Sen (1981) mengungkapkan bahwa kemiskinan selalu identik dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan penduduk. Skema terbentuknya kemiskinan yang didasarkan pada konsep yang dikemukakan oleh Chambers menerangkan bagaimana kondisi yang disebut miskin di sebagian besar negara-negara berkembang dan dunia ketiga adalah kondisi yang disebut memiskinkan. Kondisi yang sebagian besar ditemukan bahwa kemiskinan selalu diukur/diketahui berdasarkan rendahnya kemampuan pendapatan dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan pokok berupa pangan, kesehatan, perumahan atau pemukiman, dan pendidikan. Rendahnya kemampuan pendapatan diartikan pula sebagai

rendahnya daya beli atau kemampuan untuk mengkonsumsi (Chambers, 1987). Berdasarkan teori tersebut jelas bahwa daya beli masyarakat sangat menentukan tingkat kemiskinan (hubungan negatif dan signifikan). Hasil penelitian ini juga telah sesuai dengan teori dan penelitian sebelumnya bahwa daya beli masyarakat mempengaruhi persentase jumlah penduduk miskin, hubungannya secara signifikan dan negatif.

One Way ANOVA

Analisis One Way ANOVA diawali dengan uji Output Test of Homogenity of Variances, yaitu pengujian kesamaan varians. Setelah varians terbukti sama, dilakukan uji ANOVA untuk menguji apakah sampel mempunyai rata-rata yang sama. Terakhir dilakukan uji Post Hoc Test (output Tuckey HSD) untuk mengetahui perbedaan antar kabupaten/kota pada masing-masing variabel. Pengujian One Way ANOVA dilakukan pada tiga model kemiskinan Porvinsi Bali (dibedakan antar kuaran). Berikut ditampilkan hasil pengolahan dengan SPSS 18 model kemiskinan I, II, dan III.

Model Kemiskinan I (Kuadran I dan Kuadran II)

Pengujian ANOVA model kemiskinan I menganalisis perbedaan rata-rata beberapa variabel antar kabupaten/kota pada Kuadran I dan Kuadran II yang menyebabkan adanya ketimpangan kemiskinan. Adapun kabupaten/kota di kuadran I adalah Kota Denpasar dan Kabupaten Badung, sedangkan di kuadran II adalah Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Buleleng.

Berdasarkan hasil pengolahan tabel 2 bahwa nilai signifikansi lebih besar dibandingkan taraf kesalahan 5 persen yaitu variabel LPE, GINI, dan PPP yang berarti asumsi varian populasi dari variabel tersebut adalah sama (homogeny).

Selanjutnya dilakukan uji ANOVA. Tabel 2 menunjukkan bahwa hanya variabel LPE yang memiliki nilai Sig. d” 0,05 yaitu sebesar 0,003. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata kabupaten/kota berdasarkan laju pertumbuhan ekonomi yang berbeda. Setelah diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap rata-rata LPE di antar kabupaten/kota, selanjutnya menentukan kabupaten/kota mana saja yang memiliki nilai rata-rata LPE berbeda dan nilai rata-rata perbedaan LPE antar kabupaten/kota dengan melihat hasil analisis Tuckey dalam post hoc test.

Tabel 2

Test of Homogeneity of Variances Model Kemiskinan I

Levene

Statistic

df1

df2

Sig.

Keterangan

AHH

3,027

3

24

0,049

Varians tidak sama

AMH

6,198

3

24

0,003

Varians tidak sama

TPAK

3,917

3

24

0,021

Varians tidak sama

LPE

1,466

3

24

0,249

Varians sama

GINI

0,508

3

24

0,680

Varians sama

PPP

0,226

3

24

0,877

Varians sama

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Tabel 3

ANOVA Model Kemiskinan I

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Keterangan

LPE Between Groups

2,089

3

0,696

5,964

0,003

Ada Perbedaan

Within Groups

2,802

24

0,117

Total

4,891

27

GINI Between Groups

0,005

3

0,002

0,555

0,650

Tidak ada Perbedaan

Within Groups

0,072

24

0,003

Total

0,077

27

PPP Between Groups

197,523

3

65,841

1,401

0,267

Tidak ada Perbedaan

Within Groups

1.127,671

24

46,986

Total

1.325,194

27

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Terakhir dilakukan uji Post Hoc Test (output   Pada Tabel 3 ditampilkan hasil output Post Hoc Test

Tuckey HSD) untuk mengetahui perbedaan rata-rata   dengan SPSS 18.

antar kabupaten/kota pada masing-masing variabel.

Tabel 4

Post Hoc Test (output Tuckey HSD) Model Kemiskinan I

Dependent Variable

(I) Kabupaten

(J) Kabupaten

Mean Difference (I-J)

Sig.

Tukey

LPE HSD

Kab Badung

Kab Gianyar

0,499

0,053

Kab Buleleng

0,611*

0,013

Kota Denpasar

0,030

0,998

Kab Gianyar

Kab Badung

-0,499

0,053

Kab Buleleng

0,113

0,925

Kota Denpasar

-0,469

0,075

Kab Buleleng

Kab Badung

-0,611*

0,013

Kab Gianyar

-0,113

0,925

Kota Denpasar

-0,581*

0,019

Kota Denpasar

Kab Badung

-0,030

0,998

Kab Gianyar

0,469

0,075

Kab Buleleng

0,581*

0,019

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Berdasarkan output nilai Tukey diperoleh bahwa rata-rata LPE antar kabupaten/kota yang berbeda (nilai Sig. d” 0,05) adalah Kabupaten Badung, Kabupaten Buleleng dan Kota Denpasar. Perbedaan rata-rata LPE di Kabupaten Badung lebih tinggi 0,611 persen dibandingkan Kabupaten Buleleng.

Begitupula rata-rata LPE di Kota Denpasar lebih tinggi 0,581 persen dibandingkan Kabupaten Buleleng. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perbedaan model kemiskinan Kuadran I dan Kuadran II dipengaruhi oleh Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Badung dan Kota Denpasar yang

menunjukkan perbandingan lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Buleleng.

Rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin di Kabupaten Buleleng dan Gianyar yang berada pada kuadran II, apabila dibandingkan dengan kuadran I (dimana rata-rata laju pertumbuhan ekonomi dan persentase penduduk miskin seimbang) diakibatkan oleh perbandingan rata-rata laju pertumbuhan ekonomi pada kedua kelompok tersebut. Teori Adam Smith beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi sebenarnya bertumpu pada adanya pertambahan penduduk. Dengan adanya pertambahan penduduk maka akan terdapat pertambahan output atau hasil. Teori Adam Smith ini tertuang dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the Wealth of Nations.

Sejalan dengan teori Adam Smith, Robert Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif dan dapat berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan sebagai sumber daya yang positif. Perbedaan jumlah penduduk antar wilayah sangat mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi, begitupula sumber daya alam serta teknologi yang digunakan dalam pembangunan ekonomi wilayah tersebut.

Kabupaten Badung dan Kota Denpasar merupakan pusat ekonomi di Provinsi Bali, sehingga menjadi daya tarik bagi masyarakat di wilayah lain untuk menopang hidup. Jumlah penduduk di Kota Denpasar lebih tinggi dibandingkan Kabupaten Badung dan Kabupaten Buleleng, tetapi sesuai teori Robert Solow bahwa pertumbuhan penduduk dapat berdampak positif atau negatif bagi pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan penduduk positif akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang semakin meningkat pula. Namun, Sen (1981) mengungkapkan kemiskinan selalu identik dengan rendahnya kualitas sumber daya manusia dan tingkat pendapatan penduduk. Ketimpangan pendapatan dan kesenjangan golongan penduduk akan berdampak buruk terhadap pembangunan wilayah tersebut.

Model Kemiskinan II (Kuadran II dan Kuadran III)

Pengujian ANOVA model kemiskinan II menganalisis perbedaan rata-rata beberapa variabel antar kabupaten/kota pada Kuadran II dan Kuadran III yang menyebabkan adanya ketimpangan kemiskinan. Adapun kabupaten/kota di kuadran II adalah Kabupaten Gianyar dan Kabupaten Buleleng, sedangkan di kuadran III adalah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem.

Tabel 5

Test of Homogeneity of Variances Model Kemiskinan II

Levene

Statistic

df1

df2

Sig.

Keterangan

AHH

1,886

6

42

0,106

Varians sama

AMH

1,070

6

42

0,396

Varians sama

TPAK

0,981

6

42

0,450

Varians sama

LPE

3,061

6

42

0,014

Varians tidak sama

GINI

2,335

6

42

0,049

Varians tidak sama

PPP

0,075

6

42

0,998

Varians sama

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 5, bahwa nilai Sig. lebih besar dari 0,05 adalah variabel AHH, AMH, TPAK dan PPP maka dapat disimpulkan bahwa keempat varian populasi adalah sama (homogeny).

Setelah varians terbukti sama, dilakukan uji ANOVA untuk menguji apakah sampel mempunyai rata-rata yang sama. Berdasarkan hasil yang diperoleh pada uji ANOVA di tabel 5, bahwa nilai Sig. variabel AHH, AMH, TPAK, dan PPP adalah 0,000 (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata Kabupaten/Kota berdasarkan AHH, AMH, TPAK, dan PPP yang berbeda.

Terakhir dilakukan uji Post Hoc Test (output Tuckey HSD) untuk mengetahui perbedaan antar kabupaten/kota pada masing-masing variabel. Setelah diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata AHH, AMH, TPAK, dan PPP di antara kabupaten/kota, selanjutnya menentukan kabupaten/kota mana saja yang memiliki nilai rata-rata AHH, AMH, TPAK, dan PPP berbeda dan besaran perbedaan AHH, AMH, TPAK, dan PPP antar kabupaten/kota dengan melihat hasil analisis Tuckey dalam post hoc test.

Tabel 6

ANOVA Model Kemiskinan II

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Keterangan

AHH

Between Groups

214,567

6

35,761

507,148

0,000

Ada

Within Groups

2,962

42

0,071

perbedaan

Total

217,529

48

AMH

Between Groups

1429,347

6

238,224

89,312

0,000

Ada

Within Groups

112,028

42

2,667

perbedaan

Total

1541,375

48

TPAK

Between Groups

510,283

6

85,047

13,561

0,000

Ada

Within Groups

263,392

42

6,271

perbedaan

Total

773,676

48

PPP

Between Groups

2340,145

6

390,024

9,744

0,000

Ada

Within Groups

1681,114

42

40,027

perbedaan

Total

4021,259

48

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Berdasarkan hasil pengolahan SPSS terkait uji Tuckey di atas diperoleh bahwa rata-rata variabel AHH berbeda hampir pada semua kabupaten/kota pada kuadran II dan III. Begitupula dengan perbedaan rata-rata variabel AMH, TPAK dan PPP antar kabupaten kota. Secara umum nilai rata-rata variabel AHH dan AMH di Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar, Klungkung, Bangli, dan Buleleng lebih besar dibandingkan Kabupaten Karangasem. Sedangkan rata-rata variabel TPAK dan PPP di Kabupaten Karangasem, Klungkung dan Bangli lebih besar dibandingkan Kabupaten Jembrana, Tabanan, Gianyar, dan Buleleng.

Model Kemiskinan III (Kuadran I dan Kuadran III)

Perbedaan rata-rata beberapa variabel antar kabupaten/kota pada Kuadran I dan Kuadran III yang menyebabkan adanya ketimpangan kemiskinan pada Model Kemiskinan III. Adapun kabupaten/kota di kuadran I adalah Kabupaten Badung dan Kota Denpasar, sedangkan di kuadran III adalah Kabupaten Jembrana, Kabupaten Tabanan, Kabupaten Bangli, Kabupaten Klungkung dan Kabupaten Karangasem.

Tabel 8 menunjukkan variabel dengan probabilitas atau signifikansi yang lebih besar dari 0,05 adalah variabel AHH, TPAK, GINI dan PPP berarti asumsi bahwa varian populasi adalah sama (homogeny). Setelah varians terbukti sama, dilakukan uji Anova untuk menguji apakah sampel mempunyai rata-rata yang sama.

Berdasarkan pada hasil yang diperoleh pada uji ANOVA (tabel 8) berikut, bahwa nilai probabilitas AHH, TPAK dan PPP lebih kecil dari 0,05. Dengan

demikian hipotesis nol (H0) ditolak. Hal ini menunjukkan bahwa ada perbedaan rata-rata Kabupaten/Kota berdasarkan AHH, TPAK dan PPP yang berbeda.

Setelah diketahui bahwa ada perbedaan yang signifikan rata-rata AHH, TPAK, dan PPP di antara kabupaten/kota, selanjutnya menentukan kabupaten/ kota mana saja yang memiliki nilai rata-rata AHH, TPAK, dan PPP berbeda dan besaran perbedaan AHH, TPAK, dan PPP antar kabupaten/kota dengan melihat hasil analisis Tuckey dalam post hoc test pada Tabel 10.

Menurut Widi Andono (2011) dalam tesisnya yang berjudul “Analisis Faktor Penentu dan Tingkat Ketimpangan Kemiskinan antar Wilayah di Indonesia Tahun 2007-2009” menyatakan bahwa tingkat kesenjangan kemiskinan antar wilayah dalam pulau di Indonesia pada Tahun 2007-2009 mengalami peningkatan, hanya wilayah Papua yang mengalami penurunan. Berdasarkan penelitian tersebut telah sesuai bahwa Provinsi Bali pada periode tahun 20072013 pun mengalami perbedaan sejumlah variabel yang berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan.

Selanjutnya penelitian yang berjudul The development of inequality and poverty in Indonesia, 1932-1999 oleh Bas dan Peter (2012) mengungkapkan tentang pengaruh ketimpangan distribusi pendapatan dan tingkat kemiskinan. Periode sebelum tahun 1940an dampak negatif dari kenaikan ketimpangan diimbangi dengan peningkatan per kapita PDB. Sementara pada tahun 1950 hingga 1980 terjadi penurunan ketimpangan, dikombinasikan dengan peningkatan per kapita PDB yang cepat mengangkat sebagian besar penduduk di atas garis kemiskinan.

Tabel 7

Post Hoc Test (output Tuckey HSD) Model Kemiskinan II

Variable

(I) Kabupaten

(J) Kabupaten

Mean Difference (I-J)

Sig.

Kab Klungkung

2,711*

0,000

Kab Jembrana

Kab Karangasem

3,909*

0,000

Kab Buleleng

2,649*

0,000

Kab Jembrana

2,629*

0,000

Kab Gianyar

2,317*

0,000

Kab Tabanan

Kab Klungkung

5,340*

0,000

Kab bangli

2,794*

0,000

Kab Karangasem

6,537*

0,000

AHH

Kab Buleleng

5,277*

0,000

Kab Klungkung

3,023*

0,000

Kab Gianyar

Kab bangli

Kab Karangasem

0,477*

4,220*

0,026

0,000

Kab Buleleng

2,960*

0,000

Kab Klungkung

Kab Karangasem

1,197*

0,000

Kab Klungkung

2,546*

0,000

Kab Bangli

Kab Karangasem

3,743*

0,000

Kab Buleleng

2,483*

0,000

Kab Buleleng

Kab Karangasem

1,260*

0,000

AMH

Kab Jembrana

Kab Gianyar

3,569*

0,003

Kab Klungkung

7,982*

0,000

Kab bangli

6,207*

0,000

Kab Karangasem

16,435*

0,000

Kab Tabanan

Kab Gianyar

3,454*

0,005

Kab Klungkung

7,867*

0,000

Kab bangli

6,092*

0,000

Kab Karangasem

16,320*

0,000

Kab Gianyar

Kab Klungkung

4,413*

0,000

Kab Karangasem

12,866*

0,000

Kab Klungkung

Kab Karangasem

8,453*

0,000

Kab Bangli

Kab Karangasem

10,228*

0,000

Kab Buleleng

Kab Klungkung

6,484*

0,000

Kab bangli

4,710*

0,000

Kab Karangasem

14,937*

0,000

Kab Klungkung

Kab Jembrana

5,139*

0,007

Kab Jembrana

10,323*

0,000

Kab Tabanan

6,681*

0,000

Kab Bangli

Kab Gianyar

7,756*

0,000

TPAK

Kab Klungkung

5,184*

0,006

Kab Buleleng

6,934*

0,000

Kab Jembrana

8,109*

0,000

Kab Karangasem

Kab Tabanan

4,467*

0,027

Kab Gianyar

5,542*

0,003

Kab Buleleng

4,720*

0,017

Kab Jembrana

19,591*

0,000

Kab Tabanan

17,147*

0,000

Kab Klungkung

Kab Gianyar

13,252*

0,006

Kab bangli

15,751*

0,001

PPP

Kab Buleleng

17,692*

0,000

Kab Jembrana

15,343*

0,001

Kab Karangasem

Kab Tabanan

12,899*

0,007

Kab bangli

11,504*

0,023

Kab Buleleng

13,444*

0,005

Tabel 8

Test of Homogeneity of Variances Model Kemiskinan III

Levene Statistic

df1

df2

Sig.

Keterangan

AHH

0,198

6

42

0,976

Varians sama

AMH

4,391

6

42

0,002

Varians tidak sama

TPAK

1,690

6

42

0,147

Varians sama

LPE

3,814

6

42

0,004

Varians tidak sama

GR

1,180

6

42

0,335

Varians sama

PPP

0,206

6

42

0,973

Varians sama

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Tabel 9

ANOVA Model Kemiskinan III

Begitupula menurut Erviantono, Tedi (2008) dengan judul “Kemiskinan Provinsi Versus Kemiskinan Kabupaten di Bali” menyatakan bahwa kemiskinan di Provinsi Bali memiliki tingkatan beragam antar kabupaten/kota. Beberapa program hanya bertumpu pada pembangunan sektoral bukan mencari akar masalah kemiskinan. Oleh karena itu, penduduk miskin tidak akan keluar dari permasalahannya yang membelitnya. Penelitian ini pun mengungkapkan hal yang sama bahwa masih terdapat perbedaan rata-rata beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat kemiskinan antar kabupaten/ kota di Provinsi Bali.

Angka melek huruf (AMH) Kabupaten Jembrana merupakan nilai tertinggi dibandingkan kabupaten/kota di Provinsi Bali. Angka melek huruf dipengaruhi oleh angka partisipasi sekolah (APS), rata-rata lama sekolah dan faktor lainnya. Tingginya AMH di Kabupaten Jembrana disebabkan oleh nilai APS yang tinggi pula. Oleh karena itu, dalam meningkatkan kualitas pendidikan (khususnya AMH), hendaknya pemerintah lebih menekankan angka partisipasi penduduk usia sekolah agar menempuh pendidikan yang sesuai. Sehingga dapat meningkatkan kualitas SDM yang berdampak


terhadap keahlian, keterampilan, produktivitas yang tinggi pula, serta dapat mengurangi jumlah penduduk miskin.

Angka Harapan Hidup (AHH) Kabupaten Tabanan merupakan angka tertinggi di Provinsi Bali apabila dibandingkan dengan kabupaten/kota lain. Salah satu penyebabnya adalah kualitas lingkungan yang baik, misalnya: kualitas air minum yang layak, serta kualitas tempat pembuangan akhir yang baik pula. Berdasarkan hasil pengujian antar kabupaten/ kota di Provinsi Bali mengenai perbedaan angka harapan hidup telah sesuai dengan data terkait tentang kualitas lingkungan. Semakin tinggi penduduk yang mendapatkan akses terhadap kualitas lingkungan yang layak, maka semakin tinggi pula angka harapan hidup mereka. Pemerintah hendaknya memperhatikan perencanaan terhadap kualitas lingkungan yang layak dan semakin menjangkau masyarakat miskin, agar kualitas hidup mereka semakin baik (menurunkan jumlah penduduk miskin).

Laju Pertumbuhan Ekonomi sangat mempengaruhi perbedaan antar kabupaten/kota di Provinsi Bali. Berdasarkan data laju pertumbuhan PDRB antar kabupaten/kota di Provinsi Bali, Kabupaten Badung dan Kota Denpasar menduduki posisi teratas. Robert


Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Keterangan

AHH

Between Groups

208,309

6

34,718

765,820

0,000

Ada

Within Groups

1,904

42

0,045

perbedaan

Total

210,213

48

TPAK

Between Groups

697,053

6

116,176

18,746

0,000

Ada

Within Groups

260,290

42

6,197

perbedaan

Total

957,343

48

GINI

Between Groups

0,030

6

0,005

1,507

0,200

Tidak ada

Within Groups

0,137

42

0,003

perbedaan

Total

0,167

48

PPP

Between Groups

2167,489

6

361,248

7,962

0,000

Ada

Within Groups

1905,611

42

45,372

perbedaan

Total

4073,100

48

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Tabel 10

Post Hoc Test (output Tuckey HSD) Model Kemiskinan III

Dependent Variable

(I) Kabupaten

(J) Kabupaten

Mean Difference (I-J)

Sig.

AHH

Kabupaten Jembrana

Kabupaten Klungkung

2,711*

0,000

Kabupaten Karangasem

3,909*

0,000

Kabupaten Tabanan

Kabupaten Jembrana

2,629*

0,000

Kabupaten Badung

2,637*

0,000

Kabupaten Klungkung

5,340*

0,000

Kabupaten Bangli

2,794*

0,000

Kabupaten Karangasem

6,537*

0,000

Kota Denpasar

1,426*

0,000

Kabupaten Badung

Kabupaten Klungkung

2,703*

0,000

Kabupaten Karangasem

3,900*

0,000

Kabupaten Klungkung

Kabupaten Karangasem

1,197*

0,000

Kabupaten Bangli

Kabupaten Klungkung

2,546*

0,000

Kabupaten Karangasem

3,743*

0,000

Kota Denpasar

Kabupaten Jembrana

1,203*

0,000

Kabupaten Badung

1,211*

0,000

Kabupaten Klungkung

3,914*

0,000

Kabupaten Bangli

1,369*

0,000

Kabupaten Karangasem

5,111*

0,000

TPAK

Kabupaten Tabanan

Kota Denpasar

4,267*

0,038

Kabupaten Klungkung

Kabupaten Jembrana

5,139*

0,007

Kota Denpasar

5,763*

0,002

Kabupaten Bangli

Kabupaten Jembrana

10,323*

0,000

Kabupaten Tabanan

6,681*

0,000

Kabupaten Badung

8,312*

0,000

Kabupaten Klungkung

5,184*

0,006

Kota Denpasar

10,948*

0,000

Kabupaten Karangasem

Kabupaten Jembrana

8,109*

0,000

Kabupaten Tabanan

4,467*

0,026

Kabupaten Badung

6,098*

0,001

Kota Denpasar

8,734*

0,000

PPP

Kabupaten Klungkung

Kabupaten Jembrana

19,591*

0,000

Kabupaten Tabanan

17,147*

0,000

Kabupaten Badung

14,316*

0,005

Kabupaten Bangli

15,751*

0,001

Kabupaten Karangasem

Kabupaten Jembrana

15,343*

0,002

Kabupaten Tabanan

12,899*

0,014

Kabupaten Bangli

11,504*

0,039

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Solow berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi

mengembangkan potensi yang ada di wilayahnya,

merupakan rangkaian kegiatan yang bersumber pada

serta mengikutsertakan penduduk setempat dalam

manusia, akumulasi modal, pemakaian teknologi

mendukung potensi tersebut yang akan mendorong

modern dan hasil atau output. Adapun pertumbuhan

produktivitas mereka.

penduduk dapat berdampak positif dan dapat

Persentase tingkat partisipasi angkatan kerja

berdampak negatif. Oleh karenanya, menurut Robert

(TPAK) antar kabupaten/kota di Provinsi Bali juga

Solow pertambahan penduduk harus dimanfaatkan

menunjukkan adanya perbedaan. Kabupaten Bangli

sebagai sumber daya yang positif. Perbedaan jumlah

menduduki posisi tertinggi dibandingkan kabupaten/

penduduk antar wilayah sangat mempengaruhi laju

kota lainnya. Indikator penyusun TPAK salah satunya

pertumbuhan ekonomi, begitupula sumber daya alam

adalah jumlah penduduk angkatan kerja yaitu jumlah

serta teknologi yang digunakan dalam pembangunan

penduduk yang menganggur dan jumlah penduduk

ekonomi wilayah tersebut. Oleh karena itu,

yang bekerja. Kabupaten Bangli memiliki rata-rata

hendaknya pemerintah terkait lebih aktif dalam

perbandingan jumlah penduduk yang bekerja lebih

Tabel 11

Hasil Uji Chow Test

Effects Test

Statistic

d.f.

Prob. Keputusan

Cross-section F

Cross-section Chi-square

8.514806

55.654816

(8,48) 8

0.0000 Signifikan 0.0000

Sumber: Hasil Pengolahan SPSS 18, 2014

Keputusan tabel 11 diperoleh nilai Prob. jika lebih dari 0,05. Kesimpulannya dapat dikatakan model fixed effect lebih tepat digunakan. Selanjutnya

dilakukan uji Hausman Test untuk menentukan manakah yang lebih tepat digunakan antara fixed effect dan random effect.

banyak dibandingkan jumlah penduduk yang menganggur. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah, terkait upaya pengurangan angka pengangguran dan peningkatan penduduk yang bekerja (produktivitas tinggi), serta diharapkan dapat menurunkan jumlah penduduk miskin.

Daya Beli Masyarakat di Provinsi Bali, apabila dibandingkan antar kabupaten/kota pun menunjukkan perbedaan. Kabupaten Klungkung merupakan kabupaten dengan rata-rata daya beli masyarakat lebih tinggi dibandingkan kabupaten/kota lain. Tingginya rata-rata daya beli masyarakat diakibatkan nilai konsumsi yang cukup tinggi (baik makanan maupun non makanan). Akan tetapi, perlu diperhatikan nilai inflasinya juga. Harga antar wilayah sangat menentukan kemampuan transaksi penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Pemerintah dapat mengupayakan penstabilan harga, distribusi barang dan jasa yang merata, serta merangsang konsumsi masyarakat. Daya beli masyarakat dapat mempengaruhi jumlah penduduk


miskin dengan arah yang berlawanan, semakin tinggi daya beli masyarakat akan mengurangi jumlah penduduk miskin.

Model Estimasi Tingkat Kemiskinan Provinsi Bali

Kelayakan data kemiskinan dapat menjadi dasar pedoman dalam evaluasi berbagai kebijakan terkait, perbandingan kemiskinan, dan penentuan persentase pertumbuhan penduduk miskin sebagai acuan terhadap peningkatan kondisi mereka. Berikut hasil analisis melalui Eviews 6 terhadap model estimasi tingkat kemiskinan di Provinsi Bali. Estimasi model regresi linier data panel terdapat tiga metode, yaitu common effect, fixed effect, atau random effect. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan yang paling tepat, melalui beberapa pengujian. Uji Chow Test digunakan untuk menentukan manakah yang lebih tepat digunakan antara common effect dan fixed effect


Tabel 12

Hasil Uji Hausman Test

Test Summary

Chi-Sq. Statistic

Chi-Sq. d.f.

Prob.

Keputusan

Cross-section random

65.269835

6

0.0000

Signifikan

Sumber: Hasil Eviews 6.0, 2014

Berdasarkan output tabel 12 diperoleh bahwa nilai prob. cross section random adalah 0,00 (<0,05) sehingga dapat disimpulkan bahwa model Random Effect lebih baik dibandingkan model Fixed Effect. Oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa Model

Random Effect adalah model terbaik dalam pemilihan model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali.

Berikut ditampilkan model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali melalui metode Random Effect.

Y = b 0 + b1 X 1 + b 2 X 2 + b 3 X 3 + b 4 X 4 + b 5 X 5 + b 6 X 6 + ε


Y

X1

X2


Y = 124 ,49 - 0,18 X1 - 0,20 X 2 + 10,55 X 5 - 0,122 X 6 + ε

Dimana

= Persentase Jumlah Penduduk Miskin

= AMH (Angka Melek Huruf)

= AHH (Angka Harapan Hidup)


^


1,11 X3 - 0,09 X4


5

6


X3 = TPAK (Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja)

X4 = LPE (Laju Pertumbuhan PDRB)

X5 = GINI (Rasio Gini)

X6 = PPP (Daya Beli Masyarakat)


SIMPULAN DAN SARAN

Angka melek huruf, tingkat partisipasi angkatan kerja, gini rasio, dan daya beli masyarakat mempengaruhi persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali Tahun 2008-2013. Hasil analisis one way ANOVA yang membedakan rata-rata variabel antar kabupaten/kota di kuadran I, II dan III diperoleh bahwa memang ada perbedaan antar kelompok sampel. Hasil analisis di Kuadran I dan II menunjukkan bahwa terdapat perbedaan variabel LPE antar kabupaten/kota antar kuadran tersebut. Sedangkan Kuadran II dan III sesuai dengan hasil analisis diperoleh bahwa terdapat perbedaan variabel AHH, AMH, TPAK, dan PPP sehingga rata-rata antar kabupaten/kota pada kedua kuadran tersebut berbeda. Kuadran I dan Kuadran III sesuai hasil analisis diperoleh bahwa memang terdapat perbedaan variabel AHH, TPAK, dan PPP yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antar kabupaten/kota pada kedua kuadran tersebut. Model Random Effect adalah model terbaik dalam pemilihan model estimasi tingkat kemiskinan Provinsi Bali.

Angka Melek Huruf, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Gini Rasio dan Daya beli masyarakat mempengaruhi persentase jumlah penduduk miskin di Provinsi Bali. Pemerintah diharapkan dapat memperhatikan indikator tersebut, sehingga mampu mengurangi tingkat kemiskinan. Rata-rata Angka Melek Huruf, Angka Harapan Hidup, Laju Pertumbuhan Ekonomi, Tingkat Partisipasi Tenaga Kerja, dan Daya Beli Masyarakat mempengaruhi terjadinya perbedaan antar kabupaten/kota di Provinsi Bali. Oleh karena itu, pemerintah perlu fokus terhadap beberapa indikator tersebut sebagai upaya mengurangi ketimpangan yang terjadi.

REFERENSI

Bas van Leeuwen and Peter Foldvari. 2012. “The Development of Inequality and Poverty in Indonesia, 1932-1999” (Jurnal). CGEH Working Paper Series: Working paper no. 26. Utrecht University

Chambers, R. 1987. “Sustainable Rural Livelihoods: A Strategy for People, Environment and Development”, overview paper for only One Earth Conference on Sustainable Development organized by the International Institute for Environment and Development, April 1987.

Ernst, Christoph and Janine Berg. 2009. The Role of Employment and Labour Markets in the Fight against Poverty (Promoting Pro-Poor Growth: Employment). ILO

Erviantono, Tedi. 2008.”Kemiskinan Provinsi Versus Kemiskinan Kabupaten di Bali”(jurnal). Denpasar: FISIP UNUD

Gujarati, D., N. (2003). Basic Econometric. New York: Mc-Graw Hill

Kamalfuadi. 2009. Pendidikan dan Kemiskinan, URL: http://fuadinotkamal.wordpress.com/ 2009/05/13/pendidikan-dan-kemiskinan/, (tanggal akses : 13 Desember 2013).

Levitan, Sar A. 1980. Programs In Aid of The Poor 5th ed. Baltimore, MD : Johns Hopkins University Press.

Nurkse,Ragnar. 1953. Problems of Capital Formation in Underdeveloped Countries. Oxford: Oxford University Press.

Schiller, B. R. 1989. The Economics of Poverty and Discrimination . Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall.

Sen, Amartya. 1981. Poverty and Famines: An Essay on Entitlement and Deprivation. Oxford: Clarendon Press

Sharp, A. M. Et al. 2000. Economis of Social Issues, Fourteenth Edition. Boston: Irwin McGraw-Hill

Todaro, Michael P dan Stephen C. Smith. 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Sembilan. Jakarta: Erlangga.

Widi Andono, Ari. 2009. “Analisis Faktor Penentu dan Tingkat Ketimpangan Kemiskinan antar Wilayah di Indonesia Tahun 2007-2009”(Tesis). Surakarta: Universitas Sebelas Maret.