Titis Krisnawati dkk, Pengaruh Variabel Ekonomi dan Sosial Demografi .... 1

PENGARUH VARIABEL EKONOMI DAN SOSIAL DEMOGRAFI TERHADAP STATUS EKONOMI PEREMPUAN DI KABUPATEN JEMBRANA

Titis Krisnawati1

I Nyoman Mahaendra Yasa2

  • 1    Biro Pusat Statistik Kabupaten Klungkung

2Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email : [email protected]

Abstract : The Influence of Economic and Socio-Demographic Variables to The Woman’s Economic Status in Jembrana District. This research was aimed to analyze the influence of economic variables (income, working hours, employment sector, employment status) and socio-demographic variables (area of residence, number of household members, education level) to the woman’s economic status, either simultaneously or partially. The results showed that economic variables (income, working hours, employment sector, employment status) and socio-demographic variables (area of residence, number of household members, education level) simultaneously have significant influences to woman’s economic status in Jembrana. Socio-demographic variables (number of household members) have a significantly positive effect, meanwhile economic variables (working hours) and socio-demographic variables (level of education) have a significantly negative effect to the woman’s economic status in Jembrana.The dominant variable that influence the woman’s economic status in Jembrana is number of household members.

Keywords: economic, socio-demographic, woman economic’s status

Abstrak : Pengaruh Variabel Ekonomi dan Sosial Demografi Terhadap Status Ekonomi Perempuan di Kabupaten Jembrana. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) terhadap status ekonomi perempuan, dilihat secara simultan maupun parsial. Penelitian ini mendapat hasil bahwa variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. Variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel ekonomi (jam kerja) dan sosial demografi (tingkat pendidikan) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. Variabel yang dominan berpengaruh terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana adalah variabel jumlah anggota rumahtangga.

Kata Kunci: ekonomi, sosial demografi, status ekonomi perempuan

PENDAHULUAN

Berdasarkan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), persentase penduduk miskin di Provinsi Bali mengalami fluktuasi setiap tahun. Dalam kurun waktu 2008-2013, persentase penduduk miskin di Provinsi Bali masing-masing sebanyak 5,85 persen; 4,88 persen; 5,67 persen; 4,59 persen; 3,95 persen; dan 4,49 persen (BPS Provinsi Bali, 2014) Keadaan yang sama juga terjadi di Kabupaten Jembrana, persentase penduduk miskin masih mengalami fluktuasi setiap tahun. Selama periode 2008-2013, persentase penduduk miskin di Kabupaten Jembrana masing-masing sebanyak 7,97 persen; 6,80 persen; 8,11 persen; 6,56 persen; 5,74 persen; dan 5,56

persen (BPS Kabupaten Jembrana, 2014). Bila dibandingkan dengan kondisi Provinsi Bali, jelas terlihat bahwa persentase penduduk miskin di Kabupaten Jembrana masih lebih tinggi dari Provinsi Bali.

Menurut Nehen (2012), bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi kemiskinan, baik langsung maupun tidak langsung cukup banyak, mulai dari tingkat pertumbuhan output (atau produktivitas tenaga kerja), tingkat upah bersih, distribusi pendapatan, kesempatan kerja (termasuk jenis pekerjaan yang tersedia), tingkat inflasi, pajak dan subsidi, investasi, alokasi serta kualitas sumber daya alam, ketersediaan fasilitas umum (seperti pendidikan dasar, kesehatan, informasi, transportasi, listrik, air, dan lokasi pemukiman), penggunaan

teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam di satu wilayah, etos kerja dan motivasi kerja, budaya atau tradisi, hingga politik, bencana alam, dan peperangan.

Abdourahman (2010) menyatakan dengan mengurangi beban kerja perempuan dalam aktivitas rumahtangga, dapat memberikan peluang untuk kegiatan lain yang produktif, misalnya bekerja dengan menerima upah. Hal ini akan memberikan kontribusi dalam mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan anak perempuan untuk mendapatkan pendidikan di semua tingkat. Hal tersebut juga akan memberdayakan perempuan dan membuat perempuan mendapatkan haknya, serta dapat aktif untuk ikut serta dalam pengambilan keputusan.

Arsyad (2008) dalam penelitiannya menyatakan, meningkatnya peran kaum perempuan perdesaan dalam memenuhi kebutuhan ekonomi rumahtangga melalui usaha-usaha ekonomi kecil atau usaha sektor informal merupakan perwujudan dari keberhasilan gerakan feminisme. Aktivitas ekonomi kaum perempuan sering memberikan kontribusi yang besar terhadap corak perekonomian rumahtangga.

Tingkat pendidikan merupakan variabel yang cukup penting dalam melihat variasi tingkat kemiskinan. Pendidikan akan mempengaruhi sikap dan pandangan seseorang terhadap suatu hal. Dengan pendidikan yang semakin tinggi diharapkan tingkat kemiskinan semakin rendah. Ukuran mendasar dari tingkat pendidikan adalah kemampuan membaca dan menulis penduduk usia 15 tahun ke atas yang tercermin dari angka melek huruf. Angka tersebut merupakan persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang dapat membaca dan menulis huruf latin maupun huruf lainnya.

Selama periode tahun 2008-2013, angka melek huruf perempuan di Provinsi Bali mengalami kenaikan setiap tahun yaitu 81,20 persen; 81,80 persen; 83,79 persen; 83,84 persen; 85,03 persen; dan 86,05 persen. Sementara di Kabupaten Jembrana, angka melek huruf perempuan masih mengalami fluktuasi setiap tahun. Dalam kurun waktu tahun 2008-2013, angka melek huruf perempuan di Kabupaten Jembrana masing-masing sebesar 84,70 persen; 84,21 persen; 84,19 persen; 85,90 persen; 86,21 persen; dan 88,89 persen. Bila dibandingkan dengan kondisi Provinsi Bali terlihat bahwa angka melek huruf perempuan di Kabupaten Jembrana selalu lebih tinggi dari Provinsi Bali.

Dari pembahasan sebelumnya terlihat bahwa persentase penduduk miskin Kabupaten Jembrana

masih lebih tinggi daripada persentase penduduk miskin di Provinsi Bali. Padahal tingkat pendidikan perempuan di Kabupaten Jembrana selalu lebih tinggi dari angka provinsi. Oleh sebab itu, perlu dilacak faktor lain yang menyebabkan persentase penduduk miskin di Kabupaten Jembrana lebih tinggi dari angka Provinsi Bali, khususnya ditinjau dari aktivitas ekonomi perempuan.

Menurut Antari (2008), perempuan memiliki potensi besar dalam berkontribusi pada pendapatan keluarga. Hal ini karena perempuan mempunyai kemampuan untuk ikut serta bekerja pada sektor publik. Selain fleksibilitas serta kemampuan perempuan dalam beradaptasi saat krisis ekonomi, perempuan lebih mempunyai inisiatif untuk menggantikan suaminya dalam mencari penghasilan yang menghadapi pemutusan hubungan kerja. Oleh karena itu, salah satu strategi untuk mengatasi masalah kemiskinan adalah meningkatkan pendapatan yang melibatkan potensi perempuan dalam aktivitas ekonomi.

Dalam kurun waktu 2008-2013, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) perempuan di Provinsi Bali masing-masing sebesar 70,03 persen; 70,47 persen; 70,16 persen; 66,89 persen; 69,61 persen; dan 66,52 persen. Sementara di Kabupaten Jembrana, TPAK perempuan selama periode tahun 2008-2013 masing-masing sebesar 66,28 persen; 65,31 persen; 63,74 persen; 70,49 persen; 70,22 persen; dan 60,16 persen (BPS Provinsi Bali, 2014). Dari pembahasan diatas terlihat bahwa pada tahun 2008-2010 dan 2013 angka TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana masih lebih rendah dari angka TPAK perempuan di Provinsi Bali.

Perempuan memiliki peluang yang lebih kecil untuk memperoleh pekerjaan daripada laki-laki. Hal ini terjadi karena pengaruh lingkungan yang kurang mendukung, seperti misalnya pengambilan keputusan dan penguasaan aset yang didominasi laki-laki, perlunya izin suami bila istri ingin bekerja atau berusaha, dan perempuan yang bekerja tetap bertanggung jawab mengelola urusan keluarga.

Selain itu pekerja perempuan juga mengalami diskriminasi dalam hal penggajian dan kurang mendapat hak-hak yang menyangkut kesehatan reproduksi di tempat kerja (Kementrian Koordinator Bidang Kesra, 2005). Masih banyak perempuan yang termasuk dalam kategori pekerja keluarga yang tidak dibayar (tidak mendapat upah). Kemudian lebih dari separuh perempuan yang bekerja terkonsentrasi dalam pekerjaan yang bergaji rendah (Nurlasera, 2010).

Hastuti (2007) menyatakan, perempuan miskin tidak mempunyai prioritas untuk pengembangan sumber daya karena keterbatasan modal, pendidikan, dan keterampilan. Perempuan miskin akan semakin terpinggirkan ke sektor yang kurang produktif dan berpendapatan rendah. Hal ini didukung oleh konstruksi sosial budaya agar perempuan tetap berada pada posisi mengerjakan pekerjaan domestik dan pekerjaan yang kurang produktif karena hanya pekerjaan itu yang dianggap paling cocok untuk perempuan dengan rendahnya human capital yang dimiliki perempuan.

Dalam situasi dimana tingkat partisipasi perempuan rendah dalam angkatan kerja, intervensi sebaiknya diarahkan untuk memungkinkan para perempuan dalam rumahtangga miskin memperoleh pekerjaan produktif. Strategi ini merupakan cara efektif dalam menurunkan kemiskinan serta jumlah pekerja miskin. Langkah-langkah tersebut harus diarahkan untuk memudahkan masuknya perempuan ke dalam angkatan kerja dan aksesnya ke pekerjaan produktif yang dilengkapi dengan sistem perlindungan sosial (Kantor Perburuhan Internasional, 2010).

Dari data-data Susenas 2013 mengenai penduduk miskin dan tingkat partisipasi kerja perempuan di Kabupaten Jembrana, ada semacam keterkaitan antara kemiskinan dengan TPAK perempuan. Berdasarkan fenomena tersebut, menjadi hal penting sebagai latar belakang penelitian ini untuk melihat apakah terdapat hubungan antara kemiskinan dengan aktivitas ekonomi perempuan yang diukur dari beberapa variabel ekonomi dan sosial demografi. Selain fakta diatas, penelitian ini meneliti status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana dengan melihat beberapa pertimbangan, yaitu: 1) Dalam beberapa tahun terakhir Kabupaten Jembrana memiliki persentase penduduk miskin terbanyak bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali. 2) Pada tahun 2013, TPAK perempuan di Kabupaten Jembrana termasuk TPAK perempuan terendah kedua bila dibandingkan dengan seluruh kabupaten/kota di Provinsi Bali.

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis bagaimana pengaruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana tahun 2013, dilihat secara simultan maupun parsial. Selain itu, dianalisis juga variabel yang berpengaruh dominan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

KAJIAN PUSTAKA

Sebelum merumuskan program dan kebijakan-kebijakan yang efektif untuk memerangi sumber-sumber kemiskinan, diperlukan pengetahuan yang lebih mendalam mengenai siapa yang termasuk dalam kelompok miskin dan apa saja karakteristik ekonomi kelompok miskin tersebut. Beberapa karakteristik ekonomi kelompok masyarakat miskin yang digambarkan oleh Todaro dan Smith (2006) adalah sebagai berikut.

  • 1)    Kemiskinan di Perdesaan

Salah satu generalisasi yang terbilang valid mengenai penduduk miskin adalah pada umumnya bertempat tinggal di daerah-daerah pedesaan, dengan mata pencaharian pokok di bidang-bidang pertanian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang erat hubungannya dengan sektor ekonomi tradisional (biasanya dilakukan secara bersama-sama), kebanyakan perempuan dan anak-anak daripada laki-laki dewasa, dan sering terkonsentrasi di antara kelompok etnis minoritas dan penduduk pribumi.

  • 2)    Perempuan dan Kemiskinan

Berbagai penelitian mendapati bahwa seandainya sumbangan finansial perempuan di suatu keluarga meningkat atau relatif lebih tinggi, maka diskriminasi yang berlangsung terhadap anak-anak perempuan akan lebih rendah, dan kaum perempuan pun lebih mampu memenuhi kebutuhan-kebutuhannya sendiri dan juga kebutuhan anak-anaknya. Jika pendapatan di keluarga tersebut sangat rendah, maka boleh dikatakan seluruh hasil kerja atau pendapatan sang ibu akan dihabiskan hanya untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kecukupan gizi yang dibutuhkan. Akan tetapi, apabila yang bertambah adalah penghasilan sang bapak atau suami, maka bagian penghasilan keluarga yang akan digunakan untuk mencukupi kebutuhan gizi keluarga tidak akan bertambah terlalu banyak.

Kenyataan bahwa kesejahteraan perempuan dan anak-anak sangat dipengaruhi oleh rancangan kebijakan ekonomi pemerintah yang menggaris bawahi pentingnya memasukkan kaum perempuan ke dalam berbagai program pembangunan. Guna memperbaiki taraf hidup penduduk termiskin, peran ekonomi kaum perempuan harus diperhitungkan. Bertolak dari hal tersebut, maka peningkatan kesejahteraan keluarga hanya bisa diharapkan setelah adanya program-program pembangunan yang secara nyata akan mampu meningkatkan partisipasi

kaum perempuan dalam pendidikan dan pelatihan, penciptaan lapangan kerja di sektor formal, serta dalam pengembangan pertanian. Pemerintah juga dituntut untuk membuka akses yang sama besar kepada kaum perempuan dalam program-program pendidikan, bidang pelayanan sosial, penyediaan kesempatan kerja, dan kesejahteraan sosial.

  • 3)    Etnik Minoritas, Penduduk Pribumi, dan Kemiskinan

Generalisasi terakhir dari situasi kemiskinan di negara-negara berkembang adalah bahwa kemiskinan banyak diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi. Meskipun data rinci mengenai kemiskinan relatif yang diderita oleh etnik minoritas dan penduduk pribumi sulit diperoleh (karena pertimbangan-pertimbangan politik, hanya sedikit sekali negara yang bersedia mengangkat masalah ini), para peneliti kini mulai berhasil mengumpulkan data-data tentang penduduk pribumi di Amerika Latin. Hasilnya secara jelas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk pribumi itu sangat miskin dan mengalami malnutrisi, buta huruf, hidup dalam lingkungan kesehatan yang buruk, serta menganggur.

Terdapat beberapa penelitian sebelumnya yang membahas mengenai kemiskinan perempuan dan peran perempuan bekerja dalam mengurangi kemiskinan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel ekonomi dan sosial demografi terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. Penelitian Arjani (2007) menyimpulkan bahwa sampai saat ini jumlah penduduk miskin yang ada di Bali masih cukup tinggi dan kondisi kemiskinan ini lebih banyak dialami dan dirasakan oleh kaum perempuan. Kemiskinan yang dialami oleh kaum perempuan tidak hanya kemiskinan ekonomis, tetapi juga kemiskinan multidimensional seperti keterbatasan akses terhadap pendidikan, politik, ekonomi, informasi, kesehatan, dan lain-lain. Kemiskinan yang dialami oleh perempuan bersifat spesifik sehingga diperlukan penanganan yang khusus seperti halnya pendekatan penanggulangan kemiskinan yang berperspektif gender.

Antari (2008) melakukan penelitian di Kota Denpasar dengan menggunakan teknik Analisis Regresi Berganda menghasilkan bahwa faktor umur, tingkat pendidikan, jam kerja, jumlah anggota rumah tangga, dan modal finansial secara simultan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan perempuan miskin. Jam kerja dan modal finansial memberikan dampak dan pengaruh yang positif

terhadap pendapatan perempuan miskin, sedangkan umur, tingkat pendidikan, dan jumlah anggota rumahtangga tidak berpengaruh secara parsial terhadap pendapatan perempuan miskin.

Rahayu (2008) melakukan penelitian di Kabupaten Sleman dengan menggunakan Analisis Deskriptif, Analisis Regresi dan Korelasi, menghasilkan bahwa kontribusi pendapatan perempuan pekerja di sektor informal berperan besar dalam peningkatan pendapatan keluarga di Kabupaten Sleman. Hubungan antara tingkat pendidikan dengan pendapatan perempuan pekerja di sektor informal sangat kecil dan tidak signifikan. Sebagian besar perempuan bekerja di sektor informal dengan pendapatan per bulan di bawah Upah Minimum Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

Sementara itu penelitian Kamar (2010) menyimpulkan bahwa perubahan untuk memerdekakan perempuan tidak hanya dari satu sektor saja. Perubahan harus dilakukan dalam berbagai sektor, mulai dari pemberdayaan ekonomi perempuan, pendidikan perempuan, serta iklim dan tatanan sosial yang ramah terhadap perempuan. Pemberdayaan perempuan menjadi penting untuk menekan angka kemiskinan karena pemberdayaan merupakan proses yang pada saat bersamaan menjadi tujuan untuk membuka akses perempuan ke keadilan.

Javed dan Asif (2011) melakukan penelitian di Pakistan dengan menggunakan Analisis Regresi Logistik menghasilkan bahwa jumlah pendapatan, jumlah konsumsi, dan status kepala rumahtangga berpengaruh signifikan terhadap kemiskinan. Daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan jumlah pendapatan berpengaruh negatif terhadap kemiskinan, sedangkan kepala rumahtangga perempuan dan jumlah anggota rumahtangga berpengaruh positif terhadap kemiskinan.

Dari beberapa penelitian di atas, dapat diketahui bahwa perempuan yang bekerja memiliki peranan dalam peningkatan pendapatan keluarga dan dapat mengurangi kemiskinan dalam rumahtangga tersebut. Selain itu tingkat pendidikan perempuan juga sangat penting untuk mengatasi masalah kemiskinan. Pekerja perempuan yang bergerak di sektor informal dapat memberikan dampak yang cukup positif terhadap pendapatan keluarga. Jumlah anggota rumahtangga dan lapangan pekerjaan di bidang pertanian merupakan variabel yang dapat menambah kemiskinan.

Penelitian ini menggunakan teknik Analisis Regresi Logistik karena variabel tidak bebas yang digunakan memiliki skala nominal dengan dua kategori (miskin dan tidak miskin). Variabel bebas

yang digunakan dalam penelitian ini merupakan variabel yang diambil dari beberapa penelitian sebelumnya, seperti daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan, pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, dan status pekerjaan.

Berdasarkan pembahasan sebelumnya pada latar belakang masalah, tujuan penelitian, dan kajian pustaka, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1) Variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana dan 2) Variabel ekonomi (lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal) berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.Variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) berpengaruh positif dan signifikan, sedangkan variabel ekonomi (jam kerja) dan sosial demografi (tingkat pendidikan, pendapatan) berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan jenis data kuantitatif maupun kualitatif. Variabel yang termasuk dalam data kuantitatif adalah variabel jumlah anggota rumahtangga, pendapatan, dan jam kerja. Sementara yang termasuk dalam data kualitatif adalah variabel status ekonomi perempuan, daerah tempat tinggal, tingkat pendidikan, lapangan pekerjaan, serta status pekerjaan.Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yang diperoleh dari data mentah (raw data) Susenas Kabupaten Jembrana tahun 2013. Data sekunder tersebut diperoleh dengan cara mengunjungi instansi yang berwenang yaitu Bidang Integrasi Pengolahan dan Diseminasi Data (IPDS) BPS Provinsi Bali. Metode pengumpulan data yang digunakan peneliti adalah observasi non partisipan. Sebelum melakukan pengolahan data mentah Susenas, terlebih dahulu dilakukan proses select cases untuk memenuhi kriteria unit analisis penelitian.

Unit analisis yang termasuk dalam kriteria adalah penduduk perempuan di Kabupaten Jembrana, berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja. Unit analisis yang memenuhi kriteria tersebut adalah sebanyak 343 perempuan, yang terdiri dari 32 perempuan miskin dan 311 perempuan tidak miskin. Penelitian ini menggunakan beberapa variabel yang terdapat dalam Survei Susenas 2013. Variabel bebas yang digunakan adalah

variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan). Variabel tidak bebas dalam penelitian ini adalah status ekonomi perempuan. Variabel pendapatan, jam kerja, dan jumlah anggota rumahtangga merupakan data kuantitatif dengan skala rasio, sedangkan variabel lapangan pekerjaan, status pekerjaan, daerah tempat tinggal, dan tingkat pendidikan merupakan data kualitatif dengan skala nominal dan ordinal. Variabel status ekonomi perempuan merupakan variabel dengan skala nominal dimana “0” jika status perempuan masuk kategori tidak miskin dan “1” jika status perempuan masuk kategori miskin.

Penelitian ini menggunakan teknik analisis deskriptif dan analisis inferensia. Pengolahan data yang dilakukan pada penelitian ini seluruhnya menggunakan bantuan paket program aplikasi Sosial Package for Sosial Science (SPSS) version 22. Selanjutnya dari output yang dihasilkan akan dinterpretasi sesuai dengan tujuan penelitian. Analisis deskriptif dengan menggunakan tabulasi silang merupakan analisis sederhana tetapi cukup kuat untuk menggambarkan hubungan antar variabel. Analisis inferensia dengan menggunakan analisis regresi logistik bertujuan untuk mengukur nilai parameter serta pengambilan kesimpulan dari data sampel tentang populasi sebenarnya dan bertujuan untuk menguji hipotesis atau asumsi parameter populasi.

Analisis regresi logistik digunakan untuk menganalisis data yang berbentuk kategorik. Variabel tidak bebas berbentuk variabel biner yang terdiri dari dua kategori, sementara variabel bebasnya berbentuk variabel kontinu dan variabel kategori. Dari model yang terbentuk nantinya dapat dilihat variabel mana saja yang berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Selain itu model tersebut akan menunjukkan peluang kategori variabel tidak bebas untuk nilai variabel bebas tertentu.

Model persamaan regresi logistik adalah sebagai berikut.

Ln {π(x)/(1-π(x)}= β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 +…….+ β7X7 + e…….1

π(x)    = Peluang status perempuan masuk kategori

miskin

1-π(x) = Peluang status perempuan masuk kategori tidak miskin

Selanjutnya model tersebut disederhanakan menjadi.

Li = β0 + β1 X1 + β2 X2 + β3 X3 +β4 X4 + β5 X5 + β6 X6 + β7 X7 + ε……… 2

dimana:

Li = Peluang perempuan masuk kategori miskin atau tidak miskin, miskin = 1, tidak miskin = 0

X1 = Pendapatan (DPT), UMK = 0, > UMK = 1 X2 = Jam. Bekerja (JK), < 35 jam. = 0, 35 jam. = 1 X3 = Lapangan Pekerjaan (LK), sektor primer = 0, sektor sekunder = 1, sektor tersier = 1

X4 = Status Pekerjaan (SK), formal = 0, informal = 1

X5 = Daerah Tempat Tinggal (DTT), perkotaan = 0, perdesaan = 1

X6 = Jumlah Anggota Rumahtangga (ART), 4 orang = 0, > 4 orang =1.

X7 = Tingkat Pendidikan (DDK), tidak tamat/tamat SD = 0, tamat SMP = 1, tamat SMA = 1

  • 1)    Uji Simultan (G2)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengaruh seluruh variabel bebas secara simultan di dalam model dan untuk melihat apakah model yang digunakan dapat dianalisis lebih lanjut, dengan hipotesis:

H0: β1 = β2 =...= βi = 0; artinya variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) tidak berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan.

H1: Minimal satu β,0; artinya variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan.

Statistik Uji :

G 2 = - 2ln [ lT ]...................................3

_ lk _

dimana:

G² = Nilai G² hasil hitungan.

  • l0 = Likelihood tanpa variabel bebas.

lk = Likelihood dengan variabel bebas.

Statistik uji G² ini mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan db = p. Dari nilai yang didapat selanjutnya dibandingkan dengan khi-kuadrat tabel. Keputusan menolak Ho jika G² >c²0,10 ; db (r-1 ) ( k-1 ) atau p-value <α.

  • 2)    Uji Wald

Uji ini dilakukan untuk melihat pengaruh parameter βi secara parsial dalam model regresi logistik (Hosmer dan Lameshow, 1989) dengan hipotesis:

  • (1)    H0: βi = 0; artinya variabel ekonomi (lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan variabel sosial demografi (daerah tempat tinggal) tidak berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan.

H1: βi 0; artinya variabel ekonomi (lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan variabel sosial demografi (daerah tempat tinggal) berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan.

  • (2)    H0: βi0; artinya variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap status ekonomi perempuan.

  • (3)    H1: βi > 0; artinya variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) berpengaruh positif dan signifikan terhadap status ekonomiperempuan.

  • (4)    H0: βi0; artinya variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja) dan variabel sosial demografi (tingkat pendidikan) tidak berpengaruh negatif dan signifikan terhadap status ekonomi perempuan. H1: βi< 0; artinya variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja) dan variabel sosial demografi (tingkat pendidikan) berpengaruh negatif dan signifikan

    terhadap status ekonomi perempuan.

    Uji Wald diasumsikan mengikuti sebaran normal baku dengan statistik uji:


    W βˆi se


ˆ

WI

dimana:

  • =    Nilai Wald hasil hitungan,

  • =    Nilai penduga parameter β i

’(β ) = Nilai penduga galat baku parameter β i

4


Akan tetapi output SPSS menunjukkan bahwa nilai Wald yang didapat mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan db = 1, sehingga statistuk uji yang digunakan adalah:

W


βi

ˆ


se(βi)


5


Dari nilai yang didapat selanjutnya dibandingkan dengan nilai χ2 table, Keputusan menolak Ho jika W >χ2tabel atau p-value <α, dengan α yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 5 persen. Hal ini berarti

bahwa parameter tersebut mempunyai pengaruh

yang berarti terhadap peubah responnya sehingga dapat dimasukkan dalam model.

HASIL DAN PEMBAHASAN

  • 1)    Analisis Deskriptif

Pada bagian ini akan dijelaskan karakteristik perempuan yang berusia 15 tahun ke atas, berstatus

sebagai istri, dan bekerja di Kabupaten Jembrana dengan memperhatikan variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, dan status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan).

Tabel 1

Persentase Perempuan Menurut Karakteristik Ekonomi dan Sosial Demografi di Kabupaten Jembrana Tahun 2013

Variabel

Kategori

Persentase (%)

Status Ekonomi Perempuan

Miskin (≤ Rp. 298.003)

9,33

(MISKIN)

Tidak Miskin ( > Rp. 298.003)

90,67

Pendapatan (DPT)

≤ UMK (≤ Rp. 1.212.500)

> UMK (> Rp. 1.212.500)

85,42

14,58

Jam Kerja (JKR)

< 35 jam

≥ 35 jam

43,44

56,56

Sektor Primer

31,79

Lapangan Pekerjaan (LKR)

Sektor Sekunder

24,77

Sektor Tersier

43,44

Status Pekerjaan (SKR)

Formal

Informal

26,82

73,18

Daerah Tempat Tinggal (DTT)

Perkotaan Perdesaan

46,06

53,94

Jumlah Anggota Rumahtangga (ART)

≤ 4 orang

> 4 orang

76,38

23,62

≤ SD

65,60

Tingkat Pendidikan (DDK)

Tamat SMP

12,53

Tamat SMA ke atas

21,87

Sumber: Hasil penelitian diolah, 2015

a)


Status Ekonomi Perempuan

Dari 343 perempuan yang menjadi sampel, sebagian besar perempuan berstatus tidak miskin (90,67 persen), sedangkan sisanya yaitu sebesar 9,33 persen berstatus miskin. Data ini menunjukkan bahwa jumlah perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja yang berstatus miskin di Kabupaten Jembrana tidak terlalu banyak. Hal ini dimungkinkan karena perempuan tersebut bukan sebagai kepala rumahtangga. Dengan demikian terdapat lebih dari satu orang yang bekerja atau mencari nafkah dalam satu keluarga. Semakin banyak orang yang bekerja dalam satu keluarga maka akan semakin banyak pendapatan yang diterima dalam keluarga tersebut, sehingga kecenderungan untuk menjadi miskin semakin berkurang.

b)


Pendapatan

Dilihat dari jumlah pendapatan yang diterima dalam sebulan, sebanyak 85,42 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri dan bekerja yang memiliki pendapatan kurang dari atau sama dengan Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) Kabupaten Jembrana. Dengan demikian perempuan yang memiliki pendapatan di atas UMK hanya sebanyak 14,58 persen. Dalam bekerja perempuan cenderung mendapat upah yang lebih rendah daripada laki-laki. Sementara perempuan juga sulit mendapatkan pekerjaan yang berupah tinggi. Di daerah perkotaan pun perempuan lebih sulit mendapatkan pekerjaan formal di perusahaan swasta maupun lembaga pemerintahan. Akibatnya perempuan terpaksa bekerja di bidang yang berpenghasilan rendah.

  • c)    Jam Kerja

Menurut jam kerja, terdapat 43,44 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas dan berstatus sebagai istri yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu, sedangkan yang bekerja dalam waktu 35 jam ke atas seminggu (jam kerja normal) sebanyak 56,56 persen. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2013, jumlah perempuan berusia 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu lalu sebanyak 51,48 persen bekerja selama 35 jam ke atas. Sisanya sebanyak 48,52 persen perempuan bekerja kurang dari 35 jam seminggu. Semakin panjang alokasi waktu perempuan untuk bekerja, maka jumlah pendapatan yang diterima cenderung semakin besar. Meskipun demikian tidak jarang perempuan yang memiliki jam kerja lebih panjang namun tidak menghasilkan karena sebagai pekerja keluarga atau pekerja tidak dibayar.

  • d)    Lapangan Pekerjaan

Lapangan pekerjaan dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sektor primer yang terdiri dari pertanian, pertambangan, dan penggalian; sektor sekunder yang terdiri dari industri, listrik, gas, air, dan konstruksi;serta sektor tersier yang terdiri dari perdagangan, hotel, restoran, transportasi, keuangan, dan jasa-jasa. Perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja di sektor tersier sebanyak 43,44 persen, kemudian diikuti oleh sektor primer sebanyak 31,79 persen, dan sektor sekunder sebanyak 24,77 persen. Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil Sakernas Agustus 2013 dimana perempuan berusia 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu lalu setengahnya bekerja di sektor tersier yaitu sebanyak 50,10 persen. Sementara perempuan yang bekerja di sektor primer dan sekunder masing-masing sebanyak 26,48 persen dan 23,41 persen.

  • e)    Status Pekerjaan

Status pekerjaan dibagi menjadi dua kategori yaitu formal yang terdiri dari berusaha dibantu buruh dibayar/buruh tetap dan buruh/pegawai/ karyawan serta informal yang terdiri dari berusaha sendiri, berusaha dibantu buruh tidak dibayar/buruh tidak tetap, pekerja bebas, dan pekerja keluarga. Menurut status pekerjaan, sebagian besar perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja sebagai pekerja informal sebanyak 73,18 persen. Sementara perempuan yang bekerja sebagai

pekerja formal hanya sebanyak 26,82 persen. Berdasarkan hasil Sakernas Agustus 2013, perempuan berusia 15 tahun ke atas yang bekerja selama seminggu lalu berstatus sebagai pekerja informal sebanyak 70,07 persen, sedangkan yang berstatus sebagai pekerja formal hanya sebanyak 29,93 persen.

  • f)    Daerah Tempat Tinggal

Dilihat dari daerah tempat tinggal, terdapat 46,06 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja tinggal di daerah perkotaan, sedangkan yang tinggal di daerah perdesaan sebanyak 53,94 persen. Berdasarkan hasil Susenas September 2013, jumlah persentase penduduk miskin di Provinsi Bali yang tinggal di daerah perkotaan sebanyak 4,17 persen, sedangkan yang tinggal di daerah perdesaan sebanyak 5,00 persen. Dari beberapa penelitian sebelumnya terlihat bahwa penduduk miskin cenderung tinggal di daerah perdesaan daripada di perkotaan. Sebagian besar penduduk miskin di daerah perdesaaan bekerja di sektor pertanian, baik sebagai petani subsisten atau sebagai buruh tani dengan penghasilan rendah.

  • g)    Jumlah Anggota Rumahtangga

Berdasarkan jumlah anggota rumahtangga, sebanyak 76,38 persen perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kurang dari sama dengan empat orang, sedangkan sisanya sebanyak 21,62 persen perempuan yang memiliki anggota rumah tangga di atas empat orang. Hal ini sejalan dengan persentase jumlah perempuan yang berstatus tidak miskin pada pembahasan sebelumnya, dimana jumlah perempuan yang berstatus tidak miskin lebih banyak daripada perempuan berstatus miskin.

  • h)    Tingkat Pendidikan

Menurut tingkat pendidikan, sebagian besar(65,60 persen) perempuan berusia 15 tahun ke atas, berstatus sebagai istri, dan bekerja yang berpendidikan SD ke bawah. Kemudian diikuti oleh perempuan berpendidikan SMA ke atas sebanyak 21,87 persen, sedangkan yang berpendidikan SMP hanya sebanyak 12,53 persen.Pengelompokan tingkat pendidikan perempuan didasarkan pada ijazah tertinggi yang dimiliki oleh perempuan. Dengan demikian pekerja perempuan di Kabupaten Jembrana masih didominasi oleh perempuan yang berpendidikan rendah.

  • 2)    Analisis Regresi Logistik

  • (1)    Uji Simultan

Untuk melihat apakah model yang digunakan dapat dianalisis lebih lanjut maka digunakan overall test dengan uji G2. Berdasarkan output Omnibus Test, nilai G2 sebesar 2672,540 dan memiliki nilai signifikansi 0,000 atau kurang dari α sebesar 0,05. Sehingga keputusan yang diambil adalah menolak Ho, artinya minimal ada satu variabel bebas yang berpengaruh secara signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Hal ini berarti variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa seluruh variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) secara bersama-sama mempengaruhi variabel status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

  • (2)    Uji Parsial

Untuk melihat pengaruh variabel bebas secara individual maka digunakan partial test dengan uji Wald. Untuk melihat kecenderungan variabel bebas terhadap

variabel tidak bebas dapat dilihat dari angka odds ratio atau Exp(β) yang terdapat dalam model regresi logistik. Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa variabel ekonomi (jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) memiliki nilai signifikansi yang kurang dari nilai α sebesar 0,05.Sehingga keputusan yang diambil adalah menolak Ho, artinya variabel ekonomi (lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal) berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan, sedangkan variabel ekonomi (jam kerja) dan sosial demografi (tingkat pendidikan) berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan. Variabel ekonomi (pendapatan) memiliki nilai signifikansi sebesar 0,969 atau lebih besar dari α sebesar 0,05, maka keputusan yang diambil adalah tidak menolak Ho, artinya variabel pendapatan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan tidak akan diinterpretasi dengan odds ratio agar tidak terjadi interpretasi yang bias.

Tabel 2

Nilai Signifikansi Parameter Model Regresi Logistik

Variabel

β

Wald

Sig

Exp(β)

Keputusan

Pendapatan (DPT)

-18,988

0,001

0,975

0,000

Ho Tidak Ditolak

Jam Kerja (JKR)

-0,684

512,116

0,000

0,504

Tolak Ho

Lapangan Pekerjaan (LKR)

-

53,651

0,000

-

Tolak Ho

(LKR1)

-0,138

11,031

0,001

0,871

Tolak Ho

(LKR2)

0,136

14,519

0,000

1,146

Tolak Ho

Status Pekerjaan (SK)

-0,461

155,637

0,000

0,630

Tolak Ho

Daerah Tempat Tinggal (DTT)

0,126

18,015

0,000

1,135

Tolak Ho

Jumlah Anggota Rumahtangga (ART) Tingkat Pendidikan

0,680

486,472

0,000

1,974

Tolak Ho

(DDK)

-

241,461

0,000

-

Tolak Ho

(DDK1)

-0,778

178,775

0,000

0,459

Tolak Ho

(DDK2)

-0,403

96,763

0,000

0,668

Tolak Ho

Sumber: Hasil penelitian diolah, 2015


  • a)    Pengaruh Jam Kerja

Menurut jam kerja, sebanyak 43,44 persen penduduk perempuan bekerja kurang dari 35 jam dalam seminggu, sementara sisanya 56,56 persen bekerja selama 35 jam ke atas dalam seminggu. Kecenderungan seorang perempuan yang bekerja 35 jam ke atas dalam seminggu untuk berstatus miskin adalah 0,504 kali dibandingkan dengan perempuan yang bekerja selama kurang dari 35 jam seminggu. Hal ini berarti semakin lama jam kerja perempuan maka kecenderungan untuk berstatus miskin semakin rendah. Dengan demikian variabel jam kerja berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

  • b)    Pengaruh Lapangan Pekerjaan

Sebagian besar perempuan bekerja di sektor tersier yaitu sebesar 43,44 persen, sedangkan yang bekerja di sektor primer sebesar 31,79 persen dan sisanya di sektor sekunder sebesar 24,77 persen. Kecenderungan seorang perempuan yang bekerja di sektor sekunder untuk berstatus miskin adalah 0,871 kali dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor primer, sedangkan perempuan yang bekerja di sektor tersier memiliki kecenderungan untuk berstatus miskin sebesar 1,146 kali dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor primer. Hasil ini menunjukkan perempuan yang bekerja di sektor sekunder cenderung berstatus tidak miskin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor primer, sedangkan perempuan yang bekerja di sektor tersier cenderung berstatus miskin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor primer.

  • c)    Pengaruh Status Pekerjaan

Menurut status pekerjaan, sebagian besar perempuan bekerja di sektor informal yaitu sebanyak 73,18 persen, sisanya sebanyak 26,82 persen bekerja di sektor formal. Kecenderungan seorang perempuan yang bekerja di sektor informal untuk berstatus miskin adalah 0,630 kali dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor formal. Hasil ini menunjukkan perempuan yang bekerja di sektor informal cenderung berstatus tidak miskin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor formal.

  • d)    Pengaruh Daerah Tempat Tinggal

Dari seluruh unit observasi, sebanyak 46,06 persen penduduk perempuan tinggal di

perkotaan, dan sisanya 53,94 persen tinggal di perdesaan. Kecenderungan seorang perempuan yang tinggal di daerah perdesaan untuk berstatus miskin adalah 1,135 kali dibandingkan dengan perempuan di daerah perkotaan. Hal ini menunjukkan perempuan yang tinggal di daerah perdesaan cenderung berstatus miskin dibandingkan dengan perempuan di daerah perkotaan.

  • e)    Pengaruh Jumlah Anggota Rumahtangga

Menurut jumlah anggota rumahtangga, sebagian besar perempuan (76,38 persen) memiliki jumlah anggota rumahtangga kurang dari sama dengan 4 orang, sedangkan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga lebih dari 4 orang sebanyak 23,62 persen. Kecenderungan seorang perempuan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga lebih dari 4 orang untuk berstatus miskin adalah 1,974 kali dibandingkan dengan perempuan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kurang dari sama dengan 4 orang. Hal ini berarti semakin banyak jumlah anggota rumahtangga maka kecenderungan perempuan untuk berstatus miskin semakin meningkat. Dengan demikian variabel jumlah anggota rumahtangga berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

  • f)    Pengaruh Tingkat Pendidikan

Sebagian besar perempuan berpendidikan tamat SD ke bawah yaitu sebesar 65,60 persen, sedangkan yang berpendidikan tamat SMA ke atas hanya sebesar 21,87 persen. Kecenderungan seorang perempuan yang berpendidikan tamat SMP untuk berstatus miskin adalah 0,459 kali dibandingkan dengan perempuan yang berpendidikan tamat SD ke bawah, sementara perempuan yang berpendidikan tamat SMA ke atas untuk berstatus miskin adalah 0,668 kali dibandingkan dengan perempuan yang berpendidikan tamat SD ke bawah. Hal ini berarti semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan maka kecenderungan untuk berstatus miskin semakin rendah. Variabel tingkat pendidikan berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana.

  • g)    Variabel yang Dominan Berpengaruh Variabel jumlah anggota rumahtangga memiliki nilai Exp (β) terbesar (1,974) jika dibandingkan dengan variabel bebas lainnya. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa variabel jumlah anggota rumahtangga merupakan variabel bebas yang dominan berpengaruh terhadap status ekonomi perempuan. Kecenderungan seorang perempuan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga lebih dari 4 orang untuk berstatus miskin adalah 1,989 kali dibandingkan dengan perempuan yang memiliki jumlah anggota rumahtangga kurang dari sama dengan 4 orang. Hal ini berarti semakin banyak jumlah anggota rumahtangga, maka kecenderungan perempuan untuk berstatus miskin semakin meningkat. Dari hasil yang didapat, penelitian ini masih bisa lebih disempurnakan pada penelitian-penelitian serupa selanjutnya. Terutama dari segi sampel yang bisa ditambah jumlahnya, sehingga pola kemiskinannya makin terlihat dan dapat dicari strategi apa yang dapat mengatasi kemiskinan dengan memberdayakan perempuan dari segi ekonomi maupun sosial demografi.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan sebelumnya, maka dapat disimpulkan pada penelitian ini, yaitu. 1) Variabel ekonomi (pendapatan, jam kerja, lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal, jumlah anggota rumahtangga, tingkat pendidikan) berpengaruh signifikan secara simultan terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 2) Variabel ekonomi (lapangan pekerjaan, status pekerjaan) dan sosial demografi (daerah tempat tinggal) berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Variabel sosial demografi (jumlah anggota rumahtangga) berpengaruh positif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan. Variabel ekonomi (jam kerja) dan sosial demografi (tingkat pendidikan) berpengaruh negatif dan signifikan secara parsial terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana. 3) Variabel yang dominan berpengaruh terhadap status ekonomi perempuan di Kabupaten Jembrana adalah variabel jumlah anggota rumahtangga.

Saran

Beberapa saran yang dapat diberikan dalam penelitian ini, yaitu. 1) Variabel daerah tempat tinggal berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Perempuan yang tinggal di daerah perdesaan cenderung berstatus miskin dibandingkan dengan perempuan di daerah perkotaan. Oleh karena itu, setiap kebijakan pemerintah daerah yang

bertujuan untuk menanggulangi kemiskinan sebaiknya ditujukan pada program pembangunan di perdesaan. Program-program tersebut diantaranya adalah program pendidikan, bidang pelayanan sosial, penyediaan kesempatan kerja, dan kesejahteraan sosial. 2) Variabel tingkat pendidikan berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Semakin tinggi tingkat pendidikan perempuan maka kecenderungan untuk berstatus miskin semakin rendah. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu meningkatkan partisipasi kaum perempuan dalam pendidikan dan pelatihan keterampilan kerja, baik pendidikan secara formal maupun non formal. 3) Variabel status pekerjaan berpengaruh signifikan terhadap status ekonomi perempuan. Perempuan yang bekerja di sektor informal cenderung berstatus tidak miskin dibandingkan dengan perempuan yang bekerja di sektor formal. Oleh karena itu, pemerintah daerah perlu menciptakan lapangan pekerjaan di sektor formal bagi perempuan serta meningkatkan akses kaum perempuan untuk memperoleh kesempatan pekerjaan yang layak di sektor formal.

REFERENSI

Abdourahman, Omar I. 2010. Time Poverty: A Contributor to Women’s Poverty. The African Statistical Journal, 11:16-37.

Antari, Sagung. 2008. The Analysis of Several Influencing Factors to The Women’s Income (Mother of Household) at Poor Family in Sesetan Village, South Denpasar Subdistrict, Denpasar City. Jurnal Ekonomi dan Sosial, 1(2):129-134.

Arjani, Ni Luh. 2007. Feminisasi Kemiskinan Dalam Kultur Patriarki. Jurnal Studi Jender Srikandi, 6(1):1-10.

Arsyad, Muhammad. 2008. Peran Perempuan Desa Dalam Memenuhi Ekonomi Rumah Tangga. Jurnal Sumber Daya Insani, 1:107-137.

BPS RI. 2008.Analisis dan Penghitungan Tingkat Kemiskinan 2008. Jakarta: 2008.

BPS Provinsi Bali. 2014. Bali Dalam Angka 2014. Denpasar: BPS Provinsi Bali.

____ . 2014. Statistik Ketenagakerjaan Provinsi Bali 2013. Denpasar: BPS Provinsi Bali.

BPS Kabupaten Jembrana. 2014. Jembrana Dalam Angka 2014.Jembrana: BPS Kabupaten Jembrana.

Hastuti. 2007. Kemandirian Perempuan Miskin. Universitas Negeri Yogyakarta. Laporan Penelitian Nomor: 717.

Javed, and Ayesha Asif. 2011. Female Households and Poverty: A Case Study of Faisalabad

District. International Journal of Peace and Development Studies, 2(2):37-44.

Kamar, S. Amirul. 2010. Peranan Perempuan Dalam Pengentasan Kemiskinan. Warta Dharmawangsa: Majalah Ilmiah, 24:107-123

Kantor Perburuhan Internasional. 2004. Jender dan Kemiskinan. Jakarta: ILO.

Kementrian Koordinator Bidang Kesra. 2005. Strategi Nasional Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Kemenkokesra.

Nehen, Ketut. 2012. Perekonomian Indonesia. Denpasar: Udayana University Press.

Nurlasera. 2010. Peranan Pekerja Perempuan Dalam Mengurangi Tingkat Kemiskinan di Indonesia. Jurnal Ekonomi Bisnis, 1(2):121-130.

Rahayu, Kusmaryati D. 2008. Peran Perempuan Pekerja di Sektor Informal Dalam Peningkatan Pendapatan Keluarga di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Jurnal Optimal, 5(3):225-236.

Todaro, Michael P, dan Stephen C. Smith. 2006.Pembangunan Ekonomi Edisi Kesembilan (Terjemahan) Jilid I. Jakarta: Erlangga.