BULETIN

EKONOMI


STUDI


BULETIN STUDI EKONOMI

Available online at https://ojs.unud.ac.id/index.php/bse/index

Vol. 28 No. 02, Agustus 2023, pages: 177-187

ISSN : 1410-4628

e-ISSN: 2580-5312


ANALISIS DAMPAK DIKELUARKANNYA KEBIJAKAN QUANTITATIVE EASING THE FED TERHADAP KURS RUPIAH/USD

I Gusti Ngurah Bagus Bayu Palguna Muliarta1 Anak Agung Bagus Putu Widanta2

Abstract

Keywords:

Dollar Exchange Rate;

IHSG;

The Fed's Interest Rate;

Quantitative Easing;

ARDL.

This study aims to analyze both domestic and foreign factors such as US interest rates, the Fed's quantitative easing policy and the IHSG which affect the dollar exchange rate against the rupiah in the short and long term. The analysis technique used in this study is ARDL (Auto-Regressive Distributed Lag). The data used in this study is in the form of secondary data in the monthly period in the form of time series data. The results showed that the Fed's interest rate at lag 0 had a negative and significant effect on the dollar exchange rate on the rupiah in the short term, the Fed's interest rates at lag-1 and lag-3 had a positive and significant effect on the dollar exchange rate on the rupiah in the short term. IHSG at lag-0 has a negative and significant effect on the dollar exchange rate against the rupiah in the short term. The Fed's quantitative easing monetary policy as a dummy variable has a positive and significant effect on the dollar exchange rate against the rupiah. In the long term, the results of the study show that the Fed's interest rate has a significant positive effect on the dollar exchange rate against the rupiah, while the JCI has a negative but not significant effect on the dollar

exchange rate against the rupiah.

Kata Kunci:

Abstrak

Kurs Dollar;

IHSG;

Suku Bunga The Fed;

Quantitative Easing;

ARDL.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor-faktor baik dari dalam maupun luar negeri seperti suku bunga acuan Amerika, kebijakan quantitative easing The Fed serta IHSG yang mempengaruhi kurs dollar terhadap rupiah dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah ARDL (Auto-

Regressive Distributed Lag). Data yang digunakan dalam penelitian ini

Koresponding:

Fakulas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia

Email:

[email protected]

adalah berupa data sekunder dalam periode bulanan berbentuk data time series. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga The Fed pada lag ke-0 berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs dollar atas rupiah dalam jangka pendek, suku bunga The Fed lag-1 dan lag-3 berpengaruh positif dan siginifikan terhadap kurs dollar atas rupiah dalam jangka pendek. IHSG pada lag-0 berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs dollar atas rupiah dalam jangka pendek. Kebijakan moneter quantitative easing The Fed sebagai variabel dummy berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs dollar atas rupiah. Dalam pengaruh jangka panjang hasil penelitian menunjukkan bahwa suku bunga The Fed berpengaruh positif signifikan terhadap kurs dollar atas rupiah sedangkan IHSG berpengaruh negarif tetapi tidak signifikan terhadap kurs dollar atas rupiah.

Fakulas Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana, Bali, Indonesia Email: [email protected]

PENDAHULUAN

Perdagangan internasional menciptakan adanya suatu pertukaran barang ataupun jasa dimana pada tiap proses pertukaran tersebut membutuhkan adanya suatu mata uang yang digunakan sebagai harga dari barang dan jasa yang diperjual belikan. Peran dari mata uang tersebut adalah sebagai acuan daripada kinerja sebuah perekonomian untuk menjalankan semua kegiatan ekonomi baik domestik maupun luar negeri sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap mata uang (Saputro, 2020). Dalam penyesuaian mata uang, terdapat suatu harga yang dinamakan nilai tukar. Dalam sebuah pertukaran barang dan jasa, nilai tukar dianggap memiliki peran utama dalam perdagangan internasional yang mana dengan adanya nilai tukar dapat menimbulkan perbandingan antara harga barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu negara. Pentingnya peranan dari nilai tukar mata uang baik pada negara berkembang maupun maju dapat mendorong suatu pemerintahan untuk menentukan berbagai cara kebijakan dalam menjaga kondisi nilai tukar mata uang suatu negara dalam keadaan stabil (Sakir, et al., 2020). Mata uang yang dijadikan sеbagai pеmbanding dalam tukar mеnukar mata uang adalah dollar Amеrika Sеrikat (USD) yang mеrupakan salah satu mata uang yang kuat dan mеrupakan mata uang acuan bagi sеbagian bеsar nеgara bеrkеmbang.

Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat pada tahun sebelumya yaitu 2016, disebabkan oleh faktor eksternal, dimana kondisi perekonomian global belum pulih (Sakir, et al., 2020). China ialah tujuan utama untuk ekspor barang lokal dari Indonesia, yaitu menerapkan kebijakan devaluasi mata uang, sehingga mempengaruhi harga dan permintaan komoditas (Sakir, et al., 2020). Pertumbuhan ekonomi RI sepanjang 2017 terbilang cukup kondusif, bahkan pertumbuhannya dinilai lebih baik di antara negara berkembang lainnya, hingga pada penutupan tahun 2017 rupiah bergerak di level Rp13.500 (Putri, et al., 2019). Nilai tukar Rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mengalami pelemahan selama tahun 2018. Menurut Badan Pusat Statistik (2018), pada tahun ini, penurunan nilai tukar rupiah lebih tinggi dibanding 2017, tekanan terhadap rupiah meningkat seiring kuatnya ketidakpastian pasar keuangan global ini memicu penguatan dolar AS secara meluas bahkan rupiah melemah ke level Rp15.200, namun di penghujung tahun bisa menguat lagi ke level Rp14.500-an. Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika per Desember 2018 berada di level Rp14.481. Nilai tukar Rupiah tercatat melemah Rp939 atau 6,9% dalam setahun.

Pada tahun 2019 akhir dan 2020 awal, nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat kembali mengalami depresiasi yang cukup dalam akibat pandemi virus corona yang menjadi pandemi global di seluruh dunia (Fatmasita, 2021). Berdasarkan grafik di atas bisa dilihat bahwa kondisi nilai tukar rupiah sejak 16 maret hingga 21 April 2020 kondisinya tidak stabil. Nilai tukar rupiah sering melemah di masa-masa awal terjadinya pandemi virus corona. Menurut Badan Pusat Statistik (2020), pada tanggal 16 Maret 2020 nilai tukar dollar seharga Rp 14.743, di mana waktu itu nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika masih dalam golongan normal. Adanya aturan oleh pemerintah untuk tetap dirumah saja banyak terjadi panik buying yang menyebabkan nilai tukar dollar anjlok yang terparah (Fatmasita, 2021), pada 2 April 2020 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika anjlok ke angka Rp 16.65. Pada 17 April 2020 rupiah menguat ke angka Rp 15.425, namun pada tanggal 20 April 2020 nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika kembali melemah ke angka Rp15.465 dan menurun kembali di tanggal 21 April 2020 ke angka Rp 15.564. Pada periode November – Desember 2020, nilai rupiah kembali mengalami penguatan seiring dengan kejelasan pengembangan vaksin virus corona di dunia dan kebijakan moneter non konvensial The Fed Amerika Serikat (Haryanto, 2020). Kurs rupiah terhadap dollar Amerika bahkan sempat kembali ke posisi Rp14.065 pada 09 November 2020 lalu sebelum bergerak di level Rp14.080 hingga Rp14.200 sepanjang bulan Desember. Menurut Badan Pusat Statistik (2021), nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika bergerak lebih stabil di 2021 ini. Rata-rata nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika akan berada dalam kisaran Rp14.100-Rp14.600. nilai tukar rupiah

179 e-ISSN: 2580-5312 terhadap dollar Amerika terkendali didukung langkah stabilisasi BI (Haryanto, 2020). Nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika terhadap rupiah pada tahun 2021 berada di level Rp 14.250, rupiah hanya melemah 1,36% atas dolar AS. Pada semester 1 tahun 2022 rupiah kembali mengalami fluktuasi ditengah isu pengumuman keniakan suku bunga The Fed. Kurs rupiah melemah dan ditutup pada di level Rp 14.853 di semester 1 tahun 2022.

Nilai Tukar dapat menimbulkan dampak positif pada suatu negara, baik negara sedang berkembang maupun maju yang mana antara domestik dan luar negeri melakukan transaksi dan terjadi dominasi perdagangan. Akibat dari proses dominasi perdagangan, pergerakan fluktuasi nilai tukar menyebabkan persaingan dalam jangka panjang sehingga pentingnya upaya untuk tetap menjaga posisi nilai tukar mata uang suatu negara dalam kondisi stabil (Usher & Pradita, 2018). Kurs mata uang domestik terhadap dollar Amerika menjadi acuan dalam setiap menentukan jalannya kegiatan ekspor impor oleh para pelaku usaha, seringkali faktor yang sangat berpengaruh dalam fluktuasi nilai tukar mata uang disebabkan karena kondisi ekonomi global ataupun kebijakan Bank Sentral Amerika (Zakaria, et al., 2020). Indonesia dikatakan memiliki surplus dalam neraca perdagangan apabila nilai eskpor lebih besar daripada impor, sedangkan neraca perdagangan dikatakan defisit apabila nilai impor lebih besar daripada ekspor (pengeluaran ke luar negeri lebih besar daripada pemasukan ke dalam negeri). Jika nilai tukar rupiah terus menguat, maka dampak yang akan ditimbulkan adalah pada transaksi ekspor. Penguatan nilai tukar rupiah secara terus menerus akan merugikan transaksi ekspor yang dimana, jika rupiah terus menguat, maka pendapatan yang diterima negara akan turun, sehingga, jika Indonesia memiliki banyak transaksi ekspor dan mata uang rupiah menguat terus, maka hal ini bisa merugikan eksportir, dan bisa memungkinkan adanya defisit neraca perdagangan (Dewi, 2020).

Pada umumnya investasi dibedakan menjadi dua, yaitu investasi pada financial asset dan investasi pada real asset , investasi pada financial asset dilakukan di pasar uang, misalnya berupa sertifikat deposito, commercial paper, surat berharga pasar uang, saham dan lain sebagainya. Sedangkan investasi pada real asset diwujudkan dalam bentuk pembelian aset produktif, pendirian pabrik, pembukaan pertambangan, pembukaan perkebunan dan lainnya (Rahmawati, et al., 2017). Investasi portfolio (portfolio investment) merupakan investasi yang dana investasinya tidak diwujudkan langsung sebagai alat-alat produksi, melainkan ditanam pada pasar modal dalam bentuk instrument keuangan seperti saham dan obligasi. Investasi jenis ini merupakan jenis investasi yang lebih bebas bergerak (Usher & Pradita, 2018). Pasar modal merupakan salah satu alat penggerak perekonomian di suatu negara, karena pasar modal merupakan sarana pembentuk modal dan akumulasi dana jangka panjang yang diarahkan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penggerakan dana guna menunjang pembiayaan pembangunan nasional (Setiawan, 2019). Pasar modal yang mengalami peningkatan (bullish) atau mengalami penurunan (bearish) terlihat dari naik turunnya harga-harga saham yang tercermin melalui suatu pergerakan indeks atau lebih dikenal dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). IHSG merupakan nilai yang digunakan untuk mengukur kinerja gabungan seluruh saham (perusahaan/emiten) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah cerminan kegiatan pasar modal secara umum (Hendayanti & Nurhidayati, 2018). Terkait hubugan antara IHSG dan kurs adalah harga saham yang dicerminkan melalui IHSG mempengaruhi nilai tukar dan memiliki korelasi yang positif, karena IHSG yang turun menyebabkan permintaan uang domestik turun. Dampak dari permintaan uang domestik yang mneurun akan menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami depresiasi atau pelemahan. Turunnya permintaan uang domestik, akan menyebabkan depresiasi mata uang domestik yang dikarenakan keluarnya arus modal sehingga pasokan valuta asing dalam negeri berkurang. Sebaliknya, IHSG yang naik membuat investor asing menjadi tertarik dan bersedia untuk melakukan investasi pada suatu negara. Dengan demikian, mereka akan mendapatkan manfaat dari diversifikasi internasional. Situasi ini akan menyebabkan mata uang dalam negeri mengalami apresiasi karena masuknya arus modal (Suciningtias, 2019).

Aliran modal masuk bagi negara-negara emerging market seperti Indonesia merupakan sumber pembiayaan pembangunan dan dapat mendukung pengembangan dan pendalaman pasar keuangan domestik. Namun, pada saat aliran masuk sangat besar dan tidak dapat terserap oleh perekonomian secara keseluruhan, maka akan berimplikasi pada melemahnya daya saing ekspor karena kecenderungan terjadinya apresiasi nilai tukar yang melampaui kondisi fundamental (Mufidah, et al., 2018). Gejolak nilai tukar rupiah dapat dilihat dari sudut aliran modal yang keluar secara bertahap. Selain itu, gejolak nilai tukar akan berpengaruh terhadap perilaku masyarakat dalam memegang uang sehingga menjaga pertumbuhan ekonomi agar tetap stabil. Kondisi nilai tukar yang stabil dapat dicerminkan dari adanya aliran modal baik domestik maupun asing yang masuk ke Indonesia (Rizki Nurhuda, et al., 2021). Peningkatan tren investasi portofolio tersebut dapat mengakibatkan pertumbuhan di pasar finansial meningkat beserta likuiditas pasarnya (Usher & Pradita, 2018). Peningkatan investasi yang secara serentak dapat menjadi pemicu utama dalam pembiayaan aktivitas ekonomi. Indikator dalam melihat pergerakan tren investasi portofolio khususnya saham di Indonesia adalah Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Pandemi virus corona yang tengah melanda dunia saat ini merupakan salah satu penyebaran virus yang jangka waktunya terbilang panjang. Amerika Serikat yang merupakan salah satu negara adidaya di dunia juga merasakan dampak virus corona ini. Perlambatan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat tentunya akan berdampak kepada negara-negara lainnya terkhusus Negara Indonesia. Penurunan suku bunga acuan The Fed Amerika Serikat akan berdampak terhadap negara-negara lain karena penurunan suku bunga tersebut juga akan berdampak pada kekuatan mata uang dollar terhadap mata uang negara lain dan di sini rupiah juga terkena dampaknya (Dinata & Oktora, 2020). Salah satu faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah berfluktuasi yaitu keluarnya aliran modal dari Indonesia (Capital outflow) ini di sebabkan oleh naik turunya Suku Bunga The Fed, ketika suku bunga The Fed mengalami kenaikan maka akan menyebabkan dana asing akan keluar dari dalam negeri karena para investor akan lebih cenderung ingin menginvestasikan dananya di negara Amerika Serikat yang memiliki suku bunga lebih tinggi, sedangkan ketika suku bunga The Fed menurun maka para investor akan lebih tertatik untuk menanamkan modalnya di luar negeri karena akan mendapatkan return yang lebih tinggi dari investasi mereka yang diakibatkan oleh rendahnya suku bunga The Fed (Zakaria, et al., 2020). Pada tahun 2020, perekonomian global kembali diguncang oleh pandemi virus corona yang berasal dari China, akibat virus tersebut roda perkonomian dunia terhenti karena penyebaran virus yang begitu cepat sehingga tidak memungkinkan roda perkonomian bergerak seperti biasanya. Akibat perlambatan ekonomi ini, terjadi krisis dalam berbagai bidang khsuusnya dalam hal perekonomian. Dalam mengatasi masalah tersebut, selain menurunkan suku bunga acuan hingga mendekati nol persen, The Fed kembali melakukan hal yang sama seperti pada periode krisis yang dijelaskan di atas yaitu mengambil kebijakan moneter non konvensional yaitu quantitative easing yang kali ini bermuara pada peningkatan balance sheet The Fed. Pada bulan Maret tahun 2020 Bank Sentral AS mengeluarkan kebijakan quantitative easing (QE) tanpa batas. Rentetan program yang diluncurkan ini seperti yang dijelaskan sebelumnya yaitu bertujuan untuk membantu pasar berfungsi lebih efisien setelah terjadi kepanikan akibat pendemi virus corona (Rizki Nurhuda, et al., 2021). Berdasarkan pada latar belakang yang telah dipaparkan tersebut, maka penelitian ini ditunjukkan untuk menemukan bukti empiris dari dampak dikeluarkanya kebijakan moneter non konvensional The Fed yaitu quantitative easing, suku bunga acuam Amerika Serikat serta IHSG terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

METODE PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dampak dikeluarkannya kebijakan moneter non konvensional quantitative easing The Fed serta pengaruh variabel suku bunga acuam amerika dan IHSG baik jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika Serikat pada situasi perekenomian yang berbeda dari situasi sebelumnya dengan menggunakan analisis ARDL (AutoRegressive Distributed Lag). Lokasi pada penelitian ini berada pada wilayah Indonesia dan Amerika Serikat. Pemilihan wilayah ini dikarenakan dalam penelitian ini menganalisis dampak dikeluarkanya kebijakan moneter non konvensional The Fed yaitu quantitative easing, suku bunga acuam Amerika Serikat serta IHSG terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika Serikat dalam jangka pendek maupun jangka panjang pada situasi perekenomian yang berbeda dari situasi sebelumnya dengan menggunakan analisis ARDL (Auto-Regressive Distributed Lag). Ruang lingkup penelitian ini adalah ekonomi moneter internasional termasuk didalamnya adalah ekonomi moneter dan ekonomi makro. Pembahasan dalam penelitian ini melibatkan permasalahan yang terjadi pada Amerika Serikat yang berdampak pada negara yang lain. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Kurs Rupiah atas Dollar Amerika Serikat (Y). Variabel bebas pada penelitian ini adalah Suku Bunga Acuan Amerika Serikat (X1) dan Indeks Harga Saham Gabungan (X2). Variabel dummy dalam penelitian ini adalah Kebijakan Quantitative Easing The Fed dimana Variabel ini dinotasikan dengan dummy yang dimana periode sebelum diberlakukannya kebijakan quantitative easing dinotasikan dengan d = 0. Sedangkan pada periode diberlakukannya kebijakan quantitative easing dinotasikan dengan d = 1. Sampel pada penelitian ini adalah 66 Analisis data yang dilakukan menggunakan metode ARDL (Auto-Regressive Distributed Lag) pada penelitian ini dengan software Eviews Statistic 10.0.

Bentuk persamaan jangka pendek pada ARDL (Auto-Regressive Distributed Lag) adalah sebagai berikut

∆Yt = αo + ∙=1 au δyi-i + ∑1=1 α2i δxu-i + ∑1=1 a3i δxu-2 +F=1 a4ι X2t-1 + ∑^asix2t-2+VECTt-r + Ut(1)

Bentuk persamaan jangka panjang pada ARDL (Auto-Regressive Distributed Lag) adalah sebagai berikut :

Yt = βo + β1X1t + β1X2t + β3X3t + et......................................................................(2)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan software EViews 10.0 maka didapatkan hasil uji jangka pendek adalah sebagai berikut :

Tabel 1.

Hasil Uji Jangka Pendek ARDL

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

DSBFED

-0.034787

0.009355

-3.718358

0.0005

DSBEFD(-1)

0.020318

0.009947

2.042753

0.0462

DSBEFD(-2)

0.012691

0.009304

1.364098

0.1784

DSBEFD(-3)

0.028008

0.009428

2.970915

0.0045

DLOG(IHSG)

-0.171869

0.040194

-4.275976

0.0001

DUMMY

0.035903

0.007912

4.537940

0.0000

CointEq(-1)*

-0.341754

0.083633

-4.086333

0.0002

Sumber: Data Diolah, 2023

Berdasarkan hasil pengujian jangka pendek ARDL maka didapat persamaan ARDL jangka pendek adalah sebagai berikut :

og(KURS)τ = 3.5566 - 0.0347∆SBFEDτ + 0.0203∆SBFEDτ-1 + 0.0126∆SBFEDτ-2 +

. .        - —-----—                    . . . _    —. - —-            .....    —-----—

0.0280∆SBFEDτ-3 - 0.1718∆log(IHSG)τ + 0.0359DUMMY -

0.3417ECT-1...........................................................................................................(3)

Pengaruh Suku Bunga Acuan Amerika dalam Jangka Pendek. Suku bunga The Fed Amerika Serikat yang merupakan salah satu faktor eksternal juga berperan dalam pergerakan nilai kurs rupiah atas dollar Amerika Serikat pada penelitian ini. Berdasarkan hasil analisis data, variabel suku bunga The Fed lag-0 memiliki pengaruh tidak positif dan signifikan dalam jangka pendek terhadap kurs Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis karena setiap kenaikan satu satuan suku bunga The Fed menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan yang dimana hipotesis berkata bahwa suku bunga The Fed dan kurs seharusnya berpengaruh positif. Sedangkan, suku bunga The Fed pada lag-2 berpengaruh positif tetapi tidak siginifikan Hal ini tidak lepas dengan beberapa faktor eksternal dan internal dalam negeri yang menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan dalam Laporan Perkembangan Ekonomi Indonesia dan Dunia Tahun 2022 mengungkapkan penguatan indeks dollar sebelumnya terjadi mengikuti rilis indeks harga konsumen AS bulan Juni yang melonjak ke level tertinggi dalam empat dekade 8,6 persen Tingkat inflasi tahunan di AS meningkat menjadi 9,1% pada Juni 2022, tertinggi sejak November 1981, dari 8,6% pada Mei dan di atas perkiraan pasar sebesar 8,8%. Sementara itu, di dalam negeri terdapat sentimen positif dari realisasi penyerapan anggaran Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2022 dan juga kasus positif Covid-19 di Indonesia yang lebih rendah jika dibandingkan dengan negara lain. Lalu terkait dengan Covid-19, tingkat kesembuhan secara nasional telah mencapai 97 persen dan angka kematian 2,58 persen (Saputro, 2020).

Suku bunga The Fed pada lag-1 memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek terhadap kurs. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana suku bunga The Fed memliki pengaruh yang positif terhadap kurs rupiah/dollar. Hasil ini juga sesuai dengan teori Interest Rate Parity (IRP) yang diperkenalkan oleh Gustav Cassel pada 1918 yang dimana teori ini mengartikan hubungan antara pasar keuangan internasional dengan pasar valuta asing. IRP juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara tingkat depresiasi mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain dengan penetapan tingkat suku bunga. Hubungan antara suku bunga dengan kurs diartikan dengan melihat tingkat depresiasi nilai mata uang domestik dengan mata uang luar negeri serta suku bunga domestik lebih kecil dari suku bunga luar negeri, maka terjalin aliran dana ke luar negeri yang berdampak pada terdepresiasinya nilai tukar mata uang domestik terhadap mata uang asing atau luar negeri. Demikian pula sebaliknya apabila suku bunga luar negeri lebih rendah dari suku bunga domestik maka akan terjadi aliran dana dari luar negeri ke dalam negeri. Suku bunga The Fed pada lag-3 memiliki pengaruh positif dan signifikan dalam jangka pendek terhadap kurs. Hal ini sesuai dengan hipotesis dimana suku bunga The Fed memliki pengaruh yang positif terhadap kurs rupiah/dollar. Hasil ini juga sesuai dengan teori Interest Rate Parity (IRP) yang sebelumnya.

Terdapat penelitian terdahulu yang meneliti tentang suku bunga The Fed salah satunya yaitu penelitian yang dilakukan oleh Zakaria, et al., (2020) yang melakukan penelitian tentang Pengaruh Suku Bunga The Fed Terhadap Nilai Tukar di Indonesia menyatakan bahwa terhadap hubungan yang berpengaruh signifikan antara tingkat suku bunga The Fed terhadap nilai tukar rupiah dengan nilai statistic koefisien determinasi sebesar 0,2556 atau 25,56% artinya tingkat suku bunga The Fed berpengaruh sebesar 25,56% terhadap nilai tukar rupiah dan selebihnya 74,44% dipengaruhi oleh faktor lain di luar model. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Volkers (2019) yang meneliti tentang Pengaruh Inflasi, Ekspor, Impor dan Suku Bunga Luar Negeri Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Dolar Amerika pada periode 2014-2018 menyatakan bahwa suku bunga luar negeri dalam jangka pendek

183 e-ISSN: 2580-5312 berpengaruh negatif dan signifikan pada lag ke-5 dalam jangka pendek, suku bunga luar negeri cenderung akan menguatkan kurs rupiah atas dollar.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Miftahul Reski Putra Nasjum (2020) yang meneliti tentang Pengaruh Tingkat Suku Bunga Fed, Ekspor Neto, Stabilitas Politik dalam Negeri dan Tingkat Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia Tahun 2009-2018 menyatakan bahwa secara parsial tingkat suku bunga The Fed mempunyai hubungan positif dan berpengaruh signifikan terhadap nilai tukar dollar terhadap rupiah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ariana (2018) menyatakan bahwa kontribusi pengaruh yang terjadi antara rata-rata fed fund rate terhadap average return Dollar Amerika – Rupiah bernilai positif 0.451 sehingga ketika rata-rata fed fund rate meningkat sebesar 1%, maka average return Dollar Amerika – Rupiah akan meningkat sebesar 0.451% dan sebaliknya apabila rata-rata fed fund rate menurun sebesar 1%, maka average return Dollar Amerika – Rupiah akan menurun sebesar 0.451%.

Pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan dalam Jangka Pendek memiliki pengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs dalam jangka pendek. Hal ini sesuai dengan teori keseimbangan portofolio yang menjelaskan terdapat dampak pada permintaan dan penawaran mata uang suatu negara, yang pada akhirnya dapat mempengaruhi nilai tukar. Menurut teori keseimbangan portofolio, investor akan memilih portofolio yang menghasilkan imbal hasil yang optimal dengan tingkat risiko tertentu. Dalam konteks nilai tukar, investor akan mempertimbangkan risiko dan potensi keuntungan dari investasi di suatu negara. Jika suatu negara memiliki potensi keuntungan dan kondisi perokonomian yang baik khususnya pada instrumen investasi portofolio maka, investor asing cenderung akan melakukan investasi di negara tersebut dan membeli mata uang negara tersebut. Hal ini dapat meningkatkan permintaan mata uang negara tersebut dan memperkuat nilai tukarnya. Sebaliknya, jika suatu negara memiliki kondisi perokonomian yang kurang baik khususnya pada instrumen investasi portofolio dan potensi keuntungan rendah, investor asing cenderung akan menghindari investasi di negara tersebut dan menjual mata uang negara tersebut. Hal ini dapat menurunkan permintaan mata uang negara tersebut dan melemahkan nilai tukarnya.

Penelitian ini sejalan dengan yang dilakukan oleh Pardede & Setiawina (2018) menyatakan bahwa berdasarkan hasil output data diperoleh hasil bahwa indeks harga saham gabungan (X1) secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap nilai tukar rupiah (Y). Penelitian yang dilakukan oleh Dinata & Oktora (2020) variabel yang berpengaruh signifikan terhadap pertumbuhan nilai kurs rupiah atas dollar Amerika salah satunya adalah variabel pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada periode berlaku dan seluruh lag-nya juga memiliki pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan kurs rupiah atas dollar Amerika periode berlaku. Pertumbuhan IHSG pada lag pertama atau satu periode sebelumnya berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan kurs rupiah atas dollar Amerika terhadap rupiah dengan nilai koefisien sebesar -0,29 sedangkan lainnya memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan kurs rupiah atas dollar Amerika. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Saputro (2020) menyatakan bahwa Pengaruh IHSG Terhadap Kurs Rupiah ditentukan pada hasil koefisien regresi bernilai negatif. Artinya, bila ada peningkatan IHSG selama pandemi Covid-19 maka nilai rupiah mengalami apresiasi sedangkan nilai dolar mengalami depresiasi. Hal ini bisa saja terjadi karena Covid-19 justru membuat capital import. Beberapa investor asing membawa cashinflow masuk ke bursa sehingga permintaan Rupiah menjadi naik sedangkan dari sisi penawaran tetap.

Pengaruh Kebijakan Quantitative Easing The Fed dalam Jangka Pendek. Variabel dummy dalam hal ini kebijakan quantitative easing The Fed, kebijakan quantitative easing The Fed berlangsung memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap kurs dalam jangka pendek sedangkan pada saat kebijakan quantitative easing The Fed tidak berlangsung maka akan menimbulkan dampak yang tidak positif pada kurs rupiah terhadap dollar Amerika. Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang QE juga mengalami perbedaan dari hasil pengolahan datanya, menurut penelitian yang dilakukan oleh

184 e-ISSN: 2580-5312 (Fatmasita (2021) menyatakan bahwa QE mendorong masyarakat untuk mengalokasikan dana yang menganggur tersebut ke negara-negara emerging market, namun berdasarkan hasil uji kausalitas Granger hal ini tidak sepenuhnya memicu pelarian modal yang signifikan dari investor asing yang nantinya akan meningkatkan minat mata uang pada negara penerima modal sehingga menyebabkan menguatnya mata uang negara tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Putri, et al., (2019) yang menjelaskan tentang dampak kebijakan QE pada periode sebelumnya di negara Malaysia yang notabene adalah negara berkembang menyatakan bahwa dimana kebijakan quantitative easing berdampak negatif terhadap output riil di Malaysia. Hal tersebut mengindikasikan bahwa ketika jumlah uang beredar di Amerika mengalami peningkatan maka output riil Malaysia mengalami penurunan yang dimana penurunan output rill ini nantinya akan melemahkan nilai tukar.

Penyesuaian pada Jangka Pendek Menuju Keseimbangan Jangka Panjang. Variabel CointEq(-1)* yang merupakan variabel error correction term memiliki nilai coefficient yang negatif yaitu sebesar -0.341754 dan nilai probabilitas 0.0002 lebih kecil dari taraf nyata 5%. Nilai error correction term yang negatif dan signifikan mengartikan bahwa hubungan jangka panjang yang dibangun dalam model adalah valid. Selain itu, nilai coefficient -0.341754 menunjukkan bahwa terjadi tingkat penyesuaian yang tergolong agak sedikit lambat (slow convergence) untuk kembali ke kondisi ekuilibrium serta menunjukkan adanya penyesuaian terhadap ketidakstabilan yang terjadi pada jangka pendek. Nilai error correction term mengartikan bahwa jika terdapat shock atau kesalahan dalam jangka pendek maka model ini akan mendapatkan keseimbanganya atau equilibirumnya kembali dalam jangka waktu 3 setengah periode berikutnya.

Tabel 2.

Hasil Uji Jangka Panjang

Variable

Coefficient

Std. Error

t-Statistic

Prob.

SBFED

0.040761

0.014924

2.731155

0.0086

LOG(IHSG)

-0.107488

0.086179

-1.247266

0.2179

C

10.40708

0.745147

13.96648

0.0000

Sumber: Data Diolah, 2023

Berdasarkan hasil pengujian jangka panjang ARDL maka didapat persamaan ARDL jangka panjang adalah sebagai berikut :

log(KURS)τ = 10.4070 + 0.0407SBFEDτ - 0.0107log(IHSG)τ.....................................(4)

Berdasarkan hasil analisis data, dalam jangka panjang suku bunga The Fed mempengaruhi kurs secara positif dan signifikan, sedangkan variabel Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mempengaruhi kurs rupiah atas dollar Amerika secara negatif namun tidak signifikan. Hasil ini didukung penelitian yang dilakukan oleh Zaretta & Yovita (2019) yang menyatakan bahwa pengaruh variable IHSG terhadap nilai tukar memang berbeda beda tergantung negara dan jangka waktunya. Hal ini disebabkan karena variable harga saham juga dipengaruhi oleh spekulasi dari Investor sendiri, sehingga hasil yang diberikan bisa berbeda beda.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat diambil beberapa kesimpulan suku bunga Amerika Serikat pada lag 1 dan lag 3 berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka pendek. Apabila suku bunga Amerika Serikat mengalami kenaikan satu persen pada 1 dan

3 periode sebelumnya, maka akan menyebabkan peningkatan kurs rupiah atas dollar Amerika. Suku bunga Amerika Serikat tanpa lag berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka pendek. Apabila suku bunga Amerika Serikat mengalami kenaikan satu persen maka akan menyebabkan penurunan kurs rupiah atas dollar Amerika. Hal ini tidak lepas dengan beberapa faktor eksternal dan internal dalam negeri yang menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan salah satunya adalah kondisi inflasi di Amerika yang tinggi serta pemulihan ekonomi yang baik di Indonesia pasca pandemi corona. Suku bunga Amerika Serikat berpengaruh positif dan signifikan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka panjang. Dalam jangka panjang Suku bunga Amerika Serikat mempengaruhi kurs yang artinya bahwa perekonomian Indonesia khususnya kurs masih bergantung pada kebijakan dari negara maju khususnya Amerika Serikat. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh secara negatif dan signifikan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka pendek. Apabila terjadi kenaikan IHSG sebesar satu satuan maka akan menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan dalam jangka pendek. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh secara negatif tetapi tidak signifikan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika dalam jangka panjang. Hal ini disebabkan karena harga saham juga dipengaruhi oleh spekulasi dari Investor sendiri, sehingga hasil yang diberikan bisa berbeda beda. Selain itu, IHSG yang merupakan kumpulan keseluruhan saham di Indonesia merupakan Asset yang liquid dimana mempunyai volatilitas yang sangat tinggi dalam merespon perekonomian pada saat ini. Selain itu, dalam pergerakan saham ketika harga saham sudah terlalu tinggi dan mencapai level jenuh, maka sebagian investor akan memilih untuk mengambil keuntungan dalam jangka pendek untuk mengamankan assetnya. Kebijakan quantitative easing The Fed sebagai variabel dummy memliki dua hubungan terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika yang berarti, pada saat kebijakan QE ini berlangsung maka akan menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan dan pada saat kebijakan QE ini tidak berlangsung maka akan menyebabkan kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami kenaikan. Berdasarkan hasil penelitian, dinyatakan bahwa pada saat kebijakan QE berlangsung kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami kenaikan, sedangkan pada saat QE tidak berlangsung kurs rupiah atas dollar Amerika mengalami penurunan. Hasil tersebut berbanding terbalik dengan hipotesis penelitian. Hal ini disebabkan karena QE bukanlah satu-satunya faktor yang mendorong investor untuk mengalirkan dananya dalam bentuk investasi di Indonesia yang nantinya investasi tersebut akan menyebabkan mata uang rupiah mengalami penguatan. Langkah investor dalam menentukan investasi di Indonesia tidak sepenuhnya dikarenakan karena QE, namun investor lebih melihat faktor-faktor baik makro maupun mikro yang berpengaruh terhadap perekonomian negara tersebut. Error Correction Term (ECT) menunjukkan penyesuian keseimbangan jangka pendek menuju jangka panjang antara suku bunga Amerika, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap kurs rupiah atas dollar Amerika. Hasil dari ECT adalah bahwa apabila terjadi shock atau kesalahan pada jangka pendek maka akan disesuaikan atau mencapai keseimbanganya kembali dalam kurun waktu 3,5 tahun.

Dapat disarankan terkait peran dari mata uang tersebut adalah sebagai acuan daripada kinerja sebuah perekonomian untuk menjalankan semua kegiatan ekonomi baik domestik maupun luar negeri sehingga perlu adanya penyesuaian terhadap mata uang. Bank Indonesia sebagai lembaga independen yang mengatur bagaimana menstabilkan nilai rupiah khususnya kurs rupiah atas dollar Amerika diharapkan mengambil langkah yang tepat dengan ketidakpastian global dan guncangan virus corona yang menimpa. Bank Indonesia juga diharapkan terus memantau bagaimana kebijakan yang diambil negara maju khususnya Amerika Serikat yang dimana berpotensi untuk mempengaruhi kurs rupiah atas dollar Amerika. Nilai rupiah yang melemah tidak baik terhadap perekonomian dalam negeri karena akan menimbulkan inflasi dan menyebabkan penurunan daya beli masyarakat, sebaliknya nilai rupiah yang terlalu kuat juga tidak baik bagi kinerja ekspor karena akan menyebabkan kenaikan harga barang-barang ekspor dipasaran. Bank Indonesia diharapkan dapat mengambil suatu kebijakan yang tepat demi

menstabilkan nilai rupiah karena jika rupiah yang terlalu kuat akan menyebabkan menurunnya kinerja ekspor. Selain itu, pemerintah dan Bank Indonesia diharapkan untuk selalu senantiasa bersiap apabila kebijakan stimulus atau QE dari The Fed ini diberhentikan agar dapat mengambil suatu kebijakan yang tepat untuk mengatasinya karena, ketika kebijakan ini diberhentikan maka akan terjadi capital flight atau capital outflow dari negara Indonesia khususnya pada asset liquid seperti saham yang jika tidak dikontrol akan menyebabkan nila rupiah mengalami depresiasi yang tajam. Selain itu, pihak yang berwenang harus tetap selalu senantiasa melihat keadaan dalam dan luar negeri yang akan mempengaruhi kurs nantinya karena tidak semua kebijakan yang diambil oleh negara maju akan senantiasa akan berdampak pada kurs dalam negeri. Pemerintah beserta Bank Indonesia sebaiknya tidak merespon terlalu dini atau terlalu agresif kebijakan yang dikeluarkan oleh negara maju khususnya Amerika karena terdapat beberapa faktor lain yang nantinya akan mempengaruhi nilai tukar/kurs.

REFERENSI

Ariana. (2018). Analisa Pengaruh Perubahan Fed Fund Rate, Index Harga Saham Gabungan dan Indeks LQ45 terhadap Nilai Tukar Dollar Amerika – Rupiah.

Badan Pusat Statistik. (2018). Pergerakan Nilai Kurs Rupiah (IDR) Terhadap Dollar Amerika Serikat (USD) Periode Tahun 2017- semester 1 2022.

Badan Pusat Statistik. (2020). nilai tukar dollar.

Badan Pusat Statistik. (2021). Nilai Tukar Rupiah.

Dewi, N. (2020). Pengaruh Ekspor, Impor, Inflasi, dan Pertumbuhan Ekonomi terhadap Nilai Tukar di Indonesia. Jurnal Ekonomi Daerah.

Dinata, A. V., & Oktora, S. I. (2020). Pengaruh Quantitative Easing dan Tapering Off serta Indikator Makroekonomi terhadap Nilai Tukar Rupiah. Kajian Ekonomi Dan Keuangan, 4(1),  64–85.

https://doi.org/10.31685/kek.v4i1.520

Fatmasita, A. P. (2021). Pengaruh Pandemi Covid-19 dan Nilai Tukar Rupiah terhadap Pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI). Jurnal Ilmiah Mahasiswa FEB Universitas Brawijaya, 9(2). https://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/7311

Haryanto. (2020). Dampak Covid-19 terhadap Pergerakan Nilai Tukar Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning, 4(2), 151– 165. https:/. Jurnal Perencanaan Pembangunan: The Indonesian Journal of Development Planning

Hendayanti, N. P. N., & Nurhidayati, M. (2018). Analisis Hubungan Antara Inflasi, Nilai Tukar, dan Indeks Harga Saham Gabungan dengan Pendekatan VECM dan VECMX. Jurnal Ekonomi Syariah, 1(1), 65–86.

Miftahul Reski Putra Nasjum. (2020). Pengaruh Tingkat Suku Bunga Fed, Ekspor Neto, Stabilitas Politik dalam Negeri dan Tingkat Inflasi terhadap Nilai Tukar Rupiah di Indonesia Tahun 2009-2018. Kaos GL Dergisi, 8(75),                                                                                          147–154.

https://doi.org/10.1016/j.jnc.2020.125798%0Ahttps://doi.org/10.1016/j.smr.2020.02.002%0Ahttp://www.n cbi.nlm.nih.gov/pubmed/810049%0Ahttp://doi.wiley.com/10.1002/anie.197505391%0Ahttp://www.sciencedirect.com/science/article/pii/B9780857090409500205%0Ahttp:

Mufidah, F., Susyanti, J., & Slamet, A. R. (2018). Pengaruh Volume Perdagangan Saham, Tingkat Inflasi, Suku Bunga, Kurs, Tax Rate Terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). E – Jurnal Riset Manajemen Prodi Manajemen, 46–59.

Pardede, A. S. M., & Setiawina, N. D. (2018). Pengaruh Indeks Harga Saham Gabungan, Suku Bunga dan Harga Minyak Dunia terhadap Nilai Tukar Rupiah Tahun 2012-2016.

Putri, N. R., Yozza, H., & Devianto, D. (2019). Hubungan Kausalitas Nilai Tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat, Jumlah Uang Beredar, dan Tingkat Inflasi. Jurnal Matematika UNAND,  8(1),  232.

https://doi.org/10.25077/jmu.8.1.232-241.2019

Rahmawati, A., Asih, D., Maruddani, I., & Hoyyi, A. (2017). Structural Vector Autoregressive Untuk Analisis Dampak Shock Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika Serikat Pada Indeks Harga Saham Gabungan. Jurnal Gaussian, 6(3), 291–302. http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/gaussian

Rizki Nurhuda, M., Rozali, M., & Dyah Safitri, S. (2021). Apakah Kebijakan Quantitative Easing Amerika Serikat Mengganggu Stabilitas Pasar Saham Indonesia ? Prosiding Seminar Nasional Riset Pasar Modal, 1 (1).

Sakir, A., Rizqi Zainul, Z., & Z. (2020). Faktor-faktor Penyebab Pelemahan Kurs Rupiah Terhadap Dollar Amerika. KINERJA, 17(2), 165–171.

Saputro, A. E. (2020). Pengaruh Covid-19 dan IHSG Terhadap Kurs Rupiah/USD. Jurnal Ilmiah Poli Bisnis,

12(2), 76–85. blob:http://ejournal2.pnp.ac.id/76ba750b-0278-43ae-8f10-a3c25b4d971c

Setiawan, G. (2019). BAB II Tinjauan Pustaka. Gastronomía Ecuatoriana y Turismo Local, 1(69), 5–24.

Suciningtias, S. A. (2019). Macroeconomic Impacts on Sukuk Performance in Indonesia: Co-integration and

Vector Error Correction Model Approach. Journal of Islamic Finance, 21(17), 117–130.

Usher, D., & Pradita, D. (2018). Digital Digital Repository Repository Universitas Jember.

Volkers, M. (2019). Pengaruh Inflasi, Ekspor, Impor dan Suku Bunga Luar Negeri Terhadap Nilai Tukar Rupiah Atas Dolar Amerika pada periode 2014-2018. Αγαη, 8(5), 55.

Zakaria, M., Djambak, S., & Harunurrasyid, H. (2020). Pengaruh Suku Bunga The Fed Terhadap Nilai Tukar

Rupiah Di Indonesia. https://repository.unsri.ac.id/30961/

Zaretta, B., & Yovita, L. (2019). Harga saham, nilai tukar mata uang dan tingkat suku bunga acuan dalam model.

Jurnal Penelitian Ekonomi Dan Bisnis, 4(1), 9–22.

Analisis Dampak Dikeluarkannya Kebijakan Quantitative Easing The FED Terhadap Kurs Rupiah/USD,

I Gusti Ngurah Bagus Bayu Palguna Muliarta dan Anak Agung Bagus Putu Widanta