Jurnal Bumi Lestari, Volume 22, Nomor 02, Tahun 2022, Halaman 7-17

Keanekaragaman dan Komposisi Jenis Plankton Pada Kolam Bioflok Ikan Nila (Oreochromis niloticus)

Ni Kadek Vindi Wedhawati a*, Pande Gde Sasmita Julyantoro a, Dewa Ayu Angga Pebriani a a Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana, Bukit Jimbaran, Badung, Bali-Indonesia

*Email: vindwedhawati08@gmail.com

Diterima (received) 9 Mei 2022; disetujui (accepted) 17 Mei 2022; tersedia secara online (available online) 30 Juli 2022

Abstract

Aquaculture is an activity to cultivate aquatic biota in a controlled media. One of the cultivated fish resources is tilapia (Oreochromis niloticus). Tilapia production continues to be increasing to meet increasing of consumer demand. The emergence of the problem of organic matter levels in the water could be harmful to both of fish and the environment. One of the solution to overcome this problem is by application of biofloc technology. The purpose of this study was to determine the diversity and composition of plankton species in tilapia biofloc ponds in Tiga Village, Susut District, Bangli Regency. This research was conducted in March-May 2021 in Tilapia Biofloc Pond. The research used a simple random sampling method. Sampling was carried out once in three biofloc ponds where each pond had 5 points. Data analysis is using the Microsoft Excel program. The data is present in the tables and charts consisting of the abundance, diversity, composition, dominance, and uniformity index of plankton. Based on the research results, it is known that there are 12 genus of phytoplankton and 4 genus of zooplankton. Phytoplankton diversity index values ranged from 6.42 to 7.82. Zooplankton diversity index values ranged from 3.95 to 5.38. The composition of phytoplankton species came from the genus Scenedesmus, Chlorella, Coelastrum, Chroococcus, Gonatozygon, Pediastrum, Nitzschia, Navicula, Synedra, Triceratium, Chaetoceros, and Pesudanabaena. The composition of zooplankton species comes from the genus Brachionus, Euchlanis, Tokophyra, and Vorticella. The water quality measured during the study was a temperature value ranging of 25 oC, a pH value ranging from of 7,12 – 7,12, a DO value ranging from 6.6 to 6.9 mg/L, an ammonia value ranging from 1.41 to 1.51 mg/L, and a nitrate value ranging from 1.84. -3.69 mg/L. This value is still in the optimal range for plankton life.

Keyword: biofloc pond; tilapia; phytoplankton; zooplankton

Abstrak

Budidaya perikanan merupakan kegiatan untuk memproduksi biota-biota perairan di dalam wadah sehingga lebih mudah dikontrol. Sumberdaya ikan yang dibudidayakan salah satunya adalah ikan nila (Oreochromis niloticus). Produksi ikan nila terus ditingkatkan untuk memenuhi permintaan konsumen yang semakin meningkat. Namun berbagai permasalahan masih menjadi kendala dalam kegiatan budidaya ikan nila. Salah satunya adalah timbulnya permasalahan kadar bahan organik dalam air dapat berbahaya bagi ikan dan lingkungan. Solusi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan aplikasi teknologi bioflok. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keanekaragaman dan komposisi jenis plankton pada kolam bioflok ikan nila di Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret – Mei 2021 dengan menggunakan metode simple random sampling. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 1 kali pada tiga kolam bioflok dimana masing-masing kolam terdapat 5 titik. Analisis data dilakukan dengan menggunakan program microsoft excel. Data ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik yang terdiri dari indeks kelimpahan, keanekaragaman, komposisi, dominansi dan keseragaman plankton. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 12 genus fitoplankton dan 4 genus zooplankton pada kolam bioflok. Nilai indeks keanekaragaman fitoplankton berkisar 6,42-7,82. Nilai indeks keanekaragaman zooplankton berkisar

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2022.v22.i02.p02


© 2022 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 license. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

3,95-5,38. Komposisi jenis fitoplankton berasal dari genus Scenedesmus, Chlorella, Coelastrum, Chroococcus, Gonatozygon, Pediastrum, Nitzschia, Navicula, Synedra, Triceratium, Chaetoceros, dan Pesudanabaena. Komposisi jenis zooplankton berasal dari genus Brachionus, Euchlanis, Tokophyra, dan Vorticella. Kualitas air yang diukur selama penelitian yaitu suhu berkisar 25 oC, nilai pH berkisar 7,12 – 7,18, nilai DO berkisar 6,6 – 6,9 mg/L, nilai ammonia berkisar 1,41–1,51 mg/L, dan nilai Nitrat berkisar 1,84–3,69 mg/L. Nilai tersebut masih dalam kisaran optimal untuk kehidupan plankton.

Kata kunci: kolam bioflok; ikan nila; fitoplankton; zooplankton

  • 1.    Pendahuluan

Budidaya perikanan merupakan suatu kegiatan untuk memproduksi biota-biota perairan di dalam wadah sehingga mudah dikontrol. Perikanan budidaya memiliki potensi yang besar apabila dikelola dengan baik. Salah satu sumberdaya ikan yang dibudidayakan adalah ikan nila (Oreochromis niloticus) (Sahfitri, 2018). Ikan nila memiliki tingkat adaptasi yang tinggi, sehingga dapat dibudidayakan dengan kepadatan tinggi. Pembuatan kolam intensif membutuhkan lahan yang luas untuk memenuhi permintaan pasar. Kolam intensif memiliki kelemahan yaitu adanya pergantian air secara terus menerus akibat sisa pakan dan feses. Salah satu solusi untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan aplikasi teknologi bioflok. Bioflok merupakan kumpulan dari berbagai jenis organisme seperti bakteri, plankton, jamur, dan protozoa yang tercampur menjadi flok (gumpalan). Bioflok terbentuk jika ada empat komponen berupa sumber karbon, bahan organik, bakteri pengurai dan ketersediaan oksigen. Bahan organik akan didaur ulang oleh bakteri pengurai menjadi flok kemudian dimanfaatkan oleh ikan sebagai pakan alami, sehingga kualitas air menjadi baik. Kondisi kualitas air pada kolam bioflok dapat diketahui dengan melakukan penelitian tentang keberadaan plankton.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode deskriptif dengan melakukan pengambilan sampel acak sederhana atau simple random sampling. Penelitian ini menggunakan 3 kolam bundar dengan sistem bioflok yang diberikan perlakuan sama. Pengambilan sampel plankton dilakukan sebanyak 5 titik pada setiap kolam dan sampelnya akan dipisah per titik.

  • 2.1.    Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan dengan rentang waktu antara Bulan Maret – Mei 2021. Pengambilan sampel plankton dan sampel air dilaksanakan di Mina Lestari Farm, Desa Tiga, Kecamatan Susut, Kabupaten Bangli. Sampel plankton dan air diidentifikai di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

  • 2.2.    Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : plankton net, ember, botol sampel, mikroskop, buku identifikasi plankton, pipet tetes, kertas label, saedgwick rafter, pH meter, refractometer, DO meter, dan thermometer. Sedangkan bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : sampel plankton, sampel air, formalin, aquades, dan lugol.

  • 2.3.    Prosedur Penelitian

    • 2.3.1    Pengambilan Sampel Plankton

Pengambilan sampel diambil menggunakan ember bervolume 1 liter sebanyak 5 liter, kemudian disaring dengan menggunakan plankton net. Hasil penyaringan dimasukkan ke dalam botol sampel dengan volume 25 ml dan diteteskan lugol sebanyak 3 tetes

  • 2.3.2    Pengukuran Kualitas Air

Pengukuran kualitas air meliputi suhu, pH, salinitas, dissolved oxygen (DO) serta pengamatan warna dilakukan secara langsung pada kolam. Pengukuran kualitas air dilakukan sebanyak 1 kali bersamaan dengan pengambilan sampel plankton. Sampel air yang telah diambil kemudian diukur kualitas airnya seperti kandungan ammonia dan nitrat di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana.

  • 2.3.3    Identifikasi Plankton

Identifikasi plankton dilakukan di Laboratorium Perikanan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana menggunakan mikroskop digital optilab. Langkah-langkah identifikasi plankton adalah sebagai berikut : Langkah pertama yang dilakukan yaitu menyiapkan mikroskop binokuler, Sedgwick rafter Counting Cell (SRCC), dan cover glass, sampel yang ada didalam botol dikocok perlahan agar homogen, sampel diambil menggunakan pipet tetes dan diteteskan secara perlahan sebanyak 10 tetes atau 1 ml ke dalam alat SRCC, lalu tutup menggunakan cover glass, pengamatan secara merata dilakukan dengan pembesaran 100x, plankton yang ditemukan dapat digambar pada buku tulis atau di capture untuk memudahkan proses identifikasi, identifikasi dilakukan hanya sampai pada genus plankton karena adanya keterbatasan alat, plankton dapat diidentifikasi dengan cara mencocokan gambar dengan buku pedoman.

Identifikasi dilakukan dengan mencocokan ciri-ciri yang tampak jelas pada objek hasil pengamatan dengan ciri-ciri suatu spesies tertentu pada buku pedoman identifikasi.

  • 2.3.4    Analisis Data

  • a.    Kelimpahan Plankton

Kelimpahan plankton merupakan indikasi dari kesuburan perairan. Kelimpahan plankton dapat dihitung dengan menggunakan rumus APHA (2005) dalam Yuliana (2015) yaitu sebagai berikut :

Oi  Vr  1  n

(1)


Op Vo Vs p

dimana N adalah jumlah sel/m3; Oi adalah luas gelas penutup preparate/cover glass (mm2); Op adalah luas satu lapangan pandang (mm2); Vr adalah volume air tersaring (ml); Vo adalah volume air yang diamati (ml); Vs adalah volume air yang disaring (L); n adalah jumlah plankton pada seluruh lapangan pandang; dan p adalah jumlah lapangan pandang yang teramati.

  • b.    Indeks Keanekaragaman

Distribusi dan komposisi jenis plankton dapat diketahui dengan menghitung Index of General

Diversity (H’) menggunakan metode Shannon-Wiever berdasarkan Poole (1974) dan Bengen (1999) :

W = -VUpiXnpi)                           (2)

dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; Pi adalah roporsi kelimpahan dari jenis plankton ke-I (ni/N); Ni adalah jumlah individu jenis plankton ke-I; N adalah jumlah total individu plankton.

  • c.    Indeks Dominansi

Dominansi jenis plankton dapat dihitung berasarkan Simpson (1949) sebagai berikut :

ni2

d -.                                                              (3)

dimana D adalah indeks dominansi; ni adalah umlah individu jenis ke-I; N adalah jumlah total individu.

  • d.    Indeks Keseragaman

Indeks keseragaman plankton dapat dihitung menggunakan rumus (Odum, 1998):

e = —                             (4)

H maks

dimana e adalah indeks keseragaman; Hmaks adalah In S (S adalah jumlah genera); H’ adalah indeks keanekaragaman.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Pengambilan sampel plankton

Sampel plankton berupa fitoplankton dan zooplankton diambil dari kolam budidaya ikan nila bioflok di Mina Lestari Farm Kabupaten Bangli, Bali. Pengambilan sampel dilakukan sebanyak 1 kali yang terdiri dari 15 sampel fitoplankton dan 15 sampel zooplankton. Sampel diambil dari 3 kolam bioflok menggunakan metode acak sederhana, dimana pada masing-masing kolam dilakukan pengambilan sebanyak 5 sampel masing-masing jenis plankton.

  • 3.2    Hasil pengukuran kualitas air

Hasil pengukuran kualitas air digunakan sebagai data pendukung untuk mengetahui variasi parameter pada masing-masing kolam bioflok ikan nila dapat ditampilkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengukuran Kualitas Air

Parameter Kualitas Air

Kolam ke-

Nilai Optimal Kualitas Air

I

II

III

pH

7,16

7,18

7,12

6,2 – 7,8 (Kulla, et al., 2020)

Suhu (oC)

25

25

25

25 (Asih,2014)

Salinitas (ppt)

0

0

0

0 – 5 (Kulla, et al., 2020)

DO (mg/L)

6,3

6,6

6,9

>4

(Kulla, et al., 2020)

Warna

Hijau

Cokelat

Cokelat

-

Ammonia (mg/L)

1,41

1,45

1,51

0,01 – 1,57 (Makmur, et al., 2011)

Nitrat (mg/L)

1,84

3,58

3,69

<5

(Astuti, et al., 2016)

  • 3.3    komposisi jenis plankton

Komposisi plankton yang didapatkan selama penelitian terdiri dari 16 genus yang terbagi dalam 12 genus fitoplankton dan 4 genus zooplankton. Fitoplankton terdiri dari 4 kelas yaitu Chlorophyceae, Bacillariophyceae, Chaetoceraceae, dan Cyanophyceae, sedangkan zooplankton terdiri dari 3 kelas yaitu Monogononta, Phylloparingea, dan Oligohymenophorea. Persentase fitoplankton dan zooplankton pada kolam bioflok ikan nila “ditampilkan pada Gambar 1 dan 2”.

Gambar 1. Komposisi Jenis Fitoplankton: a) seluruh kolam, b) kolam I, c) kolam II, d) kolam III

Komposisi fitoplankton tertinggi mencapai 80% berasal dari kelas Chlorophyceae yang memiliki jumlah genus terbanyak dibandingkan dengan kelas fitoplankton lainnya. Pada kolam I didapatkan 4 kelas Fitoplankton yang terdiri dari kelas Chlorophyceae (genus Scenedesmus, Chlorella, Coelastrum, Chroococcus, Pediastrum, dan Gonatozygon), Bacillariophyceae (genus Nitzschia, Navicula, Synedra, dan Triceratium), Chaetoceraceae (genus Chaetoceros), dan Cyanophyceae (genus Pseudanabaena). Pada kolam II dan III didapatkan 3 kelas Fitoplankton yang terdiri dari kelas Chlorophyceae (genus Scenedesmus, Chlorella, Coelastrum, Chroococcus, dan gonatozygon), Bacillariophyceae (genus Nitzschia dan Navicula), dan Cyanophyceae (genus Pseudanabaena). Menurut Rochmah et al. (2017) kelas Chlorophyceae merupakan jenis fitoplankton yang umum dijumpai pada perairan tawar dalam jumlah yang banyak karena kemampuan adaptasinya tinggi.

Gambar 2. Komposisi Jenis Zooplankton: a) seluruh kolam, b) kolam I, c) kolam II, d) kolam III

Komposisi keseluruhan zooplankton tertinggi pada kolam berasal dari kelas Monogononta yaitu sebanyak 64% yang memiliki jumlah genus lebih banyak dibandingkan dengan kelas lainnya. Pada kolam I, II, dan III ditemukan 3 kelas zooplankton yang sama yaitu kelas Monogononta (genus Brachionus dan Euchlanis), Phylloparingea (genus Tokophyra), dan Oligohymenophorea (genus Vorticella). Kelas monogononta merupakan filum rotifer yang keberadaannya melimpah pada perairan yang mengandung nannoplankton, detritus dan partikel organik yang sesuai dengan bukaan mulutnya. Kualitas makanan dapat mempengaruhi keberadaan genus monogononta. Makanan yang paling efisien untuk rotifera adalah alga hijau atau Chlorella yang berasal dari kelas Chlorophyceae (Redjeki, 1999).

  • 3.4    Kelimpahan Jenis Plankton

Kelimpahan fitoplankton tertinggi terdapat pada kolam II yaitu sebanyak 2.359.166,67 sel/m3. Sedangkan, kelimpahan plankton terendah terdapat pada kolam III yaitu sebanyak 381.385 sel/ m3. Hasil perhitungan kelimpahan fitoplankton “ditampilkan pada Gambar 3”.

Gambar 3. Kelimpahan Fitoplankton

Kelimpahan fitoplankton dipengaruhi oleh intensitas cahaya yang diterima kolam. Jika intensitas cahaya terlalu kuat maka dapat merusak enzim fito-oksidatif fitoplankton yang dapat menyebabkan kematian fitoplankton yang tidak tahan panas. Sedangkan, intensitas cahaya pada kolam bioflok tidak begitu kuat yang menyebabkan tingginya kelimpahan fitoplankton yang berasal dari kelas Chlorophyceae dan Bacillariaphyceae (Supono, 2018).

Kelimpahan zooplankton tertinggi terdapat pada kolam II yaitu sebanyak 2.440 sel/m3. Sedangkan, kelimpahan zooplankton terendah terdapat pada kolam III yaitu sebanyak 430 sel/m3. Hasil perhitungan kelimpahan zooplankton “ditampilkan pada Gambar 4”.

Kelimpahan Zooplankton

3000

'S 2500


1 2000

≡ 1500

⅛ 1000

S 500

0

Gambar 4. Kelimpahan Zooplankton

Nilai kelimpahan zooplankton mengikuti ketersediaan makanan yaitu fitoplankton yang mempengaruhi keberadaannya pada kolam (Noventalia et al., 2012). Faiqoh et al. (2015) menyatakan bahwa menurunnya nilai kelimpahan fitoplankton menyebabkan kelimpahan zooplankton juga menurun. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang didapatkan, dimana pada kolam II yang kelimpahan fitoplanktonnya tinggi diikuti dengan kelimpahan zooplankton yang tinggi. Penurunan kelimpahan fitoplankton pada kolam I dan II juga mengakibatkan penurunan pada kelimpahan zooplankton.

  • 3.5    Keanekaragaman, Dominansi dan Keseragaman Jenis Plankton

Penelitian menunjukkan bahwa fitoplankton memiliki nilai keanekaragaman yang tinggi. Nilai keanekaragaman fitoplankton pada masing-masing kolam yaitu kolam I (7,65), kolam II (6,42), dan kolam III (6,47). Nilai dominansi fitoplankton pada kolam bioflok berkisar 1,45 – 3,07. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada kolam II (3,07). Nilai dominansi sedang terdapat pada kolam III (1,85). Sedangkan, nilai dominansi terendah terdapat pada kolam I (1,45). Nilai kisaran untuk indeks keseragaman fitoplankton berkisar antara 3,32 – 3,46. Nilai keseragaman tertinggi terdapat pada kolam I (3,46). Sementara itu, pada kolam II dan III memiliki nilai keseragaman yang sama yaitu 3,32. Nilai indeks keanekaragaman, dominansi, dan keseragaman fitoplankton “ditampilkan pada Gambar 5”.

Indeks Keanekaragaman, Dominansi, & Keseragaman Fitoplankton


Gambar 5. Indeks Keanekaragaman, Dominansi, dan Keseragaman Fitoplankton

Indeks keanekaragaman (H’) menunjukkan jumlah spesies yang mampu beradaptasi dengan lingkungan tempat hidup suatu organisme. Semakin tinggi nilai keanekaragaman semakin banyak spesies yang mampu bertahan hidup pada lingkungan tersebut. Nilai keanekaragaman yang tinggi dapat dipengaruhi oleh faktor abiotik seperti pH, DO, suhu, dan kecerahan (Oktavia et al., 2015).

Nilai dominansi (D) fitoplankton yang mendekati 0 dinyatakan tidak ada jenis mendominasi, sedangkan apabila mendekati 1 menunjukkan bahwa adanya spesies tertentu yang mendominasi (Odum, 1971). Berdasarkan hasil perhitungan, nilai dominansi tertinggi terdapat pada kolam II yaitu 3,07 dan diikuti oleh kolam III dan I dengan nilai masing-masing 1,85 dan 1,46. Hal ini menunjukkan bahwa ketiga kolam terdaat jenis yang mendominasi.

Nilai indeks keseragaman (E) tertinggi terdapat pada kolam I sebesar 3,53 diikuti oleh kolam II dan III dengan nilai yang sama yaitu 3,32. Menurut Brower dan Zar (1989) indeks keseragaman jenis apabila nilainya mendekati 1 menunjukkan bahwa kondisi relative baik karena jumlah individu yang relatif sama sehingga perairan dapat dikatakan seimbang.

Nilai keanekaragaman zooplankton pada masing-masing kolam yaitu kolam I (3,95), kolam II (4,33), dan kolam III (5,38). Nilai dominansi berkisar antara 1,98 – 2,58. Nilai dominansi tertinggi terdapat pada kolam II (2,58), sedang pada kolam I (2,45), dan rendah pada kolam III (1,98). Kisaran nilai keseragaman jenis zooplankton antara 2,85 – 3,88. Nilai keseragaman tertinggi terdapat pada kolam III (3,88), sedang pada kolam II (3,12) dan rendah pada kolam I (2,85). Nilai indeks keanekaragaman, dominansi, dan keseragaman “ditampilkan pada Gambar 6”.

Indeks Keanekaragaman, Dominansi & Keseragaman

Gambar 6. Indeks keanekaragaman, Dominansi, dan Keseragaman Zooplankton

Nilai indeks keanekaragaman (H’) zooplankton tertinggi terdapat pada kolam III yaitu 5,38, nilai sedang pada kolam II yaitu 4,33 dan terendah pada kolam I yaitu 3,95. Berdasarkan nilai tersebut, indeks keanekaragaman zooplankton pada ketiga kolam termasuk dalam kategori sedang. Hal tersebut sesuai dengan pendapat Wilhm dan Dorris (1968) yang menyatakan apabila kisaran nilai >2,3026 H’ <6,9078 termasuk dalam kategori sedang.

Nilai indeks dominansi (D) zooplankton tertinggi adalah pada kolam II dengan nilai 2,58, nilai sedang pada kolam I dengan nilai 2,45 dan nilai terendah pada kolam III yaitu 1,98. Nilai dominansi pada ketiga kolam termasuk tinggi yang berarti pada ketiga kolam terdapat jenis yang mendominasi. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Odum (1971) yang menyatakan bahwa apabila nilai indeks mendekati 0 berarti tidak ada jenis yang mendominasi, sedangkan apabila mendekati 1 menunjukkan bahwa adanya spesies tertentu yang mendominasi.

Nilai indeks keseragaman (E) zooplankton tertinggi terdapat pada kolam III yaitu 3,88, nilai sedang pada kolam II dengan nilai 3,15 dan nilai terendah pada kolam I yaitu 2,85. Keseragaman zooplankton pada masing-masing kolam menunjukan adanya keseimbangan karena jumlah individunya relatif sama. Sesuai dengan pernyataan bahwa indeks keseragaman jenis apabila nilainya mendekati 1

menunjukan bahwa kondisi relatif baik karena jumlah individu yang relatif sama sehingga perairan dapat dikatakan seimbang (Brower dan Jerrold 1989).

  • 3.6    Parameter Pendukung Keberadaan Plankton

Parameter kualitas air yang diukur pada kolam bioflok terdiri dari pH, suhu, salinitas, dissolved oxygen (DO), warna, ammonia, dan nitrat. Nilai pH yang terdapat pada kolam adalah 7. Penelitian pada kolam bioflok yang dilakukan oleh Putri et al. (2020) mendapatkan kandungan pH berkisar antara 7-7,5 dimana pada keadaan pH netral organisme biotik dapat hidup dengan baik. Sesuai pernyataan Andriyani et al. (2014) bahwa Nilai pH yang berkisar antara 6-7 masih dapat memenuhi kebutuhan pertumbuhan plankton. pH yang rendah pada kolam bioflok dapat menghambat pertumbuhan plankton, sedangkan pH yang tinggi dapat menyebabkan plankton menjadi fototaksis. Nilai pH dengan kisaran 6,2-7,8 dapat meningkatkan keanekaragaman plankton dan produktivitasnya tetap (Kulla, et al., 2020).

Hasil pengukuran suhu pada ketiga kolam berkisar antara 25 oC. Suhu merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberadaan fitoplankton. Menurut Asih (2014) beberapa fitoplankton yang baik dapat melakukan produktivitas optimal pada suhu 25 oC seperti kelas Chlorophyceae.

Nilai DO pada ketiga kolam berkisar antara 6,6 – 6,9 mg/L. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arfiati et al. (2021) kandungan DO yang didapatkan pada kolam budidaya ikan nila adalah 4,57 mg/L masih dapat hidup dengan baik. DO optimum untuk biota baik budidaya maupun perairan adalah >4 mg/L (Kulla et al., 2020). Nilai DO dengan kisaran 2,56-3,03 masih memenuhi kebutuhan pertumbuhan fitoplankton jenis Chlorophyceae. Kolam bioflok efektif digunakan sebagai metode untuk memperbaiki kualitas air secara berkelanjutan dengan konsentrasi oksigen terlarut yang optimal berkisar antara 4 – 5 mg/l dan harus selalu terjadi pengadukan (Crab et al., 2012).

Hasil pengamatan warna pada setiap kolam mendapatkan hasil yang berbeda. Pada kolam I berwarna hijau yang menandakan air didominasi oleh algae, sedangkan pada kolam II dan III air berwarna cokelat yang menandakan flok mulai didominasi oleh bakteri (Rostro et al., 2014). Hal tersebut sesuai dengan ditemukannya dominansi dari fitoplankton kelas Chlorophyceae.

Kandungan ammonia pada kolam berkisar antara 1,41–1,51 mg/L. Penelitian yang dilakukan oleh Makmur, et al. (2011) mendapatkan kadar ammonia pada kisaran 0,0175-1,5783 mg/L dan masih dalam batas yang dapat ditolerir oleh biota.

Kandungan nitrat pada ketiga kolam termasuk dalam kategori tinggi berkisar antara 1,84–3,69 mg/L. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Andriyani et al. (2014) bahwa kandungan nitrat yang berkisar antara 1,4-2,02 mg/L masih ada dalam batas normal. Tingginya kandungan nitrat di dalam air dapat berpengaruh pada peningkatan produktivitas primer fitoplankton (Munirma et al., 2020). Apabila kadar nitrat pada kolam budidaya melebihi 5 mg/L dapat menjadi indikator adanya pencemaran (Astuti et al., 2016).

  • 4.    Simpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah nilai indeks keanekaragaman fitoplankton pada kolam bioflok ikan nila berkisar 6,42 – 7,65. Nilai indeks keanegaragaman zooplankton berkisar 3,95 – 5,38. Hasil tersebut menunjukkan bahwa fitoplankton dan zooplankton dapat beradaptasi dengan baik pada lingkungan kolam bioflok. Hasil penelitian menunjukan bahwa komposisi jenis plankton pada kolam bioflok ikan nila terdiri dari 16 genus yang terbagi dalam 12 genus fitoplankton dan 4 genus zooplankton. Genus fitoplankton yang ditemukan yaitu Scenedesmus, Chlorella, Coelastrum, Chroococcus, Gonatozygon, Pediastrum, Nitzschia, Navicula, Synedra, Triceratium, Chaetoceros, dan Pesudanabaena. Komposisi jenis genus zooplankton yang ditemukan yaitu Brachionus, Euchlanis, Tokophyra, dan Vorticella.

  • 5.    Saran

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan oleh Penulis memastikan dengan baik bahwa bahan-bahan utama penelitian tersedia dalam jumlah yang diperlukan. Masyarakat khususnya pembudidaya dapat menerapkan budidaya menggunakan teknologi bioflok untuk menambah sumber pakan alami seperti plankton dan mengurangi penggunaan air. Adanya penelitian lanjutan mengenai kelangsungan hidup biota pada kolam bioflok yaitu ikan nila.

Daftar Pustaka

Andriyani, H., Widyastuti, E., & Widyartini, D.S. (2014). Kelimpahan Chlorophyta Pada Media Budidaya Ikan Nila yang diberi Pakan Fermentasi dengan Penambahan Tepung Kulit Ubi Kayu dan Probiotik. Jurnal Scripta Biologica. 1(1), 49-54.

Arfiati, D., Inayah, Z.N., Lailiyah, S., & Dina, K.F. (2021). Plankton Analysis in the Ponds of Catfish (Clarias sp.) and Nile Tilapia (Oreochromis niloticus). Journal of Fisheries and Marine Research 5(1), 84-90.

Asih, P. 2014. Aktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Teluk Dalam Desa Rapat Bintan. Skripsi. Tanjung Pinang, Indonesia: Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Maritim Raja Ali Haji.

Astuti, M.Y., Damai, A.A., & Supono. (2016). Evaluasi Kesesuaian Perairan Untuk Budidaya Ikan Nila (Oreochromis niloticus) di Kawasan Pesisir Desa Kandang Besi Kecamatan Kota Agung Barat Kabupaten Tanggamus. Jurnal Rekayas dan Teknologi Budidaya Perairan. 5(1), 621-630.

Bengen, D.G. (1999). Teknik Pengambilan Data Contoh dan Analisis Data Biofisik Sumberdaya Pesisir. Laporan Penelitian. Bogor, Indonesia: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Brower, J.E., & Jerrold, H.Z. (1989). Field and Laboratory Methods for General Ecology. Dubuque, USA: Wm.C Brown Company Publishers.

Crab, R., Defoirt, T., Bossier, P., & Verstraete, W. (2012). Biofloc Technology in Aquaculture: Beneficial Effects and Futures Challenges. Aquaculture, 356, 351-356.

Faiqoh, E., Ayu, I.P., Subhan, B., Syamsuni, Y.F., Anggoro, A.W., & Sembiring, A. (2015). Variasi Geografik Kelimpahan Zooplankton di Perairan Terganggu, Kepulauan Seribu, Indonesia. Journal of Marine and Aquatic Sciences. 1(1), 19-22.

Kulla, O.L.S., E. Yuliana, E., & Supriyono, E. (2020). Analisis Kualitas Air dan Kualitas Lingkungan untuk Budidaya Ikan di Danau Laimadat, Nusa Tenggara Timur. Jurnal IPTEK Terapan Perikanan dan Kelautan 1(3), 135-144.

Makmur, Rachmansyah, & Fahrur, M. (2011). Hubungan antara Kualitas Air dan Plankton di Tambak Kabupaten Tanjung Jabung Barat Provinsi Jambi. Dalam Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2011. Sulawesi Selatan, Indonesia, 2011 (pp. 961-967).

Munirma, M., Kasim, M., Irawati, N., Halili, H., Nadia, L. O. A. R., Salwiyah, S. (2020). Studi Produktivitas Primer Fitoplankton di Perairan Danau Motonuno Desa Lakarinta Kecamatan Lohia Kabupaten Muna. Jurnal Manajemen Sumber Daya Perairan. 5(1), 8-16.

Noventalia, I., Endrawati, H., Zainuri, M. (2012). Struktur Komunitas Zooplankton di Perairan Morosari, Kecamatan Sayung, Kabupaten Demak. Jurnal Penelitian Kelautan. 1(1), 19-23.

Odum, E.P. 1971. Fundamental Ecology. (3rd). Phildelphia, USA: W.B. Sanders Company.

Oktavia, N., Purnomo, T., Lisdiana, L. (2015). Keanekaragaman Plankton dan Kualitas Air Kali Surabaya.

Jurnal Lentera Bio. 4(1), 103-107.

Poole, R.W. (1974). An Introduction to Quantitative Ecology. Tokyo, Japan: Mc. Graw Hill Kogakusha.

Redjeki, S. (1999). Budidaya Rotifera (Brachionus plicatilis). Jurnal Oseana. 24(2), 27-43.

Rochmah, M., Dharmawan, A., Suhadi, S. (2017). Studi Pendahuluan Pertumbuhan Fitoplankton pada Budidaya Lele Afrika (Clarias Gariepinus) Strain Masamo menggunakan Sistem Bioflok Padat Tebar Benih. Jurnal Ilmu Hayat. 1(1), 28-34.

Rostro, C. I., Fuentes, J. A., & P. Hernndez-Vergar, M. (2014). Biofloc, a Technical Alternative for Culturing Malaysian Prawn Macrobrachium rosenbergii. In Sustainable Aquaculture Techniques. InTech. https://doi.org/10.5772/57501

Sahfitri, I. A. H. (2018). Potensi Pengembangan Budidaya Perikanan. [online] (https://www.researchgate.net/publication/328772920_potensi_pengembangan_budidaya_perik anan), [diakses: 20 Oktober 2020].

Simpson, E. (1949). Measurement of Diversity. [online] Nature 163,    688,

(https://doi.org/10.1038/163688a0) [diakses: 20 Oktober 2020].

Supono. (2018). Manajemen Kualitas Air untuk Budidaya Udang. Bandar Lampung, Indonesia: Aura

Wilhm, J.L. & Dorris T.C. (1968). Biological Parameters for Water Quality Criteria. BioScience 18(6), 447-481.

17