Jurnal Bumi Lestari, Volume 22, Nomor 22, Tahun 2022, Halaman 18-27

Kualitas Air, Kelimpahan Mikroba Dan Laju Pertumbuhan Udang Vannamei (Littopenaeus vannamei) Pada Tahap Pembesaran Menggunakan Sistem RAS dan Konvensional Putu Bagaskaraa, Pande Gde Sasmita Julyantoroa*, Alfi Hermawati Waskita Saria

aProgram Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Udayana. Jl. Raya Kampus Unud, Bukit Jimbaran, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, Indonesia.

*Email: [email protected]

Diterima (received) 10 Desember 2021; disetujui (accepted) 17 Mei 2022; tersedia secara online (available online) 30 Juli 2022

Abstract

Vannamei shrimp (Littopenaeus vannamei) known as white shrimp is widely cultivated in Indonesia because it has high economic value. Conventional cultivation of vannamei shrimp is often represented by poor sewage treatment, where aquaculture waste is discharged directly causing a decrease in water quality in the environment. This study used 2 different cultivation systems, namely RAS (Recirculating Aquaculture System) and conventional systems (flow-through system). The research locatedat BPIUUK Karangasem, Bali. Water quality monitoring in each tank was carried out including ammonia, nitrite, TSS (Total Suspended Solid), and the abundance of microbes. Measurement of weight and length starts from the age of 30 days of shrimp with further checks every 7 days. A sampling of water quality, as well as measurements of weight and length, were carried out by random sampling method in each rearing tank. Based on the research data, the quality of aquaculture water using RAS and conventional system were not significantly different. The data on the abundance of microbes obtained in cultivation using RAS and conventional were also not significantly different, where RAS reaching 2.0 x 105 cfu/mL, while in conventional systemwas obtained 2.1 x 105 cfu/mL of total bacteria count. The growth rate with the average value of ADG (Average Daily Growth) in RAS is 0.88 g slightly higher compared to it is 0.80 gin conventional system. This study concluded that cultivation using RAS and conventional by flow-through systemwere not significantly different in terms of water quality, microbial abundance, and shrimp growth rate.

Keywords:The Abundance of Microbes ; RAS ; Vannamei Shrimp ; BPIUUK

Abstrak

Udang Vannamei (Littopenaeus vannamei) atau dikenal sebagai udang putih merupakan biota yang banyak dibudidayakan di Indonesia karena memiliki nilai ekonomis tinggi. Budidaya konvensional pada udang vannamei seringkali identik dengan pengolahan limbah yang kurang baik, dimana limbah budidaya dibuang langsung ke perairan sehingga menyebabkan penurunan kualitas air. Penelitian ini menggunakan 2 sistem budidaya yang berbeda yaitu RAS (Recirculating Aquaculture System) dan sistem konvensional (flow-through). Lokasi penelitian bertempat di BPIUUK Karangasem, Bali. Pengecekan kualitas air pada masing-masing bak meliputi pengukuranamonia, nitrit, TSS (Total Suspended Solid) dan kelimpahan mikroba. Pengukuran berat dan panjang dimulai dari umur udang 30 hari dengan pengecekan lanjut setiap 7 hari sekali. Pengambilan sample kualitas air maupun pengukuran berat dan panjang dilakukan dengan metode Random sampling pada masing-masing bak pembesaran. Berdasarkan data hasil penelitian, kualitas air budidaya menggunakan RAS dan konvensional tidak berbeda nyata. Data kelimpahan mikroba yang di dapat pada budidaya menggunakan RAS dan konvensional tidak berbeda nyata, terbukti pada hasil yang didapatkan pada RAS mencapai 2,0 x 105 cfu/mLdan pada budidaya konvensional mencapai 2,1 x 105 cfu/mL. Laju pertumbuhan dengan nilai rata-rata ADG (Average Daily Growth) pada RAS sebesar 0,88 g sedangkan pada konvensional sebesar 0,80 g. Perbandingan budidaya menggunakan RAS dan

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2022.v22.i02.p03


© 2022 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 license. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

konvensional flow-throughsecara keseluruhan tidak berbeda nyata dari segi kualitas air, kelimpahan mikroba dan laju pertumbuhan.

Kata Kunci: Kelimpahan Mikroba ; RAS ; Udang Vannamei ; BPIUUK

  • 1.    Pendahuluan

Budidaya air payau adalah segala proses budidaya perikanan yang berlangsung pada media air payau. Salah satu komoditas pada budidaya air payau ini yaitu Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).Udang Vannamei merupakan salah satu jenis udang yang banyak dibudidayakan. Karena udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Babu et al., 2014).Budidaya Udang Vannamei di Indonesia sebagian besar menggunakan pola budidaya konvensional (flow through). Budidaya menggunakan sistem konvensional atau flow through lebih boros dalam penggunaan air dan tak sedikit pembudidaya membuang limbahnya langsung ke perairan.

Teknologi RAS adalah sebuah inovasi yang diterapkan pada kegiatan produksi ikan budidaya yang membatasi pembuangan air dengan cara mengolah kembali air yang digunakan pada budidaya serta dilakukan biofiltrasi untuk meminimalisir jumlah amonia yang terionisasi maupun yang tidak terionisasi (Timmons et al., 2010). RAS merupakan salah satu pilihan teknologi yang banyak digunakan untuk kegiatan budidaya perikanan secara intensif. Menurut P3TKP (2013), dalam Penggunaan sistem Recirculating Aquaculture System (RAS) pada Budidaya Udang Vannamei menjadi sebuah solusi dalam pemanfaatan air dengan maksimal. Pemanfaatan air secara berkala akan mengubah kondisi kualitas air selama proses budidaya berlangsung. Akan tetapi melalui mekanisme filtrasi secara fisik, biologi, atau kimia, mampu mengurangi jumlah penggunaan air, limbah, dan menjaga kondisi kualitas air selama pemakaian air berkali - kali (Rhamzani, 2018).

Parameter kualitas air amonia, nitrit dan TSS sangat riskan dalam budidaya, karena amonia dan nitrit dapat bersifat racun pada makhluk hidup. Jika terlarut di perairan akan meningkatkan konsentrasi amonia dan nitrit yang menyebabkan keracunan bagi hampir semua organisme perairan (Murti, et al 2014). Sedangkan TSS merupakan padatan tersuspensi dimana dapat menimbulkan kekeruhan pada perairan dan berkurangnya cahaya yang masuk ke dalam perairan. Kelimpahan mikroba dalam perairan akan menjadi salah satu faktor kesuksesan dalam budidaya udang vannamei (Anjasmara, 2018).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan kualitas air, kelimpahan mikroba dan laju pertumbuhan penggunaan sistem RAS dan konvensional dalam pemeliharaan kualitas air yang difokuskan pada amonia, nitrit, dan TSS selama budidaya pembesaran udang vannamei (Litopenaeus vannamei) menggunakan sistem RAS dan Konvesional. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat, dan para pelaku pembudidaya, mengenai kualitas air dari penggunaan sistem RAS dan Konvensional.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan metode eksperimental di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem dengan menggunakan 2 sistem budidaya yang berbeda yakni antara sistem RAS yang dibantu sistem filterisasi dengan sistem konvensional atau sistem kuras bak (bak kontrol). Konsentrasi amonium, nitirit, TSS (Total Suspended Solid) dan kelimpahan mikroba merupakan komponen yang diteliti pada masing – masing sistem budidaya.

  • 2.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 2 Juli 2020 hingga 3 September 2020 yang bertempat di Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan (BPIU2K) Karangasem.

Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian

Gambar 2. Tampak Depan Kantor BPIUUK Karangasem

  • 2.2. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu : Bak beton kapasitas 30.000 L, tandon air, pipa PVC, aerasi, pompa air, karpet, koral mati, arang kayu, refraktometer, DO meter, termometer, kertas pH, timbangan digital, tabung reaksi, cawan petri, api bunsen, blender, pipet tetes, botol 600ml dan alat tulis. Sedangkan pada bahan yaitu : sampel air, benih udang vannamei, air laut, agar TSA, agar TCBS dan reagen amonia dan nitrit.

  • 2.3.    Pelaksanaan Penelitian

    • 2.3.1.    Persiapan Bak Pemeliharaan

Persiapan bak budidaya menggunakan sistem RAS dan konvensional atau bak kontrol dimulai dengan pencucian bak dan klorinisasi bak agar bak budidaya steril. Persiapan Bak RAS dengan bantuan 5 filter diantaranya : filter 1 yakni menggunakan karpet dengan fungsi menyaring material yang tersuspensi dalam air, filter 2 yakni skimer yang berfungsi untuk menangkap material atau partikel berukuran mikro dalam air, filter 3 menggunakan karang jahe yang berfungsi sebagai tempat hidupnya bakteri, filter 4 menggunakan bioball yang memiliki fungsi sebagai tempat hidup bagi bakteri, filter 5 yakni menggunakan arang kayu yang berfungsi sebagai penyerapan senyawa limbah dalam air. Pada bak konvensional dilakukan perlakuan kuras 50% dari total volume setiap 3 hari sekali. Jumlah tebar benur pada masing-masing bak sebanyak 10.000 benur /30.000L.

  • 2.3.2.    Pemberian Pakan

Pemberian pakan sebanyak 5 kali dalam satu hari dengan jadwal pemberian pakan antara sistem RAS dan konvensional sama, yakni pemberian pakan pertama pada jam 05:00, pemberian pakan kedua pada jam 09:00, pemberian pakan ketiga pada jam 14:00, pemberian pakan keempat pada jam 19:00 dan pemberian pakan kelima pada jam 00:00. Persentase pemberian pakan 10% biomassa udang dengan taksiran SR 80%.

  • 2.3.3.    Pengecekan Kualitas Air

Pengambilan sampel kualitas air, meliputi Amonium, Nitrit, dan TSS pada bak pemeliharaan sistem RAS dan konvensional, diambil 7 hari sekali dimulai dari hari penebaran benih Udang Vannamei dilakukan pengulangan sebanyak 10 kali yang dilakukan di Laboratorium Uji BPIUUK, Karangasem menggunakan metode kolorimetri. Pengambilan sampel harian seperti DO, pH, suhu, salinitas, yang dilaksanakan langsung di tempat pemeliharaan yang ada di BPIUUK, Bugbug, Karangasem.

  • 2.3.4.    Pengecekan Total Bakteri dan Vibrio

Pengambilan sampel air untuk Total bakteri dan Total vibrio dengan cara diambil sampel air pada permukaan bak pemeliharaan antara sistem RAS dan konvensional dengan botol lalu dibawa ke laboratorium uji BPIUUK. Pengambilan sampel air untuk kelimpahan mikroba setiap 21 hari sekali dengan pengulangan 3 kali selama budidaya berlangsung.

  • 2.3.5. Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan deskriptif kuantitatif yaitu metode yang dilakukan dengan cara menganalisa suatu objek untuk memecahkan suatu masalah. Data yang diperoleh dari hasil sampling dicatat, dikumpulkan dan ditabulasi. Data kualitas air dianalisis secara deskriptif dengan penyajian tabel dan gambar.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Amonia

Nilai konsentrasi amonia (NHs) pada penelitian ini mengalami peningkatan pada kedua bak budidaya yakni bak konvensional dan RAS selama dua minggu pertama yang kemudian menurun secara drastis hingga memasuki minggu keempat. Berikut grafik konsentrasi amonia kedua bak pemeliharaan :

Bak RAS        Konvensional

Gambar 3. Konsentrasi Amonia

Pada hasil konsentrasi bak RAS menunjukkan dari minggu pertama yang mendapatkan hasil 0 mg/L terjadi kenaikan di minggu ke 2 yang mendapatkan hasil 1.60 mg/L. Peningkatan yang cukup tinggi pada minggu ke 2, namun terjadi penurunan dari minggu ke 2 menuju minggu ke 3 sampai minggu ke 4 yang dimana mendapatkan hasil pada minggu ke 4 adalah 0,08 mg/L. Minggu ke 5 sampai minggu ke 9 tidak terjadi kenaikan maupun penurunan yang sangat drastis. Hasil konsentrasi amonia pada minggu ke 9 adalah 0,34 mg/L.

Hasil konsentrasi amonia pada bak konvensional dimulai pada minggu pertama mendapatkan hasil 1,1 mg/L yang merupakan hasil yang cukup tinggi pada minggu pertama dan terjadi kenaikan pada minggu ke 2 yang mendapatkan hasil 2,80 mg/L. Hasil 2,80 mg/L merupakan hasil terbesar dalam penelitian ini. Pada minggu ke 3 dan ke 4 mengalami penurunan yang cukup signifikan yakni di angka 0,03 mg/L. Pada minggu ke 5 sampai minggu ke 9 tidak mengalami kenaikan maupun penurunan yang sangat signifikan, hasil konsentrasi amonia pada minggu ke 9 adalah 0,15 mg/Menurut Abdul Mansyur (2009) mengemukakan bahwa kandungan amoniak yang aman untuk budidaya Udang Vannamei adalah di bawah 0,1 ppm, yang menandakan bahwa kedua perlakuan baik bak RAS maupun konvensional melebihi batas baku mutu yang ditoleransi oleh udang vannamei ,maka dari itu mengakibatkan terganggunya laju pertumbuhan. Tingginya konsentrasi amoniak yang diperoleh pada penelitian ini diduga disebabkan oleh akumulasi sisa pakan dan kotoran udang yang menyebabkan amoniak meningkat.

  • 3.2.    Nitrit

Hasil pengamatan nilai konsentrasi nitrit yang didapatkan selama penelitian mengalami pergerakan yang sangat drastis antara tinggi dan rendahnya konsentrasi nitrit, dimana pada bak RAS nilai konsentrasi nitrit meningkat pada minggu ketiga dan menurun secara drastis pada minggu keempat, sedangkan pada bak konvensional nilai konsentrasi nitrit meningkat secara stabil pada minggu ketiga dan mencapai puncaknya pada minggu keenam. Berikut grafik konsentrasi nitrit pada kedua bak pemeliharaan :

Bak RAS        Konvensional

Gambar 4. Konsentrasi Nitrit

Hasil konsentrasi nitrit pada bak RAS di minggu pertama mendapatkan hasil konsentrasi nitrit adalah 0,031 mg/L, lalu pada minggu ke 2 dan ke 3 mengalami kenaikan namun tidak signifikan. Hasil pada minggu ke 3 sebesar 0,616 mg/L. Pada minggu ke 4 terjadi lonjakan konsentrasi nitrit yang sangat signifikan yaitu sebesar 19,72 mg/L. Pada minggu ke 5 mengalami penurunan yang sangat signifikan dengan hasil 0,782 mg/L. Minggu ke 6 hingga minggu ke 9 tidak terlalu mengalami kenaikan dan penurunan yang signifikan seperti di minggu ke 4. Hasil konsentrasi nitrit pada minggu ke 9 yaitu 0,977 mg/L.

Konsentrasi nitrit pada bak konvensional minggu pertama adalah 0,02 mg/L. Hasil pada minggu ke 2 mengalami penurunan yang dimana hasil konsentrasi nitrit sebesar 0,045 mg/L, namun pada minggu ke 3 mengalami kenaikan dengan hasil konsentrasi 0,618 mg/L. Pada minggu ke 4 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan hasil konsentrasi 16,4 mg/L, sedangkan pada minggu ke 5 mengalami penurunan yang tidak terlalu signifikan dengan hasil konsentrasi 15,04 mg/L. Pada minggu ke 6 mengalami kenaikan yang cukup signifikan dengan hasil konsentrasi 25,50 mg/L, hasil pada minggu ke 6 merupakan hasil tertinggi yang terjadi pada penelitian ini. pada minggu ke 7 sampai minggu ke 9 mengalami penurunan hingga pada minggu ke 9 mendapatkan hasil 0,589 mg/L. Supono(2018), mengatakan bahwa batas maksimal kandungan nitrit pada budidaya Udang Vannamei adalah <0,01 ppm yang menandakan sudah melewati batas baku mutu dan menyebabkan toxic pada biota namun udang memiliki hymolimp dimana nitrit tidak mudah untuk terakumulasi di dalam hymolimp. Nitrit tampaknya sangat beracun bagi udang laut, meskipun berdasarkan obervasi menunjukkan bahwa konsentrasi nitrit sangat rendah di dalam hymolimp.

  • 3.3.    Total Suspended Solid

Nilai Total Suspended Solid (TSS) atau sering disebut sebagai total material padatan tersuspensi yang didapatkan pada penelitian ini mengalami peningkatan dan penurunan yang stabil selama tujuh minggu pertama. Pada minggu ketujuh kedua bak perlakuan mengalami peningkatan nilai TSS yang cukup drastis dan mencapai puncaknya pada minggu kedelapan (bak konvensional) dan minggu kesembilan (bak RAS). Berikut grafik konsentrasi TSS pada penelitian ini :

Bak RAS        Konvensional

Gambar 5. Konsentrasi Total Suspended Solid

Hasil konsentrasi TSS minggu pertama pada bak RAS adalah 3 mg/L, selanjutnya pada minggu ke 2 mengalami kenaikan dengan hasil konsentrasi 6 mg/L. Pada minggu ke 3 mendapatkan hasil 25 mg/L, naik sebesar 22 mg/L dalam jangka 1 minggu merupakan kenaikan yang cukup signifikan. Minggu ke 3 mengalami penurunan sebesar 1 mg/L yaitu menjadi 24 mg/L. Minggu ke 3 sampai minggu ke 9 meningkat sangat signifikan dengan kenaikan 65 mg/L yang dimana hasil konsentrasi TSS minggu ke 9 adalah 89 mg/L.

Berdasarkan hasil TSS pada bak konvensional di minggu pertama adalah 3 mg/ L, minggu ke 2 dan ke dan 3 mengalami kenaikan hingga 23 mg/L. Pada minggu ke 4 dan 5 mengalami penurunan namun tidak signifikan dengan hasil konsentrasi 20 mg/L. Minggu ke 7 mengalami penurunan hingga 10 mg/L, namun minggu ke 8 mengalami kenaikan lagi dengan hasil konsentrasi 74 mg/L dan minggu ke 9 mengalami penurunan hingga mendapatkan hasil 66 mg/L. Tingginya kandungan padatan tersuspensi dapat mengganggu proses penetrasi cahaya matahari yang selanjutnya dapat menghambat proses fotosintesis, sebagaimana yang telah dijelaskan noleh (Ray 2010), meskipun padatan tersuspensi memiliki peranan penting dalam penyediaan substrat untuk komunitas mikroba, akan tetapi pada konsentrasi yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan kebutuhan oksigen dan mengurangi laju pertumbuhan

  • 3.3.    Kelimpahan Mikroba

Kelimpahan mikroba pada penelitian ini dibagi menjadi total bakteri dan total bakteri vibrio kuning maupun hijau pada masing – masing bak pemeliharaan. Adapun hasil dari total bakteri maupun total vibrio kuning dan hijau dari masing – masing bak pemeliharaan :

Tabel 1. Total Bakteri

No

RAS (cfu/mL)

Konvensional (cfu/mL)

1

6,4 x 104

2,1 x 105

2

2,0 x 105

< 1 x 103

3

3,4 x 104

< 1 x 103

Tabel 2. Total Bakteri Vibrio

Perlakuan

Total Vibrio Koloni Warna Kuning (cfu/mL)

Total Vibrio Koloni Warna Hijau (cfu/mL)

RAS

1,7 X 104

5,8 X 103

2,1 X 103

6,3 X 102

< 1 X101

< 1 X101

Konvensional

2,0 x 104

7,0 x 103

4,3 x 102

< 1 x 101

2,9 x 102

< 1 x 101

Kelimpahan mikroba pada penelitian ini mengambil data total bakteri dan total vibrio pada bak RAS dan konvensional. Pengambilan sampel sebanyak 3 kali selama 2 bulan, pengambilan sampel berjarak 21 hari dari hari pengecekan sebelumnya. Kelimpahan mikroba pada penelitian ini murni mengecek kelimpahan mikroba yang terdapat dalam bak pemeliharaan. Hasil total bakteri pada bak RAS pada 21 hari pertama adalah 6,4 x 104 cfu/mL, mengalami kenaikan pada pengecekan 21 hari yang ke 2 yaitu dengan hasil 2,0 x 105 cfu/mL, setelah itu mengalami penurunan pada pengecekan 21 hari yang ke 3 dengan hasil 3,4 x 104 cfu/mL.

Hasil total bakteri pada bak konvensional pada 21 hari pertama mendapatkan hasil 2,1 x 105 cfu/mL. Pada pengecekan berikutnya di 21 hari yang ke 2 maupun 3 mendapatkan hasil yang sama dan terjadi penurunan dari hasil pengecekan awal, hasil total bakteri pada 21 hari yang ke 2 dan 3 mendapatkan < 1 x 103 cfu/mL. Berdasarkan hasil penelitian, total vibrio dibagi menjadi 2 yaitu warna kuning dan hijau. Pengambilan sampel setiap 21 hari dengan pengulangan 3 kali pada bak RAS dan bak konvensional. Hasil pada bak RAS pengecekan 21 hari pertama mendapatkan hasil total vibrio kuning 1,7 X 104 cfu/mL dan total vibrio hijau sebesar 5,8 X 103 cfu/mL. Pada total vibrio kuning mengalami penurunan dengan hasil 2,1 X 103 cfu/mL dan total vibrio hijau mengalami penurunan dengan hasil 6,3 X 102 cfu/mL. Penurunan terjadi pada pengecekan ke 3 dengan total vibrio kuning dan hijau mendapatkan hasil < 1 X101 cfu/mL.

Total vibrio kuning dengan pengecekan 21 hari pertama pada bak konvensional berjumlah 2,0 x 104 cfu/mL dan total vibrio hijau berjumlah 7,0 x 103 cfu/mL. Pada pengecekan ke 2, total vibrio kuning terjadi penurunan dengan jumlah 4,3 x 102 cfu/mL dan total vibrio hijau terjadi penurunan dengan hasil < 1 X101 cfu/mL. Pada 21 hari yang ke 3 mendapatkan hasil total vibrio kuning berjumlah 2,9 x 102 cfu/ml sedangkan pada total vibrio hijau berjumlah < 1 X101 cfu/mL. Kenaikan maupun penurunan yang terjadi pada kelimpahan bakteri diduga diakibatkan oleh Beberapa faktor abiotik meliputi faktor yang mempengaruhi kehidupan mikroba yang terdapat dalam air antara lain temperatur, konduktivitas, arus, kekeruhan, kecerahan, derajat keasaman (pH), oksigen terlarut, salinitas dan total bahan organik (Mudatsir,2007).

  • 3.4.    Pertumbuhan Udang Vannamei

Laju pertumbuhan dengan mengetahui ADG (Average Daily Growth) adalah pertambahan berat harian rata-rata udang dalam suatu periode waktu tertentu sehingga dapat digunakan untuk mengetahui kecepatan pertumbuhan udang (Pindo,2018). Pengambilan sampel panjang dan berat dilakukan setelah 30 hari dari awal tebar benur. Berikut grafik laju pertumbuhan Udang Vannamei selama penelitian berlangsung :

7.00

6.00

5.00

4.00

ro

3.00

CQ

2.00

1.00

0.00

0



20          40          60          80         100


Umur tebar (hari)

Bak RAS        Bak Konvensional

Gambar 6. Laju Pertumbuhan Udang Vannamei

Berdasarkan hasil ADG hari ke 30 pada bak RAS sebesar 0,035 gram, sedangkan pada bak konvensional sebesar 0,034 gram. Pada hari ke 37 ADG pada bak ras sebesar 0,055 gram dan bak konvensional sebesar 0,041 gram. Pada hari ke 44 hasil ADG bak RAS berjumlah 0,10 gram dan bak konvensional 0,15 gram. Pengambilan sampel panjang dan berat dilakukan setiap 1 minggu sekali agar perbedaan pertumbuhan cukup terlihat, selanjutnya pada hari ke 51 dengan ADG pada bak RAS sebesar 0,06 gram dan bak konvensional 0,06 gram. Pada hari ke terakhir yaitu hari ke 78 mendapatkan ADG pada bak RAS sebesar 0,16 gram dan pada bak konvensional sebesar 0,06 gram. Rata-rata ADG selama kurang lebih 2 bulan pada bak RAS sebesar 0,088571 gram dan bak konvensional 0,080714 gram. Berdasarkan hasil di atas dapat di simpulkan bahwa laju pertumbuhan pada bak RAS dan bak konvensional tidak berbeda nyata, diduga faktor kondisi kualitas air dapat memengaruhi laju pertumbuhan udang vannamei dan produktivitas tambak (Haeruddin, 2013).

  • 3.4.    Parameter DO, pH, suhu, dan Salinitas

Pada pengukuran nilai parameter kualitas air tambahan seperti DO, pH, suhu dan salinitas pada bak RAS dan Konvensional, didapatkan hasil rata - rata pengukuran DO pada bak RAS sebesar 6,08, sedangkan pada bak konvensional didapatkan hasil sebesar 6,14 yang secara keseluruhan lebih besar sebanyak 0,06 dari bak RAS. Hasil rata-rata pH pada bak RAS dengan hasil 6,7 sedangkan pada bak konvensional dengan hasil 6,8 perbedaan pH yang tidak terlalu signifikan pada masing-masing bak pembesaran. Suhu pada kedua bak memiliki perbedaan yang tidak signifikan, hasil rata-rata suhu pada bak RAS yakni 27,4oC sedangkan dengan bak konvensional mendapatkan hasil rata-rata 27,5oC. Hasil rata-rata salinitas pada bak RAS yakni 34,4 ppm sedangkan pada bak konvensional dengan hasil 34,8 ppm. Secara statistik, tidak terdapat perbedaan yang drastis terhadap pengukuran kualitas air pada pemeliharaan secara RAS maupun konvensional karena nilai kualitas air pada kedua perlakuan masih berada dalam kadar yang optimum untuk pemeliharaan udang vaname (Erlangga, 2019).

Tabel 3. Kondisi DO, pH, suhu dan Salinitas

Parameter

RAS

Konvensional

DO (ppm)

5,71- 6,74

5,68 - 6,76

pH

6,5 - 7

6,5 - 7

Suhu (°C)

26,7 - 28

27 - 28,2

Salinitas (ppt)

34 - 35

34 - 35

  • 4.    Simpulan

Kondisi kualitas air pada pembesaran udang vannamei dengan menggunakan sistem ras dan konvensional tidak berbeda nyata, begitu juga pada kelimpahan mikroba yang melibatkan total bakteri maupun total vibrio pada bak ras dan konvensional berdasarkan data tidak berbeda nyata dan laju pertumbuhan pada masing-masing sistem budidaya berdasarkan data tidak berbeda nyata. Secara umum antara sistem budidaya RAS dan konvensional pada penelitian ini memiliki keunggulannya masing-masing karena pada hasil keseluruhan tidak berbeda nyata.

Ucapan terimakasih

Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak seluruh staf pegawai Balai Produksi Induk Udang Unggul dan Kekerangan Karangasem yang telah membantu penulis selama pelaksanaan penelitian.

Daftar Pustaka

Anjasmara, B, Pande, G.S.J, dan Endang, W.S. 2018. Current Trends in Aquatic ScienceI(1), 1-7(2018)Curr.Trends Aq. Sci.I(1): 1-7 (2018)Total Bakteri dan Kelimpahan Vibrio pada Budidaya Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei) Sistem Resirkulasi Tertutup dengan Padat Tebar Berbeda. Current Trends in Aquatic ScienceI(1), 1-7(2018).

Babu, D., Ravuru, J.N. Mude. 2014. Effect of Density on Growth and Production of Litopenaeus vannamei of Brackish Water Culture System in Summer Season with Artificial Diet in Prakasam District, India. American International Journal of Research in Formal, Applied, & Natural Sciences. 5(1):10-13.

Erlangga, Zulfikar, & Akbar, S. 2019. Pengaruh Perbedaan Sistem Resirkulasi dan Sistem Konvensional terhadap Pertumbuhan dan Sintasan Benih Kuda Laut (Hippocampus comes). Acta Aquatica Aquatic Sciences Journal 6(2): 64-68.

Haeruddin, Fuady, M.F., & Supardjo, M.N. 2013. Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air terhadap Tingkat Kelulushidupan dan Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di PT. Indokor Bangun Desa, Yogyakarta. Diponegoro Journal of Maquares 2(4): 155-162.

Mansyur, Abdul. Malik, Abdul & Suryanto, Hidayat. 2009. Sistem pengelolahan air pada budidaya udang

Vanamei (Litopenaeus vannamei) dengan teknologi ekstensif. Makalah disajikan dalam Seminar Nasional Kelautan V. Universitas Hang Tuah Surabaya. Surabaya 23 April.

Mudatsir. 2007. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kehidupan Mikroba Dalam Air. Jurnal Kedokteran Syiah KualaVolume 7 Nomor 1 April 2007

Pindo W, Ninik P, Nuning M, Dwi P, Epro B, dan Rietje. 2018. Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Keramba Jaring Apung Laut. Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Teknologi Pertanian. Hal 410-418.

Pusat Pengkajian dan Perekayasaan Teknologi Kelautan dan Perikanan [P3TKP]. (2013). Laporan akhir penelitian rekayasa shelter untuk pendederan air laut. Jakarta: Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Ray, A.J., B.L. Lewis, C.L. Browdy and J.W. Leffler, 2010. Suspended Solids Removal to Improve Shrimp (Litopenaeus vannamei) Production and an Evaluation of Plant-Based Feed in Minimal-Exchane, Superintensive Culture Systems. Aquaculture, Volume 299, Issues 1-4 Pages 89-98.

Rhamzani R,2018. Kinerja Produksi Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Pada Sistem Ras Dengan Penambahan Biofilter Rumput Laut Dan Kerang Darah. Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan Dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Supono, 2018. Buku Manajemen Kualitas Air Untuk Budidaya Udang. Perpustakaan Nasional RI

Timmons, M.B., J.M. Ebeling, N.R.A. Center. 2010. Recirculating Aquaculture. Cayuga Aqua Ventures

Ithaca, NY.

27