Review: Metabolit Sekunder dan Aktivitas Farmakologi Tanaman Mangrove Sonneratia alba
on
JURNAL FARMASI UDAYANA | pISSN: 2301-7716; eISSN: 2622-4607 | VOL. 11, NO. 1, 2022
https://doi.org/10.24843/JFU.2022.v11.i01.p01
Review: Metabolit Sekunder dan Aktivitas Farmakologi Tanaman Mangrove (Sonneratia alba)
Priskila Putri Mairing1 and Ni Putu Ariantari2
-
1 Program Studi S1 Farmasi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, 80361
-
2 Program Studi Profesi Apoteker, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Udayana, Kampus Bukit Jimbaran, Badung, Bali, 80361
Reception date of the manuscript: 2022-02-15
Acceptance date of the manuscript: 2022-03-06
Publication date: 2022-07-31
Abstract— (Sonneratia alba) is a mangrove species widely distributed in Indonesia and locally known as pidada putih or perepat. Various parts of this plant have been used in folk medicine for the treatment of bruises, sprains, malaria, appendicitis, liver, increased appetite, and stamina. This review summarizes the latest information regarding secondary metabolites and pharmacological activities of extracts and phytochemicals of the mangrove S. alba, potentially used for pharmaceutical and nutritional applications. The review covers bioactive secondary metabolites reported in the last 10 years (2011-2021) based on data search through scientific databases and website such as Google Scholar, NCBI, PubMed, ScienceDirect, and Springer. A growing number of reports revealed pharmacological potential of S. alba as antibacterial and antioxidant. A total of 17 secondary metabolites have been described from S. alba collected from various plant parts such as fruits, leaves, stems, and roots. In addition, various chemical classes of metabolites such as terpenoids/triterpenoids, alkaloids, flavonoids and phenolics, saponins, and steroids were reported from this plant.
Keywords—Pharmacological activity, secondary metabolites, Sonneratia alba
Abstrak— Sonneratia alba merupakan spesies mangrove yang tersebar luas di Indonesia dan dikenal masyarakat sebagai pidada putih atau perepat. Berbagai bagian tanaman ini telah digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati memar, terkilir, malaria, usus buntu, liver, meningkatkan nafsu makan dan stamina. Artikel review ini merangkum informasi terkini mengenai metabolit sekunder dan aktivitas farmakologi kandungan fitokimia dari tanaman mangrove S. alba, yang potensial dimanfaatkan dalam bidang farmasi dan nutrisi. Artikel ini mencakup senyawa metabolit sekunder yang dilaporkan dalam 10 tahun terakhir (2011-2021), dan pengumpulan data dilakukan melalui penelusuran menggunakan mesin pencari seperti Google Scholar, NCBI, PubMed, ScienceDirect, dan Springer. Berbagai studi menunjukkan potensi farmakologis S. alba terutama sebagai antibakteri dan antioksidan. Sebanyak 17 senyawa metabolit sekunder telah dilaporkan dari S. alba yang dikoleksi dari berbagai bagian tanaman seperti buah, daun, batang, dan akarnya. Selain itu, kandungan kimia dari golongan terpenoid/triterpenoid alkaloid, flavonoid dan fenolik, saponin, serta steroid dideteksi dari tanaman ini.
Kata Kunci—Aktivitas farmakologi, metabolit sekunder, Sonneratia alba
Mangrove merupakan hutan pasang surut yang terletak di daerah tropis dan subtropis. Ekosistem mangrove tumbuh subur di daerah pesisir yang terlindungi seperti pantai, teluk, dan laguna. Mangrove juga ditemukan di kawasan yang dilindungi oleh gundukan pasir, pulau-pulau, terumbu karang, dan padang lamun (Giesen et al., 2007). Indonesia memiliki habitat mangrove terbesar di dunia dan berkontribusi pada 25,79 % dari ekosistem mangrove global (Bibi et al., 2019). Sejauh ini, telah diidentifikasi setidaknya sebanyak 202 jenis tanaman mangrove di Indonesia (Noor et al., 2006). Salah
Penulis koresponden: Ni Putu Ariantari, [email protected]
satu genus mangrove yang tersebar luas di Indonesia yaitu Sonneratia (Pursetyo et al., 2013). Hingga saat ini, sembilan spesies dari genus Sonneratia telah dilaporkan, meliputi Son-neratia alba, S. caseolaris, S. ovata, S. apetala, S. griffithii, S. lanceolata, dan hibrida yaitu Sonneratia × hainanensis, Sonneratia × gulngai, dan Sonneratia × urama. Dari sembilan spesies tersebut, spesies yang penyebarannya paling luas adalah S. alba. Tanaman ini ditemukan di sepanjang wilayah pesisir di Afrika Timur, melalui India dan Asia Tenggara (termasuk Cina Selatan dan Indonesia) hingga ke pulau-pulau barat di Samudera Pasifik termasuk Kaledonia Baru, Kepulauan Solomon dan Australia Utara (Mao & Foong, 2013). Di Indonesia, S. alba dikenal oleh masyarakat dengan berbagai nama, antara lain pidada putih, perepat, boogem, bidada, bidada, posi-posi, wahat, putih, beropak, bangka, su-
Bagian Tanaman |
Kandungan Metabolit Sekunder Aktivitas Farmakologi Referensi |
Buah, ranting, dan daun |
Asam ursolat, asam oleanolik, Antioksidan, antiinflamasi, (Ragasa et al., 2015) α -amirin sinamat, anti-lipid peroksidase β -amirin sinamat, β -sitosterol, stigmasterol, lupeol, skualena |
Kulit batang dan akar Kulit batang |
Senyawa fenolik Antioksidan dan (Suh et al., 2014) inhibitor tirosinase Asam 9(11), 12 diena dihidrobetulinat, Antibakteri (Harizon et al., 2015) lupeol, lupan-3β -ol |
Kulit batang Daun |
Flavonoid, senyawa fenolik Antibakteri (Rasidah et al., 2019) Alkaloid, tanin, saponin, Antibakteri (Syafitri et al., 2020) steroid, flavonoid |
Daun Daun |
Lupan-3α -ol Antikolesterol (Musa et al., 2019) Asam oleanolik, betulin, Antiinflamasi, antikanker (Thu et al., 2011) asam betulinat, asam alphitolat Antioksidan, antibakteri, |
Daun |
Lupeol, asam oleanolik, dan toksisitas pada (Asad et al., 2013) β -sitosterol, β -stigmasterol, larva udang sitost-4-en-3-on Analgesik, antiinflamasi, |
Daun |
Asam oleanolik, lupeol, β -sitosterol, dan aktivitas depresan (Asad et al., 2017) β -stigmasterol, sitost-4-en-3-on sistem saraf pusat (SSP) Antidiabetik dan |
Daun |
Tanin toksisitas pada larva udang (Morada, 2016) Alkaloid, fenol, tanin. |
Daun |
Alkaloid, fenol, tanin, Antioksidan dan antibakteri (Mustopa et al., 2016) saponin, dan flavonoid |
Buah Buah Akar |
Alkaloid, flavonoid, fenolik, tanin, steroid Antioksidan (Paputungan et al., 2017) Senyawa fenolik, flavonoid Antidiabetik (Hardoko, 2020) Stigmasterol, β -sitosterol Antioksidan (Latief et al., 2019) |
Akar |
β -sitosterol Toksisitas pada larva udang (Latief et al., 2020) |
sup, kedada, muntu, sopo, barapak, pupat, dan mange-mange (Noor et al., 2006). Bagian buahnya terutama digunakan dalam pengobatan tradisional untuk mengobati memar dan terkilir (Bandaranayake, 2002). Masyarakat di Desa Mamuya, Maluku Utara, menggunakan bagian buah yang muda, kulit batang, dan akar untuk pengobatan mangir, meningkatkan nafsu makan, lusiang (nyeri otot, sakit pinggang, sakit tulang, rematik), malaria, memulihkan stamina, usus buntu, dan liver (Kadir et al., 2019). Dalam pengobatan tradisional Suku Sawang, Kabupaten Belitung, bagian daun perepat digunakan untuk mengobati gatal akibat terkena ulat bulu. Ramuan obat dari daun perepat ini diolah dengan cara daunnya ditumbuk dan diperas, lalu ditambahkan air panas dan sedikit garam, kemudian disaring dan diminum (Irawan et al., 2013). Seperti halnya spesies mangrove lainnya, tanaman ini menempati habitat yang unik, berada dalam kawasan peralihan antara laut dan daratan dengan lingkungan yang ekstrim, seperti kondisi tanah yang tergenang dan kurang stabil, serta kadar garam yang tinggi (Noor et al., 2006). Dengan kondisi lingkungan tersebut, mangrove mengembangkan mekanisme pertahanan dengan memproduksi metabolit sekunder. Metabolit sekunder ini berpeluang dimanfaatkan sebagai bahan obat atau kandidat obat. Berbagai metabolit sekunder yang termasuk dalam golongan alkaloid, tanin, saponin, steroid, dan flavonoid dengan beragam aktivitas farmakologis telah dilaporkan dari S. alba. Artikel ini bertujuan untuk merangkum informasi terkini mengenai metabolit sekunder dan aktivitas farmakologi kandungan fitokimia dari tanaman mangrove S. alba, yang potensial dimanfaatkan dalam bidang far-
masi dan kesehatan.
Artikel ini disusun berdasarkan kajian literatur yang dipublikasikan antara 2011 sampai 2021. Pengumpulan artikel dilakukan melalui database mesin pencari seperti Google Scholar, NCBI, PubMed, ScienceDirect, dan Springer. Kata kunci pencarian yang digunakan yaitu “secondary metabolite of Sonneratia alba”, “bioactive compound of Sonneratia alba”, dan “pharmacological activities of Sonneratia alba”. Kriteria inklusinya adalah jurnal nasional maupun internasional yang diterbitkan 10 tahun terakhir, yang melaporkan kandungan metabolit sekunder dan aktivitas farmakologi dari mangrove S. alba. Struktur kimia dari metabolit sekunder yang dilaporkan dari tanaman ini digambar dengan program ChemDraw versi 14.
Berdasarkan hasil penelusuran artikel yang membahas mengenai senyawa metabolit sekunder dan aktivitas farmakologi S. alba, diperoleh data seperti ditampilkan pada Tabel 1. Bagian tanaman yang paling banyak dilaporkan secara berurutan yaitu daun, kulit batang, buah, dan akar. Sebanyak 17 senyawa metabolit sekunder juga telah diidentifikasi dari mangrove S. alba . Selain itu, kandungan kimia dari golongan alkaloid, flavonoid dan fenolik, saponin, steroid, serta terpenoid/triterpenoid dideteksi dari tanaman ini. Senyawa metabolit sekunder, ekstrak dan fraksi yang diperoleh dari berbagai bagian tanaman S. alba juga menunjukkan aktivitas
farmakologis menjanjikan, yaitu sebagai antioksidan, anti-bakteri, antidiabetik, antiinflamasi, antikolesterol, analgesik, antidepresan, inhibitor tirosinase, anti-lipid peroksidase, dan toksisitas terhadap larva udang. Antioksidan dan antibakteri merupakan aktivitas farmakologi yang dominan dilaporkan dari tanaman ini.
Penelitian mengenai aktivitas farmakologi baik secara in vivo maupun in vitro dari S. alba telah banyak dilakukan. Berbagai hasil penelitian untuk mengeksplorasi aktivitas farmakologi S. alba, menunjukkan potensi kandungan kimia dari tanaman ini sebagai antibakteri, antioksidan, inhibitor tiro-sinase, antiinflamasi, analgesik, aktivitas depresan sistem saraf pusat, antikolesterol, dan toksisitas terhadap larva udang.
Antibakteri
Penelitian Asad et al. (2017) melaporkan aktivitas antibak-teri ekstrak metanol dan fraksi yang diperoleh melalui frak-sinasi cair-cair ekstrak metanol daun S. alba terhadap bakteri Gram positif dan Gram negatif. Ekstrak metanol dipartisi di antara beberapa pelarut organik yaitu petroleum eter, karbon tetraklorida, kloroform, dan air, sehingga diperoleh fraksi petroleum eter, karbon tetraklorida, kloroform, dan fraksi larut air. Uji aktivitas antimikroba dilakukan dengan metode difusi cakram, dengan konsentrasi sampel uji sebesar 400 µg/cakram. Di antara sampel uji, hanya ekstrak petroleum eter yang tidak menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif maupun negatif. Sedangkan, ekstrak karbon tetraklorida menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif yaitu Bacillus subtilis, Bacillus megaterium, dan Bacillus cereus, masing-masing dengan diameter hambat sebesar 9,9 dan 7 mm, dan terhadap bakteri Gram negatif Shigella dysenteriae dengan diameter hambat sebesar 7 mm. Ekstrak kloroform hanya menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif B. megaterium dan B. cereus, masing-masing dengan diameter hambat sebesar 7 dan 10 mm. Ekstrak larut air menunjukkan aktivitas penghambatan terhadap bakteri Gram positif B. megaterium dan Staphylococcus aureus dengan diameter hambat keduanya sebesar 7 mm. Pada penelitian Rasidah et al. (2019), kulit batang S. alba diekstraksi bertingkat dengan campuran metanol:air (9:1), dilanjutkan dengan pelarut metanol:air (1:1), sehingga diperoleh ekstrak yang digunakan untuk uji antibakteri. Aktivitas antibakteri diuji terhadap bakteri Gram positif S. aureus. Hasil uji menunjukkan bahwa ekstrak yang diperoleh dengan pelarut metanol:air (9:1) memiliki aktivitas antibakteri dengan nilai konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 0,05 % dan nilai konsentrasi bunuh minimum (KBM) sebesar 0,075 %. Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut metanol:air (1:1), menunjukkan aktivitas 10 kali lebih lemah terhadap bakteri uji S. aureus dibandingkan dengan ekstrak dari proses maserasi dengan metanol:air (9:1), dengan nilai KHM dan KBM masing-masing sebesar 0,5 dan 0,75 %. Selanjutnya, lima senyawa antibakteri berhasil dipisahkan dari ekstrak kulit batang S. alba tersebut, dipandu dengan teknik bioautografi. Satu senyawa dilaporkan sebagai katekin, 2 senyawa golongan flavonol, dan 2 senyawa fenolik yang belum diketahui struktur kimianya. Senyawa fenol pada konsentrasi tinggi dapat menembus dinding sel bakteri dan mempresipitasi protein dalam sel bakteri. Sedangkan senyawa fenol pada konsentrasi yang lebih rendah
dapat menonaktifkan sistem enzim penting dalam sel bakteri Oliver et al. (2001).
Antioksidan
Delta dan Hendri (2021) melakukan pengujian aktivitas antioksidan dari daun dan kulit batang S. alba yang dima-serasi dengan etanol untuk masing-masing bagian tanaman. Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan metode 1,1 difenil-2- pikrilhidrazil (DPPH) sebagai senyawa radikal bebas yang diukur absorbansinya dengan spektrofotome-tri. Berdasarkan hasil uji aktivitas antioksidan, ekstrak etanol daun dan kulit batang S. alba menunjukkan aktivitas antioksidan sangat kuat dengan nilai IC50 masing-masing secara berurutan yaitu 18,62 dan 22,96 ppm. Suatu ekstrak dikatakan memiliki aktivitas antioksidan kategori sangat kuat jika nilai IC50 <50 ppm (Molyneux, 2004). Penelitian Latief et al (2019) melaporkan aktivitas antioksidan ekstrak etil asetat dan senyawa fitosterol yang diisolasi dari akar S. alba dengan metode DPPH. Ekstrak etil asetat akar S. alba diperoleh dari proses maserasi berulang dengan pelarut n-heksana, lalu residu dimaserasi dengan etil asetat untuk mendapatkan ekstrak etil asetat. Senyawa fitosterol dipisahkan dari ekstrak etil asetat dengan kromatografi kolom menggunakan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksana dan etil asetat serta dikarakterisasi dan diidentifikasi dengan teknik spektroskopi UV-Vis, FT-IR, dan NMR. Aktivitas antioksidan kategori lemah ditunjukkan oleh ekstrak etil asetat dan senyawa fitoste-rol. Walaupun masuk dalam kategori lemah, senyawa fitoste-rol tersebut mampu meningkatkan aktivitas enzim antioksidan sehingga dapat mengurangi stres oksidatif (Lesma et al., 2018).
Inhibitor Tirosinase
Tirosinase merupakan enzim yang berperan dalam proses pembentukan pigmen kulit (melanogenesis) dengan meng-katalisis proses hidroksi tirosin menjadi dihidroksi-fenilanin (L-DOPA) dan proses oksidasi L-DOPA menjadi DOPA kui-non (Sagala et al., 2019). Pengujian aktivitas inhibisi tirosi-nase dilakukan terhadap ekstrak metanol kulit batang, akar, dan daun S. alba. Efek penghambatan tirosinase dari ekstrak metanol S. alba diuji dengan merekam perubahan absorbansi karena pembentukan dopakrom dari L-DOPA. Dari hasil uji, seluruh ekstrak menunjukkan aktivitas penghambatan tirosi-nase. Aktivitas tertinggi ditemukan pada ekstrak metanol kulit batang S. alba yaitu sebesar 89,7 %. Sedangkan, aktivitas penghambatan tirosinase terendah ditunjukkan oleh ekstrak metanol akar S. alba (Suh et al., 2014).
Antiinflamasi
Uji aktivitas antiinflamasi terhadap ekstrak metanol daun S. alba yang diperoleh melalui proses maserasi dilakukan secara in vivo dengan mengukur edema kaki tikus yang diin-duksi karagenan. Kelompok perlakuan hewan coba diberikan ekstrak uji sebanyak 150 dan 300 mg/kgBB dan pada kelompok kontrol positif diberikan obat standar ibuprofen dengan dosis 10 mg/kgBB secara per oral. Selanjutnya, edema diin-duksi dengan karagenan 1 % dan volume kaki tikus diukur. Berdasarkan hasil uji antiinflamasi, ekstrak metanol S. alba memberikan efek antiinflamasi yang signifikan (p<0,05) pada dosis ekstrak uji 150 dan 300 mg/kgBB. Kandungan golongan senyawa triterpenoid diduga berperan dalam aktivitas antiinflamasi ekstrak tersebut. Kemungkinan mekanisme ak-
Gambar. 1: Struktur senyawa yang diisolasi dari Sonneratia alba
tivitas antiinflamasinya terjadi melalui penghambatan pelepasan mediator inflamasi histamin, kinin, atau bahkan mengganggu biosintesis prostaglandin (Asad et al., 2017). Penelitian lebih lanjut mengenai mekanisme aksi antiinflamasi ekstrak metanol S. alba dan identifikasi metabolit aktif yang berperan dalam aktivitas farmakologis tersebut potensial dilakukan.
Analgesik
Salah satu metode uji aktivitas analgesik yaitu dengan formalin test, dengan cara menginjeksi bagian punggung kaki belakang tikus dengan formalin setelah pemberian ekstrak metanol daun S. alba dengan dosis 200 dan 400 mg/kgBB. Obat standar Natrium diklofenak digunakan untuk kontrol
positif. Tikus dipantau selama 30 menit setelah injeksi formalin. Total waktu yang dihabiskan untuk menjilat atau bahkan menggigit kaki yang terluka (respon nyeri) diamati dengan menggunakan stopwatch. Hasil uji menunjukkan ekstrak metanol daun S. alba mampu memberikan efek analgesik, yang ditunjukkan dari hubungan signifikan (p<0,05) penurunan respon menjilati kaki belakang dibandingkan dengan kontrol positif. Bahkan, pemberian ekstrak dengan dosis 400 mg/kgBB menunjukkan efek analgesik yang lebih baik dibandingkan dengan standar Natrium diklofenak. Mekanisme S. alba sebagai analgesik kemungkinan terjadi melalui penurunan hipernosiseptif akibat pelepasan IL-1β dan PGE2 di kulit kaki tikus yang diaktifkan oleh polisakarida (Asad et al., 2017).
Aktivitas Depresan Susunan Saraf Pusat (SSP)
Penelitian Asad et al. (2017), melaporkan aktivitas depresan SSP ekstrak metanol daun S. alba yang diujikan dengan menggunakan hole-cross test. Metode ini digunakan untuk menguji aktivitas lokomotor hewan uji. Aktivitas lokomotor meningkat ditandai dengan peningkatan kewaspadaan hewan uji, sedangkan penurunan aktivitas lokomotor menunjukkan efek relaksasi. Ekstrak tumbuhan dikatakan memiliki aktivitas depresan SSP apabila terjadi penurunan perilaku eksplorasi pada tikus uji. Ekstrak metanol diperoleh melalui proses maserasi serbuk daun S. alba dengan metanol. Pada pengujian ini, tikus diberikan ekstrak uji dengan dosis 200 dan 400 mg/kgBB secara per oral. Selanjutnya, dihitung jumlah pergerakan atau perilaku eksplorasi hewan coba melalui lubang pada kotak yang telah dipartisi tiap 30 menit selama waktu pengamatan 120 menit. Hasil uji yang diperoleh menunjukkan ekstrak daun S. alba memiliki aktivitas depresan SSP yang ditunjukkan dengan penurunan perilaku eksplorasi pada tikus. Penurunan aktivitas tersebut berkaitan dengan tingkat rangsangan SSP. Mekanisme aktivitas depresan SSP ekstrak S. alba kemungkinan dengan menghambat GABAergik dalam SSP melalui hiperpolarisasi membran yang berkontribusi pada penurunan kecepatan peluncuran neuron kortikal di otak (Asad et al., 2017).
Antikolesterol
Musa et al. (2019) melakukan pengujian aktivitas antiko-lesterol ekstrak daun S. alba secara in vitro. Ekstrak daun S. alba diperoleh melalui proses maserasi dengan metanol dan dikeringkan hingga diperoleh ekstrak kasar metanol. Ekstrak metanol kemudian difraksinasi menggunakan kromatografi kolom dengan fase diam silika gel dan fase gerak n-heksana dan etil asetat hingga diperoleh isolat murni. Isolat tersebut dianalisis dengan teknik spektroskopi FT-IR, MS serta NMR (1D dan 2D), dan diidentifikasi sebagai senyawa triterpenoid pentasiklik yaitu lupeol. Selanjutnya, pengukuran penurunan kadar kolesterol senyawa lupeol ditentukan dengan membandingkan absorbansi senyawa uji dengan absorbansi larutan blanko (larutan kolesterol). Konsentrasi larutan standar kolesterol yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah 100 ppm. Sedangkan, senyawa uji dibuat dalam 6 seri konsentrasi yaitu 5, 10, 20, 40, 60, dan 80 ppm. Dari setiap seri konsentrasi, diambil sebanyak 0,5 mL kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi yang telah ditambahkan standar kolesterol 100 ppm. Setelah direaksikan, larutan uji didiamkan di tempat gelap terlindung dari cahaya selama 15 menit. Absorbansi diukur pada panjang gelombang 423 nm dengan spektrofotometer UV-Vis. Senyawa lupeol yang diisolasi dari ekstrak daun S. alba mampu menurunkan kadar kolesterol hingga 77 % pada konsentrasi uji 80 ppm (Musa et al., 2019).
Antidiabetik
Penelitian (Hardoko, 2020), melakukan studi aktivitas an-tidiabetik cuka buah S. alba. Pada pembuatan cuka buah, sari buah difermentasi secara anaerob fakultatif dengan menambahkan Saccharomyces cerevisiae dan Acetobacter aceti. Hasil fermentasi disentrifugasi hingga diperoleh cuka buah. Tikus uji diinduksi diabetes dengan injeksi intravena alok-san, lalu diberikan perlakuan cuka buah S. alba dengan dosis 0,2; 0,4 dan 0,6 mg/tikus/hari selama 21 hari. Sebagai kontrol positif, hewan uji diberikan glibenklamid dengan dosis 0,09 mg/tikus/hari, selama 21 hari. Berdasarkan hasil uji,
pemberian cuka buah S. alba mampu menurunkan kadar glukosa darah pada tikus diinduksi diabetes secara signifikan (p<0,05). Bahkan, penurunan kadar glukosa darah tikus setelah pemberian cuka buah S. alba dosis 0,4 mg/tikus/hari menunjukkan hasil sebanding (p>0,05) dengan kontrol positif. Cuka buah S. alba tersebut dilaporkan kaya akan flavonoid, dengan kandungan flavonoid total sebesar 146,25 mg-QE/100mL dan kemungkinan berkontribusi pada aktivitas antidiabetik cuka buah S. alba (Hardoko, 2020). Berdasarkan penelitian Winarsi et al. (2013), flavonoid diduga mampu menginduksi penggunaan glukosa perifer melalui jalur glikolitik dan glikogenik. Hasil penelitian ini mengindikasikan kandungan flavonoid dari S. alba prospektif diuji lebih lanjut untuk menggali potensi pemanfaatannya sebagai antidiabetes. Penelitian Morada (2016), melakukan pengujian aktivitas antidiabetik ekstrak daun S. alba. Ekstrak diperoleh melalui proses maserasi dengan metanol. Ekstrak kemudian difraksinasi dengan kromatografi kolom dan diidentifikasi kandungan taninnya dengan metode kolorimetri. Fraksi yang mengandung tanin diinjeksikan intraperitonial pada mencit dengan dosis 800 mg/kgBB yang sebelumnya diin-duksi diabetes dengan streptozotocin. Kemudian kadar glukosa darah dipantau menggunakan glukometer pada jam ke-0, 6, dan 12. Pemberian fraksi mengandung tanin dari daun S. alba menghasilkan penurunan kadar glukosa darah yang signifikan (p<0,05) pada hewan coba hingga 12 jam setelah perlakuan. Hasil uji tersebut mengungkapkan potensi anti-diabetik dari ekstrak daun S. alba yang mengandung tanin. Penelitian sebelumnya menunjukkan tanin dapat menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan glikogenesis (Putri et al., 2013).
Toksisitas
Ekstrak etanol akar S. alba dan senyawa β -sitosterol yang diisolasi dari ekstrak tersebut dilaporkan memiliki potensi toksisitas terhadap larva udang Artemia salina pada uji Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). Serbuk akar S. alba dimase-rasi dengan etanol lalu difraksinasi dengan kromatografi kolom. Fraksi yang diperoleh selanjutnya direkristalisasi. Berdasarkan hasil analisis dengan spektrofotometer UV-Vis dan FT-IR, kristal yang diperoleh diidentifikasi sebagai senyawa steroid, β -sitosterol. Hasil uji toksisitas dengan BSLT menunjukkan ekstrak etanol S. alba dan senyawa β -sitosterol memiliki efek sangat toksik terhadap larva udang dengan nilai LC50 masing-masing sebesar 23,98 dan 10,04 µg/mL (La-tief et al., 2020). Hasil uji toksisitas dengan metode BSLT tersebut dapat menjadi skrining awal untuk sitotoksin potensial yang akan diuji lebih lanjut pada sel kanker manusia (Niksic et al., 2021). Kajian ini merangkum potensi tanaman mangrove S. alba yang prospektif diteliti lebih lanjut dan dikembangkan dalam bidang farmasi dan kesehatan. Akan tetapi, destruksi hutan mangrove secara umum terjadi 5 kali lebih cepat daripada hutan di daerah terestrial karena berbagai faktor, yang membatasi eksplorasinya secara langsung (Bibi et al., 2019). Oleh karena itu, strategi pemanfaatan tanaman mangrove termasuk S. alba dalam penelitian senyawa bioaktif hendaknya dilakukan secara bijak untuk menjaga kesinambungan (sustainability) ekosistem ini. Eksplorasi mikroorganisme baik jamur dan bakteri yang berasosiasi dengan mangrove merupakan salah satu pendekatan yang banyak dilakukan saat ini untuk menggali potensi biodiversitas biologis dan kimia dari ekosistem mangrove.
Sebanyak 17 senyawa metabolit sekunder dilaporkan dari buah, daun, kulit batang, dan akar S. alba selama 10 tahun terakhir (2011-2021). Metabolit sekunder tersebut termasuk dalam golongan triterpenoid, alkaloid, fenol, tanin, saponin, dan flavonoid. Senyawa triterpenoid turunan lupan banyak dilaporkan dari tanaman ini dan aktif sebagai antikolesterol, antibakteri, antioksidan, analgesik, antiinflamasi, dan aktivitas depresan SSP. Aktivitas farmakologi lainnya yang dilaporkan dari S. alba antara lain antidiabetik, inhibitor tirosi-nase, dan toksisitas terhadap larva udang.
Terima kasih kepada LPPM dan Fakultas MIPA, Universitas Udayana atas bantuan dana penelitian melalui Hibah Penelitian Unggulan Program Studi (PUPS) Tahun 2021, dengan Surat Perjanjian Penugasan Pelaksanaan Penelitian No. B/1247/UN14.2.8.II/PT.01.03.
Asad, S., Nesa, L., Deepa, K., Sohel, M., & Kawsar, M.
-
(2017) . Analgesic, Anti-Inflammatory and CNS Depressant Activities of Methanolic Extract of Sonneratia alba Leaves in Mice. Nat. Prod. Chem. Res., 05(05).
Bandaranayake, W. M. (2002). Bioactivities , bioactive compounds and chemical constituents of mangrove plants. Wetl. Ecol. Manag., 10, 421–452.
Bibi, S. N., Fawzi, M. M., Gokhan, Z., Rajesh, J., Nadeem, N., Rengasamy Kannan, R. R., Albuquerque, R. D., & Pandian, S. K. (2019). Ethnopharmacology, phytochemistry, and global distribution of mangroves-a comprehensive review. Mar. Drugs, 17(4).
Giesen, W., Wulffraat, S., Zieren, M., & Scholten, L. (2007). Mangrove Guidebook for Southeast Asia, vol. 164. Wage-ningen.
Hardoko, M. (2020). STUDI AKTIVITAS ANTIDIABET CUKA BUAH MANGROVE PEDADA (Sonneratia alba) SECARA IN VIVO. JFMR-Journal Fish. Mar. Res., 4(3), 399–407.
Harizon, Pujiastuti, B., Kurnia, D., Sumiarsa, D., Shiono, Y., & Supratman, U. (2015). Antibacterial Triterpenoids from the Bark of Sonneratia alba (Lythraceae). Nat. Prod. Com-mun., 10(2), 277–280.
Irawan, S. A., Hidayati, N. A., Santoso, Saparudin, Fakhru-rrozi, Y., Susantu, I., Wempi, I, G., Zasari, M., Ruslan, M., & Sitorus, R. (2013). Tumbuhan Obat Suku Sawang. Pang-kalpinang: UBB Press.
Kadir, M. A., Wibowo, E. S., Abubakar, S., & Akbar, N.
-
(2019) . Manfaat Mangrove Bagi Peruntukan Sediaan Far-masitika Di Desa Mamuya Kecamatan Galela Timur Kabupaten Halmahera Timur (Tinjauan Etnofarmakologis). J. Enggano, 4(1), 12–25.
Latief, M., Nelson, Amanda, H., Tarigan, I. L., & Aisyah, S. (2020). POTENTIAL TRACKING OF CYTOTOXIC ACTIVITIES OF MANGROVE PEREPATE (Sonneratia alba) ROOT EXTRACT AS AN ANTICANCER CANDIDATE. Pharmacol. Clin. Pharm. Res., 5(2), 48–55.
Latief, M., Utami, A., Amanda, H., Muhaimin, & Afifah, Z. (2019). Antioxidant activity of isolated compound from perepat roots (Sonneratia alba). J. Phys. Conf. Ser., 1282(1).
Lesma, G., Luraghi, A., Bavaro, T., Bortolozzi, R., Rai-noldi, G., Roda, G., Viola, G., Ubiali, D., & Silvani, A. (2018). Phytosterol and γ -Oryzanol Conjugates: Synthesis and Evaluation of their Antioxidant, Antiproliferative, and Anticholesterol Activities. J. Nat. Prod., 81(10), 2212– 2221.
Mao, L., & Foong, S. Y. (2013). Tracing ancestral biogeography of Sonneratia based on fossil pollen and their probable modern analogues. Palaeoworld, 22(3-4), 133–143.
Molyneux, P. (2004). The Use of the Stable Free Radical Diphenylpicryl-hydrazyl (DPPH) for Estimating Antioxidant Activity. Songklanakarin J. Sci. Technol., 26(December 2003), 211–219.
Morada, E. (2016). Toxicity and hypoglycemis effect of tannin containing extract the mangrove tree Sonneratia alba Sm. Bull. Environ. Pharmacol. Life Sci., 5(6), 58–64.
Musa, W., Bialangi, N., Situmeang, B., & Silaban, S. (2019). Triterpenoid compound from metanol extract of mangrove leaves (Sonneratia alba) and anti-cholesterol activity test. J. Pendidik. Kim., 11(1), 18–23.
Mustopa, A. Z., Umami, R. N., & Melki, . (2016). Antibacterial Activity Assay of Mangrove Extracts Against Salmonella Typhi and Listeria Monocytogenes. J. Ilmu dan Teknol. Kelaut. Trop., 7(2), 603–612.
Noor, Y. R., Khazali, M., & Suryadiputra, I. N. N. (2006). Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor: Wetlands International Indonesia Programme.
Oliver, S. P., Gillespie, B. E., Lewis, M. J., Ivey, S. J., Almeida, R. A., Luther, D. A., Johnson, D. L., Lamar, K. C., Moorehead, H. D., & Dowlen, H. H. (2001). Efficacy of a new premilking teat disinfectant containing a phenolic combination for the prevention of mastitis. J. Dairy Sci., 84(6), 1545–1549.
Paputungan, Z., Wonggo, D., & Kaseger, B. E. (2017). UJI FITOKIMIA DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN BUAH MANGROVE Sonneratia alba DI DESA NUNUK KECAMATAN PINOLOSIAN KABUPATEN BOLAANG MONGONDOW SELATAN SULAWESI UTARA. Media Teknol. Has. Perikan., 5(3), 96.
Pursetyo, K., Tjahjaningsih, W., & Andriyono, S. (2013). Analisis Potensi Sonneratia Sp. di Wilayah Pesisir Pantai Timur Surabaya Melalui Pendekatan Ekologi dan Sosial-Ekonomi. J. Ilm. Perikan. dan Kelaut., 5(2), 129–137.
Putri, E. P. K., Hamzah, B., & Rahman, N. (2013). Analisis Kualitatif Zat Bioaktif Pada Ekstrak Daun Alpukat (Persea americana Mill) dan Uji Praklinis dalam Menurunkan Kadar Glukosa Darah Pada Mencit (Mus musculus). J. Akad. Kim., 2(August), 119–127.
Ragasa, C. Y., Ebajo, V. D., De Los Reyes, M. M., Man-dia, E. H., Brkljacˇa, R., & Urban, S. (2015). Triterpenes and sterols from Sonneratia alba. Int. J. Curr. Pharm. Rev. Res., 6(6), 256–261.
Rasidah, Syahmani, & Iriani, R. (2019). Identifikasi Senyawa Flavonoid dari Kulit Batang Tanaman Rambai Padi (Sonneratia alba) dan Uji Aktivitasnya sebagai Antibakteri Staphylococcus aureus. J. Jejaring Mat. dan Sains, 1(2), 97–106.
Sagala, Z., Pratiwi, R. W., Azmi, N. U., & Maap (2019). Uji Aktivitas Inhibisi terhadap Enzim Tirosinase dari Ekstrak Etanol Daun Pepaya ( Carica papaya L .) Secara In Vitro. J. Penelit. Farm. Indones., 7(2), 34–38.
Suh, S. S., Hwang, J., Park, M., Park, H. S., & Lee, T. K. (2014). Phenol content, antioxidant and tyrosinase inhibitory activity of mangrove plants in Micronesia. Asian Pac. J. Trop. Med., 7(7), 531–535.
Syafitri, E., Afriani, D. T., Siregar, B., & Gustiawan, Y. (2020). KANDUNGAN FITOKIMIA DAN UJI AKTIVITAS ANTIBAKTERIA EKSTRAK DAUN MANGROVE ( Sonneratia alba ) SECARA INVITRO TERHADAP Aeromonas hydrophila. J. Ris. Akuakultur, 15(224), 253– 259.
Thu, N. T. H., Khanh, L. P., Duy, N. T., Chanh, N. T. K., Phung, N. K. P., & Hansen, P. E. (2011). CHEMICAL CONSTITUENTS FROM LEAVES OF SONNERATIA ALBA Science & Technology Development , Vol 14 , No . T6- 2011. (1), 11–17.
Winarsi, H., Sasongko, N. D., Purwanto, A., & Nuraeni, I. (2013). EKSTRAK DAUN KAPULAGA MENURUNKAN INDEKS ATHEROGENIK DAN KADAR GULA DARAH TIKUS DIABETES INDUKSI ALLOXAN Cardamom Extract Leaves Decreased Atherogenic Indexs and Blood Glucose Level of Diabetic Rats Alloxans-Induced. Agritech, 33(3), 273–280.
MAIRING DAN ARIANTARI
7
Discussion and feedback