Jurnal Bumi Lestari, Volume 21, Nomor 02, Tahun 2021, Halaman 12-23

Analisis Kualitas Air dan Indeks Pencemaran Sebagai Dasar Pengelolaan DAS Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

Hilary Reinharta*, Suaduan a, Tommy Andrian Tiviantonb, Kristiyantoc

a Departemen Geografi Pembangunan, Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta bAlumni Program Studi Magister Pengelolaan Lingkungan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta cDepartemen Geografi Lingkungan, Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta dDinas Lingkungan Hidup Kabupaten Lamandau, Nanga Bulik, Kabupaten Lamandau

*Email: hilary.reinhart@ugm.ac.id

Diterima (received) 30 Juli 2021; disetujui (accepted) 7 Agustus 2021; tersedia secara online (available online) 8 Agustus 2021

Abstract

Lamandau River is one of the primary rivers in Kalimantan Tengah Province whish streams thorughout two regencies of Lamandau Regency and Kotawaringin Barat Regency. In Lamandau Regency, it flows right in the side of Nanga Bulik, center region of Lamandau Regency which currently is rapidly developed and gives pressure to Lamandau River by increasing pollution and eventually causes water quality depletion. Whereas, this river has significant roles to the indigenous dayak community whose water need is satisfied from this river. Lamandau River also bestows livelihood for the dayak community. Depart from that, this research studies the impact of development along Lamandau River toward its water quality. The results of this research are expected to be input for the river management. This research uses mix quantitative data to examine the water quality and the qualitative data and analysis to elaborate the result from quantitative data. To gain more support, we also use GIS. For the result, we discover and analyze several parameters which has significance in Lamandau River water quality which are DO, pH, Fecal Coliform, and Detergent. Those parameters are controlled respectively by biophysic and human activities properties in Lamandau River. Nevertheless, the Pollution Index in Lamandau River shows that it was still beyond polluted. Based on that result, we formulize the management to focus on monitoring and surveillance through establishment of monitoring station, community engagement, and law enforcement.

Keywords:; Lamandau River; Water Quality; Pollution Index; Catchment Area Management

Abstrak

Sungai Lamandau merupakan salah satu sungai utama yang mengalir melewati dua kabupaten di Provinsi Kalimantan Tengah yakni Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Di Kabupaten Lamandau, sungai ini mengalir melewati Nanga Bulik sebagai pusat Kabupaten Lamandau. Perkembangan daerah, baik Kabupaten Lamandau dengan Nanga Bulik memberikan tekanan kepada Sungai Lamandau dimana terjadi pencemaran yang pada akhirnya menurunkan nilai kualitas air Sungai Lamandau. Padahal, sungai ini menjadi salah satu bagian hidup masyarakat yang memanfaatkan airnya serta mata pencaharian dan sepanjang sejarah mengiringi masyarakat dayak tempatan untuk berkembang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak perkembangan terhadap kondisi Sungai Lamandau dan diharapkan menjadi masukan untuk penetapan kelas sungai dan peraturan yang mengaturnya. Untuk mencapai tujuan tersebut, penelitian ini menggunakan metode kuantitatif untuk menganalisis kualitas air Sungai Lamandau dan kualitatif untuk mengelaborasi hasil perhitungan tersebut. Sistem Informasi Geografis juga digunakan untuk mendukung analisis dan penjabaran. Berdasarkan hasil sampel dan analisis, ditemukan parameter sungai yang perlu menjadi perhatian yakni pH, DO, Fecal Coliform, dan Deterjen. Faktor yang mengontrol parameter tersebut berasal dari faktor alami dan faktor aktivitas manusia berupa pemukiman sehingga berperan dalam penambahan Fecal

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2021.v21.i02.p02


© 2021 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

Coliform dan Deterjen. Indeks Pencemaran di Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang sendiri berada pada kondisi baik. Oleh sebab itu, pengelolaan aliran dan DAS lebih diarahkan pada pemantauan dan pengawasan berupa peningkatan peran serta masyarakat, pembuatan stasiun pemantauan, dan penegakan hukum.

Kata Kunci: Sungai Lamandau; Kualitas Air; Indeks Pencemaran; Manajemen DAS

  • 1.    Pendahuluan

Sungai Lamandau merupakan salah satu sungai utama di Kabupaten Lamandau yang mengalir dari utara ke selatan. Sungai ini juga memiliki anak sungai antara lain seperti Sungai Bulik yang berasal dari sisi timur Sungai Lamandau. Sungai ini memiliki panjang 65 kilometer. Dari panjang tersebut seluruhnya atau 65 kilometer bagian sungai dapat dilayari oleh kapal. Kedalaman rata-rata Sungai Lamandau adalah 6 meter dengan lebar rata-rata sungai mencapai 65 meter (BPS, 2015). Sebagai salah satu sungai utama, Sungai Lamandau mengalir melalui dua kabupaten yakni Kabupaten Lamandau dan Kabupaten Kotawaringin Barat. Karenanya, pengelolaan sungai ini berada di level Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah.

Berada tepat di tengah Kabupaten Lamandau, Sungai Lamandau juga melintasi ibukota Kabupaten Lamandau yakni Nanga Bulik. Nanga Bulik dan Kabupaten Lamandau sendiri merupakan daerah yang tengah bergeliat dan banyak terdapat aktivitas manusia di dalamnya. Aktivitas tersebut antara lain berupa pemukiman di tepian sungai yang sudah menjadi ciri khas masyarakat di Kalimantan (Sunarningsih, 2015). Selain pemukiman, banyak terdapat industri yang terletak di bantaran sungai maupun di daerah tangkapan Sungai Lamandau. Hal tersebut tak ayal memberikan tekanan yang besar bagi Sungai Lamandau. Baik masyarakat maupun industri sama-sama memanfaatkan Sungai Lamandau sebagai sumber air bersih.

Karena pemanfaatan yang tinggi tersebut, maka sangat penting untuk dapat menjaga kualitas air Sungai Lamandau sedemikian rupa sehingga dapat dikonsumsi oleh masyarakat secara aman. Selain bermanfaat untuk manusia yang ada di bantaran sungai, komponen biotik berupa biota yang ada di dalam sungai juga mamou terjada. Hal ini menjadi penting mengingat kondisi Sungai Lamandau yang menjadi habitat berbagai jenis ikan (Hujjatusnaini, 2016) dan dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber pakan maupun mata pencaharian. Salah satu upayanya adalah melalui pengelolaan daerah aliran sungai. Sebagai bagian dari pengelolaan DAS, pemantauan mutu air sungai menjadi salah satu kegiatan kuncinya.

Pemantauan kualitas sungai dilakukan dengan memantau kualitas air dan indeks pencemaran (Handiani & Heriati, 2020) maupun melalui perhitungan pemodelan dan beban pencemaran (Lusiana, Widyatmono, Luthfiyana, 2020). Pemantauan terhadap pencemaran juga menjadi krusial karena hingga saat ini, Sungai Lamandau belum mendapatkan penetapan kelas sungainya. Oleh sebab itu, selain untuk memantau kualitas sungai, pengukuran kualitas dan indeks pencemaran sangat penting untuk dapat menetapkan kelas sungai sehingga perlindungan dan pemanfaatan Sungai Lamandau dapat dilakukan dengan lebih seksama. Manajemen DAS yang didasarkan pada kualitas air merupakan salah satu pendekatan yang sering kali dilakukan dan menjadi dasar untuk penentuan pengendalian pencemaran air (Agustiningsih, Sasongko, dan Sudarno, 2012), peruntukan air sungai (Pohan, Budiyono, Syafrudin, 2016) hingga penentuan daya tampung beban pencemaran (Djoharama, Riyani, Yani, 2018).

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas air Sungai Lamandau dan Indeks Pencemaran di Sungai Lamandau serta menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi kedua hal tersebut. Diharapkan, dengan adanya informasi serta analisis tersebut, dapat dirumuskan pola pengelolaan DAS serta sungai yang kontekstual serta mampu menjawab tantangan serta kebutuhan tempatan masyarakat yang ada di sekitar Sungai Lamandau. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan masukan atau pertimbangan bagi Pemerintah Daerah baik Kabupaten Lamandau maupun Provinsi Kalimantan Tengah untuk menetapkan status Sungai Lamandau.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian kualitatif-kuantitatif. Data kuantitatif digunakan untuk mengkuantitasi parameter fisik lingkungan dan kualitatif sebagai deskripsi (Moeleong, 2009) digunakan untuk mengelaborasi hasil dari analisis kuantitatif tersebut. Untuk mencapai tujuan penelitian, digunakan pendekatan geografi yang ditunjang melalui perangkat Sistem Informasi Geografis (SIG). Penggunaan SIG

untuk pengelolaan DAS, sumber daya air dan sungai sendiri memiliki kelebihan tersendiri antara lain visualisasi data yang lebih baik serta dapat memperhatikan konteks spasial (pola atau sebaran) dari fenomena yang diamati serta manajemen data yang integratif dalam satu basis data spasial (Ishak, Asman, Ahmad, 2016; Firdaus, Purwadi, & Angin, 2016; Rahayu, Piarsa, Buana, 2016).

  • 2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Sungai Lamandau, tepatnya pada penggal Nanga Bulik-Batuhambawang yang berada di Kecamatan Bulik, Kabupaten Lamandau, Provinsi Kalimantan Tengah. Lokasi tersebut dipilih karena merupakan salah satu episentrum kegiatan masyarakat sehingga terdapat interaksi yang tinggi baik antara masyarakat dengan sungai maupun sebaliknya. Selain itu, terdapat industri dan pemanfaatan lahan berupa perkebunan kelapa sawit yang memiliki dampak langsung ke Sungai Lamandau.

Waktu penelitian sendiri dilakukan pada bulan April 2019 dimana pada waktu tersebut dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel air sungai. Pengambilan data di lapangan dilakukan selama kurang lebih dua hari kemudian dilanjutkan selama kurang lebih dua minggu untuk analisis kualitas air di laboratorium.

Gambar 1 Peta Titik Pengambilan Sampel

  • 2.2.    Pengumpulan Data

Pengambilan data dilakukan melalui sampling air sungai pada titik sampling. Pemilihan titik sampling sendiri dilakukan secara purposive sampling (Singarimbun & Effendi, 1989) yakni sampling yang dilakukan dengan justifikasi atau tujuan tertentu. Pertimbangan pengambilan titik sampel adalah dengan memperhatikan masukan sumber pencemar titik berupa anak sungai dan sumber pencemar non titik berupa

kegiatan masyarakat dan pembilasan dari pemukiman. Titik sampel dapat dilihat pada peta di Gambar 1 dan titik koordinat pengambilan sampel dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Titik Koordinat Pengambilan Sampel

Titik

X

Y

CRS

Keterangan

1

552023

9759146

Universal

Dermaga Damkar

2

552724

9755439

Transverse

3

552004

9753848

Mercator,

Logpond

4

550332

9752041

Zona 49S

5

549988

9748796

Tempuran Sungai Batuhambawang

Data yang dikumpulkan pada penelitian ini antara lain adalah data hidraulika sungai meliputi kecepatan, penampang, dan debit sungai; data kualitas sungai; dan data observasi berupa dokumentasi kegiatan serta pemanfaatan sungai oleh masyarakat. Untuk tujuan tersebut digunakan alat berupa handheld sonar untuk mengukur kedalaman, GPS untuk menentukan titik koordinat, botol sampel untuk mengambil sampel, kamera untuk dokumentasi dan laptop untuk menganalisa hasil. Data, alat, dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Data, Alat, dan Bahan Penelitian

Data                              Alat

Bahan

Hidrolika sungai (penampang sungai,

kecepatan aliran, debit), Kualitas air

Handheld sonar, GPS, Laptop, sungai (parameter kualitas air sungai)

kamera pocket, botol sampel, ember,

Spasial (shapefile sungai, shapefile

pH meter penggunaan lahan, foto udara/citra

satelit)

Air Sungai Lamandau, dokumentasi lapangan

Pengambilan sampel air dilakukan dengan mengacu kepada SNI tentang pengambilan sampel di air permukaan. Karena lebar Sungai Lamandau mencapai kurang lebih 150 meter, maka dilakukan pengambilan tiga sampel untuk di setiap titik yakni di pinggir kanan, tengah, dan pinggir kiri untuk kemudian dijadikan sebagai sampel komposit.

  • 2.3.    Analisa Data

Analisa data dilakukan secara deskriptif terhadap setiap parameter hasil uji kualitas air sungai dan faktor apa saja yang mempengaruhinya. Setelahnya, untuk melihat kondisi pencemaran dilakukan perhitungan terhadap indeks pencemaran. Perhitungan indeks pencemaran mengacu kepada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 (Effendi, Romanto, Wardiatno, 2016; Reinhart & Rifani, 2019; Sudipa, Mahendra, Adnyana, et al., 2020). Perhitungan indeks pencemaran menggunakan persamaan (1) sebagai berikut.

PI =


^/L^ + (C^∕L~⅛


(1)


dimana Di adalah indeks pencemaran (Pollution Index); Ci adalah kualitas air di titik i; dan L adalah baku mutu di titik i. Notasi M dan R masing-masing menunjukkan nilai Maksimal dan nilai rata-rata.

Baku mutu yang kami gunakan pada penelitian ini mengacu kepada Lampiran VI Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 Tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Karena Sungai Lamandau belum ditentukan kelas sungainya, maka baku mutu yang digunakan adalah baku mutu untuk sungai Kelas II sebagaimana yang diamanatkan pada Pasal 55 peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Berdasarkan perhitungan kualitas air dan baku mutu, indeks pencemaran dapat diklasifikasikan ke dalam 4 kelas dan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Klasifikasi Status Sungai Berdasarkan Indeks Pencemaran

Nilai IP                                             Kelas

Nilai PI                                          Status Mutu

0 < PIj < 1,0                                Memenuhi Bakumutu

1,0 < PIj < 5,0                                    Cemar Ringan

5,0 < PIj < 10                                    Cemar Sedang

PIj > 10                                        Cemar Berat

Sumber: Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003

Hasil analisis kualitas air dan perhitungan indeks pencemaran kemudian disatukan dengan hasil pengamatan berupa dokumentasi dan citra satelit. Setelah didapatkan faktor dan fenomena yang mempengaruhinya kemudian dilakukan analisis dengan mengambil kegiatan masyarakat dan penggunaan lahan mana yang memberikan pengaruh besar terhadap setiap parameter kualitas air sungai. Berdasarkan aktivitas dan penggunaan lahan tersebut kemudian dirumuskan strategi pengelolaan berupa rekayasa perilaku atau modifikasi bentang lahan yang dapat mendukung serta meningkatkan kualitas air Sungai Lamandau untuk mendukung peri kehidupan dan kualitas ekosistem.

  • 3.    Hasil

    • 3.1.    Kualitas Air Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

Untuk mendapatkan kualitas air Sungai Lamandau, kami menguji lima sampel air Sungai Lamandau yang diambil di lima titik sampel. Kelima sampel tersebut diperiksa kualitas baik secara fisika, kimia, dan biologi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan gambaran komprehensif kualitas air yang kami ujikan. Hasil uji laboratorium tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Berdasarkan hasil uji laboratorium kualitas air sebagaimana yang tertera di Tabel 4 dapat dilihat bahwa beberapa parameter berada di atas angka baku mutu yang dipersyaratkan. Parameter yang telah melewati bakumutu antara lain adalah pH dan Dissolved Oxygen (DO). Selain parameter yang telah melewati angka bakumutu juga terdapat parameter yang sudah mendekati nilai bakumutu antara lain adalah Chemical Oxygen Demand (COD) dan Biological Oxygen Demand (BOD). Selain itu, terdapat parameter kimia yang karena konsentrasinya sangat minimal yakni fosfat dan nitrogen.

Selain itu, berdasarkan titik pengambilan sampelnya, dapat dilihat bahwa tren kualitas air untuk setiap parameter memiliki kesamaan pola yakni cenderung tinggi pada bagian hulu kemudian turun pada bagian tengah dan kembali meningkat pada bagian hilir. Tren fluktuasi setiap parameter dapat dilihat pada Gambar 2.

Tabel 4. Kualitas Air Sungai Lamandau

Parameter

Baku mutu

Satuan

Titik 1

Titik 2

Titik

3

Titik 4

Titik 5

Suhu (Insitu)

Devia

Fisika

oC

28.37

27.97

28.03

27.07

26.97

Zat Padat Terlarut (TDS)

si 3

1000

mg/L

28.67

28

27.33

28.67

29.33

Zat Padat Tersuspensi (TSS)

50

mg/L

20.67

21

18

17

17.33

pH (Insitu)

6-9

Kimia -

7.07

6.38

6.35

6.14

5.91

BOD5

3

mg/L

2.47

2.43

2.57

2.5

2.67

COD

25

mg/L

21.33

21

21

22

22

Oksigen Terlarut (DO)

4

mg/L

4.47

4.43

4.53

4.33

4.23

(Insitu)

Detergen sebagai MBAS

0.2

mg/L

0.12

0.11

0.11

0.12

0.12

Fecal coliform

1000

Biologi

MPN/100ml

776.67

121.33

540

650

716.67

Total coliform

5000

MPN/100ml

1200

330

1040

1366.67

2233.33

Gambar 2 Peta Kualitas Air Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

  • 3.2.    Indeks Pencemaran Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

Indeks pencemaran di Sungai Lamandau menggambarkan seberapa parah pencemaran yang terjadi pada saat pengambilan sampel. Perhitungannya dilakukan dengan menggunakan kualitas sampel yang diambil di lima titik sampling di Sungai Lamandau dan digabungkan dengan baku mutu untuk setiap parameter. Dari perhitungan tersebut didapatkan bahwa indeks pencemaran di Sungai Lamandau pada penggal Nanga Bulik-Batuhambawang berada pada kategori baik dan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Indeks Pencemaran di Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

Titik

Nilai IP

Kelas

Status Mutu

1

0.685

0 < PIj < 1,0

Baik

2

0.652

0 < PIj < 1,0

Baik

3

0.684

0 < PIj < 1,0

Baik

4

0.710

0 < PIj < 1,0

Baik

5

0.729

0 < PIj < 1,0

Baik

Tren indeks pencemaran sendiri sama dengan tren kualitas air sungai yakni cenderung tinggi pada hulu untuk kemudian turun di bagian tengah dan meninggi di bagian hilir. Gambaran tren indeks pencemaran dapat dilihat pada grafik di Gambar 3.

Gambar 3 Fluktuasi Indeks Pencemaran Pada Daerah Pengamatan

  • 4.    Pembahasan

Baik kualitas air maupun angka indeks pencemaran memiliki tren yang serupa yakni relatif tinggi di awal untuk kemudian turun di tengah dan kemudian kembali meninggi di bagian akhir. Tren demikian juga dijumpai seperti penelitian Wijana, Ernawati, As-syakur (2020) yang dilakukan di Sungai Ayung, Bali. Berdasarkan pengamatan dan observasi, setidaknya terdapat dua faktor yang menyebabkan hal tersebut yakni karakteristik morfologi sungai dan aktivitas manusia untuk setiap sub-penggal sungai. Melihat kualitas sungai, terdapat beberapa faktor yang berkorelasi langsung dengan kualitas air dan dipengaruhi oleh faktor lingkungan biofisik untuk parameter DO dan pH serta aktivitas manusia untuk parameter Fecal Coliform dan deterjen.

  • 4.1.    Pengaruh Morfologi Sungai Terhadap Kualitas Air

Berdasarkan hasil pengukuran morfologi sungai, Sungai Lamandau memiliki bentukan persegi dengan igir-igir yang cukup curam di pinggir sungai. Lebar sungai ini mencapai 149 meter dengan kedalaman rata-rata 6 meter. Di sepanjang penggal sungai pengamatan terdapat variasi-variasi morfologi berupa pendangkalan dan penyempitan yang secara langsung mempengaruhi dinamika air sungai. Penampang Sungai Lamandau di titik sampel 1 dan titik sampel dapat dilihat pada Gambar 4 berikut sedangkan datanya dapat dilihat pada Tabel 6.

Gambar 4 Fluktuasi Indeks Pencemaran Pada Daerah Pengamatan

Tabel 6. Komponen Hidraulika Sungai Lamandau

Titik

Kecepatan (m/s)

Lebar Permukaan (m)

Kedalaman Rata-rata (m)

Luas Penampang (m2)

Keterangan

1

0.93

140.61

3.2

449.7

Hulu

5

0.35

149.4

4.2

565.2

Hilir

Dari hasil pengukuran tersebut dapat terlihat bahwa kecepatan air di bagian hilir daerah pengamatan relatif lebih lambat dibandingkan dengan bagian hulu sehingga terjadi lebih banyak akumulasi beban pencemar. Dapat dilihat bahwa dimensi sungai hilir lebih besar hampir 20% dibandingkan dengan dimensi di bagian hulu.

Parameter lain yang punya nilai secara signifikan adalah kandungan oksigen terlarut yang merupakan elemen penting bagi kehidupan biota akuatik (Hamzah & Trenggono, 2014; Patty, 2018). DO berasal dari aktivitas fotosintesis alga dan juga proses difusi oksigen yang kemudian terlarut dalam air. Tingginya DO di Sungai Lamandau, selain terkait karena banyaknya material organik juga dipengaruhi oleh turbulensi sungai di jeram dan riak-riak. Dengan kecepatan aliran mencapai hampir 1 m/s, tercipta turbulensi yang cukup besar di permukaan sehingga banyak oksigen yang kemudian masuk ke dalam air dari udara bebas.

Parameter lainnya yang berada di atas baku mutu adalah pH atau tingkat keasaman. pH di Sungai Lamandau menunjukkan tren untuk terus turun seiring arah hilir. Hal tersebut disebabkan oleh akumulasi air asam yang masuk ke Sungai Lamandau dari anak-anak sungai dan banyaknya rawa-rawa yang berada di daerah tangkapan Sungai Lamandau.

  • 4.2.    Pengaruh Aktivitas Manusia Terhadap Kualitas Air

Observasi yang dilakukan di lapangan serta analisis citra memberikan informasi beberapa aktivitas yang secara langsung mempengaruhi kualitas sungai. Berdasarkan titik pengambilan sampel, terdapat beberapa penggunaan lahan dominan di titik-titik tersebut. Untuk lebih detailnya penggunaan lahan dapat dilihat pada Peta Penggunaan Lahan di Gambar dapat dilihat pada Tabel 7.

Aktivitas pertama yang mempengaruhi kondisi Sungai Lamandau adalah adanya toilet yang langsung berada di aliran sungai. Hal tersebut menyebabkan tingginya Fecal Coliform di titik 1. Fecal Coliform kemudian menurun di titik 2 untuk kemudian secara gradual meningkat pada titik 3 hingga titik 5. Peningkatan Fecal Coliform pada titik tersebut disebabkan oleh adanya pemukiman dan banyaknya masukan berupa anak sungai mulai dari titik 3 hingga titik 5. Karenanya, pnecemar Fecal Coliform yang tidak berada langsung di pinggir Sungai Lamandau terbawa oleh anak-anak sungai hingga ke aliran utama Sungai Lamandau. Selain menjadi sumber pencemar untuk Fecal Coliform, aktivitas pemukiman juga memberikan dampak berupa meningkatnya jumlah deterjen yang berasal dari aktivitas mencuci.

Tabel 7. Indeks Pencemaran di Sungai Lamandau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang

Titik

Penggunaan Lahan Dominan

1

Pemukiman, Pasar Nanga Bulik

2

Kebun Sawit

3

Pemukiman

4

Kebun Sawit, Ladang

5

Kebun Sawit, Ladang

Gambar 5 Peta Daerah Aliran Sungai Daerah Pengamatan

Gambar 6 Kegiatan masyarakat di Sungai Lamandau

  • (a) MCK apung milik masyarakat (b) pengambilan pasir dari dasar Sungai Lamandau

  • 4.3.    Strategi Pengelolaan Sungai Lamandau Berdasarkan Kualitas Air dan Indeks Pencemar

Secara umum, dengan melihat kondisi indeks pencemar dan kualitas air, kondisi kualitas air Sungai Lamandau berada pada kondisi yang cukup baik. Oleh sebab itu, pengelolaan Sungai Lamandau diarahkan pada kegiatan pemeliharaan serta pengawasan dan dapat dirumuskan ke dalam program seperti pembuatan stasiun pemantauan kualitas sungai, peningkatan peran serta masyarakat dalam pengelolaan sungai, dan penegakan hukum.

  • 4.3.1.    Pembuatan Stasiun Pemantauan

Sungai Lamandau adalah sungai yang kompleks karena memiliki dinamika yang sangat tinggi. berdasarkan penuturan masyarakat di bantaran Sungai Lamandau, fluktuasi tinggi muka air Sungai Lamandau bervariasi mulai dari 10 meter pada saat musim hujan hingga 0 meter pada saat musim kemarau. Dinamika sungai demikian mempengaruhi kualitas air Sungai Lamandau sehingga untuk memahaminya diperlukan stasiun pemantauan dan alat berupa logger untuk dapat mengetahui kualitas air Sungai Lamandau secara real-time dan dapat digunakan untuk mengkorelasikan antara tinggi permukaan air sungai dengan kualitas air sungai.

  • 4.3.2.    Peningkatan Peran Serta Masyarakat dan Rekayasa Pemukiman

Pada dasarnya, masyarakat tepian sungai menggantungkan peri kehidupan mereka pada sungai dimana mereka mencari makan, berinteraksi, dan menggunakan sungai sebagai sarana transportasi (Putri & Wardiha, 2017). Selain memenuhi basis material masyarakat, pentingnya sungai bagi masyarakat dayak sebagai penduduk tempatan juga tercermin melalui relasi simbolik antara masyarakat dengan sungai (Hartatik, 2017). Meskipun demikian, penataan ruang yang berorientasi pada “daratan” membuat masyarakat memunggungi sungai dan menanamkan perspektif sungai sebagai bagian belakang rumah.

Oleh sebabnya, masyarakat di bantaran sungai perlu dijaga kearifan lokal serta nilai-nilai yang menempatkan sungai sebagai suatu ruang yang bersifat luhur. Selain itu, sungai perlu dijadikan sebagai pusat orientasi dalam penataan ruang (waterfront settlement). Salah satu rujukan yang bisa diacu adalah penataan pemukiman di Banjarmasin yang desainnya menggunakan sungai sebagai arah hadap rumah (Rahman, Mentayani, Rusmilyansari et al., 2019)

  • 4.3.3.    Penegakan Hukum

Berbagai program untuk pengawasan dan pemantauan kualitas air Sungai Lamandau perlu diatur dalam suatu produk hukum. Dalam hal ini, produk hukum yang tepat untuk mengatur pengelolaan DAS dan kualitas Sungai Lamandau adalah melalui peraturan provinsi yang disusun oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah mengingat aliran dan DAS Sungai Lamandau yang berada di beberapa kabupaten. Adanya peraturan daerah, selain memberikan kepastian dalam pemanfaatan Sungai Lamandau, juga dapat digunakan untuk mengatur anggaran yang digunakan dalam pengelolaan sungai dan daerah tangkapan Sungai Lamandau.

  • 5.    Simpulan

Sungai Lamnadau Penggal Nanga Bulik-Batuhambawang berada dalam status pencemaran ‘baik’ meski terdapat beberapa parameter kualitas air yang mendekati bakumutu atau telah melewatinya seperti DO, pH, deterjen, dan Fecal Coliform. Faktor yang mengontrol kualitas air Sungai Lamandau berasal dari faktor alamiah dan faktor aktivitas manusia. Untuk pengelolaan kedepan difokuskan untuk pemantauan dan pengawasan dan penegakan hukum serta pelibatan masyarakat.

Ucapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis haturkan kepada PT Khatulistiwa Sinergi Omnidaya, Kujan, Lamandau yang sudah menyediakan data kualitas sungai untuk penelitian ini.

Daftar Pustaka

Sunarningsih (2015). Karakteristik Situs Pesisir di Kecamatan Kumai, Kabupaten Kotawaringin Barat. Kalpataru Majalah Arkeologi, 24(2), 103-116.

Hujjatusnaini, N. (2016). Konservasi Kawasan Hutan Di Lamandau Dengan Konsep Bioremiadiasi Dan Adat Dayak Kaharingan (Tajahan, Kaleka, Sapan Pahewan, dan Pukung Himba). Bioedukasi, 4(2), 498-510

Wijana, I. M. S., Ernawati, N. M., As-syakur, A. R. (2020). Status Mutu Air Sungai Ayung Berdasarkan Data Pemanatuan Kualitas Air Tahun 2014-2018. ECOTROPHIC, 14(2), 143-153

Sudipa, N., Mahendra, M. S., Adnyana, W. S., Pujaastawa, I. B. (2020). Status Kualitas Air Di Kawasan Pariwisata Nusa Penida. ECOTROPHIC, 14(2), 181-189

Handiani, D. N. & Heriati, A. (2020). Analisis Sebaran Parameter Kualitas Air dan Indeks Pencemaran di Perairan Teluk Parepare. Jurnal Ilmu Lingkungan,18(2), 272-282

Lusiana, N., Widiatmono, B. R., & Luthfiyana, H. (2020). Beban Pencemaran BOD dan Karakteristik Oksigen Terlarut di Sungai Brantas Kota Malang. Jurnal Ilmu Lingkungan, 18(2), 354-366

Agustiningsih, D., Sasongko, S. B., & Sudarno (2012). Analisis Kualitas Air Dan Strategi Pengendalian Pencemaran Airsungai Blukar Kabupaten Kendal. PRESIPITASI, 9(2), 64-71

Pohan, D. A. S., Budiyono, Syafrudin, (2016). Analisis Kualitas Air Sungai Guna Menentukan Peruntukan Ditinjau Dari Aspek Lingkungan. Jurnal Ilmu Lingkungan 14(2), 63-71

Djoharama, V., Rianib, E., & Yanic, M. (2018). Analisis Kualitas Air Dan Daya Tampung Beban Pencemaran Sungai Pesanggrahan Di Wilayah Provinsi Dki Jakarta. Jurnal Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 8(1), 127-133

Moeleong, L. J. (2009). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosdakarya

Ishak, I. P. R., Asman, A. I., & Ahmad, D. N. A. (2016). Pemanfaatan Teknologi Spasial Dalam Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (Das) Binanga Lumbua Kabupaten Jeneponto Sulawesi Selatan. Geomatika, 22(1), 01-08

Firdaus, Purwadi, O. T., & Angin, G. P. (2016). Kajian Pengelolaan Sumber Daya Air Permukaan Berbasis Geographics Information System (GIS) di Kota Bandar Lampung. JRSDD, 4(3), 345–356

Rahayu, S., Piarsa, I. N., & Buana, P. W. (2016). Sistem Informasi Geografis Pemetaan Daerah Aliran

Sungai Berbasis Web. LONTAR KOMPUTER, 7(2)

Singarimbun, M. & Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES.

Effendi, H., Romanto, & Wardiatno, Y. (2016). Water quality status of Ciambulawung River, Banten Province, based on pollution index and NSF-WQI. Procedia Environmental Sciences, 24, 228 – 237

Reinhart, H. & Rifani, A. (2019). Spatial Analysis and Sustainable-Strategic Environment Management at Baron Spring Catchment Area, Karst of Gunung Sewu, Yogyakarta. Jurnal Ilmu Lingkungan, 17(2)

Hamzah, F. & Trenggono, M. (2014). Oksigen Terlarut Di Selat Lombok. Jurnal Kelautan Nasional, 9(1), 21-35

Patty, S. I. (2018). Oksigen Terlarut Dan Apparent Oxygen Utilization di Perairan Selat Lembeh, Sulawesi Utara. Jurnal Ilmiah Platax, 6(1), 54-60

Putri, P. S. A. & Wardiha, M. W. (2017). Kontradiksi Pemanfaatan Sungai Oleh Masyarakat di Beberapa Permukiman Tradisional Dayak Dalam Prosiding Seminar Nasional Jelajah Arsitektur Tradisional 2017, Medan 12-14 September 2017 (pp. 69-80)

Hartatik. (2017). Sungai Barito Dalam Persebaran Suku Dayak di Kalimantan Bagian Tenggara. Naditira Widya, 11(2), 149-164

Rahman, S., Mentayani, I., Rusmilyansari, & Mahreda, E. S. (2019) Konsep Penataan Permukiman Kumuh Tepian Sungai Di Kelurahan Sungai Bilu Kota Banjarmasin. EnviroScienteae, 15(3), 397-414

MNLH. (2003). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta-Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia. (2001). Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air Dan Pengendalian Pencemaran Air. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153. Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Republik Indonesia. (2021). Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153. Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

BPS Kabupaten Lamandau. (2015). Lamandau Dalam Angka 2015.Nanga Bulik, Indonesia: Badan Pusat Statistik Kabupaten Lamandau.

23