Analisis Dampak Oil Spill Di Teluk Balikpapan Terhadap Kehidupan Masyarakat Dalam Perspektif Hukum Dan Lingkungan
on
Jurnal Bumi Lestari, Volume 21, Nomor 01, Tahun 2021, Halaman 18-22
Analisis Dampak Oil Spill Di Teluk Balikpapan Terhadap Kehidupan Masyarakat Dalam Perspektif Hukum Dan Lingkungan
Muhammad Yaris Ahyadi a*, Abimanyu Putra Syarifudin b, Alesha Zahira Khairunnisa c, Joana Dacosta Ximenes b, Muhammad Hilal Hamdi a
a Program Studi Sarjana Teknik Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung, Bandung-Indonesia b Program Studi Sarjana Teknik Perminyakan Institut Teknologi Bandung, Bandung-Indonesia
c Program Studi Sarjana Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung, Bandung-Indonesia
*Email: [email protected]
Diterima (received) 22 Januari 2021; disetujui (accepted) 20 Februari 2021; tersedia secara online (available online) 4 Maret 2021
Abstract
One form of marine pollution is an oil spill that can come from the fault of tanker activity while operating.An example of the case is the incident of oil spill in Balikpapan Bay due to the leak of pertamina's oil pipeline in 2018, 5 thousand liters of oil spilled and polluted the sea with an area of more than 12 thousand hectares.Using normative juridical methods, researchers will conduct an analysis of the impact of the oil spill in Balikpapan Bay on the lives of the surrounding community based on legal and environmental perspectives.The purpose of the author by making this paper is to know how the process of tackling and impacting oil spills so far for the surrounding community based on the law and the environment, can also be an input for the government to be able to resolve the case of oil spill in balikpapan bay that has lasted about 3 years, so that the lives of local people can run smoothly as before the oil spill incident.
Keywords: Pollution; Oil Spill; Environment
Abstrak
Salah satu bentuk pencemaran laut adalah tumpahan minyak (oil spill) yang dapat berasal dari kesalahan aktivitas kapal tanker saat beroperasi. Contoh kasus yang terjadi adalah insiden tumpahan minyak di Teluk Balikpapan akibat kebocoran pipa minyak milik Pertamina pada tahun 2018, 5 ribu liter minyak tumpah dan mencemari laut dengan luas lebih dari 12 ribu hektar. Dengan menggunakan metode yuridis normatif, peneliti akan melakukan analisis terhadap dampak dari tumpahan minyak di Teluk Balikpapan terhadap kehidupan masyarakat sekitar berdasarkan perspektif hukum dan lingkungan. Tujuan penulis dengan membuat paper ini adalah untuk mengetahui bagaimana proses penanggulangan dan dampak dari tumpahan minyak selama ini bagi masyarakat sekitar berdasarkan hukum dan lingkungan, juga dapat menjadi masukan bagi pemerintah agar dapat menyelesaikan kasus tumpahan minyak di Teluk Balikpapan yang sudah berlangsung sekitar 3 tahun, supaya kehidupan masyarakat setempat dapat berjalan dengan lancar seperti sebelum terjadinya insiden tumpahan minyak ini.
Kata Kunci: Pencemaran; Tumpahan Minyak; Lingkungan
Minyak adalah istilah umum untuk semua cairan organik yang tidak larut/bercampur dalam air (hidrofobik) tetapi larut dalam pelarut organik. Dalam arti sempit, kata 'minyak' biasanya mengacu ke minyak bumi (petroleum) atau produk olahannya yaitu hidrokarbon (minyak mentah). Minyak bumi
doi: https://doi.org/10.24843/blje.2021.v21.i01.p03
![](https://jurnal.harianregional.com/media/72979-1.jpg)
© 2019 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.
berasal dari fosil tumbuhan dan hewan yang sudah mati berjuta tahun lamanya yang menjadikannya sebagai sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. Keberadaan minyak bumi didapatkan pada dua area yang biasa disebut dengan offshore dan onshore. Untuk area offshore, minyak bumi yang telah diproduksikan ke permukaan akan disalurkan melalui kapal tanker/barge atau pipa yang ditanam di dasar laut (subsea). Hal inilah yang menyebabkan proses pengolahan minyak bumi dari sektor upstream hingga downstream sangat krusial dan memiliki alur pengelolaan yang cukup rumit dan harus diperhatikan secara rinci agar tidak mengalami kerugian dan kecelakaan dalam ekonomi, safety, dan environmental.
Khusus di area offshore, pekerjaan yang dilakukan akan lebih rumit dibandingkan dengan area onshore. Hal ini diakibatkan oleh beberapa faktor internal seperti tempat yang terbatas sehingga fasilitas pun menjadi terbatas, teknisi yang tidak leluasa bekerja karena hanya pada satu rig maupun barge, serta dibutuhkannya alat khusus terutama pada peralatan bawah laut. Karena kondisi inilah beberapa masalah rawan terjadi terutama untuk kejadian oil spill diakibatkan kurangnya pengawasan pada jalur pipa di dasar laut. Hal inilah yang menjadi salah satu faktor penyebab tumpahan minyak yang terjadi di Teluk Balikpapan pada 31 April 2018 dimana pada kecelakaan tersebut mengubah kondisi lingkungan di sekitar area Teluk Balikpapan.
Akibat dari kejadian ini timbul berbagai jenis permasalahan lingkungan mulai dari pencemaran laut hingga ke daratan. Pencemaran laut menjadi salah satu fenomena merugikan yang sering dijumpai di perairan Indonesia. Kondisi ini terjadi ketika lingkungan laut dinilai dapat mengancam atau membahayakan keberlangsungan hidup manusia maupun ekosistem laut di sekitarnya. Daerah pesisir atau laut Indonesia begitu rentan terhadap pencemaran laut, yang jika tidak ditangani dengan benar akan semakin memberikan dampak buruk bagi kehidupan manusia dan ekosistem laut. Sama halnya dengan kejadian oil spill yang terjadi di Teluk Balikpapan tersebut, yang mengakibatkan berbagai permasalahan mulai dari rusaknya ekosistem di lautan sekitaran Teluk Balikpapan seperti pesut mahakam, ikan, dan terumbu karang yang mati dan rusak, tercemarnya hutan mangrove, menurunnya kualitas air bersih, serta polusi udara yang diakibatkan oleh bau minyak dan gumpalan asap dari kapal kargo yang ikut terbakar. Menurut situs berita di bbc.com, tumpahan minyak tersebut berasal dari pipa pertamina yang bocor di laut pada kedalaman 20 m. Pipa tersebut menjalar dari Lawe-Lawe, Kabupaten Penajam Paser Utara menuju Balikpapan. Kejadian minyak tumpahan tersebut menyebabkan 5 orang meninggal dunia. Kasus ini terbilang cukup meresahkan karena kasus ini bukan yang pertama kali terjadi.
Sejak awal terjadinya kasus ini tim penegakan hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLKH) telah turun tangan untuk mengumpulkan bukti-bukti yang ada untuk menentukan ada atau tidaknya pelanggaran dalam kasus tersebut sebagai persiapan untuk tuntutan ganti rugi terhadap pencemaran dan kerusakan lingkungan. Adapun perusahaan pemilik pipa bocor yaitu PT Pertamina Persero saat itu turut serta mencari penyebab pasti tumpahan minyak serta bertanggung jawab atas kerugian bagi warga yang terdampak. Namun, kenyataannya sampai saat ini belum ada tindakan yang serius baik dari pihak pemerintah maupun Pertamina dalam proses hukumnya. Penanganan dan proses pemulihan lingkungan untuk wilayah terdampak di Teluk Balikpapan belum terlihat semenjak 3 tahun terakhir. Belum terlihat perubahan yang signifikan pada area lingkungan yang tercemar baik itu di laut maupun hutan mangrove sehingga masih banyak warga yang terdampak mengalami kerugian terutama krisis air bersih dan mata pencaharian nelayan yang menyusut hingga 90% sampai detik ini.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan makalah ini menggunakan pendekatan yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Metode yang pertama merupakan metode pendekatan yuridis normatif. Dimana, metode ini dijabarkan sebagai metode penelitian hukum yang dilakukan dengan cara melakukan pendekatan terhadap bahan pustaka atau data sekunder dari suatu studi kasus yang ada. Bahan pustaka atau data sekunder yang digunakan dalam penelitian berupa undang-undang dan kajian terhadap literatur yang sebelumnya telah meninjau kasus terkait dari perspektif lain.
Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis deskriptif analitik. Metode ini adalah metode pencarian fakta dengan interpretasi terhadap fakta tersebut karena metode deskriptif adalah
metode untuk membuat gambaran mengenai situasi atau kegiatan, maka, jenis penelitian studi kasus dipandang tepat karena penelitian tidak menguji suatu hipotesis (Moh Nazir, 1985:84).
Gambar 1. Diagram alir metodologi penyusunan paper.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Dampak pencemaran minyak terhadap ekosistem laut dan masyarakat pesisir
-
Tumpahan minyak di laut akan memberikan dampak yang sangat buruk bagi ekosistem laut tersebut. Minyak ini memiliki kandungan kimia yang berbahaya sehingga dapat mengganggu kehidupan makhluk hidup di laut. Ikan-ikan dan makhluk hidup laut lainnya akan mengandung zat kimia beracun tersebut dalam tubuhnya, sehingga dapat menyebabkan kematian yang akan mengurangi populasi makhluk hidup laut. Sementara itu, ikan-ikan yang tidak mati juga tidak bisa dimakan oleh manusia karena mereka telah mengandung racun yang berasal dari minyak tersebut. Selain itu, tumpahan minyak ini juga dapat menyebabkan iritasi pada mata, kulit, dan saluran pernapasan manusia yang dapat berakibat fatal pada kematian. Selain itu juga, minyak ini sulit dibersihkan dari air laut karena minyak berat ini tidak mudah menguap. Hal ini jelas akan menimbulkan penurunan kualitas air laut.
Dari paparan di atas, dapat disimpulkan bahwa tumpahan minyak ini dapat disebut juga sebagai bentuk pencemaran air. Hal ini sesuai dengan definisi pencemaran lingkungan hidup menurut UU No. 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup, pasal 1 ayat 14 yang menyatakan bahwa “Pencemaran lingkungan hidup adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu lingkungan hidup yang telah ditetapkan”. Hal ini juga didukung oleh definisi pencemaran air menurut Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2011 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air pasal 1 ayat 11 yang menyatakan bahwa “Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya”. Tumpahan minyak ini juga berdampak pada kegiatan ekonomi masyarakat pesisir pantai. Nelayan-nelayan akan kesulitan mencari ikan karena banyak ikan yang mati. Selain itu, ikan yang tidak mati pun akan beracun dan tidak dapat dikonsumsi. Nelayan-nelayan juga bisa terkena iritasi yang dapat berakibat fatal pada kematian. Padahal nelayan-nelayan tersebut menjadi tulang punggung ekonomi bagi keluarganya dan bagi masyarakat sekitar. Sumber kehidupan masyarakat pesisir lainnya yang mayoritas berasal dari laut akan mati juga. Hal ini juga dapat berdampak bagi masyarakat yang bukan tinggal di pesisir pantai. Orang tidak bisa makan ikan hasil tangkapan nelayan-nelayan
tersebut. Hal ini menyebabkan restoran yang terletak di kota kehilangan salah satu menu-nya, yang dapat berdampak pada penurunan pendapatan. Dengan demikian, tumpahan minyak tersebut tidak hanya berdampak bagi ekosistem laut, namun pada kehidupan masyarakat sekitar juga.
-
3.2. Rencana penanggulangan dan upaya pemerintah
Dalam perpres No.109 Tahun 2006 telah menetapkan bahwa setiap pemilik atau operator kapal, pimpinan tertinggi pengusahaan minyak dan gas bumi atau penanggung jawab tertinggi kegiatan pengusahaan minyak lepas pantai atau pimpinan atau penanggung jawab kegiatan lain, yang karena kegiatannya mengakibatkan terjadinya tumpahan minyak di laut, bertanggung jawab mutlak atas biaya penanggulangan tumpahan minyak di laut, penanggulangan dampak lingkungan akibat tumpahan minyak di laut, kerugian masyarakat akibat tumpahan minyak di laut, dan kerusakan lingkungan akibat tumpahan minyak di laut.
Faktor utama suksesnya penanggulangan tumpahan minyak adalah kemampuan untuk mobilisasi sumber daya yang tepat menuju daerah pesisir yang akan diduga terkena dampak tumpahan minyak sebelum mencemari pantai. Kunci pentingnya adalah informasi waktu, lokasi, jenis dan dampak minyak bila sampai ke pantai. Penggunaan modeling tumpahan minyak dapat menjawab keperluan tersebut. Sehingga pengerahan jenis oil boom di sekitar pantai untuk melindungi minyak ke pantai dapat dilakukan seefektif mungkin atau dapat dibilang semakin cepat penanggulangan, maka semakin sedikit pula risiko bencana yang akan terjadi.
Berdasarkan paparan di atas, oknum yang menyebabkan tumpahan minyak tersebut (PT Pertamina) berhak menerima sanksi. Secara hukum, melalui UU PLH Pasal 104 menyatakan bahwa “Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah)”. Seharusnya, pihak PT Pertamina tersebut berhak menerima hukuman yang sesuai dengan undang-undang diatas. Namun kenyataannya, proses hukum kasus ini tidak berjalan dengan mulus. Menurut berita di liputan6.com, terhitung 14 Agustus 2019, satu tahun setelah kasus ini terjadi proses mediasi masih menemui jalan buntu. Pihak penggugat maupun tergugat yang terdiri dari Gubernur Kaltim, Wali Kota Balikpapan, Bupati Penajam Paser Utara (PPU), Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Menteri Kelautan Perikanan (KKP) dan Menteri Perhubungan (Menhub), dalam kasus ini gagal menemukan titik temu penyelesaian pencemaran minyak mentah di Balikpapan. Gagalnya mediasi ini disebabkan oleh gagalnya tergugat memenuhi tuntutan perumusan sistem terpadu penanggulangan pencemaran lingkungan. Salah satu tergugat, perwakilan KLHK mengaku kesulitan memenuhi tuntutan pembentukan sistem terpadu penanggulangan pencemaran. Hal ini terbilang cukup meresahkan karena belum adanya sistem penanggulangan pencemaran yang baik padahal jika dilihat, dampak pencemarannya sangat besar. Walaupun pihak KLHK telah menggugat Pertamina atas ganti rugi kerusakan lingkungan hidup sebesar Rp 10 triliun, akan tetapi hal ini tidak cukup karena jika tidak ada sistem penanggulangannya, maka hal ini akan terus terjadi. Oleh karena itu, perlu regulasi yang lebih detail dan komprehensif mengenai penanggulangan pencemaran ini.
Setelah melalui proses hukum yang panjang juga, akhirnya gugatan dari penggugat (rakyat) dikabulkan juga. Menurut berita dari kompas.com Majelis Hakim Pengadilan Negeri Balikpapan mengabulkan sebagian tuntutan gugatan tersebut dalam sidang putusan pada selasa,18 Agustus 2020, 2 tahun setelah kasus ini terjadi. Dengan dikabulkannya gugatan, hakim meminta Gubernur Kalimantan Timur melanjutkan penyusunan Perda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K) dan memastikan alokasi wilayah tangkap nelayan. Selain itu, hakim juga meminta kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk menerbitkan 2 peraturan menteri (permen), yaitu tentang sistem informasi lingkungan hidup sebagai peringatan dini jika ada potensi ancaman dan tentang penanggulangan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup serta pemulihan fungsi lingkungan hidup. Meskipun demikian, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Kaltim Pradarma Rupang,
mengaku masih belum puas dengan tuntutan tersebut karena menurutnya hal tersebut sudah menjadi kewajiban dari menteri dan gubernur. Dari paparan di atas, kita dapat melihat bahwa waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kasus ini mencapai 2 tahun dengan hasil yang tidak terlalu memuaskan. Hal ini menandakan bahwa proses penegakan hukum dalam kasus pencemaran belum efektif. Selain itu, produk hukum yang ada juga belum cukup komprehensif karena masih perlu adanya lagi permen dari menteri LHK terkait kasus ini.
Daftar Pustaka
3 Tahun Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan: Pemerintah Didesak Berikan Keadilan dan Pulihkan Lingkungan. (2021, March 31). Retrieved from Kaltim Today: https://kaltimtoday.co/3-tahun-
tumpahan-minyak-di-teluk-balikpapan-pemerintah-didesak-berikan-keadilan-dan-pulihkan-lingkungan/
Dastin, N. (2018). Peran Pemerintah Dalam Menanggulangi Dampak Tumpahan. Researchgate, May.
Daton, Z. D. (2020, Agustus 24). Gugatan Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan Dikabulkan, Hakim
Minta Area Tangkap Nelayan Diamankan. Retrieved from Kompas.com: https://regional.kompas.com/read/2020/08/24/13100921/gugatan-tumpahan-minyak-di-teluk-balikpapan-dikabulkan-hakim-minta-area?page=all
Daton, Z. D. (2021, April 7). Sudah 3 Tahun, Tragedi Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan Tunggu Putusan Banding. Retrieved from Kompas.com:
Fatmawati. (2021, April 5). Belum Tuntas, 3 Tahun Petaka Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan. Retrieved from IDN Times Kaltim: https://kaltim.idntimes.com/news/kaltim/fatmawati-8/belum-tuntas-3-tahun-petaka-tumpahan-minyak-di-teluk-balikpapan
Gunawan, A. (2019, Agustus 14). Jalan Buntu Mediasi Kasus Tumpahan Minyak Balikpapan. Retrieved from Liputan 6: https://www.liputan6.com/regional/read/4037724/jalan-buntu-mediasi-kasus-
tumpahan-minyak-balikpapan#
Irfan, Y. (2021, March 31). Sudah 3 Tahun, Kasus Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan Belum Tuntas. Retrieved from Selasar.co: https://selasar.co/read/2021/03/31/4762/sudah-3-tahun-kasus-tumpahan-minyak-di-teluk-balikpapan-belum-tuntas
Lestari, J. B., & Fatmawaty, D. (2020). Analisis Pertanggungjawaban Pencemaran Lingkungan Akibat Tumpahan Minyak ( Studi Kasus: Kebocoran Pipa Minyak di Teluk Balikpapan ). 20, 14-21.
Muhdar, M., & Apriyani, R. (2020). Penerapan Teori Conditio Sine Qua Non Dalam Peristiwa Tumpahan Minyak di Teluk Balikpapan. Risalah Hukum, 16(1), 16–33.
Polisi: Tumpahan minyak di Teluk Balikpapan berasal dari pipa Pertamina. (2018, April 4). Retrieved from BBC News: https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-43640595
Puspoayu, E. S., Hakim, A. R., & Bella, H. S. (2018). Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Pencemaran Minyak Di Wilayah Teluk Balikpapan. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum, 25(3), 560–580. https://doi.org/10.20885/iustum.vol25.iss3.art7
22
Discussion and feedback