Jurnal Bumi Lestari, Volume 18, Nomor 2, Tahun 2018, Halaman 56-62

Daya Dukung Padang Lamun Di Kawasan Wisata Pulau Pari, Kepulauan Seribu

Christon a*, Noverita Dian Takarina b, Hayati Sari Hasibuan b

a Program Studi Ilmu Lingkungan, Sekolah Ilmu Lingkungan Universitas Indonesia b Sekolah Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia

c Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Universitas Indonesia

*Email: [email protected]

Diterima (received) 22 April 2018; disetujui (accepted) 30 Juli 2018; tersedia secara online (available online) 1 Agustus 2018

Abstract

This research was conducted using carrying capacity analysis method. The purpose of this research was to analyze the seagrass condition and the carrying capacity of seagrass tourism development in Pari Island. Quantitative method is used to reach the research purpose. The result showed that seagrass species found were Halodule ophalis, Cymodocea rottundata, Enhalus acoroides, dan Thalassia hemprichii. Seagrass’ coverage and density at Bintang Beach were recorded as 59.83% and 76 ind/m2 respectively, 47.56% and 54 ind/m2 at Kresek Beach, and 16.61% and 9 ind/m2 at Pasir Perawan Beach. Diversity index of seagrass in Pari Island was 1,199, categorized as moderate condition. The carrying capacity score for seagrass as tourism object in Pari Island in ecological aspect were 94 tourists/day for Bintang Beach, 59 tourists/day for Kresek Beach, and 58 tourists/day for Pasir Perawan Beach. Based on social aspect, local people of Pari Island were mostly welcome the tourists, and the tourists were quite not satisfied with the tourism objects. In economic aspect, tourism activities increase local peoples’ income.

Keywords: seagrass; suitability; carrying capacity; ecotourism; Pari Island

  • 1.    Pendahuluan

Ekosistem di wilayah pesisir memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi, serta keindahan alam yang berkualitas. Potensi keanekaragaman hayati pada wilayah pesisir memberikan peluang untuk meningkatkan taraf ekonomi masyarakat (Sastrayuda, 2010). Potensi tersebut juga dapat dimanfaatkan dalam bentuk jasa lingkungan, salah satunya yaitu melalui kegiatan pariwisata. Pariwisata memiliki peran yang penting dalam rangka pembangunan perekonomian dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat pesisir (Puspawagiti, 2014).

Padang lamun adalah salah satu ekosistem yang produktif dan memiliki daya tarik untuk pengembangan wisata selain terumbu karang dan mangrove (Azkab, 1988). Padang lamun memiliki fungi ekologis, yaitu sebagai perangkap dan penstabil permukaan sedimen, habitat biota laut, tempat memijah, dan sebagai produsen primer (Nybakken, 1992). Salah satu potensi padang lamun dapat dimanfaatkan yaitu untuk pengembangan pariwisata.

Pariwisata dapat dikembangkan menjadi pariwisata yang berlanjut dalam aspek ekologi, ekonomi, dan sosial. Pengelolaan pengembangan pariwisata agar menjadi berlanjut sebaiknya memperhitungkan tingkat kesesuaian untuk wisata padang lamun yang diimbangi dengan daya dukung dan kondisi padang lamun. Salah satu pulau di Indonesia yang berkembang menjadi tujuan wisata adalah Pulau Pari.

Pulau Pari adalah salah satu pulau di Kepulauan Seribu yang terletak di Laut Jawa dan Teluk Jakarta. Masyarakat Pulau Pari membuka kawasan pulau ini sebagai salah satu tujuan wisata pada tahun 2010 dengan menyediakan jasa wisata dan penginapan.

Perkembangan obyek wisata di Pulau Pari saat ini menunjukkan kemajuan dalam sektor kepariwisataan. Namun, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan di kawasan pesisir seringkali tidak

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2018.v18.i02.p03


© 2018 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

diimbangi dengan pengelolaan yang tepat dalam hal pemanfaatan daya tarik wisatanya (Diana, 2015). Dalam hal ini, Pulau Pari berkembang atas inisiatif masyarakat setempat, sehingga cenderung lebih mengutamakan mutu kegiatan dan pelayanan wisata, serta mengabaikan kemampuan padang lamun. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis kondisi padang lamun, yang meliputi: jenis lamun, luas tutupan, kerapatan, dan keanekaragaman lamun, serta menganalisis daya dukung lingkungan padang lamun di Pulau Pari, Kepulauan Seribu.

  • 2.    Metodologi

    • 2.1.    Lokasi penelitian

Penelitian dilaksanakan di kawasan wisata Pulau Pari, yaitu Pantai Pasir Perawan, Pantai Bintang, dan Pantai Kresek Pulau Pari, Kepulauan Seribu (Gambar 1)

Gambar 1. Lokasi penelitian


Pengamatan padang lamun dilakukan dengan menentukan posisi garis transek garis tegak lurus terhadap garis pantai. Jarak antar transek garis adalah 50 m dengan posisi antar transek garis sejajar dan tetap tegak lurus terhadap garis pantai. Pengambilan sampel, menggunakan transek kuadrat yang berukuran 1 m x 1 m pada interval/jarak 10 m. Nilai persentase tutupan lamun yang terdapat di dalam transek kuadrat dicatat ke dalam data sheet (McKenzie, 2003).

  • 2.2.    Analisis Data

Kerapatan jenis lamun adalah jumlah tegakan lamun per satuan luas. Kerapatan jenis lamun dihitung berdasarkan pedoman inventarisasi lamun (Azkab, 1988), yaitu:

D=N


A


(1)


dimana D adalah kerapatan jenis (tegakan/m2); N adalah jumlah tegakan; dan A adalah luas area (m2).

Keanekaragaman jenis lamun ditentukan dengan menggunakan indeks keanekaragaman ShannonWiener (Cox, 2002), yaitu sebagai berikut:

s

H' = -P 0g2 P

(2)


i-1

dimana H’ adalah indeks keanekaragaman; Pi adalah ni/N; ni adalah jumlah individu setiap jenis; dan N adalah jumlah individu seluruh jenis.

Analisis daya dukung lingkungan ditujukan pada pengembangan wisata bahari dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir. Mengingat ekosistem pesisir yang sensitif, ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan daya dukung lingkungan. Metode yang digunakan untuk menghitung daya dukung untuk pengembangan pengelolaan pariwisata adalah dengan menggunakan konsep Daya Dukung Lingkungan (DDL).

DDL adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDL dalam bentuk rumus adalah sebagai berikut (Yulianda, 2007).

L

DDL = K × × -t-LtWp

(3)


dimana DDL adalah daya dukung lingkungan; K adalah potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang); Lp adalah luas area (m2) atau panjang area (m) yang dapat dimanfaatkan; Lt adalah unit area untuk kategori tertentu (m2atau m); Wt adalah waktu yang disediakan untuk kegiatan dalam satu hari (jam); dan Wp adalah waktu yang dihabiskan pengunjung untuk setiap kegiatan (jam).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Kondisi Perairan di Kawasan Wisata

Kondisi perairan di kawasan wisata dianalisis berdasarkan tingkat kecerahan, jenis substrat, kecepatan arus, dan kedalaman. Hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Data Parameter di Kawasan Wisata Pulau Pari

Parameter

Pantai Bintang

Pantai Kresek

Pantai Pasir Perawan

Kecerahan (%)

100

100

100

Jenis substrat

Pasir berkarang

Pasir berkarang

Pasir

Kecepatan arus (m/s)

0,1109

0,1096

0,0751

Kedalaman (m)

0,31

0,36

0,73

Substrat di Pantai Bintang dan Pantai Kresek yaitu pasir berkarang dengan kedalaman sekitar 0,31 m dan 0,36 m. Kecepatan arus rata-rata di pantai ini yaitu 0,1109 m/s dan 0,1096 m/s yang termasuk pada arus rendah sampai dengan sedang, karena masih berada di bawah 0,5 m/s yang merupakan indikator arus tersebut kuat. Diduga tidak kuatnya arus laut di pantai ini disebabkan oleh peran ekologis padang lamun dalam melemahkan kekuatan arus yang mengalir. Tipe substrat di Pantai Pasir Perawan adalah pasir dengan kedalaman sekitar 0,73 m. Kecepatan arus di Pantai Pasir Perawan adalah yang terendah, yaitu sebesar 0,0751 m/s. Hal tersebut disebabkan karena arus terhambat oleh daratan.

Kecerahan perairan di lokasi wisata mencapai 100%, hal ini baik bagi lamun karena cahaya merupakan faktor utama yang menentukan pertumbuhan dan penyebaran lamun pada lingkungan perairan. Biota yang banyak ditemukan di sekitar pantai adalah bintang laut pasir yang didominasi oleh spesies

Archaster typicus. Saat air sedang surut, wisatawan dapat menemukan banyak bintang laut. Bintang laut termasuk biota yang tidak berbahaya, bahkan biota ini menjadi daya tarik wisata.

  • 3.2.    Kondisi Lamun di Pulau Pari

    • 3.2.1.    Jenis dan Penutupan Lamun

Kondisi padang lamun pada penelitian ini berlokasi di sekitar pantai Pulau Pari yang dijadikan tempat aktivitas wisata, yaitu Pantai Bintang, Pantai Kresek, dan Pantai Pasir Perawan. Jenis lamun yang terdapat di Pulau Pari adalah Cymodocea rotundata, Enhalus acoroides, Halophila ovalis, dan Thalassia hemprichii. Persentase penutupan lamun di Pulau Pari tertinggi yaitu berada di Pantai Bintang, yaitu sebesar 59,83%, sedangkan penutupan lamun di Pantai Kresek yaitu 47,56% dan Pantai Pasir Perawan yaitu 16,61%.

Status padang lamun di Pulau Pari berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 200 Tahun 2004 tentang Kriteria Baku Kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun, kondisi padang lamun pada tiap Pantai Bintang dan Pantai Kresek adalah kurang kaya/kurang sehat, sedangkan pada Pantai Pasir Perawan berada pada kondisi miskin.

  • 3.2.2.    Kerapatan Jenis Lamun

Jenis lamun Thalassia hemprichii secara umum adalah jenis lamun yang memiliki nilai kerapatan tertinggi. Kerapatan jenis lamun mempunyai ketergantungan terhadap jenisnya, lamun jenis Thalassia hemprichii dan Enhalus acoroides akan lebih rapat jika dibandingkan dengan lamun jenis Cymodocea rotundata karena berhubungan dengan ukuran daun dan letak pertumbuhan daun. Kerapatan jenis lamun dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Kerapatan Jenis Lamun di Pulau Pari

  • 3.2.3.    Indeks Keanekaragaman Lamun

Berdasarkan hasil penelitian Pulau Pari, diketahui nilai indeks keanekaragaman pada Pantai Bintang yaitu 1,499 dan Pantai Kresek yaitu 1,601, sehingga termasuk pada kategori sedang, sedangkan nilai indeks keanekaragaman pada Pantai Pasir Perawan yaitu sebesar 0,499 termasuk pada kategori rendah. Dengan demikian indeks keanekaragaman di Pulau Pari yaitu 1,199, sehingga termasuk pada kategori sedang.

  • 3.3.    Daya Dukung Lingkungan untuk Kawasan Padang Lamun

Daya dukung lingkungan pada obyek wisata padang lamun di Pulau Pari dibagi menjadi tiga lokasi, yaitu Pantai Bintang, Pantai Kresek, dan Pantai Pasir Perawan. Luas area yang dibutuhkan untuk kenyamanan wisatawan saat melakukan aktivitas wisata padang lamun yaitu 250 m2 (setiap satu orang dalam 50 m x 5 m). Rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas wisata padang lamun yaitu 2 jam dengan total satu hari selama 4 jam. Hasil perhitungan Daya Dukung Lingkungan (DDL) wisata padang lamun dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Total Daya Dukung Lingkungan untuk Kawasan Padang Lamun

Wisata

K

Lp (m2)

Lt (m2)

Wp (jam)

Wt (jam)

DDL (Pengunjung/hari)

Pantai Bintang

1

11.702

250

2

4

94

Pantai Kresek

1

7.357

250

2

4

59

Pantai Pasir Perawan

1

7.216

250

2

4

58

Total

210

Total nilai daya dukung lingkungan untuk kawasan padang lamun adalah 210 pengunjung/hari, sehingga jumlah wisatawan yang diharapkan dapat berwisata tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan sumberdaya alam secara maksimal adalah 210 pengunjung/hari. Nilai daya dukung ini dapat dibandingkan dengan rata-rata jumlah pengunjung (wisatawan) Pulau Pari pada bulan Oktober 2016 hingga bulan Desember 2016 (Gambar 3).

Gambar 3. Rata-rata Jumlah Kunjungan Wisatawan dengan Batas Nilai Daya Dukung Lingkungan Wisata Padang Lamun Pulau Pari Pada Bulan Oktober hingga Desember 2016

Berdasarkan Gambar 3 dapat dijelaskan bahwa jumlah pengunjung mengalami penurunan pada hari biasa (weekday), kemudian jumlah pengunjung mengalami peningkatan menjelang hari libur akhir pekan. Jika data jumlah pengunjung dibandingkan dengan nilai daya dukung lingkungan untuk kawasan padang lamun, dapat disimpulkan bahwa jumlah wisatawan yang berkunjung telah melebihi daya dukung lingkungan padang lamun yaitu 210 pengunjung/hari di libur akhir pekan (peak season), sedangkan pada hari biasa, jumlah wisatawan yang berkunjung tidak melebihi nilai daya dukung yang ada. Bila data jumlah wisatawan lebih besar dari nilai daya dukung, maka hal terebut merupakan peringatan

kewaspadaan untuk dilakukan pengendalian lebih lanjut. Sebaliknya, bila data jumlah pengunjung/hari belum terlampaui, maka ada peluang untuk ditingkatkan pengelolaannya. Hal ini diperkuat dengan teori Islami (2003) mengenai perencanaan dan pengembangan pariwisata, agar mengatur atau membatasi jumlah wisatawan agar sesuai dengan daya dukung lingkungan sekitar.

Dilihat dari sisi sosial, kelestarian budaya yang masih bertahan di Pulau Pari berupa gotong royong, yaitu kerja bakti setiap pada hari Jumat yang disebut dengan “Jumsih” (Jumat bersih), dan budaya tradisional pada acara pernikahan.

Masyarakat (93,02%) menilai kegiatan wisata tidak mempengaruhi kegiatan sosial masyarakat Pulau Pari untuk tetap bergotong-royong melalui aksi Jumat bersih yang biasa dilakukan pada hari Jumat pagi untuk membersihkan lingkungan di sekitar tempat tinggal masyarakat guna menyambut kedatangan wisatawan. Selain itu, masyarakat (81,40%) juga menilai kegiatan wisata tidak mempengaruhi kegiatan adat istiadat dalam rangka upacara tradisional pernikahan. Acara pernikahan tetap berjalan jika acara tersebut bersamaan dengan adanya kegiatan wisata.

Berdasarkan hasil penelitian, sekitar 52,38% wisatawan menyatakan kurang puas saat berwisata padang lamun. Hal ini karena keindahan lamun yang ditawarkan sebagai obyek wisata di Pulau Pari masih berada pada kondisi miskin hingga kurang kaya, sehingga mempengaruhi ketertarikan masyarakat dalam hal memanfaatkan lamun sebagai salah satu daya tarik wisata di Pulau Pari.

  • 4.    Simpulan dan Saran

Jenis lamun yang ditemukan di Pulau Pari yaitu Halodule ophalis, Cymodocea rottundata, Enhalus acoroides, dan Thalassia hemprichii. Tutupan lamun di Pantai Bintang yaitu 59,83% dan kerapatan 76 individu/m2, Pantai Kresek yaitu 47,56% dan kerapatan 54 individu/m2, dan Pantai Pasir Perawan yaitu 16,61% dan kerapatan 9 individu/m2. Indeks keanekaragaman padang lamun di Pulau Pari adalah 1,199 pada kategori sedang. Nilai daya dukung lingkungan untuk obyek wisata padang lamun di Pulau Pari pada komponen ekologi yaitu 94 pengunjung/hari di Pantai Bintang, 59 pengunjung/hari di Pantai Kresek, dan 58 pengunjung/hari di Pantai Pasir Perawan. Komponen sosial masyarakat Pulau Pari menyatakan menerima kedatangan wisatawan dan wisatawan yang berkunjung menyatakan kurang puas. Selain itu, komponen ekonomi kegiatan pariwisata meningkatkan pendapatan masyarakat.

Upaya yang dapat dilakukan yaitu melalui pendataan jumlah kunjungan wisata, per lokasi obyek wisata, per hari, untuk memastikan bahwa jumlah kunjungan tidak melebihi daya dukung kawasan. Selain itu, masyarakat sebaiknya ikut berpartisipasi dalam melestarikan lingkungan dengan cara hadir dalam pelatihan-pelatihan mengenai ekosistem laut dan menerapkannya untuk menambah pengetahuan lingkungan.

Daftar Pustaka

Azkab, M.H. 1988. Pertumbuhan dan produksi lamun, Enhalus acoroides di rataan terumbu Pari di Pulau Seribu. Jakarta, Indonesia: Balai Penelitian Biologi Laut, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI.

Cox, G.W. 2002. General ecology laboratory manual. 8th ed. Boston, USA: The McGraw-Hill Companies.

Diana, I. 2015. Analisis daya dukung lingkungan ekowisata di kawasan pesisir dan laut (suatu kajian di Pulau Pari, Kabupaten Administratif Kepulauan Seribu, Propinsi DKI Jakarta). Tesis. Jakarta, Indonesia: Program Studi Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia.

Islami, N. A. (2003). Pengelolaan Pariwisata Pesisir (Studi Kasus Taman Rekreasi Pantai Kartini Rembang, Jawa Tengah). Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

McKenzie, L. J. (2003). Guidelines for the rapid assessment of seagrass habitats in the western Pacific.

Townsville, Australia: Marine Plant Ecology Group.

Nybakken, J. W. (1998). Marine biology: an ecological approach (3rd edition). Dalam Eidman, M., Koesoebiono, K., Bengen, D. G., Hutomo, M., & Subarjo, S. (Terj.), Biologi laut: suatu pendekatan ekologis. Jakarta, Indonesia: Gramedia Pustaka Utama. (Buku asli diterbitkan 1992).

Puspawigati, A. (2014). Pemasaran pariwisata pulau pramuka oleh suku dinas pariwisata dan kebudayaan kepulauan seribu dalam meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan. Skripsi. Yogyakarta, Indonesia: Program Studi Pariwisata Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada.

Sastrayuda, G. S. (2010). Konsep pengembangan kawasan desa wisata. [online] Hand Out Mata Kuliah Concept Resort And Leisure, Strategi Pengembangan Dan Pengelolaan Resort and Leisure. (http://file.upi.edu/direktori/fpips/lainnya/gumelar_s/hand_out_matkul_konsep_resort_and_leisure/k onsep_pengembangan_kawasan_wisata_bahari.pdf), [diakses: 19 Februari 2019].

Yulianda, F. (2007). Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya pesisir berbasis konservasi. Dalam Prosiding Seminar Sains 21. Bogor, Indonesia: 21 Februari 2007.

62