Jurnal Bumi Lestari, Volume 18, Nomor 2, Tahun 2018, Halaman 50-55

Kajian Kualitas Lingkungan Fisik-Kimia Akibat Pengoperasian Pembangkit Listrik Tenaga Surya Terpusat Di

Desa Oelpuah Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang

Micklon Edison Nakmofa a*, Johanis N Kallau b, Adrianus Amheka c

a Program Studi Ilmu Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Nusa Cendana JL. Adisucipto Penfui, Kupang-Indonesia

b Jurusan Geografi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Nusa Cendana Jl. Adisucipto Penfui, Kupang-Indonesia

c Jurusan Teknik Mesin, Politeknik Negeri Kupang, Jl. Adisucipto Penfui, Kupang-Indonesia

*Email: [email protected]

Diterima (received) 9 Februari 2018; disetujui (accepted) 30 Juli 2018; tersedia secara online (available online) 1 Agustus 2018

Abstract

The utilization of renewable electric power plants (non-fossil) in friendly environment needs to be done by using of solar energy for electricity generation. PT. LEN Industry built solar power Plant on Oelpuah Village, Kupang Tengah Subdistrict, Kupang Regency, with a total capacity of 5 megawatts Peak, which currently operates and the biggest Solar Power Plant in Indonesian. As a result of the operation of these solar power, it can be expected to have environmental impacts. The purpose of this study was to determine the impact of Physical Chemistry like air quality, water quality and noise, inside and outside of solar power plant operation. The results showed, because of PLTS Operation, it has an impact to physical chemistry environmental quality, but the impaCT STILL below the threshold of environmental quality standards.

Keywords: Solar Power Plant; air quality; Water quality; noise

Abstrak

Pemanfaatan pembangkit listrik energi terbarukan (non fosil) yang ramah lingkungan perlu dilakukan dengan cara pemanfaatan energi surya untuk pembangkitan tenaga listrik. PT. LEN Industri membangun unit Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Terpusat di Desa Oelpuah Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, dengan total kapasitas 5 MegaWatt Peak dan terbesar pertama di Indonesia, yang saat ini telah beroperasi. Akibat pengoperasian PLTS ini dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dampak Fisik Kimia yakni kualitas udara, kualitas air dan kebisingan, akibat Pengoperasian PLTS Terpusat terhadap lingkungan hidup, baik di dalam lokasi pembangkit maupun diluar lokasi pembangkit. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan pengukuran langsung di 2 (dua) lokasi yakni desa Oelpuah dimana Pembangkit PLTS beroperasi dan Desa Bokong belum memiliki pembangkit PLTS sehingga dari hasil pengukuran dan analisis dapat diketahui perubahan lingkungan yang terjadi. Dari hasil penelitian menunjukan bahwa terjadi perubahan kualitas Fisik-Kimia lingkungan hidup di Desa Oelpuah dimana PLTS beroperasi, baik di dalam lokasi pembangkit maupun diluar lokasi pembangkit namun perubahan tersebut masih di bawah ambang batas baku mutu lingkungan

Kata Kunci: operasi PLTS; kualitas udara; kualitas air; kebisingan

doi: https://doi.org/10.24843/blje.2018.v18.i02.p02


© 2018 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.

  • 1.    Pendahuluan

Perhatian dunia terhadap pembangunan energi terbarukan semakin meningkat. Tahun-tahun belakangan ini, misalnya, lebih dari 40% dari seluruh penambahan kapasitas pembangkit listrik didunia memanfaatkan energi terbarukan. Hal ini semakin membuktikan bahwa energi terbarukan merupakan solusi dengan biaya yang efektif untuk memenuhi kebutuhan energi dunia. Indonesia memiliki potensi yang sangat besar untuk menjadi pemimpin energi terbarukan dunia dengan potensi untuk memanfaatkan lebih dari 200 GW dari energi terbarukan, termasuk didalamnya kesempatan untuk menjadi pemimpin dunia dalam bidang bio-ekonomi di masa depan. Untuk mewujudkan potensi ini, pemerintah telah menetapkan sasaran yang ambisius. Sampai dengan 2050, diharapkan sumber energi terbarukan akan lebih banyak digunakan daripada sumber energi dari setiap jenis bahan bakar fosil. Dengan pencapaian sasaran ini dapat membantu untuk memastikan agar kesehatan dan kesejahteraan masyarakat meningkat, lebih banyak keluarga yang mendapat akses terhadap berbagai sumber energi yang dapat diandalkan, memperbaiki ketahanan energi, dan tujuan pengurangan emisi gas rumah kaca dapat tercapai (Ward et al., 2015).

Dalam rangka menjamin ketersediaan dan keberlanjutan penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat untuk mendukung kegiatan pembangunan di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), maka sebagian besar listrik dipasok oleh Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD). Hal ini menyebabkan pemakaian Bahan Bakar Minyak khususnya minyak solar sangat tinggi. Pada tahun 2014, konsumsi minyak solar mencapai 187.955 kilo liter digunakan untuk membangkitkan listrik dari PLTD sebesar 676,100 GWh. pembangkit PLTS di NTT 0,55 Gwh, Jika dibandingkan dengan konsumsi pada sektor industri maupun transportasi yang digabung, maka konsumsi solar pada sektor listrik masih jauh lebih besar. Dengan meningkatnya harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan semakin terbatas ketersediaan bahan bakar tersebut, maka semakin memberatkan Pemerintah dalam hal ini, PT PLN (persero) Wilayah NTT dalam pengoperasian PLTD tersebut (MESDM, 2014).

Seiring dengan laju pertumbuhan penduduk dan laju pertumbuhan ekonomi, menyebabkan meningkatnya laju permintaan tenaga listik. Rasio elektrifikasi di NTT tahun 2014 adalah sebesar 58,91 % (Dirjen.lis,ESDM, 2014). Pemanfaatan pembangkit listrik energi terbarukan (non fosil) yang ramah lingkungan antara lain pemanfaatan Energi Surya untuk pembangkitan tenaga listik menjadi salah satu altenatif. Sumber energi terbarukan yang mempunyai potensi yang sangat besar untuk diimplementasikan adalah Energi Surya. Rata-rata intensitas radiasi matahari di Indonesia adalah 4,8 Wh/m2 per hari atau setara dengan 1.752 kWh/m2 per tahun. Tahun 2013, kapasitas terpasang pemanfaatan energi matahari di Indonesia adalah 42,78 MWB. Kepemen ESDM No. 0002. (2004). Propinsi Nusa Tenggara Timur mempunyai potensi energi surya yang melimpah, intensitas radiasi sinar matahari 5,117 kwh/m2 diatas rata-rata matahari di propinsi lain yang memiliki sebesar 4,7 kwh/m2. kondisi iklim NTT yang musim kemaraunya begitu panjang yaitu 8 bulan dan musim hujan hanya 4 bulan dalam setahun, hal ini merupakan potensi yang sangat besar dalam rangka pengembangan energi alternatif pembangkit listrik tenaga surya di NTT (Likadja, 2014).

Pemerintah telah mengatur dan mendorong sektor swasta untuk berperan dalam pembangunan ketenagalistrikan. UU No.30 (2009) tentang ketenagalistrikan memberikan keluasan penuh kepada sektor swasta dalam pembangunan infrastruktur khususnya pembangunan pembangkit listrik memanfaatkan energi baru terbarukan yang bersifat lokal. Pemerintah Kabupaten Kupang dalam rangka menyediakan kebutuhan energi listrik bagi kebutuhan masyarakat, didukung oleh PLN dan PT. LEN Industri dengan membangun unit PLTS Terpusat di Desa Oelpuah Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, dengan total kapasitas 5 MegaWatt Peak, yang saat ini telah beroperasi.

Beroperasinya PLTS Terpusat 5 MWp di Desa Oelpuah maka akan muncul fenomena baru yaitu terjadinya perubahan lingkungan alam, yaitu mempersempit areal cadangan lahan perladangan, yang pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya perubahan luas sumber daya alam yang masyarakat miliki, dan

memaksa masyarakat harus menyesuaikan atau mengembangkan teknologi baru untuk di eksploitasi sumber daya alam yang akan mempengaruhi aspek Fisik – kimia yaitu perubahan kualitas udara, kualitas air, kebisingan.

Berdasarkan kajian studi UPL dan UKL yang telah dilakukan pada awal sebelum pembangunan yang dilakukan oleh Pihak PT.LEN bekerja sama dengan PPLHSA Undana maka jenis kegiatan yang berpotensi menimbulkan dampak pada saat tahap Operasi meliputi : lingkungan Fisik- Kimia, Sosial,budaya dan Ekonomi. Mengingat aktivitas Operasi PLTS Terpusat ini diperkirakan menimbulkan dampak lingkungan di wilayah Oelpuah tempat dimana pembangkit beroperasi maka perlu dilakukan kajian pada komponen-komponen lingkungan hidup yang berpotensi menimbulkan dampak, antara lain komponen lingkungan fisik- kimia yang didalam antara lain kualitas udara, kualitas air dan kebisingan (Ward et al., 2015).

  • 2.    Metode Penelitian

    • 2.1    Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian ini di Desa Oelpuah Kecamatan Kupang Tengah Kabupaten Kupang, NTT dan Desa Bokong Kecamatan Taebenu sebagai desa pembanding. Untuk parameter kualitas udara 5 (lima) titik sampel yaitu di Desa Oelpuah 3 titik sampel, Desa Bokong 2 (dua) titik sampel udara, parameter air 2 (dua) stasiun pengambilan 1 (satu) sampel di Desa Oelpuah dan 1 (satu) sampel di Desa Bokong. Untuk parameter kebisingan masing- masing 5 titik sampel yaitu; 3 titik sampel di Desa Oelpuah (lokasi pembangkit, pemukiman penduduk dan fasilitas umum) sedang 2 (dua) titik lainnya di Desa Bokong yang tidak memiliki pembangkit listrik

Pengukuran lapangan dilaksanakan di Desa Oelpuah dan Desa Bokong dengan mempergunakan peralatan pengukuran sedangkan untuk hasil pengukuran di analisis di Laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang. Proses penelitian ini dilaksanakan selama 1 (satu) bulan, terhitung dari tanggal 29 April 2016 sampai dengan 29 Mei 2016 di Desa Oelpuah kecamatan Kupang Tengah dan Desa Bokong kecamatan Taebenu sebagai Desa pembanding dengan tahapan pengukuran disesuaikan dengan kondisi lingkungan.

  • 2.2    Pendekatan Variabel

Penelitian ini menggunakan Desain penelitian kuantitatif dengan pendekatan deskriptif. Adapun alat ukur sebagai alat pengumpulan data untuk mengukur variabel yang akan diteliti lapangan berdasarkan data itu maka akan diolah di laboratorium. Sementara obyek yang diukur di sekitar lokasi PLTS Terpusat adalah fisik-kimia meliputi: kualitas udara, kualitas air dan kebisingan untuk mengetahui seberapa besar akibat yang ditimbulkan pada saat pembangkit ini beroperasi.

  • 2.3    Variabel Penelitian Dan Indikator Penelitian

Untuk mendapatkan gambaran permasalahan akibat Operasi PLTS Terpusat terhadap kualitas lingkungan Fisik-kimia, maka variabel yang akan dilakukan pengukuran antara lain : parameter kualitas udara (1) Parameter Sulfur Dioksida (SO2), (2) Parameter Nitrogen Dioksida (NO2)

Parameternya air : suhu, pH, DHL, salinitas, TDS dan DO, TSS, kekeruhan, BOD, COD, N-Nitrat, N- amonia, P-fosfat, kesadahan total, dan kadar Pb, Cd, Fe dan Cu. Semua parameter ini di analisis laboratorium Kimia Fakultas Sains dan Teknik Universitas Nusa Cendana Kupang untuk mengukur tingkat kebisingan maka dilakukan 5 (lima) titik sampel di lokasi yang berbeda yaitu 3 (tiga) titik di lokasi kawasan pembangkit dan 2 (dua) titik lokasi Desa Bokong yang belum memiliki pembangkit Listrik

Untuk yang terukur di lingkungan sekitar kawasan PLTS Terpusat Oelpuah yang berasal dari suara mesin pembangkit atau kendaraan yang berada di kawasan pembangkit dengan kriteria yang objektif: a. Intensitas bising melebihi NAB (Nilai Ambang Batas) : > 55 dB(A)

  • b. Intensitas bising sesuai NAB (Nilai Ambang Batas) ≤ 55 dB(A).

Desa pembanding yang belum memiliki pembangkit listrik dilakukan pengukuran dengan mengukur tingkat kebisingan lingkungan yang ada sekitarnya. Nilai Ambang Batas (NAB) yang digunakan disesuaikan dengan MNLH (1996).

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1    Parameter Kualitas Udara

  • a.    Sulfur Dioksida (S )

Parameter kimia yang ditinjau adalah Sulfur Dioksida, hasil dari analisis sampel udara terlihat bahwa konsentrasi gas S di ke-5 lokasi dapat disimpulkan bahwa masih di bawah standar baku mutu lingkungan (900 µg/ ) (Baku Mutu PP. No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara). Dari hasil analisis kelima lokasi diperoleh nilai Sulfur Dioksida (S ) antara 336,08 - 484,55. Dan nilai sulfur dioksida yang terendah terukur di lokasi 3 Desa Oelpuah tepatnya di SD Kiuana, sedangkan yang tertingi terukur di lokasi 1 di lokasi PLTS Terpusat Desa Oelpuah hal ini. Berdasarkan proses terbentuknya, Gas Sulfur Dioksida ini terbentuk ketika sulfur bubuk warna kuning keemasan yang terdapat dalam dalam batu bara, dan bahan bakar terbakar. Sumber lain dari gas sulfur dioksida selain dari asap kendaraan bermotor adalah dari pemanasan dalam rumah tangga dan pembakaran sampah/arang kayu. Setelah berjam-jam atau berhari-hari tercampur diudara maka sulfur dioksida ini membentuk partikel yang amat halus yang disebut sulfat yang dapat menembus bagian dalam paru-paru dan bercampur dengan air dalam paru-paru membentuk asam belerang, tetapi bila di udara sulfat ini akan beraksi dengan air di atmosfer dan akan mengakibatkan hujan asam. Selain pengaruhnya terhadap kesehatan manusia sulfur dioksida juga berpengaruh terhadap tumbuhan dan hewan. Pengaruh gas S terhadap hewan hampir menyerupai pengaruh gas S terhadap manusia. Pada tumbuh-tumbuhan sulfur dioksida berpengaruh terhadap terjadinya perubahan warna dari hijau dapat berubah menjadi kuning atu terjadinya bercak- bercak putih pada daun tanaman.

  • b.    Nitrogen Dioksida (NO2)

Hasil analisis kualitas udara konsentrasi gas Nitrogen Dioksida (N ) di kelima lokasi pengambilan sampel. Dari hasil analisis kelima lokasi diperoleh nilai Nitrogen Dioksida (N ) antara 30,99 - 43,50. Dan nilai Nitrogen Dioksida (N ) yang terendah terukur di lokasi titik sampel 5 Desa Bokong tepatnya di kompleks perumahan, sedangkan yang tertinggi terukur di lokasi titik sampel 2 simpang 4 Desa Oelpuah namun nilai sampel hasil pengukuran ini masih berada di bawah standar baku mutu lingkungan (Baku Mutu PP. No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara) adanya konsentrasi Nitrogen Dioksida ((N ) di udara selain disebabkan dari asap kendaraan bermotor/transportasi (sebesar 33,9%) juga dari proses pembakaran sampah, arang kayu dan pembakaran gas alam. Konsentrasi Nitrogen Dioksida ((N ) di udara dalam satu tempat bervariasi setiap hari bergantung dari sinar matahari dan mobilitas kendaraan dan aktifitas penduduknya. Dari perhitungan kecepatan emosi N diketahui bahwa waktu tinggal rata-rata N diatmosfer adalah kira-kira 3 hari sedangkan waktu tinggal N adalah 4 hari, dan gas ini bersifat akumulasi di udara dan bila bercampur dengan air akan menyebabkan terjadinya hujan asam.

  • 3.2    Parameter Kualitas Air

Air merupakan salah satu hal penting bagi makluk hidup khususnya manusia. Untuk manusia tentunya bukan sekedar air. Air bagi manusia adalah air bersih yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari yang kualitasnya memenuhi 3 (tga) parameter, yakni parameter Fisik, Kimia dan Biologi ketiga hal di atas yang kemudian akan menjadi patokan/standar kelayakan air bagi manusia. Berdasarkan sampel air yang dari dua sumber mata air dari dua Desa yang telah dianalisis parameternya baik secara fisik maupun kimia kedua mata air berada pada standar baku mutu air bersih berdasarkan PP No 82 tahun 2001. Pada sampel mata air satu merupakan air tanah dalam yang mencapai lapisan air bawah tanah, sedangakan sampel dua merupakan air tanah dangkal yang mengandung garam- garam terlarut. Hal yang ditinjau dalam parameter fisik adalah (Suhu, Padatan Tersuspensi, Padatan Terlarut,

Kekeruhan). Suhu dari kedua sampel air yag telah dianalisis memiliki nilai yang sama yakni 27,6 0C, padatan tersuspensi kedua lokasi masing-masing lokasi 1 18,45 mg/L dan lokasi 2 19,13 mg/L, padatan terlarut untuk lokasi 1 sebesar 476 dan lokasi 2 sebesar 474, dan kekeruhan lokasi 1 sebesar 2,65 dan lokasi 2 sebesar 2,68, dari nilai fisik yang diperoleh dari 2 sampel air baik air tanah dalam dan air tanah dangkal. Hal ini menunjukan bahwa secara fisik kedua sampel air aman untuk memenuhi kebutuhan air bersih bagi masyarakat Desa Oelpuah, maupun Desa Bokong. Sedangkan parameter kimia adalah (pH, Kesadahan Total, Oksigen Terlarut, COD, Salinitas, Sulfida, Nitrat, Besi, Minyak dan Lemak.). pH loksi 1 sebesar 6,67 dan lokasi 2 sebesar 6,61, kesadahan totol loksi 1 sebesar 132,25 dan lokasi 2 sebesar 133,22, oksigen terlarut loksi 1 sebesar 5,43 dan lokasi 2 sebesar 5,47, COD loksi 1 sebesar 3,04 dan lokasi 2 sebesar 3,12, salinitas loksi 1 sebesar 0,62 dan lokasi 2 sebesar 0,64, nitrat loksi 1 sebesar 0,37 dan lokasi 2 sebesar 0,32, besi loksi 1 sebesar 0,125 dan lokasi 2 sebesar 0,147. Berdasarkan peraturan pemerintah No. 82 Tahun 2001 mengenai standar kelayakan air bersih yang baik untuk digunakan sehari-hari maka dari analisis kedua parameter baik fisik maupun kimia kedua sumber air yang digunakan masyarakat Oelpuh dan Bokong masuk dalam kategori air bersih yang layak di konsumsi.

  • 3.3    Parameter Kebisingan

Intensitas kebisingan adalah besarnya bising yang dihasilkan dalam skala desibel. Sedangkan kebisingan adalah terjadinya bunyi yang tidak dikehendaki, sehingga mengganggu dan membahayakan kesehatan. Sedangkan Intensitas kebisingan di lingkungan kerja PLTS Oelpuah yang tidak memenuhi syarat (berisiko), berdasarkan hasil analisis pengujian kebisingan, menunjukan bahwa konsentrasinya pada kelima lokasi pengambilan sampel yaitu di lokasi PLTS (Desa oepuah), perempatan jalan Oelpuah, depan SD Kiuana, batas Desa Oelpuah dan Desa Bokong, dan depan kantor Desa Bokong, ternyata konsentrasi parameter kebisingan semua berada di bawah standar baku mutu lingkungan yang diperbolehkan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 48/MENLH/XI/1996). Pada periode pengukuran yang dilakukan dilokasi baik di Desa Oelpuah maupun di Desa Bokong. Kebisingan yang tertinggi sebesar 66 dB, terjadi di depan SD Kiuana sedangkan menurut standar kebisingan untuk lokasi sekolah adalah 55 dB, atas hasil yang di peroleh maka lokasi SD Kiuana tepatnya lokasi 3 dalam penomoran pengambilan data sampel maka dapat di berikan penilaian jelek karena berada pada irisan 569 dB. Sedangakan tingkat kebisingan yang terendah sebesar 45 dB terjadi di lokasi PLTS terpusat Desa Oelpuah, sehingga lokasi di PLTS termasuk dalam predikat sangat baik, sama halnya dengan 3 lokasi lain yakni 1 di Desa Oelpuah dan yang 2 lainnya berada di Desa Bokong, karena memiliki tingkat kebisingan dibawah/lebih kecil dari 55 dB. Pada prinsipnya kedua lokasi penelitian ini berada di Desa yang tingkat kendaraan bermotor minim, sehingga perbedaan kebisingan di masing-masing lokasi disebabkan sebagian besar disebabkan karena adanya aktifitas warga Desa. Mengingat lokasi pengambilan sampel berada di pemukiman warga.

  • 4.    Simpulan

Berdasrkan hasil analisis data sampel udara dari kelima titik pengambilan data yang mana ada 3 lokasi utama di Desa Oelpuah, 2 lokasi pembanding hasil analisis kelima lokasi diperoleh nilai Sulfur Dioksida (S ) antara 336,08 - 484,55 serta rona awal dengan nilai. 82,68 maka dapat disimpulkan bahwa tidak ditemukan dampak pengaruh negatif dari kualitas udara yang di timbulkan akibat pengoperasian PLTS terpusat Oelpuah. Tetapi ada kecenderungan mengalami perubahan yang signifikan namun masih dibawah ambang batas baku mutu tetapi apabila dilakukan penambahan kapasitas pembangkit PLTS maka akan terjadi perubahan kualitas udara terutama untuk parameter Sulfur Dioksida (S ) dan akan melebihi ambang batas baku mutu yang ditetapkan PP. No.41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara).

Berdasarkan hasil analisis Laboratorium Kimia FST Undana tentang kualitas air tanah dan sumber air dangkal, lalu dibandingkan dengan rona awal lingkungan maka telah terjadi perubahan namun bahwa tidak berdampak dampak negatif bagi kualitas air Desa Oelpuah maupun Desa Bokong yang sebagai lokasi pembanding.

Berdasarkan hasil analisis data kebisingan pengoperasian PLTS terpusat di Desa Oelpuah maupun di Desa Bokong. Kebisingan yang tertinggi sebesar 66 dB, terjadi di depan SD Kiuana sedangkan menurut standar kebisingan untuk lokasi sekolah adalah 55 dB, atas hasil yang di peroleh maka lokasi SD Kiuana tepatnya lokasi 3 dalam penomoran pengambilan data sampel maka dapat di berikan penilaian jelek karena berada pada irisan 5-69 dB. Sedangakan tingkat kebisingan yang terendah sebesar 45 dB terjadi di lokasi PLTS terpusat Desa Oelpuah, sehingga lokasi di PLTS termasuk dalam predikat sangat baik, sama halnya dengan 3 lokasi lain yakni 1 di Desa Oelpuah dan yang 2 lainnya berada di Desa Bokong, karena memiliki tingkat kebisingan dibawah/lebih kecil dari 55 dB.

Daftar Pustaka

Likadja, F. J. (2014). Penerapan Kebijakan Konservasi Dan Diversifikasi Terhadap Ketersediaan Energi Listrik Di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam Prosiding Seminar Nasional Peranan Sains dan Teknologi Untuk Mendukung Pembangunan Berkelanjutan. Kupang, Indonesia: 15-16 Oktober 2014 (pp. B416-B421).

MESDM. (2004). Keputusan Menteri Energi Dan Sumber Daya Mineral Nomor: 0002 Tahun 2004 Tentang Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan Dan Konservasi Energi (Pengembangan Energi Hijau). Jakarta, Indonesia: Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral.

MNLH. (1996). Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/Menlh/11/1996 Tentang Baku Tingkat Kebisingan. Jakarta, Indonesia: Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Republik Indonesia. (2009). Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140. Jakarta, Indonesia: Sekretariat Negara Republik Indonesia.

Ward, J., Marijs, C., Tumiwa, F., & Salim, N. (2015). Sebuah kebijakan fiskal terpadu untuk energi terbarukan dan energi efisiensi di Indonesia. Laporan Akhir. Jakarta, Indonesia: Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim dan Multilateral Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan Republik Indonesia.

55