Jurnal Bumi Lestari, Volume 15 No. 1, Pebaruari 2015, hlm. 40 - 46

PENDUGAAN CADANGAN BIOMASSA DI ATAS PERMUKAAN TANAH PERKEBUNAN KELAPA SAWIT DI SUMATERA UTARA

Muhdi1*), Iwan Risnasari1), Eva Sartini Bayu2) 1)Staf Pengajar Program Studi Kehutanan USU 2)Staf Pengajar Agroekoteknologi USU *)Jln. Nazir Alwi No. 4 Kampus USU Medan – 20154

E-mail : [email protected];[email protected];[email protected]

Abstract

The objective of the research was to find the model of above ground biomass in the oil palm plantation, North Sumatera. The research was done at the oil palm plantation, North Sumatera. The effect of oil palm plantation to biomass stock in the plots were studied by using the data of three plots with each size 100 m x 100 m. The plots are placed based on purposive sampling. Above ground biomass stocks are counted by allometric equation. The results of the research showed that allometric equation of oil palm trees was W = 0,003 D2,761. The result showed that above ground biomass of oil palm plantation in the North Sumatera were 64.20 Mg ha-1.

Key words : above ground, biomass, oil palm, plantation, model

  • 1.    Pendahuluan

Indonesia memiliki areal perkebunan relatif sangat luas, khususnya kelompok jenis tanaman berkayu seperti karet, kelapa dan kelapa sawit. Luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia pada tahun 2012 sebesar 9,27 juta hektar. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara. Saat ini pusat perkebunan kelapa sawit terletak di Propinsi Sumatera Utara seluas 905.000 ha (Kartodihardjo dan Supriyono, 2000; GAPKI, 2013). Selain itu, sawit merupakan komoditas perkebunan yang memberikan kontribusi cukup tinggi terhadap pendapatan domestik bruto. Nilai ekspor kelapa sawit lebih tinggi daripada produk kehutanan gabungan (pulp dan kertas, kayu lapis, kayu olahan lainnya dan furniture.

Sementara itu isu lingkungan mengenai perubahan iklim global akibat naiknya konsentrasi gas rumah kaca (GRK), khususnya gas CO2 di dalam lapisan atmosfir merupakan salah satu masalah terpenting yang mendapat sorotan dunia (Murdiyarso, 2007a; Murdiyarso, 2007b). Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyatakan bahwa temperatur permukaan bumi meningkat rata-rata sebesar 0.74 ± 0.18°C <(1.33 ± 0.32°F) dalam kurun 100 tahun hingga 2005, dan diproyeksikan terus

meningkat 1.4 - 5.8° C pada tahun 2100. IPCC menyatakan bahwa hal ini disebabkan oleh peningkatan konsentrasi emisi gas buatan manusia.

Perkebunan kelapa sawit dibangun di daerah bekas hutan primer, hutan sekunder dan daerah bekas padang alang-alang. Jika lahan dikonversi dan dikelola dengan benar, memungkinkan kapasitas serapan karbon akan meningkat.

Dalam rangka menjawab kebutuhan kebijakan alternatif, diperlukan kajian tentang pola penggunaan lahan yang sesuai dengan upaya mitigasi perubahan iklim. Seberapa besar relevansi perkebunan kelapa sawit dapat dijadikan sebagai penyedia jasa lingkungan yang menghasilkan penerimaan ekonomi, tanpa harus mengubahnya menjadi penggunaan lahan tertentu yang menurunkan simpanan karbon (Anderson dan Khalid, 2000). REDD (Reducing Emissions from Deforestation and Forest Degradation), sebuah mekanisme pembayaran kompensasi atas pengalihan alokasi penggunaan lahan perkebunan kelapa sawit sehingga mampu menghindarkan terjadinya deforestasi atau degradasi hutan. Salah satu indikator penting untuk suatu lanskap dapat dimasukkan ke program REDD adalah terjadinya penurunan emisi atau peningkatan simpanan karbon vegetasi.

Tujuan penelitian ini adalah mendapatakan pendugaan cadangan biomassa tegakan pada perkebunan kelapa sawit di Sumatera Utara.

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian lapangan dilakukan di areal perkebunan kelapa sawit, Sumatera Utara. Pelaksanaan penelitian dilakukan dengan dua tahap kegiatan, yaitu tahap pertama pengambilan data di lapangan dan tahap kedua menganalisa biomassa dan karbon serasah dan nekromassa dilakukan laboratorium.

Pengumpulan Data

Biomassa Tumbuhan Bawah

Peubah tumbuhan bawah yang diukur di lapangan adalah berat basah, sedangkan di laboratorium yang diukur adalah kadar air, kadar zat terbang, kadar abu dan kadar karbon. Semua vegetasi tumbuhan bawah yang ada dalam petak ukur 2 x 2 m2 diambil dan ditimbang untuk mendapatkan bobot basah (Wb).

Serasah

Serasah dibagi menjadi dua, yakni serasah besar dan serasah kecil. Petak ukur analisis serasah sama dengan petak ukur analisis biomassa tumbuhan bawah.

Nekromassa

Pengukuran nekromassa (bagian tanaman mati) pada permukaan tanah.

Pembuatan Persamaan Allomatrik Biomassa dan Karbon

Pada penelitian ini akan disusun persamaan alometrik biomassa dan karbon dalam tegakan, dengan cara menebang pohon contoh terpilih (Brown et al.1999, Navar et al. 2009). Pohon contoh yang terpilih

tersebut kemudian ditebang, kemudian dipisahkan berdasarkan bagian-bagian pohon, yaitu batang dan daun. Semua bagian pohon contoh tersebut kemudian ditimbang, sehingga diketahui berat basah setiap bagiannya.

Kadar air

Contoh uji kadar air batang dan akar yang berdiameter > 5 cm dibuat dengan ukuran 2 cm x 2 cm x 2 cm. Sedangkan contoh uji dari bagian daunberdiameter < 5 cm) diambil masing-masing ± 300g. Berat kering total bagian-bagian pohon dihitung dengan persamaan Haygreen & Bowyer, 1996).

Model Penduga biomassa dan karbon pohon

Model persamaan alometrik untuk penaksiran biomassa pohon atau karbon dan bagian-bagian pohon menggunakan satu atau lebih peubah dimensi pohon berikut (Brown et al.1999, Navar et al. 2009).

Persamaan regresi terbaik akan dipilih dari modelmodel hipotetik di atas dengan menggunakan berbagai kriteria statistik (Draper & Smith 1981), yakni goodness of fit, koefisien determinasi (R2), analisis sisaan serta pertimbangan kepraktisan untuk pemakaian.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    Berat Basah Pohon Contoh

Pada penelitian ini sebanyak 13 pohon dari berbagai kelas diameter dipilih sebagai pohon contoh untuk menyusun persamaan alometrik pendugaan biomassa pohon. Pohon contoh terpilih merupakan pohon yang berdiameter rata-rata 24,33 cm pada kisaran diameter 5,4 – 77,1 cm.Jumlah pohon tersebut memenuhi syarat penyusunan sebuah persamaan biomassa(MacDikken 1997). Rekapitulasi hasil pengukuran 13 pohon contoh dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik 13 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik berat basah pohon.

No.

Dimensi Pohon

Rata-rata

Kisaran

1

Diameter (cm)

70,6

52,8-88,8

2

Tinggi Total (m)

8,5

5,7-13,7

3

Berat Basah Batang (kg)

1400,4

558,0-2954,0

4

Berat Basah Daun (kg)

72,4

28,0-124,5

5

Berat Basah Pelepah (kg)

157,9

76,5-276,1

6

Buah (kg)

27,5

0-51,3

Pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa rata-rata berat basah terbesar pohon berasal dari batang yakni 1400,4 kg (84,45 %) dari total biomassa pohon. Selanjutnya berat basah pelepah sebesar 157,9 kg (9,52 %), daun 72,4 kg (4,37 %) dan buah 27,5 kg (1,66 %) dari total berat basah pohon.

Kadar Air

Hasil analisis laboratorium kadar air terhadap contoh bagian-bagian pohon berdasarkan pengelompokkan kelas diameter dapat dilihat pada Tabel 2. Rata-rata kadar air tertinggi terdapat pada daun, yakni sebesar 261,9 %, sedangkan kadar air terendah terdapat pada bagian daun sebesar 143,9 %. Pelepah daun memiliki nilai kadar air tertinggi disebabkan oleh struktur daun tersusun atas rongga stomata yang diisi oleh sedikit bahan penyusun kayu seperti selulosa, hemiselulosa dan lignin. Hasil

penelitian Iswanto et al., 2010 yang meyatakan bahwa nilai kadar air pohon kelapa sawit berkisar antara 219,9-379,4 %. Tsoumis (1991) menyatakan bahwa besarnya kadar air dalam pohon bervariasi antara 30 – 300 % tergantung spesies pohon, posisi dalam batang dan musim.

Persaamaan Alometerik Berat Basah Pohon

Berat basah pohon seluruh tegakan diduga menggunakan persamaan alometrik. Persamaan disusun berdasarkan pohon contoh yang ditebang yaitu batang, daun, pelepah dan buah serta total bagian pohon yang didasarkan pada hubungan antara bera basah tiap bagian pohon dengan parameter diameter dan tinggi pohon. Pohon contoh yang telah ditebang secara destruktif menjadi bahan dasar pembuatan persamaan alometrik.

Tabel 2. Rata-rata kadar air setiap bagian pohon contoh berdasarkan kelas diameter.

No.

Kelas Diameter (cm)

Batang

Kadar Air (%)

Daun

Pelepah

Buah

1.

50-60

208,2

168,3

278,5

273,0

2.

60-70

248,2

150,9

268,7

141,7

3.

70-80

256,2

129,6

257,8

203,5

4.

80

235,0

131,7

244,1

163,1

Rataan

238,4

143,9

261,9

195,9

Tabel 3. Persamaan alometrik penduga biomassa pohon.

Model Persamaan

R-sq(adj)

P-value

Batang

Wb = 0,006 D2,879

90,2%

0,000

Daun

Wb = 0,001 D2.537

87,9%

0,000

Pelepah

Wb = 0,001D2,797

86,9%

0,000

Buah

Wb = 1,147 D – 53,52

69,7%

0,000

Pohon

Wb = 0,007 D2,866

92,6%

0,000

Keterangan : R-sq (adj) atau koefisien diterminasi menunjukkan besarnya keragaman Wb yang bisa dijelaskan oleh peubah D, jadi nilai R-sq (adj) = 92,6 % artinya 92,6 % keragaman Wb mampu dijelaskan oleh peubah D; P-value merupakan peluang kesalahan D, kalau P- value = 0,000 artinya H0 ditolak pada taraf nyata 5% karena P-value < α

Tabel 3 menunjukkan bahwa persamaan pendugaan berat basah yang dibentuk adalah persamaan pendugaan berat basah batang, daun, pelepah, buah dan total di atas permukaan tanah. Berdasarkan besarnya standar deviasi model yang terkecil dan nilai koefisien determinasi yang terbesar, maka model terbaik adalah model dengan satu peubah penjelas diameter (D) dengan peubah respon pohon. Alasan lain dalam pemilihan model tersebut adalah segi ketelitian dan kepraktisan dalam pendugaan biomassa tegakan maka dalam pendugaan biomassa pada berbagai kondisi hutan adalah dengan persamaan Wb = 0,007 D2,866.

Berdasarkan persamaan alometrik yang terpilih yaitu Wb = 0,007 D2,866, maka berat basah pohon pada areal petak perkebunan sawit dapat diduga. Persamaan alometrik pendugaan biomassa total

pohon contoh dengan mengunakan variabel bebas diameter dan peubah respon total dipakai untuk menduga biomassa pohon pada perkebunan di areal perkebunan sawit rakyat, Sumatera Utara.

Berat Basah di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan biomassa di atas permukaan tanah pada areal perkebunan sawit rakyat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Biomassa di atas permukaan tanah pada petak perkebunan sawit rakyat.

Petak

Biomassa (ton/ha)

Vegetasi

Serasah & Nekromassa

Total

I

245,72

10,53

256,25

II

230,01

4,89

234,90

III

181,65

7,38

189,04

Tabel 4 memperlihatkan bahwa rata-rata berat basah di atas permukaan tanah pada petak perkebunan sawit rata-rata sebesar 226,73 ton/ha, terdiri dari bera basah yang berasal dari vegetasi sebesar 219,13 ton/ha dan serasah serta nekromassa sebesar 7,60 ton/ha. Tabel 4 menunjukkan bahwa pada petak perkebunan sawitIII, berat basah total lebih rendah bila dibandingkan dengan pada petak perkebunan sawitI dan II, yakni masing-masing sebesar 189,04 ton/ha; 234,90 ton/ha dan 256,25 ton/ ha. Pada petak perkebunan sawit I, memiliki kandungan srasah dan nekormassa terbesar yakni sebesar 10,53 ton/ha dan terendah terdapat pada petak II. Hal ini memperlihatkan bahwa komposisi

Tabel 5. Biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan teknik RIL dan hutan primer.

Biomassa (ton/ha)

Petak

Tumbuhan Bawah Tegakan Sawit Total

I

9,49

236,23

245,72

II

12,69

217,32

230,01

III

8,66

173,00

181,65

biomassa vegetasi dan serasah serta nekromassa pada petak perkebunan sawit berbeda.

Berat Basah Vegetasi di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan potensi biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di aeal perkebunan sawit rakyat masing-masing sebesar 245,72 ton/ha; 230,01 ton/ha dan 181,65 ton/ha (Tabel 5).

Tabel 5 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa vegetasi pada petak perkebunan sawit sebagian besar berasal dari tegakan sawit. Pada petak I berat basah yang berasal dari tegakan sawit sebesar 236,23 ton/ha atau sebesar 96,13 % dari total biomassa vegetasi. Demikian pula halnya pada petak II dan petak III, yakni masing-masng sebesar 217,32 ton/ha (94,48 %) dan 173,00 ton/ha (95,23%) dari total biomass vegetasi.

Serasah dan Nekromassa

Hasil perhitungan serasah dan nekromassa di perkebunan sawitmasing-masing petak sebesar 10,53 ton/ha, 4,89 ton/ha dan 7,38 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 6.

Tabel 6. Serasah, nekromassa kecil dan nekromassa besar di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan petak RIL dan hutan primer.

Petak

Biomassa (ton/ha)

Serasah

Nekromassa

Total

I

6,00

4,53

10,53

II

3,11

1,77

4,89

III

3,38

4,01

7,38

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada petak I memiliki serasah dan nekromassa paling tinggi dibandingkan di petak lainnya, yakni sebesar 10,53ton/ha yang terdiri dari serasah 6,00 ton/ha dan nekromassa sebesar 4,53 ton/ha. Tabel 6 menunjukkan bahwa rata-rata biomassa sersah dan nekromassa pada petak I dan petak II sebagian besar berasal dari serasah sebesar 6,00 ton/ha dan 3,11 ton/ha 55,83 ton/ha atau sebesar 56,97 % dan 63,71%. Sedangkan pada petak III sebagian besar biomassa berasal dari nekromassa yakni sebesar 4,01 ton/ha (54,27 %) dari total serasah dan nekromassa.

Alometrik Biomassa Pohon Contoh

Biomassa adalah berat bahan organik suatu organisme per satuan unit area pada suatu saat.Biomassa pohon seluruh tegakan diduga menggunakan persamaan alometrik. Persamaan disusun berdasarkan pohon contoh yang ditebang yaitu batang, cabang, daun, dan akar serta total bagian pohon yang didasarkan pada hubungan antara biomassa tiap bagian pohon dengan parameter diameter, tinggi dan berat jenis pohon. Pohon contoh yang telah ditebang secara destruktif menjadi bahan dasar pembuatan persamaan alometrik.

Tabel 7. Karakteristik 13 pohon contoh yang digunakan untuk menyusun persamaan alometrik biomassa.

No.

Dimensi Pohon

Rata-rata

Kisaran

1

Diameter (cm)

70,6

52,8-88,8

2

Tinggi Total (m)

8,5

5,7-13,7

3

Biomassa Batang (kg)

416,6

169,3-835,0

4

Biomassa Daun (kg)

30,3

11,5-51,7

5

Biomassa Pelepah (kg)

45,2

17,0-77,1

6

Buah (kg)

9,9

0-19,6

Pada Tabel 7 memperlihatkan bahwa rata-rata massa biomassa terbesar pohon berasal dari batang yakni 416,6 kg atau 82,97 % dari total biomassa pohon. Selanjutnya biomassa pelepah sebesar 45,2 kg (9,01 %), daun sebesar 30,3 kg (6,03 %) dan buah 9,9 kg (1,97 %).

Tabel 8. Persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa.

Model Persamaan

R-sq(adj)

Nilai-P

Batang

W = 0,003 D2,703

81,8%

0,000

Daun

W = 1,589e0,040 D

87,9%

0,000

Pelepah

W=1,745 e0,044 D

82,7%

0,000

Buah

W = 0,463 D - 22,63

69,9%

0,000

Pohon

W = 0,003 D2,761

89,0%

0,000

Keterangan : R-sq (adj) atau koefisien diterminasi menunjukkan besarnya keragaman C yang bisa dijelaskan oleh peubah D, jadi nilai R-sq (adj) = 89,9 % artinya 89,9 % keragaman C mampu dijelaskan oleh peubah D; P-value merupakan peluang kesalahan D, kalau P- value = 0,000 artinya H0 ditolak pada taraf nyata 5% karena P-value < α

Tabel 8 menunjukkan bahwa persamaan pendugaan cadangan massa biomassa yang dibentuk adalah persamaan pendugaan massa biomassa batang, daun, pelepah, buah dan total di atas permukaan tanah. Berdasarkan besarnya standar deviasi model yang terkecil dan nilai koefisien determinasi yang terbesar, maka model terbaik adalah model dengan satu peubah penjelas (D) dengan peubah respon pohon. Alasan lain dalam pemilihan model tersebut adalah segi ketelitian dan kepraktisan dalam pendugaan biomassa tegakan kelapa sawit maka dalam pendugaan cadangan massa biomassa pada berbagai kondisi hutan adalah dengan persamaan W = 0,003 D2,761.

Berdasarkan persamaan massa biomassa di atas, maka persamaan alometrik yang terpilih yaitu W = 0,003 D2,761memiliki R2 (adj) sebesar 89,04 % yang menyatakan bahwa sebesar 89,0 % keragaman massa biomassa pohon sudah dapat dijelaskan oleh pengaruh diameter, sedangkan sisanyasebesar 10,96 % dipengaruhi faktor lingkungan. Nilai P-value < 0,5 yang artinya log D berpengaruh nyata terhadap log W pada taraf pengujian 95 %. Berdasarkan persamaan alometrik tersebut,biomassa pohon pada areal petak perkebunan sawit dapat diduga. Persamaan alometrik pendugaan biomassa pohon dengan menggunakan variabel bebas diameter pohon dapat dipakai untuk menduga massa biomassa pohon pada perkebunan kelapa sawit.

Katterings et al.(2001) menyatakan dari 29 data biomassa pohon(kg/pohon) dengan kisaran diameter pohon contoh 7,6 – 48,1 cm di hutan sekunder Sepunggur, Sumatera mendapatkan persamaan biomassa W = 0,066D2,59. Persamaaan alometrik yang dihasilkan dalam penelitian ini lebih besar dibandingkan dengan persamaan alometrik di Sumatera.Pada beberapa hasil penelitan untuk pendugaan biomass dan karbon berbagai tipe hutan menyarankan hanya menggunakan parameter diameter saja (Basuki 2009, Nav£r 2009) dengan alasaan kepraktisan dan efisiensi serta tanpa mengurangi tingkat akurasi hasil dugaan. Nav£r (2009) menyatakan bahwa di hutan tropika kering persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa 0,081 D2,413 dan Basuki et al. (2009) di hutan tropika dataran rendah persamaan alometrik untuk pendugaan biomassa adalah 0,141 D1,201. Perbedaan ini bisa disebabkan oleh perbedaan pola sebaran jenis vegetasi dan diameter di lokasi penelitian karena

kondisi tempat tumbuh yang mempengaruhi pertumbuhan dan kerapatan tegakan.

Biomassa di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan biomassa di atas permukaan tanah pada areal perkebunan sawit rakyat dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9.Biomassa di atas permukaan tanah pada petak perkebunan sawit.

Petak

Vegetasi

Massa Biomassa (ton/ha)

Serasah & Nekromassa

Total

I

67,22

5,96

73,18

II

63,09

2,36

65,45

III

50,16

3,81

53,97

Tabel 9 memperlihatkan bahwa rata-rata massa biomassa di atas permukaan tanah pada perkebunan sawit rata-rata sebesar 64,20 ton/ha, terdiri dari massa biomassa yang berasal dari vegetasi sebesar 60,16 ton/ha dan serasah serta nekromassa sebesar 4,04 ton/ha.Biomassa pada petak IIIperkebunan sawit lebih rendah bila dibandingkan dengan pada petak perkebunan sawitI dan petak II, yakni masing-masing sebesar 53,97ton/ha; 65,45 ton/ha dan 73,18 ton/ha.

Biomassa Vegetasi di Atas Permukaan Tanah

Hasil perhitungan biomassa vegetasi di atas permukaan tanah pada petak perkebunan sawit masing-masing sebesar 67,22ton/ha; 63,09ton/ha dan 50,16 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 10.

Tabel 10.Biomassa vegetasi di atas permukaan tanah di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan teknik RIL dan hutan primer.

Petak

Biomassa (ton/ha)

Semai & Tumbuhan Bawah

Tegakan Sawit

Total

I

2,91

64,31

67,22

II

3,77

59,32

63,09

III

2,60

47,56

50,16

Tabel 10 menunjukkan bahwa rata-rata massa biomassa vegetasi pada petak perkebunan sawit sebagian besar berasal dari tegakan pohon yakni masing-masing sebesar 64,31 ton/ha pada petak I, 59,32 ton/ha pada petak II dan sebesar 47,56 ton/ha pada plot III. Adapun biomassa tumbuhan bawah di semua petak penelitian berkisar antara 2,91 – 3,77 ton/ha.

Biomassa Serasah dan Nekromassa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa massa biomassa serasah dan nekromassa petak perkebunan sawitmasing-masing sebesar 5,96 ton/ha, 2,36 ton/ ha dan 3,81 ton/ha, seperti yang tercantum pada Tabel 11.

Tabel 11.Massa biomassaserasah, nekromassa kecil dan nekromassa besar di areal bekas tebangan petak konvensional, bekas tebangan petak RIL dan hutan primer.

Massa Biomassa (ton/ha)

Petak

Serasah

Nekromassa

Total

I

3,04

2,92

5,96

II

1,44

0,93

2,36

III

1,74

2,08

3,81

Tabel 11 menunjukkan bahwa pada petak I memiliki serasah dan nekromassa paling tinggi dibandingkan di petak lain, yakni sebesar 5,96ton/ ha. Rata-rata nekromassa pada petak I dan petak II sebagian besar berasal dari serasah yaknimasing-masing sebesar 3,04 ton/ha dan 1,44 ton/ha. Sedangkan pada petak III sebagian besar biomassa berasal dari nekromassa besar sebesar 2,88ton/ha.

Besarnya biomassa vegetasi di atas permukaan tanah jumlahnya bervariasi dari 210-650 ton/ha sesuai dengan tipe penutupan lahan (Mazzei et al. 2010).Hasil penelitian Hertel et al. (2009) padalahan bervegetasi hutan primer di Sulawesi, menunjukkan bahwa rata-rata total biomassa tegakan sebesar 303 ton/ha yang terdiri dari 286 ton/ha berasal dari biomassa di atas permukaan tanah dan dari akar sebesar 16,8 ton/ha. Zheng et al. (2006) menyatakan bahwa di areal hutan hujan tropis Xishuangbanna, China biomassa hutan berkisar antara 362,1 sampai

dengan 692,6 ton/ha, dimana biomassa pohon terdiri dari 68,4–70,0 % berasal dari bagian batang, 19,8– 21,8 persen berasal dari bagian akar, 7,4–10,6 % berasal dari cabang dan 0,7–1,3 % berasal dari daun.

  • 4.    Simpulan

Model pendugaan biomassa tegakan kelapa sawit maka dalam pendugaan cadangan biomassa adalah dengan persamaan W = 0,003 D2,761. Persamaan alometrik pendugaan biomassa pohon dengan menggunakan variabel bebas diameter pohon dapat dipakai untuk menduga massa biomassa pohon pada perkebunan kelapa sawit.Rata-rata massa biomassa di atas permukaan tanah pada perkebunan sawit rata-rata sebesar 64,20 ton/ha, terdiri dari massa biomassa yang berasal dari vegetasi sebesar 60,16 ton/ha dan serasah serta nekromassa sebesar 4,04 ton/ha.

Daftar Pustaka

Anderson, Jand Khalid. 2000. Decomposition Processes and Nutrient Release Patterns of Oil Palm Residu. Journal of Oil Palm Research.12(1). 46-63.

Brown, S, P.E. Schroeder and J.S.Kern. 1999. Spatial distribution of biomass in forests of eastern USA. Forest Ecology and Management 123:81-90.

Draper, N and H. Smith. 1991. Applied Regression Analysis. Ed ke-2. New York: John Wiley and Sons.

GAPKI. 2013. Indonesia dan perkebunan kelapa sawit dalam isu lingkungan global. GAPKI. Jakarta.

Haygreen, J.G. and Bowyer, J.L. 1996. Hasil Hutan dan Ilmu Kayu. Edisi ke-4. Yogyakarta: University Gadjah Mada Press.

Hertel,D., G. Moser, H.Culmsee ,S. Erasmi, V. Horna, B. SchuldtB and Ch. Leuschner. 2009. Below-and above-ground biomass and net primary production in a paleotropicalnatural forest (Sulawesi, Indonesia) as compared to neotropical forests. Forest Ecology and Management258 : 1904–1912.

IFCA. 2007. Laporan konsolidasi studi tentang metodologi dan strtegi penurunan emisi gas rumha kaca. Departemen Kehutanan. Jakarta.

[IPCC] Intergovernmental Panel on Climate Change. 2007. The Physical Science Basis. Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the Intergovernmental Panel on Climate Change.

Isanto, A.H., T. Sucipto, I Azhar and F Febrianto. 2010. Sifat fisis dan mekanis kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) asal kebun Aek Pancur. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Hutan, Vol. 3(1) : 7-12.

Litton, C.M. and J.B. Kauffman. 2008. Alometrik model for predicting above ground biomass in two widespread woody plants in Hawaii. Biotropica 40:313-320.

Mazzei, L., P. Sist, A. Ruschel, F.E. Putz, P. Marco, W. Pena and J.E.P.Ferreira. 2010. Above-ground biomass dynamics after reduced-impact logging in the Eastern Amazon. Forest Ecology and Management259 : 367–373.

Murdiyarso, D. 2007a. Protokol Kyoto, Implikasinya bagi Negara Berkembang. Jakarta: Buku Kompas.

Murdiyarso, D. 2007b. CDM : Mekanisme Pembangunan Bersih. Jakarta: Buku Kompas.

Nabuurs, G.J. and G.M.J Mohren. 1993. Carbon Fixation through Activities A Study of the Carbon Sequestering Potential of Selected Forest Types, Commissioned by the Fondarion Face. Can. J. For. Res. 23: 857-862.

Návar, J. 2009. Allometric equations for tree species and carbon stocks for forests of northwestern Mexico. Forest Ecology and Management 257:427-434.

Tsoumis, G. 1991. Science and Technology of Wood: Structure, Properties, Utilization. New York : Van Nostrand Reinhold.

Zheng, Z., Z. Feng, M. Cao, Z. Li and J. Zhang. 2006. Forest structure and biomass of a tropical seasonal rain forest in Xishuangbanna, Southwest China Biotropica 38(3): 318–327.

46