Andi Renata Ade Yudono : Tingkat Erosi Pada Lahan Berbatuan Dasar Batuan Beku dan Batuan

TINGKAT EROSI PADA LAHAN YANG BERBATUAN DASAR BATUAN BEKU DAN BATUAN METAMORF DI DESA TAWANGREJO

DAN GUNUNGGAGAJAH, KECAMATAN BAYAT, KABUPATEN KLATEN, PROVINSI JAWA TENGAH

Andi Renata Ade Yudono, Andi Sungkowo

Prodi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknologi Mineral, UPN “Veteran” Yogyakarta

Jl. Lingkar Utara, Condongcatur, Yogyakarta (55283), Indonesia [email protected] [email protected]

Abstract

The study area consists of 2 (two) landforms, the hill and the ridge. The hill and the ridge with slope varied have different rock composition, such as igneous and metamorphic rocks. Besides that the landcover of the two landforms also has different variety. These characteristics are expected to affect the rate of erosion. The purpose of this study were (i) To analyze the characteristics of the land parameter from both landforms with different rock units, as the factors that influence the differences in the level of erosion (ii) To determine the difference of the rate of erosion at the igneous and metamorphic bed rocks.

Research methodology that have done were survey and mapping. The level of erosion is known from the results of direct measurements by the method of small plots on each land unit.

The survey results revealed that the rate of erosion on the rock units schist (metamorphic rocks) is greater than the unit gabbro rock (igneous). Differences in the level of erosion is influenced by rock units, thick soil, slope, and land use.

Keywords : Erosion, Igneous Rocks, Metamorphic Rocks.

Pendahuluan

Air yang mengalir di daratan, dapat berupa limpasan permukaan (overland flow) dan aliran permukaan (run off). Proses tersebut merupakan salah satu tenaga geomorfologi yang mampu merusak dan mengangkut material penyusun bumi (tanah dan batuan). Di antara akibat yang ditimbulkan oleh limpasan maupun aliran permukaan adalah erosi, yaitu proses terlepasnya dan terangkutnya materialmaterial tanah dan batuan dari daerah yang lebih tinggi ke daerah yang lebih rendah (Thornbury, 1958).

Air hujan yang sampai ke permukaan tanah, sebagian akan mengalir di permukaan tanah mempunyai tenaga besar untuk melepaskan agregat tanah dalam bentuk erosi percik, sebagian mengisi ledokan-ledokan kecil di permukaan tanah (hollow), dan sebagian lainnya masuk ke dalam tanah (infiltration) yang menyebabkan tanah menjadi

lembab dan jenuh air. Apabila tanah sudah jenuh air dan tidak mampu lagi meresapkan air hujan, maka akan terjadi kelebihan airtanah (excess water). Air selanjutnya akan mengisi ledokan-ledokan kecil di permukaan tanah. Setelah semua ledokan di permukaan tanah terisi air, maka mulailah kelebihan air akan mengalir secara lateral di permukaan tanah sebagai lapisan tipis air di atas bidang lereng sebagai limpasan permukaan. Limpasan permukaan tersebut mempunyai tenaga untuk melepas dan mengangkut partikel tanah sehingga menyebabkan terjadinya erosi lembar (sheet erosions). Apabila limpasan permukaan kemudian terkonsentrasi pada alur-alur kecil, menyebabkan terjadinya erosi alur dan selanjutnya dapat berkembang menjadi erosi parit (gully erosins) yang keduanya termasuk erosi linier (Kirkby, 1978 dan Le Bissonnais, 1990 dalam Morgan; dalam Dibyosaputro, 2012).

Hasil proses erosi berupa banyaknya tanah

yang hilang dalam satuan ton/ha/tahun atau m3/ha/ tahun. Dampak dari hasil proses erosi adalah menurunnya kesuburan tanah, meningkatnya limpasan air permukaan, yang kemudian berkembang pada degradasi lingkungan.

Daerah penelitian terdiri dari 2 (dua) bentuklahan bukit yang masing-masing bukit berbeda susunan batuannya, yaitu batuan beku dan batuan metamorf. Karena pembentukan tanah tergantung/dipengaruhi oleh iklim, bentuklahan dengan perbedaan kemiringan lerengnya, batuan penyusunnya, vegetasi dan pengaruh aktivitas manusia, dan waktu dari proses pembentukan tanah, maka diperkirakan akan terjadi perbedaan erosi yang berlangsung pada satuan bukit tersebut dengan perbedaan batuan penyusunnya. Perbedaan karakteristik tersebut membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian di Desa Tawangrejo dan Gununggajah, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah. (Gambar 1.)

Tujuan dilakukannya penelitian, yaitu : a. Menganalisis karakteristik lahan daerah penelitian yang berbatuan dasar batuan beku dan metamorf; b.

Mengetahui berbedaan tingkat erosi pada lahan yang berbatuan dasar batuan beku dan metamorf.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan metode survey dan pemetaan. Kegiatan survei lapangan meliputi pengamatan, pencatatan, dan pengukuran untuk memperoleh karakteristik lahan. Terutama mengenai data panjang lereng, kemiringan lereng, penggunaan lahan, dan pengukuran langsung dengan metode petak kecil untuk mendapatkan tanah yang tererosi. Sedangkan metode pemetaan merupakan kegiatan memindahkan unsur-unsur karakteristik lingkungan ke dalam peta dasar dalam bentuk titik, garis, dan luasan.

Hasil Penelitian

Hasil penelitian diketahui bahwa proses erosi yang terjadi didaerah penelitian, dipengaruhi oleh faktor pengontrol dan faktor pemicu. sebagai berikut:

  • 1.  Faktor Pengontrol Terjadinya Erosi

    a.    Bentuklahan

Daerah penelitian dan sekitarnya terletak pada bentanglahan (landscape) punggungan dan perbukitan Jiwo Timur. Hasil interpretasi Citra Google (2006), peta topografi skala 1 : 25.000 (RBI 2002), dan hasil observasi lapangan diketahui bahwa bentuklahan (landform) yang diteliti adalah bentuklahan bukit (183 m dpl.) berupa bukit tektonik terdenudasi Semangu yang tersusun oleh satuan batuan skiss mika terletak di bagian utara daerah penelitian dan di selatannya adalah bagian utara punggungan bukit terdenudasi Pendul (225 m dpl.) yang tersusun oleh satuan batuan beku gabro. Perbedaan imajiner kemiringan lereng dari kedua bentuklahan tersebut, dirangkum pada Tabel 1. dan di sajikan pada Gambar 2.

Tabel 1. Perbedaan kemiringan lereng dan luasannya pada bentuklahan yang diteliti

No.

Bentuk Lahan

Kemiringan Lereng dan Luasannya

Miring (Sloping)

Agak Curam (Moderately steep)

Curam (Steep))

40 - 80 (7 - 15 %)

80 -160 (15 - 30 %)

160 -350 (30 - 70%)

1.

Bukit tektonik terdenudasi Semangu.

60352 Ha (40 %)

28,524 Ha. (19%)

61,495 Ha. (41 %)

2.

Punggungan Bukit terdenudasi Pendul.

26,672 Ha (18 %).

61,887 Ha (41 %)

62,541 Ha. (41 %)

Sumber: hasil penelitian dan Klassifikasi kemiringan lereng (slope classes), mengacu menurut Zuidam (1983).

Tabel 1. Menunjukkan bahwa kemiringan lereng miring dan curam mendominasi pada bentuklahan bukit tektonik terdenudasi Semangu, sedangkan kemiringan lereng agak curam dan curam mendominasi pada punggungan bukit terdenudasi Pendul.

Terbentuknya satuan bentuklahan bukit Semangu merupakan hasil dari proses bentukan asal tektonik yang terdenudasi, sedangkan punggungan bukit Pendul merupakan hasil dari proses asal intrusi yang terdenudasi. Proses geomorfologi yang sedang berlangsung pada kedua satuan bentuklahan tersebut berupa erosi tanah dengan tipe erosi lembar (sheet erosion) dan erosi lembah kecil (rill erosion).

  • b.    Tanah

Tanah didaerah penelitian, karakteristiknya (warna, tekstur, struktur, ketebalan, indeks COLE, permeabilitas tanah, dan drainase tanah) sangat tergantung dari karakteristik tanah itu sendiri, batuan induknya, kemiringan lereng, dan penggunaan lahannya. Sistem klasifikasi tanah mengacuh kepada Soepraptohardjo (1961). Deskripsi dari karakteristik tanah dirangkum pada Tabel 2.

Potensi kembang kerut tanah (indeks COLE) yang rentan berpengaruh terjadinya ketidakstabilan tanah sebagai hasil proses geomorfologi, ditunjukkan bahwa satuan batuan skis lebih baik dibandingkan satuan batuan beku.

Daya dukung tanah yang tinggi termasuk baik, didukung oleh keadaan struktur tanah kedua satuan batuan tersebut adalah gumpal.

Permeabilitas tanah termasuk agak lambat (1,48 – 1,88 cm/jam) hingga sedang (2,84 – 3,59 cm/jam), sehingga mudah jenuh air oleh struktur tanahnya yang padat dan gumpal.

Drainase tanah adalah kecepatan perpindahan air pada suatu bidang lahan, baik berupa aliran permukaan maupun peresapan air ke dalam tanah, dapat juga diartikan sebagai lamanya tanah terbebas

Tabel 2. Deskripsi karakteristik tanah daerah penelitian

PAliAMETER Diskripsi

SKISS

BATUAN BEKU

Jenis tanah

Jenis tanah : Grumosol

Jenis tanah : Grumosol

Warnah

coklat abu-abu cerah

Coklat tua

Struktur

remah sampai gumpal

Tekstur

lempung berpasir (sandy loam), lempung berdebu (silt loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam) sampai liat (clay). Tanah pada batuan skiss mengandung kuarsit yang berukuran krikil (< 7,5 cm) mencapai 35 %.

lempung berpasir (sandy loam), lempung berdebu (silt loam), lempung liat berpasir (sandy clay loam) sampai liat (clay).

Ketebalan tanah (Lampiran 3.)

Berkaitan dengan kemiringan lereng dan penggunaan lahan

Miring

Tebal (> 90 cm, tegalan)

> 90 cm (tegalan)

Agak Curam

Sedang (60 - 90 cm, tegalan)

60 - 90 cm (tegalan)

Curam

Sedang (60-90 cm, kebun campur).

Tipis (30 - 60 cm, tegalan).

30 - 60 cm (tegalan)

Indeks COLE

0,01-0,03 (baik)

0,06 - 0,09 (jelek)

Daya dukung tanah

> 1,5 kg/cm2.

> 1,5 kg∕cm2.

Permeabilitas tanah

agak lambat (1,48 - 1,88 cm/jam) hingga sedang (2,84 - 3,59 cm/jam).

agak lambat (1,48 - 1,88 cm/jam) hingga sedang (2,84 - 3,59 cm/jam).

Drainase tanah

Tingkat agak baik

Tingkat agak baik

keseluruhan berada pada tingkat agak baik.

Adapun penyebaran ketebalan tanah dapat dilihat pada Gambar 4.

dari keadaan jenuh air. Hasil pengamatansecara kualitatif dengan mengamati homogenitas warnah tanah dan bercak-bercak pada profil tanah, diketahui bahwa drainase tanah di daerah penelitian secara

Gambar 3. Sebaran kwarsit berukuran krikil, khas kenampakan tanah pada batuan Skiss. (a) kenampakan pada profil tanah dan (b) kenampakan pada permukaan tanah.




  • c.  Satuan batuan

Satuan batuan yang diteliti untuk membedakan tingkat erosinyai di daerah penelitian, yaitu pada satuan batuan skiss (batuan metamorf) dan Gabro (batuan beku). Penyebaran satuan batuan tersebut dapat dilihat pada Gambar 5., dan diskripsi dari satuan batuan tersebut, adalah :

  • 1)    Batuan metamorf Sekis.

Warna : lapuk kecoklatan dan bila segar memperlihatkan warna abu-abu agak mengkilap; Terkstur : berbutir halus (< 1 mm); Komposisi : terdiri dari mineral lempung dan mika halus; Struktur : foliasi ciri khas untuk batuan metamorphosis dynamothermal (regional), bidang foliasi dibentuk oleh penjajaran dari mika halus.

Terdapat mineral kwarsit berbentuk lensa, arahnya sejajar dengan bidang foliasi.

Urat-urat kwarsa sering dijumpai mengisi kekar sejajar atau memotong bidang foliasi. (Gambar 6.)

Apabila batuan asalnya bersifat pelitik (lempung), kehadiran filit, sekis, dan gneiss berturut-turut menunjukkan metamorfosa yang meningkat.

Secara mudah fillit dapat dibedakan dengan sekis, karena sekis berbutir > 1 mm dan pemisahan mineral pipih, prismatik dan granular jelas terlihat (lepidoblastik, nematoblastik, granoblastik). Batuan tersebut sebagai batuan penyusun Bukit Semangu.

Gambar 6. Sekis memperlihatkan struktur foliasi dengan mineral kwarsit berbentuk lensa

  • 2)    Batuan beku Gabro.

Warna : segar = abu-abu gelap; lapuk = kecoklatan; tekstur : holokristalin, fanerik sedang; ekuigranular; komposisi = plagioklas, piroksen, mineral biji; diabasik terdapat merata pada batuan ini, sebagai penciri kelompok Gabroik.

Pada batuan tersebut dijumpai kekar-kekar sistematis yang berkembang memperlihatkan Pelapukan mengulit bawang (spheroidal Weathering).

Dibeberapa tempat ditemukan “xenolith” dari batuan yang lebih tua antara lain: batulanau dan batupasir.

  • d.    Tata Air

Air permukaan berupa aliran air permukaan (runoff) dimusim penghujan, sedangkan airtanah/air bawah permukaan tidak ditemukan.

  • 2.    Faktor Pemicu Terjadinya Erosi

    a.    Curah hujan

Curah hujan (CH) merupakan salah satu pemicu terjadinya erosi, curah hujan dengan intensitas tinggi akan mempermudah terjadinya laju erosi.

Data curah hujan dari tahun 2003 sampai 2012, diperoleh dari stasiun pemantau curah hujan di Stasiun Bayat yang dirangkum pada Tabel 3.

Penentuan pola musim dianalogikan dengan kriteria hujan menurut Mohr (1933, dalam Bayong, 2004), mengemukakan bahwa bulan basa yang dianalogikan dengan musim penghujan apabila curah hujan > 100 mm. Berdasarkan Tabel 3. menunjukkan bahwa musim hujan berdasarkan rata-rata kejadian hujan penuh setiap bulan, berlangsung relatif pada bulan November hingga Maret. Oleh karena itu dalam melakukan penelitian ini dengan tujuan membandingkan antara curah hujan dengan proses erosi, maka dilakukan pengukuran curah hujan lokal yang disesuaikan pada bulan tersebut. Hasil pengukuran curah hujan lokal saat penelitian, dirangkum pada tabel pada Lampiran 1.

  • b.    Penggunaan lahan dan upaya konservasi lahan

Penggunaan lahan merupakan bentuk campur tangan manusia dalam memanfaatkan lahan untuk memenuhi kebutuhannya guna kelangsungan prikehidupan dan kesejahteraannya. Disisi lain, pengelolaan dalam penggunaan lahan dapat berupa upaya konservasi lahan (dalam bentuk terrasering) ataupun sebagai pemicu terjadinya erosi setelah lahan yang tanahnya dicangkul. Hasil pemetaan penggunaan lahan, daerah penelitian tersusun atas beberapa tipe penggunaan lahan yang dirangkum pada Tabel 4. dan disajikan pada Gambar 7.

Tabel 3. Jumlah dan Rata-rata Curah Hujan Bulanan Tahun 2003-2012

Iahun

Jan

Besarmu I ι>ralι Ilujan (mm/bulan)dan Bulan

Junilah

Ieb

Mnr

Apr

Mei

.Iuni

Juli

Ass

Sep

Okt

Aov

Des

2003

315

539

390

38

74

20

0

U

'J

9

164

260

1809

2004

346

221

361

94

85

5

t7

0

S

28

307

446

1915

2005

171

335

304

341

0

29

31

(1

5

43

130

429

1818

2006

247

167

141

278

352

0

0

0

U

0

■ 36

470

1691

2007

13

29«

Ill

r 305

168

58

0

U

0

40

76

I

1813

2008

109

677

631

106

102

0

0

0

0

318

469

77

2-189

2009

349

246

249

152

99

50

0

0

0

120

()

165

1430

2010

368

211

203

97

305

126

12

31

206

224

219

154

2156

2011

492

255

265

165

165

0

0

n

0

46

219

1'4

1761

2012

203

171

85

93

96

3

0

0

0

48

155

190

1044

Rata-rata

261,3

312

274

166,9

144,6

29,

6

3.1

2,0

87.6

τ‰s

308,9

Jumlah

17926

______                             Rita∙rata

1792,6

Sumber :Stasiun Pengukur Curab Hujan, Kccamatan Bayat. Kabupaten Klaten

Keterangan : ; ? Muslm penghujan, apabila curah hujan > IOO mm

■K Musim pancaroba, apabila curah hujan 60 hingga IOO mm AHi Musim kemarau, apabila curah hujan < 60 mm.

Kriteria musim hujan mengacu pada Mohr (1933. dalam Bayong, 2004)

Tabel 4. Tipe dan luasan masing-masing penggunaan lahan di daerah penelitian

No.

1 ipe Penggunaan Lahan

Luasan

Tipe Konservasi Lahan

Batuan Beku Gabro

Batuan Metamorf Sekiss

Ha.

%

Ha.

0∕<>

1.

Tegalan

151.100

100

72.200

48

Terrasering

2.

Kebun campur

11,614

8

3.

Tegalan (tumpangsari) dan Kebun Jati

55,295

37

4.

Permukiman

11,261

7

Total

151,100

150,371

Tabel 4. dan sajian pada Peta Penggunaan Lahan (Gambar 7.) menunjukkan bahwa penggunaan lahan untuk pertanian holtikultural (umumnya jenis tanaman ubi kayu dan jagung) pada tipe tegalan, mendominasi penggunaan lahan didaerah penelitian. Umumnya upaya konservasi lahan oleh sipengguna lahan dalam bentuk terasering dengan ukuran/ dimensi yang berbeda-beda, tergantung kemiringan bidang imajiner lereng topografi.

Pembahasan

a.    Satuan lahan

Satuan lahan (land unit) adalah sebidang pada lahan yang mempunyai karakteristik semacam. Satuan lahan dibuat berdasarkan hasil tumpangsusun (overlay) antara peta kemiringan lereng, material penyusun, dan penggunaan lahan. Satuan lahan di

daerah penelitian berdasarkan hasil tumpangsusun (overlay) peta, diketahui sebanyak 7 (tujuh) satuan lahan pada satuan batuan metamorf fillit-sekis dan 3 (tiga) satuan lahan pada satuan batuan beku gabro. Penyebaran masing-masing satuan lahan tersebut disajikan pada Gambar 8.

  • b.    Hasil pengukuran endapan erosi tanah

Pengukuran volume endapan erosi tanah pada bukit tektonik terdenudasi Semangu berbatuan sekis dilakukan pada 7 (tujuh) titik sampling, sedangkan pada punggungan bukit terdenudasi Pendul berbatuan beku gabro dilakukan pada 3 (tiga) titik sampling. Letak titik-titik sampling tersebut ditentukan mewakili setiap satuan lahan. Adapun volume erosi tanah hasil pengukuran di musim penghujan, sejak tanggal 25-10-2013 hingga 14- 052014, adalah seperti pada tabel 5.

Tabel 5. memperlihatkan bahwa erosi yang terjadi sangatlah variatif, dikontrol oleh karakteristik dari satuan batuan, kemiringan lereng, ketebalan tanah, dan penggunaan lahannya. Tingkat erosi berbeda pada kedua satuan batuannya, satuan batuan metamorf sekis lebih kuat tingkat erosinya dibandingkan pada satuan batuan beku. Pada satuan batuan metamorf terjadi pengurangan tingkat erosi,

dikarenakan penggunaan lahannya berupa kebun campur dengan tipe konservasi lahannya adalah terasering.

  • 4.3.3. Tingkat erosi

Hasil perhitungan tingkat erosi didaerah penelitian (lampiran 2) dirangkum pada Tabel 6, sedangkan penetapan kategori tingkat erosinya mengacu pada Tabel 7.

Tabel 6. Tingkat erosi pada setiap satuan lahan

Satuan

Satuan lahan Tingkat Erosi

Kategori

Batuan

(cm2/m2/jam)

Sekis

T.II.S.MS

0.022249192

Berat

T.I.Tb.MS

0.031169514

Sedang

T.I.Tp.MS

0.006218191

Sedang

TKj.I.Tb.MS

0.022675443

Sedang

T,III.Tp.MS

0.022253443

Sangat Berat

TKj.III.Tp.MS

0.061335197

Sangat Berat

Kc.I.Tb.MS

0.009987046

Sangat Ringan

Gabro

T.II.S.BG

0.017366600

Berat

T.III.Tp.BG

0.049479086

Sangat Berat

T.I.Tb.BG

0.017603180

Sedang

Tabel 5. Volume hasil pengukuran erosi pada setiap satuan lahan

No.

Satuan Batuan

Satuan Lahan

Luasan

Volume Erosi (cm3)

Jumlah

%

Jumlah

Rata-rata

1.

Metamorf sekis

T.II.S.MS

26,726

19

27,15

0,6622

T.I.Tb.MS

10,467

8

22,57

0,5505

T.I.Tp.MS

4,145

3

6,67

0,1627

TKj.I.Tb.MS

24,322

18

25,44

0,6205

T,III.Tp.MS

31,126

22

24,77

0,6041

TKj.III.Tp.MS

30,641

22

24,03

0,5861

Kc.I.Tb.MS

11,676

8

5,78

0,1410

2.

Beku gabro

T.II.S.BG

64,935

43

16,30

0,3976

T.III.Tp.BG

62,541

41

19,35

0,4720

T.I.Tb.BG

23,624

16

14,40

0,3512

Keterangan, MS : Metamorf sekis

BG : Beku gabro

Kemiringan lereng :

I = Miring, II = Agak curam, III = Curam

Ketebalan tanah :

Tb = Tebal, Tp = Tipis, S = Sedang.

Penggunaan lahan :

Kc = Kebun campur, T & Kj = Tegalan dan kebun jati, T = Tegalan,

Tabel 7. Penetapan kategori tingkat erosi

Tingkat Erosi (cm2/m2/jam)

Tebal Solum

0.0062- 0.0172 0.0172- 0.0283 0.0283- 0.0393 0.0393 - 0.0503 0.0503 - 0.0613

> 90

60 – 90

30 – 60 < 30

SR            S              S             B            SB

R            B            B           SB           SB

S             SB             SB            SB            SB

B            SB             SB            SB            SB

Tabel 6, dan pengaruh ketebalan/solum tanah yang ditunjukkan pada Tabel 7, tingkat erosi dengan kategori sangat berat pada satuan batuan sekis dan gabro, terjadi pada penggunaan lahan tegalan dan tegalan dengan kebun jati yang berkemiringan lereng curam, walaupun kebun janti tapi penanaman pohon jati hanya pada pematang (dyke) itupun kerapatannya renggang. Tingkat erosi dengan kategori sedang umumnya terjadi pada tegalan dengan kelas kemiringan lereng adalah miring. Tingkat erosi sangat ringan hanya terjadi pada satuan batuan sekis, dikarenakan kemiringan lerengnya adalah miring, sedangkan penggunaan lahannya adalah kebun campur.

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian sejalan dengan tujuan penelitian dalam menjawab permasalahan Tingkat erosi Permukaan Pada Lahan Yang Berbatuan Dasar Batuan Beku Dan Batuan Metamorf, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan penting seperti yang disajikan berikut ini :

  • 1.    Karakteristik lahan yang terdapat didaerah penelitian adalah: Bentuklahan berupa bukit tektonik terdenudasi Semangu (183 m dpl.) tersusun oleh satuan batuan skiss dan punggungan bukit terdenudasi Pendul (225 m dpl.) yang tersusun oleh satuan batuan beku gabro. Kedua satuan bentuklahan tersebut mempunyai Kemiringan lereng Miring (Sloping), Agak Curam (Moderately steep), dan Curam (Steep). Karakteristik tanah dengan struktur remah sampai gumpal, tekstur lempung liat berpasir dan sekis terdapat serakan kwarsit, ketebalan tanah bervariasi berkaitan dengan

kemiringan lereng dan penggunaan lahan, indeks cole baik untuk sekis dan jelek untuk gabro, permeabilitas tanah agak lambat hingga sedang. Karakteristik lahan tersebut berpengaruh terhadap perbedaan tingkat erosi.

  • 2.    Tingkat erosi yang terjadi pada satuan batuan sekis adalah lebih banyak dan lebih variatif dibandingkan satuan batuan gabro. Besar ataupun kecilnya tingkat erosi dipengaruhi oleh fisik satuan batuan, rekahan, tebal tanah, dan tipe penggunaan lahannya.

Daftar Pustaka

Bayong, T.H.K., 2004. Klimatologi, Penerbit ITB, Bandung.

Dibyosaputro, S. Pola Persebaran Keruangan Erosi Permukaan Sebagai Respon Lahan Terhadap Hujan Di Daerah Aliran Sungai Secang, Kabupaten Kulonprogo, Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi, Program Studi Geografi, Universitas Gadjah Mada.

Kirkby, M.J., 1978. Hillslope Hydrology, John Wiley & Sons, Ltd., New York.

Morgan, R.P.C., 1995, Soil Erosion and Concervation, 2nd Edition. Longman Group, Ltd., London

Thornbury, W.D.,1954, Principles of Geomorphology, John Wiley and Sons, Inc. New York.

Zuidam, R.A., van. 1983. Guide to Geomorphologic Aerial Photographic Interpretation and Mapping. International Institute For Aerial Survey and Earth Sciences. Netherlands.


1. Intensitas curah hujan lokal dan volume erosi tanah pada perwakilan setiap satuan Iahai

SS

'S.


Lampiran 2. Rangkuman parameter pengontrol tingkat erosi disetiap satuan lahan

No

Satuan Lahan

volume rata-rata (cm3)

Lamanya Hujan rata-rata (jam)

Luas (m2)

Tingkat Erosi (cm3∕m2)

Tingkat Erosi (cm2∕m2∕jam)

1.

T.II.S.MS

0.6622

1.8345

54.6

0.0122

0.0222

2.

T.I.Tb.MS

0.5505

1.8345

32.4

0.0170

0.0312

3.

T.I.Tp.MS

0.1627

1.8345

48

0.0034

0.0062

4.

TKj.I.Tb.MS

0.6205

1.8345

50.2

0.0124

0.0227

5.

T,III.Tp.MS

0.6041

1.8345

49.8

0.0121

0.0222

6.

TKj.IH.Tp.MS

0.5851

1.8345

17.5

0.0334

0.0613

7.

Kc-LTb-MS

0.141

1.8345

25.9

0.0054

0.0100

8.

T-ILS-BG

0.3976

1.8345

82

0.0048

0.0089

9.

T-IILTp-BG

0.472

1.8345

17.5

0.0297

0.0495

10.

T-LTb-BG

0.3512

1.8345

36.6

0.0096

0.0176

58