ANALISIS STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DI KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA
on
Ridwan Adi Surya, dkk. : Analisis Status Keberlanjutan Pengelolaan Air Baku di Kab. Konawe.
ANALISIS STATUS KEBERLANJUTAN PENGELOLAAN AIR BAKU DI KABUPATEN KONAWE PROVINSI SULAWESI TENGGARA
Ridwan Adi Surya1)*, M. Yanuar J. Purwanto1,2)*, Asep Sapei2)*, Widiatmaka1,3)* 1Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Kampus Baranangsiang Jl. Pajajaran, Bogor 40173 2Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan IPB, Dramaga Bogor 16680 3Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB, Dramaga Bogor 16680
*e-mail :[email protected]; [email protected]; [email protected]; [email protected]
Abstract
The water supply to support the development and human needs need to be guaranteed for the sustainable condition. Decreased water availability and increased water demand has occurred in Konawe Regency Southeast Sulawesi Province. In order to the management for water supply in Konawe Regency can take place in a sustainable condition, it is necessary to apply the concept of sustainable development through the conservation of water resources. This study aims to analyze the sustainability of the status of water management for sustainable water supply in Konawe Regency, and analyze the important factors that affect the sustainability of water management in the Konawe Regency. The analytical method used is a Multi Dimensional Scaling called Rap-Konawe. The results are expressed in terms of index and status of sustainability. The analysis on the five dimensions indicate that the ecological dimension is sustainable enough (52.36%), economic dimension is less sustainable (36.93%), social dimension is less sustainable (34.16%), technology dimension is less sustainable (35.39%), and institutional dimension is less sustainable (35.39%). There was 12 attributes need to be taken care immediately because of the sensitive affect on the increase of index and sustainability status.
Keywords: sustainability, raw water, MDS, leverage analysis
lebih dari 10.000 hektar sawah di wilayah irigasi Wawotobi terendam banjir. Pada tahun yang sama dari bulan September sampai November terjadi kekeringan dengan debit minimum rata-rata 10,6 m3/ detik yang menyebabkan lebih dari 5.000 hektar sawah di wilayah irigasi Wawotobi tidak mendapatkan pasokan air yang cukup. Pada bulan September tahun 2003 debit minimum sungai Konaweha adalah 27 m3/detik, pada tahun 2006 dan 2008 debit minimum bulan September menjadi 23 m3/ detik dan 20 m3/detik. Jika kecenderungan penurunan ini berlanjut, maka diperkirakan akan terjadi defisit air pada musim kemarau di Kabupaten Konawe (Sub Dinas PU Pengairan Prov. Sultra, 2010).
Agar pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe dapat berlangsung secara berkelanjutan, maka perlu diterapkan konsep pembangunan berkelanjutan atau sustainable development. Pembangunan berkelanjutan adalah pembangunan
yang dapat memenuhi kebutuhan sekarang tanpa harus mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya sendiri (Brundtland Report, 1987). Substansi dari konsep ini adalah tujuan sosial, ekonomi dan lingkungan dapat berjalan secara bersama-sama.Dalam penerapannya, tujuan pembangunan berkelanjutan tidak hanya terbatas pada tiga dimensi yaitu dimensi ekologi, dimensi ekonomi dan dimensi sosial, tetapi dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan keragaman dari masing-masing daerah atau wilayah yang diteliti.
Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan untuk mengetahui keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe menggunakan lima dimensi. Hal ini dengan mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi proses pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe. Adapun kelima dimensi yang
digunakan adalah dimensi ekologi, dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan dimensi kelembagaan.Penelitian ini bertujuan untuk(1) menganalisis tingkat keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe, dan (2) menganalisis faktor-faktor penting yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe.
-
2. Metode Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama satu tahun mulai bulan Maret 2012 sampai pada bulan Februari 2013, dan berlokasi di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara. Luas Kabupaten Konawe adalah 666.652 Ha atau 17,48 persen dari luas wilayah daratan Sulawesi Tenggara yang terdiri dari 30 daerah administrasi Kecamatan. Lokasi penelitian seperti terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Lokasi penelitian di Kabupaten Konawe Provinsi Sulawesi Tenggara
Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder.Data primer diperoleh melalui kegiatan survey lapangan, wawancara pakar (indepth interview), dan pengisian kuesioner.Sedangkan data sekunder diperoleh melalui penelusuran literatur hasil-hasil penelitian, studi pustaka, laporan dan dokumen dari berbagai instansi yang berhubungan dengan bidang penelitian.
Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan yaitu (1) software pengembangan metode Rap-Fish yang diberi namaRapid Appraisal for Konawe Water Resources (Rap-Konawe) melalui metode Multi Dimensional Scalling (MDS) untuk menilai indeks dan status keberlanjutan pengelolaan air baku di Kab. Konawe, (2) analisis leverage untuk mengetahui atribut-atribut sensitif yang berpengaruh terhadap indeks keberlanjutan di masing-masing dimensi, (3) analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai indeks Monte Carlo dibandingkan dengan nilai indeks MDS.Penentuan nilai Stress dan koefisien determinasi (R2) yang berfungsi untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan atribut dan mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji dengan keadaan yang sebenarnya.
Teknik ordinasi Rap-Konawe dengan metode MDS dilakukan melalui beberapa tahapan, yaitu: (1) penentuan atribut pada setiap dimensi keberlanjutan dan mendefinisikannya melalui kajian pustaka dan pengamatan lapangan. Dalam penelitian ini mencakup 44 atribut pada5 dimensi yang dianalisis, yaitu 13 atribut dimensi ekologi, 8 atribut dimensi ekonomi, 7 atribut dimensi sosial, 9 atribut dimensi teknologi, dan 7 atribut dimensi kelembagaan; (2) Penilaian setiap atribut dalam skala ordinal (skoring) berdasarkan hasil survei lapangan; (3) Analisis ordinasi dengan MDS untuk menentukan posisi status keberlanjutan pada setiap dimensi dalam skala indeks keberlanjutan; (4) Menilai indeks dan status keberlanjutan pada setiap dimensi; (5) Melakukan sensitivity analysis (leverage analysis) untuk menentukan peubah yang sensitif mempengaruhi keberlanjutan; (6) Analisis Monte Carlo untuk memperhitungkan dimensi ketidakpastian (Kavanagh, 2001; Pitcher dan David, 2001). Pada analisis dengan MDS juga dilakukan analisis
leverage, analisis Monte Carlo, penentuan nilai Stress dan koefisien determinasi (R2). Skala Indeks keberlanjutan sistem yang dikaji mempunyai selang 0 persen – 100 persen, seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1.Kategori Indeks dan Status Keberlanjutan
Nilai Indeks |
Kategori |
0,00 – 25,00 |
Buruk (tidak berkelanjutan) |
25,01 – 50,00 |
Kurang (kurang berkelanjutan) |
50,01 – 75,00 |
Cukup (cukup berkelanjutan) |
75,01 – 100,00 |
Baik (berkelanjutan) |
Analisis leverage dalam MDS dilakukan untuk mengetahui atribut yang sensitif dan intervensi atau perbaikan yang perlu dilakukan. Atribut yang sensitif diperoleh berdasarkan hasil analisis leverage yang terlihat pada perubahan Root Mean Square (RMS) ordinasi pada sumbu x. Semakin besar perubahan RMS maka semakin sensitif peranan atribut tersebut terhadap peningkatan status keberlanjutan.
Analisis Monte Carlo digunakan untuk menduga pengaruh galat pada selang kepercayaan 95 persen.Nilai indeks Monte Carlo ini dibandingkan dengan indeks MDS.Nilai Stress dan koefisien determinasi (R2) berfungsi untuk mengetahui perlu tidaknya penambahan atribut dan mencerminkan keakuratan dimensi yang dikaji dengan keadaan sebenarnya. Lebih lanjut Fauzi dan Anna (2005) menambahkan bahwa nilaiS-Stress yang rendah menunjukkan goodfit, sedangkan nilai S-Stress yang tinggi menunjukkan sebaliknya. Menurut Kavanagh dan Pitcher (2004), model yang baik (hasil analisis cukup baik) adalah jika nilai S-Stress kurang dari 0,25 (S<0,25), dan R2 mendekati1 (100%).
-
3. Hasil dan Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis menggunakan Rap-Konawe menunjukkan bahwa indeks keberlanjutan dari dimensi ekologi 52,36% (cukup berkelanjutan); dimensi ekonomi 36.93% (kurang berkelanjutan), dimensi sosial 34,16% (kurang berkelanjutan), dimensi teknologi 35,39% (kurang berkelanjutan), dan dimensi kelembagaan 35,39% (kurang berkelanjutan). Agar setiap dimensi tersebut berkelanjutan pada masa yang akan datang, maka atribut-atribut (kondisi eksisting) dari masing-masing dimensi yang sensitif
perlu dilakukan intervensi atau perbaikan. Nilai dari masing-masing dimensi keberlanjutan (Kite diagram) disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2.Indeks keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe
Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Konawe terhadap 13 atribut, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekologi sebesar 52,36 berarti cukup berkelanjutan (indeks terletak di antara nilai 50,00 - 74,99). Nilai indeks keberlanjutan ini menunjukkan kondisi ekologi di Kabupaten Konawe cukup baik.Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan ekologi wilayah untuk mendukung aktivitas di wilayah tersebut cukup berkelanjutan.
Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut ekologi pada Gambar 3 diatas, diperoleh 3 (tiga) atribut yang dinilai sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekologi yaitu: 1). Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih (RMS = 3,04), 2). Pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku (RMS = 2,58), dan 3). Tinggi permukaan air tanah (RMS = 2,28). Perubahan terhadap ke-3 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekologi.
Pengembangan Sumber Air Baku untuk Penyediaan Air Bersih
Kabupaten Konawe mempunyai beberapa sungai yang cukup potensial sebagai bahan baku air minum. Namun hanya sungai dengan debit air yang kecil saja yang sudah dimanfaatkan. Saat ini sungai Lambuya dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk PDAM Konawe yang melayani Kota Unaaha, Kec. Wawotobi dan sekitarnya. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar 3,04. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa sumber air baku untuk penyediaan air bersih di Kab. Konawe masih perlu dicari alternatif baru selain sumber air baku yang sudah ada saat ini.
Tk1MwMrtUiwpl ■ ⅛i∣<i4J1∣)9 l⅛⅛.lι□⅛∏IΛ1 ML MB1MN9M ⅛⅛taιp<1⅛ιιuM.jtaιbmjrj∣i. Bai O IAjMW
lHjfpπκtι>>ul>nh
MuuMlmffillrtWlHlulQMl HU
T⅜^qtfKWW>l∙Fr>M>l*[WVφ
W WttttJH
⅛rprtιrpιιur⅛<irlulι ,rl.*. BM^H^B MaatMta* ^osootjiJh
⅞l¼Wl>μ4∣nw∣vlr1∣n CjA Mm Chhh Mh
UIlteKtt
*5Msιeιiι
W!!i!S
⅛τ<⅛∣N∙tW∙∙l*1>'4⅛t*'⅛∣}'⅛H<∙' ■■ (UUteLMN UlUiArUu I (ι⅛LK55J⅛
UnQlUilIu M SJJteMCtt
IuilAkriHqicADHlMt
Gambar 3.Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Ekologi
PDAM Konawe saat ini baru memanfaatkan 2 (dua) sumber air yaitu sungai Lambuya dengan kapasitas 200-300 liter/detik dan kualitas cukup baik di musim kemarau dan agak keruh di musim penghujan, serta kontinuitas di musim kemarau sekitar 200 liter/detik, dan sungai Meluhu untuk IKK Meluhu dengan kapasitas 100-200 liter/detik dan kualitas cukup baik dimusim kemarau dan agak keruh dimusim penghujan serta kontinuitas dimusim kemarau sekitar 100 liter/detik.
Alih Fungsi Lahan Terhadap Kualitas Air Baku
Dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk disekitar DAS Konaweha memberikan pengaruh terhadap perubahan tata guna lahan yang pada akhirnya dapat berpengaruh terhadap sistem hidrologi yang ada terkait dengan ketersediaan air di DAS Konaweha.Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar 2,58. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kesesuaian pemanfaatan lahan di wilayah DAS Konaweha “tidak sesuai” peruntukannya.
Kondisi lahan disekitar DAS Konaweha pada umumnya berupa lahan pertanian campuran, hutan, sawah, savana dan semak.Namun demikian seiring dengan bertambahnya waktu dan jumlah penduduk, lahan dikawasan hutan banyak beralih fungsi menjadi areal tanaman perkebunan mente, kakao dan kelapa sawit (perambahan hutan) di Kabupaten Konawe.Akibat dari aktifitas pembalakan liar dan pembukaan lahan untuk perkebunan tersebut menyebabkan meningkatnya luas lahan kritis di DAS Konaweha.
Tinggi Permukaan Air Tanah
Sumberdaya air tanah yang ada di daerah penelitian baik air tanah bebas, air permukaan maupun air tanah dalam, secara umum telah dimanfaatkan. Air permukaan berupa sungai telah dimanfaatkan untuk bendungan dan atau pengairan bagi persawahan di kabupaten Konawe yaitu bendung Wawotobi yang dilakukan dengan membendung aliran air sungai Konaweha. Selain itu, sungai Konaweha juga telah dimanfaatkan oleh Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kota Kendari dan
sekitarnya. Sedangkan sungai Lambuya dimanfaatkan oleh PDAM Kab. Konawe untuk pemenuhan kebutuhan air minum di kota Unaaha dan sekitarnya.
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa konservasi air yang rendahyang berdampak pada tinggi permukaan air tanahmemberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekologi dengan nilai sebesar 2,28. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa turunnya permukaan air tanah sangat dipengaruhi oleh kurangnya kesadaran masyarakat tentang upaya konservasi sumberdaya air. Air tanah bebas sejauh ini dipergunakan oleh masyarakat umum untuk keperluan sehari-hari, sedangkan air tanah dalam dimanfaatkan oleh beberapa perusahaan dan kantor serta sarana umum lainnya melalui sumur bor, namun kenyataannya penggunaan air tanah untuk keperluan diatas dilakukan secara berlebihan dan tidak terkendali, sehingga di musim kemarau banyak sumur yang mengalami penurunan debit air yang signifikan.
Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Konawe terhadap 8 atribut, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi ekonomi sebesar 36,93 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak di antara nilai 25,00 - 49,99). Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut ekonomi diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai sensitif terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi ekonomi yaitu: 1). Tingkat keuntungan PDAM (RMS = 3,55), dan 2). Penyerapan tenaga kerja (RMS = 3,54). Perubahan terhadap ke-2 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi ekonomi. Adapun hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 4.
Tingkat Keuntungan PDAM
Secara umum PDAM berbeda dengan perusahaan swasta murni yang selalu berorientasi pada profit semata.Namun dalam menjalankan fungsinya PDAM harus mampu membiayai sendiri dan berupaya mengembangkan tingkat pelayanannya disamping mampu memberikan sumbangan pembangunan berupa PAD kepada pemerintah daerah.
Pelayanan air bersih di Kabupaten Konawe yang dilayani oleh Perusahaan Daerah Air Minum
RA P-KONAWE Ordinatlon
Analtajlf «rape AtribuJ Dlmcrai Etonoml
JCiK
(mwM< fomtmUtr
∣∙∙!ι*M*)l*4l>Uh
Gambar 4.Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Ekonomi
(PDAM) saat ini baru mencakup 4 (empat) kecamatan yaitu: Kec. Unaaha, Kec. Wawotobi, Kec. Lambuya, dan Kec. Meluhu. Jumlah pelanggan air minum di Kabupaten Konawe sampai tahun 2012 tercatat sebanyak 1.351 pelanggan.Dari jumlah tersebut volume air yang disalurkan mencapai 195.639 m3 dengan nilai penjualan air sebesar Rp. 485.225.691.Ditinjau dari komposisi penggunaannya yang terbanyak adalah penggunaan rumah tangga sekitar 95,59 persen atau sebesar 182.691 m3. Sedangkan untuk penggunaan terbesar berikutnya adalah instansi pemerintah sebesar 5.216 m3 (2,67%), tempat peribadatan dan sosial lainnya 4.950 m3 (2,53%), serta toko dan perusahaan/industri sebesar 1.027 m3 (0.90%) (BPS Kabupaten Konawe 2013).
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa tingkat keuntungan PDAM memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar 3,55. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat keuntungan perusahaan daerah air minum terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih di Kabupaten Konawe masih “sangat kecil”, sehingga belum dapat memberikan keuntungan bagi pemerintah daerah.
Penyerapan Tenaga Kerja.
Permasalahan yang dihadapi oleh PDAM Kab. Konawe dalam hal operasionalnya adalah luasnya wilayah kota dengan kondisi permukiman yang juga
tersebar secara tidak merata, sehingga memerlukan investasi biaya yang besar untuk membangun jaringan distribusi PDAM di Kab. Konawe. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa penyerapan tenaga kerja memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi ekonomi dengan nilai sebesar 3,54. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa penyerapan tenaga kerja dalam pengelolaan air baku belum memberikan solusi terhadap permasalahan yang dihadapi oleh PDAM Kab. Konawe.
Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Konawe terhadap 7 atribut, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi sosial sebesar 34,16 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak di antara nilai 25,00-49,99). Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut sosial diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi sosial yaitu: 1). Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku (RMS = 4,94), dan 2). Tingkat pendidikan formal masyarakat (RMS = 3,73). Perubahan terhadap ke-2 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial. Adapun hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 5.
Analhisieveztttfe Atrlbut Dimensi Scsial
⅜r^4*r Uwlm MUJ 4Aλ ∣er⅞e⅞⅛ v∙ Hrvbcdepe **
TVfUf Stf-WrtXWfav π ∣iλm KM '<*l>V< U**aa er UMi
* r<us Mew Mruw i«tu£atf Utrur MliW
Γ*τt≡de>wr τeιt vet# Mev SegMrr ; ar<n cUan at Utrtftf
M√MU * kφ*⅛* r»w #M InKtfUr l∣r>f SawSeAef ∣*≠W∣rκ FrttftMfM .
114∏ HrctSLw lorn A N IreMtftM
-.e>eι HrtUtfUUn ∣rvie⅛ A
Gambar 5.Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Sosial
Motivasi dan Kepedulian Masyarakat Terhadap Upaya Perbaikan Lingkungan, Rehabilitasi Hutan dan Lahan Untuk Kelestarian Sumber Air Baku
Peran DAS Konaweha terhadap Kabupaten Konawe dan sekitarnya antara lain adalah sebagai sumber air untuk keperluan pertanian (irigasi), sumber air baku untuk air minum, daerah tangkapan air (catchment area), dan sebagai pengendali banjir. Peran penting tersebut dewasa ini mulai terancam oleh menurunnya kualitas DAS Konaweha akibat kegiatan masyarakat yang cenderung tidak peduli dan merusak lingkungan DAS Konaweha.
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku di kawasan DAS Konaweha memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar 4,94. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap kelestarian sumber daya air terkait dengan pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih berkelanjutan “masih kurang”.
Pembuangan limbah pestisida dari aktifitas pertanian dan limbah domestik menimbulkan pencemaran air sungai, kegiatan penggalian bahan galian golongan C yang cenderung merusak badan sungai Konaweha dan sungai Lahumbuti memicu terjadinya erosi dan tanah longsor.Aktifitas pembalakan liar di hulu sungai Konaweha dan Lahumbuti turut memberikan andil dalam terjadinya banjir di Kab.Konawe dan Kota Kendari. Pengelolaan
daerah sempadan sungai yang tidak sesuai dengan ketentuannya, serta berbagai aktifitas masyarakat yang merusak lainnya merupakan gambaran bahwa masih rendahnya tingkat pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku.
Tingkat Pendidikan Formal Masyarakat
Pendidikan merupakan suatu kebutuhan dasar dalam kehidupan, sebagai faktor yang sangat dominan dalam pembentukan dan pengembangan sumber daya manusia (SDM).Pendidikan selain begitu penting dalam mengatasi dan mengikuti tantangan perkembangan zaman, juga membawa pengaruh positif terhadap perkembangan berbagai bidang kehidupan lainnya.Oleh karena itu tidaklah mengherankan apabila sektor pendidikan senantiasa mendapat banyak perhatian. Di bidang pendidikan salah satu tantangan yang dihadapi, adalah bagaimana menciptakan sistem pendidikan untuk semua(aspek wilayah dan ekonomi), yaitu sistem pendidikan yang dapat menjawab tantangan ekonomi masyarakat, serta persebaran penduduk yang sebagian besar berada di wilayah-wilayah pelosok yang memungkinkan pelayanan pendidikan belum sepenuhnya merata, kualitas pendidikan yang masih terbatas, dan belum terjangkau bagi seluruh masyarakat. (RPIJM Bidang PU/Cipta Karya Kab.Konawe, 2009).
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat memberikan pengaruh signifikan
terhadap status keberlanjutan dimensi sosial dengan nilai sebesar 3,73. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa tingkat pendidikan formal masyarakat di Kab.Konawe masih “belum merata”.
Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Konawe terhadap 9 atribut, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi teknologi sebesar 35,39 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak di antara nilai 25,00 - 49,99). Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut teknologi diperoleh 3 (tiga) atribut yang dinilai sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi teknologi yaitu: 1). Tingkat pelayanan air bersih PDAM (RMS = 3,86), dan 2). Teknologi penanganan limbah (RMS = 3,50), dan 3). Kondisi drainase di kawasan permukiman (RMS = 3,40). Perubahan terhadap ke-3 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi teknologi. Adapun hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 6.
Tingkat Pelayanan Air Bersih PDAM
Sistem pelayanan yang baik terhadap para pelanggan akan memberikan citra produk yang baik, yang pada akhirnya sangat mempengaruhi tingkat permintaan atas produk atau jasa yang ditawarkan. Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa tingkat pelayanan air bersih PDAM memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi teknologi dengan nilai sebesar 3,86. Kondisi tersebut menggambarkan
bahwa tingkat pelayanan air bersih PDAM terkait dengan pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih “masih rendah”.
Fakta dilapangan memperlihatkan air sering macet berhari-hari tanpa pemberitahuan yang jelas, kondisi air yang kotor, dan keluhan pelanggan yang tidak segera ditangani merupakan fenomena permasalahan yang dihadapi oleh pelanggan PDAM Kab. Konawe.Kurang berkualitasnya layanan PDAM pada pelanggan dapat dilihat dari tekanan air yang rendah, aliran air yang tidak kontinyu, dan tingginya angka kebocoran dalam sistem perpipaan di PDAM Kab.Konawe.
Teknologi Penanganan Limbah
Kabupaten Konawe merupakan daerah pertanian dimana sebagian besar aktifitas masyarakatnya adalah bertani sehingga penggunaan pupuk dan pestisida sangat berpotensi sebagai sumber pencemar terhadap air sungai.Selain itu, pertambangan di sekitar DAS Konaweha dan pembuangan air limbah domestik yang berasal dari masyarakat yang bermukim di sepanjang aliran sungai juga sangat berpotensi dalam mencemari sungai.Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa teknologi penanganan limbah memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi teknologi dengan nilai sebesar 3,50. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa teknologi penanganan limbah terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih berkelanjutan “belum optimal”.
Gambar 6.Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Teknologi
Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup tahun 2007, bahwa kondisi perairan atau status mutu air pada DAS Konaweha termasuk dalam kategori cemar-ringan.Kondisi mutu air sungai saat ini tidak mengalami perubahan secara signifikan. Merujuk pada Peraturan Pemerintah RI No. 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, sungai di Kab.Konawe diklasifikasikan sebagai badan air kelas III. (Laporan Kualitas Air Badan Lingkungan Hidup Konawe, 2011).
Teknologi Resapan Air di Kawasan Permukiman
Krisis ketersediaan air bersih yang telah terjadi di beberapa daerah di Indonesia cenderung semakin meningkat, dan dapat terjadi pada daerah lainnya termasuk di Kab.Konawe.Disamping itu, kekeringan pada musim kemarau dan banjir pada musim hujan secara rutin menimpa kita.Masalah tersebut diantaranya disebabkan oleh kesalahan dalam pengelolaan daerah aliran sungai dan juga kerusakan lingkungan yang terus berjalan sekarang ini.Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa kondisi teknologi resapan air di kawasan permukiman memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi teknologi dengan nilai sebesar 3,40. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa kondisi teknologi resapan air di kawasan permukiman terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih berkelanjutan masih “belum optimal” dalam penerapannya dilapangan.
Permasalahan genangan dan banjir berada pada kawasan kabupaten yang mempunyai intensitas kawasan terbangun cukup tinggi, yang umumnya berada pada jalur jalan utama kabupaten.Belum adanya kebijakan yang berpihak pada lingkungan dan masih lemahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya penerapan teknologi resapan air di kawasan permukiman menyebabkan belum teratasinya permasalahan genangan dan banjir di Kabupaten Konawe.
Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Konawe terhadap 7 atribut, diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk dimensi kelembagaan sebesar 35,39 berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak di antara nilai 25,00 - 49,99). Berdasarkan analisis leverage terhadap atribut kelembagaan diperoleh 2 (dua) atribut yang dinilai sensitive terhadap tingkat keberlanjutan dari dimensi kelembagaan yaitu: 1). Rezim pengelolaan air bersih (RMS = 2,23), dan 2). Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom (RMS = 1,43). Perubahan terhadap ke-2 leverage factor ini akan mudah berpengaruh terhadap kenaikan atau penurunan terhadap nilai indeks keberlanjutan dimensi kelembagaan. Adapun hasil analisis leverage disajikan pada Gambar 7.
Rezim Pengelolaan Air Bersih
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Unaaha adalah sebuah perusahaan daerah yang bergerak di bidang jasa pelayanan air bersih yang berstatus
Arufaistevenige AfrilMJlDimensi Keksnba^an
RAP∙KONAWE Ordlnatlon
LpxiaXm Pcirftat FlAmv Xe,‰acti vteiπ
MnMOw *∙w ⅛r⅛M4*WrjAH p∙Mt*⅛ AmrtfekW
⅜Wβ ∣*Rβe⅝W> >m WArrc M ItfWMfcUft
ic*n (w⅜w∙ m Wtii
C. if «11M □ηp*∙in l∙Π⅛^⅜Uli<≡l pvτjraW Awrafc IMRIi iarkat.
IAkflX MdR fe∙vM≡ «■*" ^ ⅛. Wk MtoW ∙MKL∙ U J
∣4ttM∙M twX W (W*Mv,4tφ* rm«M >r rtoto#* vr» w 4jm ■*
Cm* Hm∙ ⅛nγ* 0*Mφ to Crt⅛∙t*∙ w⅝∏ S∙Ua*J<*v**M ∣∣<φ∙⅜j (M a*sM*γ α⅛ d ta >W∣
Gambar 7.Indeks Status Keberlanjutan dan Atribut Pengungkit Dimensi Kelembagaan
BUMD. Pengelolaan sarana air bersih yang telah dibangun pada mulanya dikelola oleh Badan Pengelola Air Minum (BPAM) Kabupaten Dati II Kendari, melalui Perda No. 10 Tahun 1997 tanggal 26 Mei 1997 tentang pendirian PDAM Kabupaten Dati II Kendari. Selanjutnya pada tanggal 1 Januari 2001 berlaku Undang-Undang No. 22 tentang Otonomi Daerah, maka PDAM Kabupaten Dati II Kendari berubah menjadi PDAM Kabupaten Kendari (Cabang Unaaha), dan kini menjadi PDAM Kabupaten Konawe.
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa rezim pengelolaan air bersih memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi kelembagaan dengan nilai sebesar 2,23. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa rezim pengelolaan air bersih terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku untuk penyediaan air bersih berkelanjutan dan pelayanan terhadap pelanggan masih “belum optimal” sehingga perlu ditingkatkan lagi agar mampu mengembangkan tingkat pelayanannya dan mampu memberikan sumbangan pembangunan kepada pemerintah daerah.
Ketersediaan Perangkat Hukum Adat/Local Wisdom.
Dalam kehidupan sosial pada suku Tolaki, terdapat perangkat benda adat yang disebut KALO SARA. Yang merupakan daya perekat yang sangat kuat untuk memperkokoh kehidupan sosial kemasyarakatan.Keberadaan “KALO SARA” sebagai kebudayaan Tolaki merupakan cermin cipta, rasa dan karsa yang bertujuan menciptakan harmonisasi kehidupan masyarakat. Perwujudan kearifan lokal masyarakat terhadap lingkungan dapat diimplementasikan dalam nilai-nilai sosial, norma adat istiadat, etika, sistem kepercayaan, pola penataan ruang tradisional, serta penerapan peralatan dan teknologi sederhana yang ramah lingkungan.
Penduduk Kabupaten Konawe didominasi oleh suku Tolaki.Sebagian dari masyarakat Tolaki masih tradisional dan menggantungkan hidupnya dari mengelola sumber daya alam (Adijaya, 2007).Sampai saat ini suku Tolaki memiliki keyakinan dan tradisi (kearifan lokal) untuk menjaga dan memelihara kelestarian hutan yang terus diwariskan ke anak cucu mereka. Pernyataan ini dimaknai dari pepatah
“mombiara pombahora ronga anahoma ano dunggu opitu turuna” yang diartikan secara harfiah bahwa secara individu dan kekeluargaan masyarakat adat Tolaki harus dapat memelihara dan melestarikan lingkungan alam yang dimilikinya sampai lapis ketujuh anak cucu mereka (Sarmadan & Tawulo, 2007).
Dari hasil analisis penilaian atribut dalam skala ordinal menunjukkan bahwa ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom memberikan pengaruh signifikan terhadap status keberlanjutan dimensi kelembagaan dengan nilai sebesar 1,43. Kondisi tersebut menggambarkan bahwa ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom terkait dengan usaha pemanfaatan sumber air baku berkelanjutan masih “belum optimal” dalam menyentuh akar persoalan pengelolaan sumber daya air di Kabupaten Konawe.
Analisis multidimensi terhadap status keberlanjutan untuk pengelolaan air baku di tingkat Kabupaten menunjukkan nilai indeks keberlanjutan sebesar 41,40 atau dikategorikan kurang berkelanjutan, ini berarti pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe saat ini berada pada status kurang berkelanjutan.Status kurang berkelanjutan di wilayah penelitian disebabkan oleh rendahnya nilai indeks keberlanjutan dari 5 dimensi yang dinilai.Dimana hanya dimensi ekologi yang mempunyai kinerja cukup berkelanjutan, sedangkan empat dimensi lainnya dimensi ekonomi, dimensi sosial, teknologi dan dimensi kelembagaan menunjukkan kinerja yang kurang berkelanjutan.
Analisis terhadap 44 atribut yang berasal kelima dimensi (ekologi, ekonomi, sosial, teknologi, dan kelembagaan) menghasilkan 12 atribut yang berperan sebagai faktor pengungkit (leverage factor) yang berada di setiap dimensi secara parsial (Tabel 2). Untuk meningkatkan status keberlanjutan pengelolaan air baku di wilayah penelitian maka ke-12 atribut tersebut perlu dilakukan intervensi, yaitu 1 (satu) atribut perlu dikurangi atau dikendalikan intensitas perkembangannya, 10 (sepuluh) atribut perlu ditingkatkan intensitas kegiatannya, dan 1 (satu) atribut perlu dikendalikan dan direncanakan perkembangannya secara baik.
Tabel 2.Atribut pengungkit dimensi-dimensi keberlanjutan
No. |
Dimensi Keberlanjutan |
Atribut(Faktor Pengungkit) |
Nilai RMS | |
1. |
Dimensi Ekologi |
1. |
Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih |
3,04 |
2. |
Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku |
2,58 | ||
3. |
Tinggi permukaan air tanah |
2,28 | ||
2. |
Dimensi Ekonomi |
1. |
Tingkat keuntungan PDAM |
3,55 |
2. |
Penyerapan tenaga kerja |
3,54 | ||
3. |
Dimensi Sosial |
1. |
Motivasi & kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku |
4,94 |
2. |
Tingkat pendidikan formal masyarakat |
3,73 | ||
4. |
Dimensi Teknologi |
1. |
Tingkat pelayanan air bersih PDAM |
3,86 |
2. |
Teknologi penanganan limbah |
3,50 | ||
3. |
Teknologi resapan air di kawasan permukiman |
3,40 | ||
5. |
Dimensi Kelembagaan |
1. |
Rezim pengelolaan air bersih |
2,23 |
2. |
Ketersediaan perangkat hukum adat/ local wisdom |
1,43 |
Atribut yang perlu dikurangi atau dikendalikan intensitas perkembangannya adalah Alih fungsi lahan terhadap kualitas air baku. Atribut yang perlu ditingkatkan intensitas kegiatannya karena saat ini sudah ada namun perkembangannya masih belum optimal dalam implementasinya adalah: Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih; Tingkat keuntungan PDAM; Penyerapan tenaga kerja; Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku; Tingkat pendidikan formal masyarakat; Tingkat pelayanan air bersih PDAM; Teknologi penanganan limbah; Teknologi resapan air di kawasan permukiman; dan Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom. Sedangkan atribut yang perlu dikendalikan dalam pelaksanaan kegiatannya dan perlu direncanakan perkembangannya dengan lebih baik lagi di masa mendatang adalah Rezim pengelolaan air bersih.
Memperhatikan hasil analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% diperoleh
bahwa nilai Indeks Keberlanjutan Pengelolaan Air Baku Berkelanjutan di Kabupaten Konawe menunjukkan adanya selisih nilai kedua analisis tersebut sangat kecil (0,30 %). Ini berarti bahwa model analisis MDS yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe. Perbedaan nilai yang sangat kecil ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses analisis dapat diperkecil atau dihindari. Kesalahan yang disebabkan pemberian skoring pada setiap atribut, variasi pemberian skoring yang bersifat multidimensi karena adanya opini yang berbeda relatif kecil, proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang relatif stabil, dan kesalahan dalam melakukan input data dan data yang hilang dapat dihindari (Fauzi et al. 2005).Analisis Monte Carlo ini juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak/galat (random error) dalam analisis statistik yang dilakukan terhadap seluruh dimensi (Kavanagh dan Pitcher 2004).Hasil analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Perbedaan Indeks Keberlanjutan antara Rap-Konawe (MDS) dengan Monte Carlo
Nilai Indeks Keberlanjutan (%)
Dimensi Keberlanjutan |
MDS |
Monte Carlo |
Perbedaan(MDS – MC) |
Ekologi |
52.36 |
52.13 |
0.23 |
Ekonomi |
36.93 |
36.98 |
0.05 |
Sosial |
34.16 |
34.69 |
0.53 |
Teknologi |
35.39 |
35.66 |
0.27 |
Kelembagaan |
48.17 |
47.82 |
0.35 |
Dari hasil analisis Rap-Konawe diperoleh koefisien determinasi (R2) antara 94,08 % - 95,28 % atau lebih besar dari 80 % atau mendekati 100 %, berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan (Kavanagh 2001). Nilai stress antara 0,14 – 0,16. Nilai koefisien determinasi ini mendekati nilai 95-100% dan nilai stress lebih kecil dari 25% sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi (goodness of fit) untuk menilai indeks keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kabupaten Konawe (Fisheries, 1999). Nilai stress dan koefisien determinasi hasil analisis Rap-Konawe disajikan pada Tabel 4.
dimensi kelembagaan menunjukkan kinerja yang kurang berkelanjutan.
-
2) Faktor pengungkit (leverage factor) keberlanjutan pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe diperoleh sebanyak 12 atribut berasal dari dimensi ekologi 3 atribut yaitu (1) Pengembangan sumber air baku untuk penyediaan air bersih, (2) Pemanfaatan lahan terhadap kualitas air baku, (3) Tinggi permukaan air tanah. Dimensi ekonomi 2 atribut yaitu (1) Tingkat keuntungan PDAM, dan (2) Penyerapan tenaga kerja. Dimensi sosial 2 atribut yaitu (1) Motivasi dan kepedulian masyarakat terhadap upaya
Tabel 4. Nilai Stress dan Nilai Koefisien Determinasi (R2) hasil Rap-Konawe
No. Parameter |
Dimensi Ekologi |
Dimensi Ekonomi |
Dimensi Sosial |
Dimensi Teknologi |
Dimensi Kelembagaan |
1. Nilai Stress |
0,14 |
0,14 |
0,15 |
0,14 |
0,16 |
2. Nilai R2 |
95,28 |
94,76 |
94,60 |
95,01 |
94,08 |
1) Berdasarkan hasil penilaian terhadap 44 atribut dari kelima dimensi ekologi, ekonomi, sosial, kelembagaan, dan dimensi teknologi pada pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe maka kondisi saat ini nilai indeks keberlanjutannya adalah sebesar 41,40, ini berarti pengelolaan air baku berkelanjutan di Kab. Konawe saat ini berada pada status kurangberkelanjutan. Dimensi ekologi mempunyai kinerja cukup berkelanjutan sedangkan empat dimensi lainnya dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi teknologi dan
perbaikan lingkungan, rehabilitasi hutan dan lahan untuk kelestarian sumber air baku, dan (2) Tingkat pendidikan formal masyarakat. Dimensi teknologi 3 atribut yaitu (1) Tingkat pelayanan air bersih PDAM, (2) Teknologi penanganan limbah dan (3) Kondisi drainase di kawasan permukiman. Dan dimensi kelembagaan 2 atribut yaitu (1) Rezim pengelolaan air bersih, dan (2). Ketersediaan perangkat hukum adat/local wisdom.Untuk meningkatkan nilai indeks dari masing-masing dimensi keberlanjutan pengelolaan air baku di Kabupaten Konawe ke depan maka perlu
menjaga kinerja faktor pengungkit yang baik dan melakukan intervensi kebijakan perbaikan terhadap kinerja atribut faktor pengungkit yang buruk, sedang dan yang masih memungkinkan untuk ditingkatkan.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah berkenan membantu dalam penyelesaian penelitian ini: Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi IV Kendari, Kepala BPDAS Sampara, Prof. Dr. Ir. Darwis, DEA (Universitas Halu Oleo), Prof. Dr. Ir. Ayub M. Padangaran (Universitas Halu Oleo), Dr. Ir. La Baco Sudia, M.Si (Universitas Halu Oleo), Dr. Ir. Rayuddin, MP (Dekan Faperta Univ. Lakidende), Israwan Sulfa, ST, Dipl. WRD (Dinas PU dan Tata Ruang Kab. Konawe), Bappeda Kab. Konawe, Dinas Kehutanan Kab. Konawe, BLH Kab. Konawe, Dinas Pertanian Kab. Konawe dan PDAM Kab.Konawe. Terima kasih kami ucapkan atas kesediaannya meluangkan waktu dan pikiran dalam proses Indepth Interview penelitian ini.
Kami juga menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Redaksi Jurnal Bumi Lestari yang telah berkenan menerima dan menerbitkan artikel jurnal ini.
Daftar Pustaka
Adijaya. 2007. Kearifan Lingkungan pada masyarakat Tolaki : Hutan dalam Perspektif Kultural Orang Tolaki dan Pranata Perladangannya. Di dalam : Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Tenggara. Masagena Press. Makassar.
Alder J, TJ, Pitcher, D. Preikshot, K. Kaschner and B.
Feriss. 2000. How Good is Good? A. Rapid Appraisal Technique for Evaluation of the Sustainability Status of Fisheries of the North Atlantic. In Pauly and Pitcher (eds). Methods for Evaluation the Impacts of Fisheries on the North Atlantic Ecosystem.Fisheries Center Research Reports.
Brundtland Report, G.H., M. Khalid, S. Agneli, S.A. Al-athel, B. Chidzero, L.M. Fadika, V. Hauff, I. Lang, M. Shijun, M.M. de Botero, N. Singh, P.N. Neto, S. Okita, S.S. Ramphal, D. Ruckeshaus, M. Sahnoun, E. Salim, B. Shaib, V. Sokolov, J.
Stanovnik, M. Strong [World Commission on Environment and Development]. 1987. Our Common Future. Oxford: Oxford University Press.
[BPS] Badan Pusat Statistik Kabupaten Konawe. 2013. Konawe Dalam Angka. Katalog BPS: 1102001.7403. BPS Kabupaten Konawe.
Dokumen Rencana Program Investasi Jangka Menengah (RPIJM) Bidang PU/Cipta Karya Kab.Konawe Tahun 2009-2013.
Fauzi A dan S. Anna.2005. Pemodelan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Gramedia Pustaka, Jakarta.
Fisheries.com. 1999.Rapfish Project. http:// fisheries.com/project/rapfish.htm
Kavanagh, P. 2001. Rapid Appraisal of Fisheries (RAPFISH) Project. University of British Columbia, Fisheries Centre.
Laporan Kualitas Air, Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kabupaten Konawe Tahun 2011.
Loucks DP. 2000. Sustainable Water Resource Management. Water International. 25 : 2-10.
Perda No. 10 Tahun 1997 tanggal 26 Mei 1997 tentang Pendirian PDAM Kabupaten Dati II Kendari.
PP No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM).
Pitcher, T.J. and Preikshot, D.B. 2001.Rapfish: A Rapid Appraisal Technique to Evaluate the Sustainability Status of Fisheries. Fisheries Research 49(3): 255-270.
Sarmadan dan Tawulo, M.A. 2007. Kearifan Lokal Masyarakat Adat Tolaki dalam Mengelola Lingkungan dengan Menggunakan Sistem Pengetahuan Cuaca Berladang (Pesuri Monda’u). Di dalam : Mengungkap Kearifan Lingkungan Sulawesi Tenggara. Masagena Press. Makassar.
Sub Dinas PU Pengairan Provinsi Sulawesi Tenggara, 2010.
[UU RI] 2004. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor: 7 Tahun 2004 Tentang Sumberdaya Air.
225
Discussion and feedback