POTENSI DAN OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS NIRA NIPAH (Nypa fruticans) DARI METODA PENYADAPAN TRADISONAL KE TEKNOLOGI NON KONVENSIONAL
on
Sofyan Hadi, dkk. : Potensi dan Optimalisasi Produktivitas Nira Nipah (Nypa fruticans) dari
POTENSI DAN OPTIMALISASI PRODUKTIVITAS NIRA NIPAH (Nypa fruticans) DARI METODA PENYADAPAN TRADISONAL KE TEKNOLOGI NON KONVENSIONAL
Sopyan Hadi, Thamrin, Setyo S. Moersidik, Syaiful Bahry Universitas Riau, Pekanbaru
Email: [email protected]
Abstrak
Pemanfaatan hasil hutan non kayu mangrove nipah (Nypa fruticans Wurmb) berupa nira yang dihasilkan melalui proses penyadapan, saat ini masih dilakukan dengan cara tradisional dengan jumlah produksi nira masih sedikit atau terbatas untuk keperluan konsumsi. Nira yang memiliki kadar gula berpeluang untuk difermentasi menjadi bioetanol yang merupakan sumber energi hijau. Permasalahannya jumlah ketersediaan bahan baku nira dari penyadapan tradisional masih terbatas, untuk itu diperlukan upaya peningkatan produktivitas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi beberapa metoda penyadapan nipah dari cara tradisonal ke arah teknologi non konvensional. Penelitian ini menggunakan metoda eksperimental, faktor-faktor yang diuji adalah 1) Lama waktu prasadap (10 hari, 20 hari, 30 hari) 2) Rangsangan Prasadap (tanpa rangsangan prasadap, adanya rangsangan prasadap) 3) Pemanenan sadapan wadah vacum (wadah non vacum/ tradisional, wadah vacum kecil 1,5L , wadah vacum sedang 2L dan wadah vacum besar 20L). 4) Tingkat kelebatan pelepah daun nipah (Pelepah daun nipah tidak lebat 0-2 pelepah, Pelepah daun nipah kurang lebat 3-4 pelepah dan pelepah daun nipah lebat >4 pelepah). Variabel yang diamati adalah volume nira nipah antara lain volume penyadapan/ tandan, kadar gula, lama panen penyadapan/tandan. Hasil pengamatan secara deskriptif diterapkan pada proses penyadapan di hutan mangrove Desa Lubuk Muda Kecamatan Siak Kecil Kabupaten Bengkalis, Riau menunjukkan bahwa produktivitas optimal diperoleh pada kondisi 1) Lama waktu rangsangan prasadap 30 hari. 2) Adanya rangsangan prasadap. 3) Pemanenan pada wadah vakum sedang dan 4) pada pohon mangrove nipah dengan pelepah daun lebat.
Kata kunci : Potensi, Nira Nipah, Penyadapan, Produktivitas, Volume, Kadar Gula dan Lama Panen.
Abstract
The utilization of non-timber forest products of mangrove palm (Nypa fruticans Wurmb) of sap produced through the process of tapping, is still made by the traditional way with the amount of sap production is still small or limited for consumption purposes. Sap which contains sugar has a potency to be fermented into ethanol which is a source of green energy. The problem is the amount of available sap as raw material obtained by traditional tapping is still limited, therefore, more efforts to increase productivity are needed. The purpose of this study was to explore several methods of tapping palm from traditional way towards non-conventional technologies. This study used an experimental method examining several factors including 1) Duration of pre-tap (10 days, 20 days, 30 days) 2). Pre-tapping stimulation (without and with stimulation) 3) Type of container (non-vacuum container (traditional), 1.5 L small vacuum container, 2L medium vacuum container and 20L large vacuum containers). 4) The level of luxuriance palm leaf midrib (not dense 0-2 midrib, less dense 3-4 midrib and dense > 4 midrib). Observed variables are sap volumes include volumes of palm sap/stem, sugar, tapping duration/stem. The result obtained from tapping process on mangrove forest in Lubuk Muda Village, Siak Kecil District, Bengkalis Regency Riau Province showed that optimal productivity were obtained on 1). Pre-tapping stimulation at 30 days. 2) Treatment with pre-tapping stimulation. 3) Harvesting on the medium vacuum container and 4) found in dense leaf midrib.
Keywords : Potency, Nypa sap, Tapping, Productivity, Volume, Sugar Levels and the harvesting duration.
Penyediaan produksi etanol untuk industri energi hijau atau biofuel saat ini masih didominasi dari bahan baku tanaman dengan pola farming energi yaitu berasal dari tanaman yang berfungsi ganda untuk kebutuhan industri pangan sekaligus untuk energi seperti tebu, jagung, singkong. Hanya sebagian kecil tersedia dari bukan komoditi tanaman pangan, akan tetapi ditanam pada lahan potensial tanaman pangan serta dalam proses pemanenan juga memiliki tingkat kesulitan yang tinggi. Energi hijau berbasiskan farming energy atau sistem budidaya dimulai melalui beberapa pola tahapan yaitu diawali dengan pembersihan lahan, pengolahan tanah, pembibitan, persemaian, penanaman, pemanenan habis melalui cara potong ataupun cabut selanjutnya kembali ke tahap proses semula. Sistem farming energi ini terus terjadi berulang-ulang setiap tahun dan musim tanam mengakibatkan degradasi terhadap kualitas humus tanah.
Di sisi lain Indonesia yang memiliki pulau dan pantai dengan wilayah pesisir terluas di dunia memiliki potensi ekosistem hutan mangrove yang sangat besar. Ekosistem mangrove jenis Nipah dimungkinkan untuk dapat dijadikan sumber bahan baku energi hijau potensial berpola pengelolaan konservasi lingkungan dan bernilai ekonomis. Ekosistem hutan mangrove nipah memilki fungsi sebagai proteksi kawasan pesisir pantai, penahan angin, gelombang dan tsunami, intrusi air asin, sumber oksigen, penyerap CO2 dan nursery ground sekaligus memiliki nilai sebagai sumber bahan baku energi hijau bioetanol. Tanaman nipah (Nypa fruticans Wurmb) selama ini tumbuh liar di sekitar hutan mangrove di pesisir pantai maupun sungai. Tanaman Nipah tumbuh subur di hutan daerah pasang surut (hutan mangrove) dan daerah rawa-rawa atau muara-muara sungai yang berair payau. Di Indonesia luas daerah tanaman nipah adalah 10% dari luas daerah pasang surut sebesar 7 juta ha atau sekitar 700.000 ha. Penyebarannya meliputi wilayah Sumatra, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Maluku, dan Irian Jaya (Rachman, 1991). Hasil hutan non kayu dari mangrove nipah berupa nira yaitu cairan manis hasil sadapan tandan dapat difermentasi menjadi bioethanol sebagai sumber energi hijau. Kelebihan nipah dibandingkan tanaman penghasil bioetanol yang lain antara lain tanaman nipah dapat memproduksi nira 20 ton/hektar atau 14.300 liter etanol per hektar dua kali lebih besar dibandingkan
tebu (Smith, 2006). Kabupaten Bengkalis yang telah memulai pemanfaatan mangrove nipah untuk dijadikan bioethanol memiliki luas izin pemanfaatan hasil hutan non kayu yaitu 26 ha dari luas keseluruhan ±100 ha.
Saat ini penyadapan nipah masih dilakukan secara tradisional dengan luasan pemanfaatan yang terbatas melalui penyadapan yang masih menerapkan cara-cara kearifan lokal antara lain tandan yang dipilih untuk disadap dilakukan proses nyanyian, perlakuan berupa pengurutan dan pemukulan diseluruh bagian tandan dengan periode waktu tergantung keadaan. Nilai-nilai kearifan lokal tersebut perlu dilakukan eksplorasi berupa uji coba teknik yang dioptimalkan agar dihasilkan teknologi yang tepat dan sebagai standar prosedur pemanenan nira nipah agar dihasilkan produktivitas yang optimal. Produktivitas yang optimal dilihat dari jumlah bahan baku yang tersedia dan kontinyu setiap waktu.
Penelitian dilakukan di Hutan Mangrove Nipah Stasiun Riset Bahan Bakar Nabati BALITBANG Kabupaten Bengkalis. Penelitian dimulai awal tahun 2011 sampai 2013. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tandan nipah yang diambil pada sekitar rumpunan hutan nipah, wadah penampung sadapan nira yang mudah didapat yaitu antara lain wadah tradisional non vakum bambu/ botol aqua (Wv0), wadah vakum kecil/Botol minuman bekas sprite, cocacola volume 1,5 L (Wvk), Pemanenan sadapan wadah vakum sedang/botol sirup Ria 2 L (Wvs), Pemanenan sadapan wadah vakum besar/drigen air volume 20 L (Wvb).
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental, rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) (Gomez dan Gomez, 1995). Faktor yang dicoba melalui 4 tahapan yang dievaluasi untuk nilai optimal produktivitas tahap berikutnya, yaitu meliputi tahap: 1). Lama waktu rangsangan prasadap (10 hari, 20 hari, 30 hari) dengan kombinasi perlakuan sebanyak 3 perlakuan dengan pengulangan 3 kali, sehingga jumlah percobaan seluruhnya 9 unit percobaan. 2). Rangsangan Prasadap (tanpa rangsangan prasadap, adanya rangsangan prasadap 25 hari) dengan kombinasi perlakuan sebanyak 2 perlakuan dengan pengulangan 3 kali, sehingga jumlah percobaan seluruhnya 6 unit percobaan. 3) Pemanenan sadapan wadah vacum (wadah non vacum/ tradisional, wadah
vacum kecil 1,5L, wadah vacum sedang 2L dan wadah vacum besar 20L) kombinasi perlakuan sebanyak 4 perlakuan dengan pengulangan 3 kali, sehingga jumlah percobaan seluruhnya 12 unit percobaan. 4) Tingkat kelebatan pelepah daun nipah (Pelepah daun nipah tidak lebat 0-2 pelepah , Pelepah daun nipah kurang lebat 3-4 pelepah dan pelepah daun nipah lebat >4 pelepah) dengan kombinasi perlakuan sebanyak 3 perlakuan dengan pengulangan 3 kali, sehingga jumlah percobaan seluruhnya 9 unit percobaan.
Variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi produksi nira pertandan, kadar gula (brix) pertandan dan lama panen (hari) pertandan. Perlakuan terbaik didasarkan pada produktivitas optimal ketiga variabel diatas.
Proses prasadap yanng dilakukan adalah : perundukan, pengayunan, penyentakan dan pemukulan tandan yang semula tegak dengan buah mengarah ke atas secara berangsur akan turun ke bawah seiring rutinnya proses prasadap. Umumnya proses prasadap dilakukan 1 atau 2 kali sehari, pada pagi dan sore hari, sebanyak masing-masing 20 kali..
Penyadapan dilakukan dengan cara mengikat terlebih dahulu ujung tandan, dengan menggunakan tali yang diikatkan pada bagian posisi bawah pelepah. Agar pada saat memotong buah nipah dari tandan, posisi tandan tetap condong dan ujungnya ke bawah. Selanjutnya dilakukan pengirisan/sayatan tipis meruncing hingga ujung tandan nipah, berbentuk tombak dengan pori bekas irisan berbintik hitam, yang mengalirkan tetesan nira nipah. Pengirisan tandan dihentikan jika semakin banyak bintik hitam di ujung irisan tandan. Bintik hitam itu menunjukkan bahwa pengirisan yang kita lakukan adalah baik, sehingga diharapkan dapat menghasil panen nira yang baik.
Pemanenan penyadapan nira nipah dilakukan dengan 2 cara yaitu cara tradisional dan teknologi non konvensional. Cara pemanenan penyadapan tradisional merupakan
kearifan lokal masyarakat pemanfaat hutan mangrove nipah di wilayah pesisir pantai. Biasanya tradisi penyadapan tersebut diiringi dengan lantunan lagu ratapan agar nipah lebih banyak mengalir. Cara tradisional adalah penggunaan wadah penampungan nira dengan tabung bambu, dan selanjutnya berkembang dengan menggunakan plastik pembungkus dan botol plastik dengan kondisi terbuka serta lebih menekankan pada efek jatuhnya tetesan nira hasil sayatan tandan nipah.
Dalam eksperimen yang dilakukan pada penelitian ini, wadah tradisional yang digunakan adalah wadah penampungan yang menggunakan botol bekas, terbuka, tidak vakum. Wadah ini digunakan pada eksperimen tahap (a) dan (b) yaitu penentuan waktu prasadap dan rangsangan prasadap.
Pengamatan dilakukan terhadap dua sifat data, antara lain :
-
(1) Pengamatan penelitian bersifat deskriptif analitik yaitu penelitian yang memaparkan fakta penelitian yang dilengkapi dengan analisis. Metode ini digunakan untuk mengetahui data kondisi alami vegetasi pada setiap individu nipah yang disadap, yaitu : Ekologi spesies nipah: rumpun, tandan, pelepah, buah mangrove nipah.
-
(2) Pengamatan dilakukan terhadap hasil eksperimen yang dihasilkan dalam 1 hari 1 malam atau selama 24 jam dengan dua kali panen yaitu pagi dan sore yaitu :
-
• Produktivitas dalam volume nira hasil penyadapan nipah pada setiap sampel tandan
-
• Kadar gula nira hasil penyadapan nipah pada setiap sampel tandan
-
• Lama waktu panen nira tandan sadapan.
Pengukuran volume dilakukan dengan menggunakan gelas ukur, sedangkan kadar gula diukur dengan menggunakan refractometer. Lama waktu panen (hari) diukur mulai dari tandan sadapan telah mulai dipotong, hingga tandan nipah berhenti mengeluarkan nira. Ketiga parameter pengamatan merupakan suatu faktor penentu tingkat kelayakan potensial sumber bahan baku etanol nipah. Kadar gula dianggap layak, jika kadar glukosa yang dihasilkan > 15% (Rachman dan Sudarto, 1991).
Selanjutnya, data hasil percobaan dianalisis secara statistik dengan menggunakan software SPSS ver 14.0, dan diinterpretasikan sesuai kebutuhan dan variabel-variabel terkait.
-
3. Hasil dan Pembahasan
-
3.1. Produktiitas Nira Nipah (Nypa Fruticans) dari Metoda Penyadapan Tradisional ke Teknologi Non Konvensional
-
-
a. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor lama
rangsangan prasadap (10 hari, 20 hari, 30 hari)
Hasil analisis ditinjau dari faktor lama rangsangan prasadap tandan nipah menghasilkan kadar gula dan lamanya waktu pemanenan pertandan dengan nilai rata-rata, dapat dilihat pada Tabel 1.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produksi nira tertinggi pertandan sadap nipah terdapat pada perlakuan rangsangan lama prasadap 30 hari, sedangkan kadar gula diperoleh sama sebesar 20,3 pada perlakuan rangsangan lama prasadap 20 dan 30 hari. Sedangkan lama panen penyadapan nira diperoleh pada perlakuan rangsangan lama prasadap pada 20 hari. Sehingga dari data tersebut terlihat belum terdapatnya produktivitas yang optimal hanya berkisar antara perlakuan rangsangan lama prasadap 20 dan 30 hari. Pada perlakuan rangsangan lama prasadap 10 hari tidak diperoleh hasil terhadap produksi kadar gula dan lama panennya.
Produktivitas nira nipah ditinjau dari rata-rata produksi nira (ml), kadar gula (brix) dan lama waktu pemanenan nira per tandan yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 1.
Tabel 1. Produksi nira ditinjau dari faktor lama waktu prasadap:
Perlakuan |
Produksi Nira (ml) |
Kadar Gula (brix) |
Lama panen (Hari) | ||||||
Waktu Rangsangan prasadap |
Waktu Rangsangan prasadap |
Waktu Rangsangan prasadap | |||||||
PlO |
P20 |
P30 |
PlO |
P20 |
P30 |
PlO |
P20 |
P30 | |
Rata-rata |
0 |
483,3 |
516,7 |
0 |
20,3 |
20,3 |
0 |
61,7 |
50,0 |
(a)
(b) (c)
Gambar 1. Perbandingan Rata-Rata Produksi Nira (a), Kadar Gula(b) dan Lama Panen (c) Berdasarkan Perlakuan Pengaruh Hari Rangsangan Prasadap
Gambar 1(a,b,c) menunjukkan terdapat perbedaan hasil antara perlakuan rangsangan lama prasadap 20 dan 30 hari dengan 10 hari, yaitu untuk variabel produksi nira, kadar gula dan lama panen. Gambar 1a dan 1b menunjukkan perbedaan yang tidak terlalu signifikan antara perlakuan rangsangan lama prasadap 20 dan 30 hari pada variabel produksi nira dan kadar gula (brix) akan tetapi menunjukkan perbedaan yang signifikan pada lama panen, yaitu lama panen pada perlakuan rangsangan lama prasadap 20 hari lebih tinggi dibandingkan 30 hari. Untuk itu lama rentang rangsangan prasadap 20 sampai 30 hari menunjukkan terdapatnya rangsangan lama prasadap yang optimal diperkirakan dengan lama 25 hari rangsangan prasadap yang mesti dilakukan uji coba tahap selanjutnya.
Tandan sadapan yang produktif dicirikan pada saat dipotong menunjukkan aliran nira yang menetes banyak dan cepat. Dari pengamatan terhadap irisan melintang sayatan tandan nipah terlihat terdiri dari dua bagian, bagian B merupakan bagian terluar tandan, sedangkan bagian A merupakan bagian dalam/tengah tandan. Bagian B berupa irisan kasar berpori mengelilingi tandan. Pori-pori berfungsi dalam melancarkan aliran nira nipah, sehingga bagian B akan terlihat lebih basah. Bagian B ini merupakan indikator dalam menentukan tingkat keberhasilan perlakuan prasadap, yang berkaitan dengan produksi nira nipah. Pada bagian A, memiliki pori-pori yang rapat, dan terlihat kering sehingga sedikit mengalirkan cairan nira nipah. Tandan nipah yang produktif dari hasil prasadap yang baik akan memberikan luas bidang irisan B yang lebih besar daripada irisan A . Sedangkan dari pengamatan mikroskop bentuk irisan melintang sayatan tandan hasil perlakuan prasadap untuk tiga jenis produksi nira yaitu sayatan tandan produksi 1 liter, 500 ml dan 100 ml. Untuk produksi nira yang rendah terlihat banyaknya bagian pori-pori tetesan yang berwarna merah tua dan bagian pori-pori yang berwarna kuning lebih sedikit. Selanjutnya produksi nira yang tinggi terlihat bagian pori-pori yang merah sedikit dan lebih banyak bagian yang kuning.
Penyadapan tandan nipah dilakukan dengan cara memberikan rangsangan prasadap terlebih dahulu pada tandan. Perlakuan ini dimulai ketika tandan nipah berada pada posisi tegak lurus (belum condong). Perlakuan ini diberikan hingga kondisi tandan mulai condong ke tanah yang memakan waktu selama 25 hari. Kondisi tersebut merupakan
kondisi tandan yang telah siap untuk dilakukan penyadapan. Untuk melakukan penyadapan, terlebih dahulu harus memotong ujung tandan ke buah, selanjutnya mengikat ujung tandan dengan tali rafia dan mengikat ujung tali lainnya ke pancang di tanah. Sehingga posisi tandan lebih condong ke tanah. Ujung tandan yang baru dipotong, dirapikan dengan cara mengirisnya sehingga menjadi runcing berbentuk ujung tombak. Permukaan irisan pada ujung tandan akan terlihat berpori seperti bercak hitam dan basah yang disebabkan karena cairan nira yang mulai menetes. Pada kondisi ini, pemanenan nira dengan cara ditampung menggunakan wadah siap dilakukan. Parameter yang digunakan pada penelitian ini seperti yang diuraikan di atas, berbeda dengan parameter pada penelitian Rasco, E.T.JR., et al (2012). Penelitiannya menunjukkan hasil yang berhubungan dengan berbagai parameter yang diteliti, ternyata hanya jumlah masa waktu panen nira dan panjang tandan sadapan yang ditemukan sangat berkorelasi dengan hasil nira. Sehingga panjang tandan dapat digunakan sebagai kriteria untuk memilih tanaman hasil nira tinggi.
Dalam penelitian ini didapatkan kadar gula nira nipah berkisar 17 – 22 brix. Untuk pengukuran kadar gula nira dilakukan setiap hari hingga hari ketujuh terhitung dari hari pertama pemotongan. Dari hasil penelitian tersebut diketahui bahwa kadar gula nira nipah tidak mengalami fluktuasi yang berarti. Akan tetapi volume rata-rata nira yang dihasilkan setiap harinya mulai konstan pada hari kelima hingga akhir penelitian (Thamrin et al. 2010). Kebanyakan hasil penyadapan nira nipah memberikan kadar gula yang tinggi (10 sampai 20%) Law, S.V., et al (2011). Menurut penelitian Kurniawan, I (2011) bahwa kadar gula nira nipah yang dihasilkan berkisar antara 16,25 – 20 brix. Selanjutnya menurut Law, S.V., et al (2011) nira nipah segar yang dihasilkan berwarna transparan dengan pH 7,0-7,4. Sedangkan dari hasil penelitian, nira nipah tetesan awal di tandan memiliki warna transparan selanjutnya setelah terkumpul dalam wadah akan terlihat kumpulan nira nipah berwarna putih susu di bagian bawah, dan berbuih pada lapisan atasnya, serta memiliki pH 7,0. Dari hasil pengamatan, buih nira nipah yang dihasilkan juga terlihat menutupi permukaan ujung irisan tandan nipah. Sehingga mengurangi tetesan nira nipah pada saat panen berikutnya. Hal ini dilakukan sebagai alasan untuk proses pemeliharaan ujung tandan dalam menjaga kestabilan produksi nira nipah. Proses pemeliharaan
tandan dilakukan dengan pengirisan atau sayatan tipis di bagian permukaan ujung tandan, yaitu menggunakan pisau sadapan yang tajam. Sehingga akan membuang gumpalan buih dan sebagian kecil irisan tandan. Selanjutnya akan terlihat ujung tandan yang kembali segar. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Aidoo et al, (2006) bahwa selama penyadapan, sekitar 5 cm dari ujung tandan dipotong untuk mendapatkan nira. Kondisi ini diduga akan menyebabkan semakin cepatnya tandan nipah habis untuk proses pemeliharaan penyadapan. Jika panjang tandan sadapan 100 cm, maka diperkirakan dalam waktu 20 hari tandan nipah akan habis. Dari hasil penelitian untuk proses pemeliharaan tandan nipah dengan cara pengirisan atau sayatan tipis menghasilkan waktu panen bisa mencapai 72 hari.
-
b. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor
Rangsangan Prasadap (tanpa rangsangan prasadap, adanya rangsangan prasadap 25 hari)
Produktivitas penyadapan nipah non konvensional ditinjau dari pengaruh waktu optimal
terdapat pada rangsangan prasadap 25 hari dengan jumlah produksi mendekati 700 ml pertandan sadap. Upaya meningkatkan produksi hasil nira nipah dilakukan dengan modifikasi pengembangan beberapa cara non konvensional penyadapan. Hal ini sesuai dengan pendapat Steinkraus, K.H. (1985) yaitu penyadapan nira nipah berbeda dengan penyadapan getah kelapa. Nira dikumpulkan dari tangkai buah matang setelah memotong kepala buah yang hampir tumbuh sempurna. Selama penyadapan, wadah bambu atau kantong plastik yang diikat pada ujung tandan, diiris untuk mendapatkan getah nira.
Sebelum penyadapan tandan nipah, dilakukan proses rangsangan prasadap selama 25 hari. Proses rangsangan prasadap dapat dilakukan jika telah terlihat ciri-ciri: buah tandan nipah baru berwarna coklat muda, kelopak mayang telah layu dan kering, serta buah nipah telah dianggap kuat dan tidak gugur saat mulai dilakukan prasadap. Rangsangan prasadap tandan nipah, antara lain berupa tindakan pengayunan, penyentakan, dan pemukulan tandan bertujuan untuk merangsang dan memperlancar
Tabel 2. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor Rangsangan Prasadap (tanpa rangsangan prasadap, adanya rangsangan prasadap 25 hari)
Perlakuan |
Produksi Nira (ml) |
Kadar Gula (brix) |
Lania Panen (hari) | |||
Rangsangan prasadap |
Rangsangan prasadap |
Rangsangan prasadap | ||||
PO |
Pa25 |
PO |
Pa25 |
PO |
Pa25 | |
Rata-rata |
0 |
683 |
0 |
20,7 |
0 |
72,7 |
rangsangan prasadap tandan nipah. Selanjutnya diperoleh hasil produksi nira (ml), kadar gula (brix) dan lama panen (hari) yang terlihat pada Tabel 2 .
Hasil analisis tersebut menunjukkan produktivitas nira nipah hanya diperoleh pada perlakuan tandan nipah yang dilakukan rangsangan lama prasadap 25 hari. Produktivitas tersebut terdiri dari produksi nira kadar gula dan lama panen. Perbandingan hasil produksi nipah tahap pertama dengan tahap kedua yaitu perlakuan lama rangsangan prasadap 10 hari, 20 hari, 25 hari dan 30 hari terlihat pada Gambar 2.
Dari Gambar 2 menunjukkan produksi nira hanya diperoleh pada rentang lama rangsangan prasadap 20 hari, 25 hari dan 30 hari.. Produksi tertinggi
Gambar 2. Perbandingan Rata-Rata Produksi Nira/ tandan (ml) Berdasarkan Perlakuan Penyadapan Tradisional (Pa0) dan Waktu Rangsangan
Prasadap 10 hari (P10), 20 hari (P20), 25 hari (Pa25) dan 30 hari (P30).
aliran nira yang melewati tandan, dari pangkal ke wadah penampung. Pada awalnya tandan nipah memiliki panjang 0,5 – 1,5 meter dengan arah posisi tegak dan posisi buah yang berada di ujungnya. Pengayunan dimaksudkan agar tandan nipah yang semulanya tegak, secara bertahap akan merunduk, tanpa paksaan. Jika dipaksa, akan dapat mengakibatkan tandan nipah patah ataupun buah lepas dari tandannya sehingga tandan akan menjadi mati atau layu. Pengayunan dilakukan setiap pagi dan sore hari yang diayun dari atas ke bawah, sehingga menghasilkan tandan yang lentur dengan pertumbuhan buah yang bagus. Kemudian dilakukan penyentakan yang bertujuan untuk memperlancar dorongan aliran nira nipah yang melalui pori-pori dalam tandan ke arah buah. Penyentakan dilakukan sebanyak 10 kali setiap hari, hal ini diibaratkan seperti memerah susu sapi. Terakhir, dilakukan pemukulan terhadap tandan yang diawali dari pangkal sampai ke ujung di sekeliling tandan. Hal ini bertujuan untuk memperbesar dan memperlonggar pori-pori secara merata yang terdapat pada sekeliling tandan nipah.
Pemukulan dilakukan menggunakan tongkol tandan buah nipah yang sudah rontok sebagai pemukul. Tongkol tersebut lunak seperti busa dan tidak menyebabkan kerusakan atau luka pada tandan jika dipukulkan. Pilihan lainnya dapat digunakan sebagai pemukul, adalah kepala pemukul yang terbuat dari karet benen yang digulung yang memiliki pengaruh sama dari pemukul berkepala busa. Pemukulan dilakukan secara berkala sehingga bisa mengoptimalkan pengeluaran volume cairan nira dari tandan. Sebelum perlakuan prasadap dilakukan penentuan waktu tandan untuk dimulai ditandai dengan beberapa hal ciri-ciri, yaitu ukuran buah nipah berdiameter lingkar 20–30 cm atau berwarna coklat muda dengan ujung masing-masing buah berwarna merah tua dan kelopak tandan sudah mulai layu. Pemeliharaan tandan nipah yang telah dipanen, dilakukan dengan melakukan pemukulan ulang seperlunya, dan juga dilakukan dengan sayatan tipis pada ujung tandan untuk setiap harinya yang tujuannya, agar membuka pori-pori tandan kembali. Biasanya pori-pori tertutup atau tersumbat oleh
cairan gula nira, yang awalnya berbusa mengering menjadi kristal, selanjutnya mengakibatkan tertutupnya pori-pori. Pada awalnya bagian pori-pori ujung tandan berwarna kuning segar, selanjutnya akan coklat kehitaman sehingga akan mengurangi luasan permukaan pori-pori tandan. Hal ini menggambarkan, jika semakin banyak pori-pori nira nipah yang hitam, maka volume nira nipah yang dihasilkan akan semakin sedikit. Menurut Dalibard, C. (2012). Di banyak negara, dibandingkan dengan tanaman atau komoditas lain, kurangnya minat yang ditunjukkan oleh pengambil kebijakan tentang sosio-ekonomi potensi penyadapan palm. Ditandai dengan tidak ada atau sedikitnya penelitian tentang pemilihan varietas unggul palm atau jasa pelatihan dan penyuluhan tentang penyadapan yang didanai, dimana kondisi penyadap jarang mendapat inovasi teknologi dan hanya sebatas hasil karya sendiri. Selanjutnya Dalibard, C., (2012) menyatakan untuk sebagian besar teknik penyadapan non-destruktif, diperlukan keahlian penyadapan tingkat tinggi dan di mana teknik ini tidak dilakukan secara tradisional, kesulitan besar mungkin ditemui pada orang-orang yang akan dilatih. Dalam kasus produksi penyadapan palem yang diharapkan berkadar gula tinggi, kualitas tinggi rendahnya kadar gula berbanding dengan efisiensi waktu usaha, tenaga kerja dan risiko.
-
c. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor Pemanenan sadapan wadah vacum (wadah non vacum/ tradisional, wadah vacum kecil 1,5L, wadah vacum sedang 2L dan wadah vacum besar 20L)
Pada percobaan ini diberikan perlakuan pemanenan terhadap wadah penampungan. Sebagai kontrol percobaan, yaitu : wadah penampungan tradisional atau tidak bersifat vakum (Wvo), yang kedua menggunakan wadah penampungan bersifat vakum dengan kemampuan daya hisap yang kecil (Wvk), sedang (Wvs) dan besar (Wvb), dengan masing-masing 3 (tiga) ulangan. Parameter yang diukur dalam perlakuan ini adalah : Produksi Nira (ml), Kadar Gula (brix), dan Lama Panen (hari). Data produksi nira nipah ditinjau dari pengaruh wadah penampungan vakum terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor Pemanenan sadapan wadah vacum (wadah non vacum/ tradisional, wadah vacum kecil 1,5L, wadah vacum sedang 2L dan wadah vacum besar 20L)
Perlakuan Ulangan |
Produksi Nira (ml) |
Kadar Gula (brix) |
Lama Panen (Iiari) | |||||||||
Wvo |
Wvk |
Wvs |
Wvb |
Wvo |
Wvk |
Wvs |
Wvb |
Wvo |
Wvk |
Wvs |
Wvb | |
Rata-rata |
683,3 |
1.166,7 |
1.866,7 |
1.966,7 |
19,7 |
19,3 |
19,0 |
17,7 |
24,0 |
41,7 |
46,7 |
47,3 |
Keterangan
Wvo :Wadah Vakum Tradisional Wvs Wadah Vakum Sedang
Wvk: Wadah Vakum Kecil Wvb: Wadah Vakum Besar
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa rata-rata produksi nira tertinggi terdapat pada perlakuan wadah vakum besar (Wvb), kadar gula (brix) tertinggi terdapat pada perlakuan wadah non vakum/tradisonal (Wvo), dengan lama panen tertinggi terdapat pada perlakuan wadah vakum besar (Wvb). Hasil yang diperoleh dari eksperimen penyadapan non konvensional dari pengaruh wadah penampungan ini, diperoleh wadah vakum besar (Wvb) memiliki jumlah rata-rata produksi nira yang tinggi yaitu 1.966,7 ml dan rata-rata masa panen yang lebih lama yaitu 47,3 hari untuk kandungan gula yang dihasilkan lebih kecil dari jenis wadah vakum
perlakuan lainnya. Sedangkan untuk penyadapan nipah perlakuan tanpa wadah vakum (Wvo) memiliki jumlah rata-rata produksi nira yang rendah yaitu 683,3 ml dan rata-rata masa panen yang lebih lama yaitu 19,7 hari, untuk kandungan gula yang dihasilkan lebih tinggi yaitu 19 brix.
Perbandingan produksi nira dari penyadapan nipah non konvensional dilihat dari pengaruh wadah penampungan vakum dengan parameter produksi nira nira nipah per tandan (ml), kadar gula nira nipah dan masa panen penyadapan nira terlihat pada Gambar 3.
(a)
(b)
(c)
Gambar 3. Perbandingan Rata-Rata Produksi (a), Rata-Rata Kadar Gula (b) dan Lama Panen Sadapan Nira (c) Berdasarkan Perlakuan Pengaruh Wadah Penampungan Vakum
Produktivitas penyadapan nira dilihat dari produksi nira pada Gambar 3 menunjukkan teknologi non konvensional menggunakan wadah vakum sedang (Wvs) dan wadah vakum besar (Wvb) terdapat perbedaan hasil yang tidak terlalu jauh, terjadi penurunan kadar gula pada penggunaan teknologi non konvensional dari wadah non vakum/ tradisional ke arah wadah vakum besar (Wvb). Sedangkan lama panen sadapan pada teknologi non konvensional wadah vakum sedang (Wvs) dengan wadah vakum besar (Wvb) hasilnya mendekati atau tidak terjadi perbedaan yang signifikan. Pemanenan sadapan nira nipah dengan wadah vakum kecil yaitu memanfaatkan botol minuman bekas seperti Sprite, Coca cola volume 1,5 L, yang bertujuan memanfaatkan daya sedotan dari wadah yang ditekan (kempot) melalui tekanan manual tangan untuk dapat kembali ke posisi semula, dan akan menghasilkan daya tarik vakum sebesar volumenya sendiri. Antara wadah dengan tandan dihubungkan dengan selang yang berbalut benen atau karet dalam ban bekas. Terlebih dahulu mulut botol disambungkan dengan ujung benen yang berisi selang sepanjang 15 – 30 cm, selanjutnya bagian ujung benen lainnya dimasukkan ke dalam ujung tandan yang telah disayat runcing. Kemudian wadah ditekan sehingga mengecil, yang selanjutnya secara bersamaan ujung tandan ke nipah diikat rapat agar tidak ada udara yang masuk mengakibatkan wadah kembali kebentuk asal, dan menghasilkan daya sedot. Pemasangan wadah vakum yang baik menunjukkan wadah masih tetap kempot, karena tidak terdapat kebocoran. Wadah secara berangsur akan kembali ke bentuk normal, seiring dengan terisinya nira. Untuk Wvk, bentuk wadah akan kembali normal dalam waktu yang relatif lebih cepat, dibandingkan dengan Wvs dan Wvb. Pemulihan Wvk dalam satu hari, dapat terjadi berkali-kali, disebabkan kapasitas penampungan dan daya sedot yang kecil. Dari pengamatan yang dilakukan, hasil panen nira akan relatif lebih banyak dihasilkan pada saat malam hari dibandingkan pada siang hari. Karena suhu pada malam hari lebih rendah dibandingkan pada siang hari. Sehingga, jika pemasangan Wvk dilakukan pada sore hari, maka pemulihan Wvk akan sulit dilakukan. Produksi sadapan nira menggunakan Wvk memiliki kisaran jumlah volume rata-rata 683,3 ml/tandan /hari.
Sedangkan untuk perlakuan pemanenan sadapan Wvs menunjukkan produksi yang lebih banyak dibandingkan dengan Wvk, hal ini
dikarenakan wadah vakum dengan volume lebih besar memungkinkan masih memiliki daya sedot hingga di pagi hari saat panen. Wadah yang digunakan merupakan wadah botol plastik sirup yang berbentuk gepeng memiliki lubang mulut yang agak lebih besar dibandingkan botol minuman kemasan sprite atau coca cola yang memiliki lobang yang lebih kecil. Pengaruh ukuran lobang dan volume wadah vakum menyebabkan ujung tandan nipah dapat masuk sampai ke dalam wadah vakum ukuran sedang dibandingkan dengan wadah vakum yang berukuran kecil pengaruh lainnya banyak terdapat penumpukan busa nira yang telah mengental berwarna putih susu disepanjang selang dalam benen pada jenis penyadapan nira menggunakan wadah vakum kecil. Produksi sadapan nira menggunakan Wvs memiliki kisaran jumlah volume rata-rata 1.866,7 ml/tandan / hari. Wadah vakum ukuran kecil dan sedang merupakan wadah barang bekas limbah pembuangan sampah yang dipungut dengan harga murah dan terjangkau sebagai modal peralatan penyadapan. Hal ini berbanding pada penggunaan wadah vakum berukuran besar untuk penyadapan nipah perlakuan selanjutnya. Wadah vakum ukuran besar (Wvb) menggunakan tempat jerigen ukuran volume 30 Liter dengan harga Rp. 45.000 di toko sehingga memerlukan modal yang cukup besar untuk penyadapan nipah namun memiliki daya tampung volume nira sadapan lebih banyak dan memiliki daya vakum yang lebih besar.
Produksi nira nipah melalui penyadapan menggunakan perlakuan Wvb menghasilkan rata-rata 1.966,7 ml/tandan/hari, sehingga terlihat jumlah nira yang dihasilkan berbanding lurus dengan besar volume pada vakum dengan daya tarik sedot vakum yang dihasilkan. Manfaat lain dari penggunaan wadah vakum adalah pada saat air pasang yang akan menggenangi areal hutan mangrove. Akibatnya tandan sadapan yang menggunakan wadah vakum akan aman dari masuknya air pasang laut ke dalam wadah vakum dibandingkan dengan wadah tradisional. Jika menggunakan wadah tradisional, saat pasang terjadi sering menyebabkan nira tercampur dengan air laut atau wadah tersebut akan hanyut terbawa arus. Berdasarkan Tabel 3 menunjukkan perlakuan Wvo memiliki lama waktu hari panen selama 24 hari, Wvk selama 41,7 hari, Wvs selama 46,7 hari dan Wvb selama 47,3 hari panen. Terlihat bahwa Wvo memiliki lama panen terendah yang tentunya memberikan hasil panen
yang relatif sedikit dibandingkan hasil panen pada wadah lainnnya. Sedangkan pada wadah yang menggunakan teknologi vakum, Wvk menghasilkan lama panen yang lebih kecil dibanding dua wadah lainnya (Wvs dan Wvb). Selisih lama panen Wvs terhadap Wvk lebih besar dibandingkan selisih Wvs dan Wvb. Hal ini menunjukkan pengaruh lama panen yang kurang signifikan antara Wvs dan Wvb.
-
d. Produktivitas Nira ditinjau dari faktor Tingkat
kelebatan pelepah daun nipah (Pelepah daun nipah tidak lebat 0-2 pelepah , Pelepah daun nipah kurang lebat 3-4 pelepah dan pelepah daun nipah lebat >4 pelepah)
Data produksi nira nipah ditinjau dari pengaruh tingkat kelebatan pelepah daun nipah terlihat pada Tabel 4, dibawah ini.
Tabel 4 . Produktivitas Nira ditinjau dari faktor Tingkat kelebatan pelepah daun nipah (Pelepah daun nipah tidak lebat 0-2 pelepah , Pelepah daun nipah kurang lebat 3-4 pelepah dan pelepah daun nipah lebat >4 pelepah)
(a)
Perlakuan |
Produksi Nira (ml) nipah Pt Pk Pl |
Kadar Gula (brix) Pt Pk |
Pl |
Lania Panen (Hari) Pt Pk Pl |
Rata-rata |
400,0 1,866,7 1,933,3 |
17,7 19,0 |
19,7 |
31,3 46,7 72,7 |
Keterangan
Pt : Pelepah daun nipah tidak lebat ( 0-2 pelepah)
Pk . Pelepah daun nipah kurang lebat ( Jumlah pelepah 3-4 pelepah)
Pl : Pelepah daun nipah lebat ( Jumlah pelepah > 4)
(b) (c)
Gambar 4. Perbandingan Rata-Rata Produksi (a), Rata-Rata Kadar Gula (b) dan Rata-Rata Lama Panen Sadapan (c) Nira Nipah Berdasarkan Perlakuan Pengaruh Tingkat Kelebatan Pelepah Daun Nipah.
Hasil analisis tersebut menunjukkan bahwa rata – rata produksi nira tertinggi terdapat pada perlakuan nipah yang memiliki pelepah daun lebat (Pl), kadar gula (brix) tertinggi terdapat pada perlakuan nipah yang memiliki pelepah daun lebat (Pl), dengan lama panen tertinggi terdapat pada perlakuan nipah yang memiliki pelepah daun lebat (Pl). Perbandingan produksi nira ini dapat pula dilihat pada Gambar 4.
Dari Tabel 4 terlihat pengaruh tingkat kelebatan pelepah daun nipah menunjukkan hubungan yang positif terhadap produksi nira yang dihasilkan. Semakin lebat pelepah daun nipah maka produksi nira semakin meningkat, dan kadar gula masih dalam kisaran optimal, serta waktu panen pun akan meningkat.
Hasil yang diperoleh dari pengaruh tingkat kelebatan pelepah daun nipah, diperoleh pelepah daun nipah lebat yaitu > 4 pelepah (Pl) memiliki jumlah rata-rata produksi nira yang tinggi yaitu 1.933,3 ml/tandan, rata-rata kadar gula nira nipah yaitu 19,7 brix dan rata-rata masa panen yang lebih lama yaitu 47,3 hari. Menurut Rachman dan Sudarto, (1991) bahwa pelepah daun nipah merupakan bagian dari pohon nipah dan memiliki fungsi asimilasi dari daun dalam bentuk karbohidrat. Karbohidrat disalurkan ke biji melalui jaringan floem, yang secara alami diubah menjadi gula (glukosa) dalam bentuk nira. Akan tetapi hal di atas mengalami konflik kepentingan, antara masyarakat memanfaatkan daun nipah sebagai atap rumah, kerajinan bakul, tikar dan rokok, dengan fungsi alami nipah sebagai penghasil nira, yang merupakan bahan baku bioetanol. Kondisi ini bertentangan dengan hasil penelitian berikut, nilai korelasi yang rendah antara hasil nira di satu sisi, panjang daun dan jumlah pelepah, di sisi lain, menunjukkan kompleksitas dalam hasil nira yang dapat ditelusuri ke hubungan fisiologis tidak dikenal di antara cabang-cabang tanaman yang sama. (Rasco, E.T.JR., et al 2012). Hal ini menyiratkan bahwa baik pengelolaan hutan untuk memaksimalkan jumlah nipah pohon bisa menghasilkan pendapatan bagi masyarakat setempat. Gula produksi dan terkait penggunaan dapat ditingkatkan untuk manfaat ekonomi terutama untuk orang-orang lokal dalam sekitar. Saat ini potensi nipah sebagai sumber gula hanya untuk pasar lokal. Hal ini bisa lebih jauh dikomersialisasikan dengan dukungan yang tepat dalam proses penyadapan, kemasan, branding dan pemasaran. Di Meksiko, petani maya telah menggunakan daun Palm untuk atap rumah
tradisional dan mereka telah berhasil mengelola populasi palm ini dengan panen sekali atau dua kali per tahun dengan cara membuang satu atau dua daun muda untuk menstimulasi daun baru produksi (Martinez-Balleste et al., 2008).
Untuk kondisi masa transisi tumbuh baru tersebut akan menyebabkan menurunnya produksi nira yang akan dihasilkan, dan berakibat juga pada kematian beberapa rumpun nipah, juga akan berdampak banyak terhadap luasan hutan mangrove nipah disepanjang wilayah pesisir pantai. Kerusakan lingkungan yang muncul adalah menurunnya fungsi lingkungan antara lain menurunnya fungsi pelindung kawasan pesisir pantai, menurunnya sumber hara dari jatuhan serasah daun mangrove, menurunnya fungsi habitat fauna dan pengendali intrusi air asin kedarat. Untuk kondisi vegetasi yang memiliki tingkat kelebatan pelepah daun nipah yang dikategorikan tidak lebat (Pt) dicirikan terhadap jumlah maksimal pelepah hanya mencapai 2 pelepah, dimana kecenderungan hanya terdapat pelepah daun muda dari pertumbuhan baru rumpun hasil penebangan pelepah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian, terdapat jumlah produksi nira yang sedikit menghasilkan nira pada beberapa sampel. Jumlah rata-rata volume nira yang dihasilkan rata-rata 1.866,7 ml /tandan/ hari. Kondisi vegetasi yang memiliki tingkat kelebatan pelepah daun nipah yang dikategorikan kurang lebat (Pk) dicirikan terhadap jumlah maksimal pelepah hanya mencapai 3 - 4 pelepah dimana terdapat pelepah daun muda dan tua, untuk mendukung proses photosintesis tanaman nipah. Waktu penyadapan tandan tingkat kelebatan pelepah daun nipah yang dikategorikan kurang lebat (Pk) cenderung semakin pendek yaitu rata-rata sampai 46,7 har hari panen hal ini terlihat dari kondisi kulit tandan luar dan ujung sayatan tandan yang cepat mengering. Kondisi habitat Pk mengalami kerusakan abrasi atau pengikisan pada lapisan tanah dekat tegakan rumpun nipah, sehingga banyak rumpun nipah yang lepas dari substrat tanah dan hanyut terbawa arus pasang air laut.
Perlakuan pada Pl yaitu mempertimbangkan jika kondisi hutan mangrove nipah dengan vegetasi yang baik dan tidak ada pengambilan pelepah daun nipah. Vegetasi hutan nipah yang lebat ditandai dengan jumlah pelepah daun yang lengkap, berdampak pada proses photosintesis yang baik sehingga menghasilkan produksi nira dengan jumlah panen harian yang banyak. Kondisi Pl jika hutan mangrove
nipah, hanya dimanfaatkan sebagai penyedia bahan baku nira nipah untuk produksi bioetanol. Pengaruh arus pasang surut yang kuat tidak mengganggu perakaran rumpun nipah pada kondisi pelepah daun yang lebat. Sehingga berdampak terhadap fungsi lingkungan masih tetap terjaga. Jumlah rata-rata volume nira yang dihasilkan rata-rata 1.933,3 ml/ tandan/hari. Dengan kadar gula yang dihasilkan pada perlakuan untuk kondisi pelepah daun nipah kurang lebat (Pk) yaitu ± 19,0 %. Artinya ada peningkatan sedikit kadar gula hasil sadapan nira dibandingkan dengan kondisi vegetasi rumpun nipah yang tidak lebat (Pt) dan kurang lebat (Pk). Waktu penyadapan tandan kecendrungan lebih lama, yaitu dengan rata-rata 72 hari panen, hal ini terlihat dari kondisi kulit tandan luar dan ujung sayatan tandan yang masih hijau dan basah berair. Kondisi habitat mangrove nipah yang memiliki jumlah pelepah daun nipah yang lebat cenderung tetap bertahan terhadap pengaruh abrasi atau pengikisan pada lapisan tanah dekat tegakan rumpun nipah. Dari tiga kondisi pelepah daun dengan produksi dan pengaruh terhadap fungsi lingkungan ekosistem mangrove nipah telihat kesetimbangan atau keselarasan (equilibrium) piramida lingkungan antara nilai ekologis, nilai ekonomis dan nilai sosial. Nilai ekologis dipandang dari sudut kelebatan pelepah nipah, hal ini menggambarkan kondisi vegetasi yang baik pada
ekosistim nipah. Nilai ekonomis terlihat dari hasil produksi nira yang memberikan kontribusi pada peningkatan pendapatan masyarakat sekitar. Sedangkan aspek sosial terlihat dari penyerapan tenaga kerja, akibat aktivitas pemanfaatan hutan mangrove nipah.
-
3.2. Potensi Nira Nipah (Nypa Fruticans) dari
Metoda Penyadapan Tradisional ke Teknologi Non Konvensional
Hasil produksi tertinggi dengan cara penyadapan non konvensional pada pengaruh tingkat kelebatan pelepah daun nipah lebat > 4 pelepah daun (Pl), yaitu dengan produksi nira tertinggi 55.200 ml dan terendah 51.425 ml sedangkan lama panen tertinggi 72 hari dan terendah 69 hari. Dengan nilai rata-rata produksi yaitu 53.312,50 ml/ tandan, atau 53,31 liter/tandan.
Sedangkan hasil produksi terendah dengan cara penyadapan tradisional yang merupakan ujicoba tahap awal. Tahap tersebut memberikan angka produksi, yaitu dengan produksi nira tertinggi 13.750 ml dan terendah 8.450 ml sedangkan lama panen tertinggi 28 hari dan terendah 19 hari. nilai rata-rata dapat mewakili dalam menghitung nilai potensi produksi, yaitu 11.100,00 ml/tandan, atau 11,10 liter/ tandan. Perbandingan produksi tertinggi dengan produksi terendah dapat dilihat pada Gambar 5.
I 5 3 ? 3 I I 15 131 ? IS Jl Ji 232 729 5 15 553 575 3-11 -U-I 3-I? β3 I 353 3 3? SQ I QJUQ ?49 ?l ?5 73 ??
Gambar 5. Perbandingan Produksi Nira Nipah Penyadapan Tradisional dengan Cara penyadapan Non Konvensional Pada Pengaruh Tingkat Kelebatan Pelepah Daun Nipah Lebat > 4 Pelepah Daun (Pl) (ml/tandan)
Potensi Produksi Nira Nipah dengan mempertimbangkan dua pengaruh nilai yaitu produksi terendah dengan cara penyadapan tradisional dan penyadapan non konvensional pada Pengaruh tingkat kelebatan pelepah daun nipah lebat > 4 pelepah daun (Pl). Selanjutnya nilai ini dikalikan dengan nilai potensi kerapatan tandan sadapan yaitu 2.966,67 tandan/ha/Th.
Hasil perhitungan potensi produksi nira dalam Liter/Ha/Th dapat dilihat pada Tabel 5. Dari Tabel 5 terlihat perbedaan hasil yang signifikan antara produksi nira tertinggi yang menggunakan penyadapan non konvensional melalui rangsangan prasadap 25 hari, pemanenan wadah vakum, kondisi pelepah daun nipah yang lebat yaitu sebesar 53,31 liter/tandan yang akan menujukkan hasil jumlah produksi per tandan per hektar per tahun menjadi 158,153,18. Sedangkan produksi nira terendah melalui penyadapan cara tradisional yaitu sebesar 11,10 liter/ tandan yang akan menujukkan hasil jumlah produksi per tandan per hektar per tahun menjadi 32.930,04.
dimaksudkan untuk kondisi pemanenan kurang optimal dengan situasi lingkungan hutan mangrove nipah yang kurang kondusif dalam proses pemanenan. Antara lain pengaruh cuaca dan pasang surut yang menghambat proses pemanenan. Akan tetapi cara tradisional, masih menggunakan wadah terbuka serta masih terjadinya aktivitas pengambilan pelepah nipah untuk kepentingan lain.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
-
1. Produktiitas nira nipah (Nypa fruticans) dari metoda penyadapan tradisional ke teknologi non konvensional :
-
a. Produktivitas optimal terdapat pada perlakuan rangsangan lama prasadap 25 hari yaitu rata – rata produksi nira 683 ml pertandan, kadar gula 20,7 ml, lama panen 72,7 hari.
-
b. Produktivitas optimal dan efisien dapat
Tabel 5. Jumlah Produksi Nira Nipah
No. Produksi Kerapatan Tandan Sadapan |
Rata- Rata Produksi Nira (liter / Tandan) |
Jumlah Potensi Produksi Nira (liter/Ha/Tahun) | ||
(Tandan/Ha/Tahun) | ||||
1 |
Produksi Nira Tertinggi : (Rangasangan prasadap 25 hari, Wadah Vakum, pelepah daun nipah lebat) |
2.966,67 |
53,31 |
158.153,18 |
2 |
Produksi Nira Terendah : (Tradisional, kurang lebat) |
2.966,67 |
11,10 |
32.930,04 |
Produksi Nira Rata- Rata |
95.542 |
Produksi tertinggi dimaksudkan untuk penyadapan non konvensional. Sedangkan produksi terendah dimaksudkan untuk penyadapan masih menggunakan cara tradisional, antara lain pengaruh cuaca dan pasang surut yang mengganggu proses pemanenan. Berdasarkan beberapa pertimbangan diatas, nilai rata-rata dapat mewakili dalam c. menghitung nilai potensi produksi, yaitu 53.312,50 ml/tandan, atau 53,31 liter/tandan.
Produksi tertinggi cara tradisional dimaksudkan adalah kondisi pemanenan dengan situasi lingkungan hutan mangrove nipah yang kondusif dalam proses pemanenan. Sedangkan produksi terendah
ditingkatkan dengan menerapkan teknologi non konvensional penyadapapan wadah vakum sedang (Wvs) yaitu rata – rata produksi nira 1.866,7 ml pertandan, kadar gula 19,0 ml, lama panen 46,7 hari.
Kondisi tingkat kelebatan pelepah daun nipah pada ( >4) pelepah memberikan pengaruh sangat nyata terhadap produktivitas nira nipah yang dihasilkan yaitu rata – rata produksi nira 1.933,3 ml pertandan, kadar gula 19,7 ml, lama panen 72,7 hari.
-
2. Potensi nira nipah (Nypa fruticans) dari metoda
penyadapan tradisional ke teknologi non konvensional diperoleh untuk produksi nira tertinggi 158.153,18 liter/Ha/Tahun dan terendah 32.930,04 liter/Ha/Tahun dengan rata-rata produksi sebesar 95.542 liter/Ha/Tahun.
Daftar Pustaka
Aidoo, K.E., Nout, M.J.R. and Sarkar, P.K. 2006. Occurrence and function of yeasts in Asian indigenous fermented foods. FEMS Yeast Research 6: 30-39
Dalibard, C. 2012. The Potential of Tapping Palm Trees for Animal Production. Philippine Jornal of Coconut Studies. Vol. XVII No. 2, Hal. 7-15
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian Pertanian. Edisi kedua. Penerjemah: Sjamsuddin, Endang dan Justika S. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia (UI-PRESS)
Law, S. V., Abu Bakar, F., Mat Hashim, D. And Abdul Hamid, A. 2011. MiniReview Popular Fermented Foods and Beverages in Southeast Asia. International Food Research Journal Vol. 18 Hal. 475-484
Martinez-Balleste, A., Martorell, C, and Caballero, J. 2008. The effects of Maya traditional harvesting on the leaf production, and demographic parameters of Sabal palm in the Yucatan Peninsula, Mexico. Forest Ecology and Management Journal. Vol. 256 Hal. 1320-1324.
Rachman, A,K., dan Y. Sudarto, 1991, Nipah Sumber Pemanis Baru, Kanisius, Yogyakarta.
Rasco, E.T.JR., Ragas, R.G., Junio, R.G., 2012. Morphological and sap yield variation in Nipa ( Nypa fruticans Wurmb.) Asia Life Sciences, The International Jornal of Life Sciences, Vol. 21, No. 1, hal. 123-132
Steinkraus, K.H. 1994. Nutritional significance of fermented foods. Food Research International 21: 259-261.
Smith, D 2006. Nypa Palm: Ethanol Super-Crop? Biofuel Review. Singapore. 15 June 2006. Downloaded, November 15, 2010.
Thamrin dan Hadi, S. 2010. Penelitian Pendahuluan Produksi Nira dan Bioethanol dari Tumbuhan Nipah (Nypa frutican)
212
Discussion and feedback