IMPLIKASI TRANSFORMASI PERTANIAN MODERN KE ORGANIK

TerhadapperbaikaniKualitaslintGkunganhidltP

  • E. Dewi Yuliana

Universitas Hindu Indonesia Denpasar Emai I: dcwi_yuliana 1966@yahoo.com

Abstract

This study was conducted to view the problem an the dark side of modern agriculture. The chemical substances used in agriculture have result ed in many problems such as the degradation on land quality, the continuous decrease of plant productivity and environment, as well (he marginalization of farmers Therefore, many farmers have been aware and have transformed their activities into ecologically organic agriculture such as at Subak Wangaya Betan. The farmers have transformed (heir (echnology from modern agriculture into organic agriculture. This research is designed by using method qualitative. Data type that is used in this research is data qualitative and supported by quantitative. Based on the conducted analysis, findings that could be reported. Included: First, employment of modern agriculture by using inorganic fertilizers and pesticides has been found to make a lower wetland soil quality. Second, by contrast, transformation of modern agriculture into organic agriculture causes soil quality improving. Third, beside, the improvement of soil quality employment of organic agriculture in the location where the study was performed also found that envirovement quality is improving.

Key words: transformation agriculture, modern agriculture, organic agriculture, envirovement

  • 1.    Pendahuluan

Kapilalis multinasional salah satunya adalah penisahaan industri petrokimia pada pertanian telah menciptakan suatu sistim pertanian tunggal melalui praktek-praktek monopoli yang sangat mapan. Industri petrokimia telah mampu membuat petani mengubah sistem pertanian, yang telah mereka terapkan selama ratusan tahun, yaitu praktek pertanian ekologis yang ramah lingkungan, menggantinya dengan era pertanian baru yang disebut sebagai “revolusi hijau”, yang menerapkan bahan kimia secara besar-besaran dalam pertanian baik pupuk maupun pestisida.

Pada awalnya, revolusi hijau (pertanian modem) berpengaruh langsung terhadap perkembangan yang spektakuler dalam produksi pertanian. Namun demikian, sisi gelap teknologi modern itu segera kelihatan. Peningkatan dalam penggunaan bahan kimia secara tenis menerus dan berkesinambungan serta cenderung Ierkonscntrasi, menyebabkan degradasi kualitas lingkungan. Tcrlcbih-Iebih1 teknologi pertanian modem ini telah diadopsi secara terus menerus berkesinambungan dan Icrkonsentrasi di seluruh dunia, khususnya di negara-negara berkembang (Capra, 2004).

Sejak akhir tahun 1990-an, mulai tampak adanya tanda-tanda kelelahan pada tanah dan penurunan produktivitas pada hampir semua jenis tanaman yang diusahakan. Negara-negara industri mulai berpendapat bahwa paket pertanian modern yang memberikan hasil panen yang tinggi ternyata menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan (Carson, 1992 dalam Sutanto, 2002). Hal ini merupakan tantangan bagi pakar pertanian untuk mencari teknologi alternatif dalam mencukupi kebutuhan pangan dengan kualitas yang baik, menyehatkan, tetapi tidak menimbulkan kerusakan lingkungan dan secara ekonomi menguntungkan petani, serta berkelanjutan.

Banyak petani telah menjadi sadar akan bahaya-bahaya pertanian modern dan mulai melakukan perubahan kembali ke metode ekologis organik. Respon kaum tani terhadap berbagai perubahan, baik dari pandangan Scott (1976) maupun Popkin (1979) telah terjadi di berbagai tempat di dunia termasuk di Indonesia yang merupakan sebuah negara agraris. Perubahan pada kaum tani ini menyangkut berbagai bidang salah satunya adalah yang terjadi pada masyarakat tani di Subak Wangaya Betan1 yang telah mengalami transformasi pertanian modern ke

pertanian organik.

Bertolak dari permasalahan di atas, maka penelitian ini menarik dan relevan untuk diteliti, dengan tujuan penelitian yakni ingin mengkaji dampak pelaksanaan pertanian modern terhadap degradasi kualitas tanah sawah dan implikasi transformasi pertanian modern ke pertanian organik terhadap perbaikan kualitas tanah sawah serta perbaikan lingkungan hidup di Subak Wangaya Betan

  • 2.    Metode Penelitian

Penelitian dilakukan secara mendalam di Subak Wangaya Betan, Dcsa Mcngesta, Kecamatan Penebcl, Kabupaten Tabanan di Provinsi Bali, dengan rancangan penelitian menggunakan metode kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatifdan didukung oleh data kuantitatif sebagai data penunjang. Sumber data penelitian ini terdiri dari dua sumber data yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah objek yang diamati (di observasi) dan wawancara dengan informan. Sumber data Sekunderadalah pelbagai macam publikan, foto, gambar, pamflet dan lain-lain yang akan diolah

kembali. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kualitatif dan interpretatif. Tahapan analisis data adalah identifikasi, klasifikasi (kategorisasi), dan sekaligus analisis terhadap berbagai informasi yang diperoleh dari lapangan dengan senantiasa mendasarkan pada kajian pustaka dan kajian teori yang telah dijelaskan sebelumnya. Juga dilakukan interpretasi data dengan cermat dan mendalam dengan menggunakan pengetahuan, ide-ide dan konsep yang ada pada masyarakat di tempat penelitian.

  • 3.    Hasildan Pembahasan

    • 3.1    Diskripsi Data Hasil Denelitian

Hasil pengolahan data terhadap kualitas tanah pada sawah di Subak Wangaya Bctan dengan tekstur tanah yang sebagian besar berliat hingga lempung berliat, sebelum dilaksanakan pengkajian-pengkajian tentang pertanian organik, secara rinci disajikan pada Tabcl 1.

Adapun hasil pengolahan data terhadap kualitas tanah sawah di Subak Wangaya Betan setelah dilaksanakan pertanian organik disajikan pada Tabcl 2.

Tabcl 1. Kualitas Tanah Sawah di Subak Wangaya Bctan Sebelum Dilaksanakan Pertanian Organik

Uraian

PH Tanah

DHL

S(mnιhos/ cm)

C-Organik (%)

N-total (%)

P Tersedia (ppm)

Kadar air Kcring Udara (%)

Kadar Air Kapasitas Lapang(%)

Maksimum

6.94 (AM)

0.54 (SR)

4.24 (T)

0.24 (R)

16.59 (S)

12.94 (SR)

39.60 (B)

Minimum

5.67 (AM)

0.09 (SR)

0.43 (SR)

0.08 (SR)

5.41 (SR)

7.31 (SR)

26.91 (KB)

Rata-rata

6.21 (AM)

0.20 (SR)

1.61 (S)

0.18 (Rl..

8.06 (SR)

9.56 (SR)

32.83 (B)

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian

Keterangan : AM: Agak Masam. T: Tinggi, S: Sedang, R: Rendah, SR: Sangat Rendah, KB: Kurang Baik, B: Baik.


Tabcl 2. KuaIitasTanah Sawah di Subak Wangaya Betan Setelah Dilaksanakan Pertanian Organik

Uraian

pH tanah

C-Organik (%)

P Tersedia (PPm)

Kadar air kering udara (%‰

Kadar air kering kapasitas lapang (%)

Minimum

4.71 (M)

1.26 (S)

7.22 (SR)

9.55 (SR)

30.66 (B)

Maksimum

9.20 (AM)

3.96 (T)

76.17 (ST)

18.51 (S)

37.36(B)

Rataan

7.02 (N)

2.75 (S)

15.50 (S)

12.79 (SR)

35.09(B)

Sumber: Hasil Analisis Data Penelitian

Keterangan : AA: Agak Masam, M: Masam, N: Netral, SR: Sangat Rendah, ST: Sangat Tinggi, S Sedang, SR: Sangat rendah, B: Baik


  • 3.2    Pembahasan

  • a.    Degradasi Kualitas Tanah Sawah

Penerapan teknologi revolusi hijau di Subak Wangaya Betan, khususnya penggunaan pupuk anorganik dan pestisida, menyebabkan terjadinya degradasi ekologi khususnya degradasi kualitas tanah sawah. Hal ini terlihat dari hasil analisis data penelitian terhadap kualitas tanah pada sawah di Subak Wangaya Bctan, sebelum dilaksanakan pertanian organik, ternyata menunjukkan bahwa secara umum kurang subur, karena rata-rata pH tanah relatif masam dengan pH tanah di bawah 7 yaitu 6.21 (agak masam), unsur hara makro terutama N-total tergolong rendah (0.18 %), P-tersedia tergolong sangat rendah (8.06 ppm), Carbon organik (C-organik) tergolong sedang (1.61 %), Daya Hantar Listrik (DHL) tergolong sangat rendah (0.20 mmhos/cm). Kadar Λir (KA) Kering Udara tergolong sangat rendah (9.56%), Kadar Air Kapasitas Lapang tergolong baik (32.83%) (Tabel 1).

Rendahnya kualitas tanah sawah di Subak Wangaya Betan baik ditinjau dari sifat kimianya (rendahnya kandungan hara di dalam tanah seperti terlihat dalam Tabel 1), juga ditinjau dari sifat fisiknya (daya hantar listrik, kadar air kapasitas lapang, dan kadar air kering udara) serta di sisi lain lapisan bajak tanah sangat dangkal (kurang dari 15 cm), di bawahnya sudah terjadi pemadatan tanah, hal ini membawa implikasi lebih lanjut terhadap sifat biologi tanah. Berdasarkan hasil penelitian di lapang, kehidupan makro fauna terganggu, sangat sulit ditemukan cacing, belut, belaitk, capung, katak dan bahkan ular. Kehidupan makro fauna tanah yang kurang baik kembali berdampak Ierhadapsifat fisik tanah, sehingga baik aerasi tanah, permeabilitas tanah, struktur tanah, permeabilitas dan konsistensi tanah menjadi terganggu dan pada akhirnya pemadatan tanah terus terjadi, seperti apa yang terjadi di tanah-tanah sawah di Subak Wangaya Betan. Di sisi lain penggunaan pestisida secara besar-besaran, mampu membunuh organisme lain yang bukan menjadi targetnya.

Keseimbangan tanah sawah di Subak Wangaya Betan. baik ditinjau dari sifat fisik, kimia, dan biologi dapat dikatakan berada dalam ketidakseimbangan, hal ini diakibatkan oleh dampak negatif dari pelaksanaan revolusi hijau yang berbasis pada penggunaan bahan-bahan kimia yang berbahaya dalam pertanian. Akibat lebih lanjut dari kondisi tanah

sawah yang tidak sehat menyebabkan proses produksi tanaman menjadi terganggu dan terlebih ekosistem sawah juga terganggu. Ketidakseimbangan baik faktor fisik, biologi dan kimia tanah, mengindikasikan lebih lanjut bahwa tingkat kesuburan tanah menjadi rendah, dengan demikian maka petani dalam proses produksinya sangat perlu memberi perhatian khusus pada teknik budidaya padi mereka. Menunit Sutanto (2002) bahwa produktivitas lahan dalam menghasilkan sesuatu per hektar luas lahan sangat ditentukan oleh keadaan dan kesuburan lahan, modal yang mencakup varietas, penggunaan pupuk yang sesuai, tersedianya air dalam jumlah yang cukup, teknik bercocok tanam, teknologi dan manajemen, gagasan yang bersifat inovatif, serta tenaga kerja yang handal.

Atas dasar analisis terhadap berbagai dampak penerapan teknologi dalam revulosi hijau dan tuntutan masyarakat terhadap produk pertanian yang sehat, maka teknologi produksi diarahkan pada praktik budidaya yang lebih bebas dari bahan kimia buatan atau disebut dengan teknologi produksi pertanian organik. Kondisi yang diakibatkan oleh sistem pertanian berbasis bahan kimia buatan, berlawanan dengan yang ditawarkan oleh sistem pertanian organik, yang ramah lingkungan, menyehatkan, dalam pelaksanaannya Icbih murah, dan produktivitas tanaman tidak kalah bila dibandingkan produktivitas tanaman dengan penerapan bahan-bahan kimia dalam pertanian. Oleh karena itu, petani perlu mengambil langkah yang tepat yang mengharuskan terjadinya perubahan untuk menuju kondisi kualitas lahan sawah yang lebih baik. Hal ini mendorong terjadinya transformasi pertanian menuju pertanian organik di Subak Wangaya Bctan.

  • b.    Perbaikan KuaIitasTanahSawah

Pelaksanaan pertanian modern ternyata telah membawa implikasi negatif terhadap lahan pertanian. Adanya implikasi negatif inilah merupakan salah satu faktor pendorong terjadinya Iransfomtasi pertanian di Subak Wangaya Betan, menuju pertanian organik, dengan harapan kondisi lahan yang Iagi sakit, perlahan-lahan kesuburannya pulih kembali. Berdasarkan fenomena di lapang, maka transformasi pertanian di Subak Wangaya Bctan ternyata berimplikasi terhadap perbaikan kondisi lahan, terlebih Iagi terhadap perbaikan ekosistem sawah secara keseluruhan.

Dari Tabel 2 telah terlihat terjadi perbaikan

kualitas tanah bila dibandingkan dengan sebelum diterapkannya pertanian organik (seperti yang terlihat pada Tabel I pada bahasan sebelumnya). Penerapan pertanian organik di Subak Wangaya Betan ternyata berpengaruh terhadap perbaikan kualitas lahan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 2, yakni adanya perbaikan pH tanah dari rata-rata pH tanah 6.21 (agak masam) menjadi rata-rata pH tanah 7.02 (netral). Terjadi peningkatan kandungan C-Organik di dalam tanah dari 1.61 % menjadi 2.75 %, demikian juga dengan ketersediaan P di dalam tanah telah terjadi peningkatan dari 8.06 ppm (sangat rendah) menjadi 15.50 ppm (sedang). Persentase KadarAir Kering Udarajuga meningkat dari 9.56 % menjadi 12,79 %, dan persentase KadarAir Kapasitas Lapangjuga meningkat dari 32.83 % menjadi 35.09 %. Semua komponen yang telah disebutkan telah mengalami perbaikan di dalam tanah.

Kemasaman (pH) Tanah. Tingkat kemasaman (pH) tanah memiliki arti yang sangat penting baik dalam proses biologi mau pun kimia tanah, karena sangat berpengaruh terhadap proses peruraian mineral tanah serta terhadap penyerapan hara dan mineral-mineral tanah sebagai nutrisi bagi tanaman. Bahkan kondisi pH pada tanah juga berperan penting dalam penyerapan berbagai logam berat oleh tanaman, yang berpeluang kurang menguntungkan bagi kesehatan konsumen produk pertanian. Pada pH tanah yang masam, penyerapan nutrisi oleh tanaman akan berkurang, namun akan meningkatkan penyerapan berbagai jenis logam berat, sehingga tanaman akan cenderung mengandung residu logam berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh di tanah dengan pH netral (Wiguna dkk., 2007). Oleh karena itu untuk mendapatkan produktivitas lahan yang optimal dan produk pertanian yang tidak tercemar logam berat maka pH tanah di Subak Wangaya Betan yang rata-rata agak masam yaitu 6.21 (Tabel 1) harus ditingkatkan dan dengan penambahan pupuk organik ke dalam tanah menyebabkan pH tanah meningkat dan berada pada kisaran normal yaitu 7.02 (Tabel 2).

Karbon Organik (C-Organik). Karbon organik merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan kesuburan tanah. Dilain pihak jumlah karbon yang terlalu tinggi atau rendah tanpa diimbangi oleh N-OrganikJuga tidak baik karena keseimbangan antara C dan N dalam tanah sangat penting untuk menetukan tingkat kesuburan tanah.

C-Organik pada tanah sawah di Subak Wangaya Betan tergolong rata-rata sedang yaitu 1.61 % (Tabel I), namun setelah penambahan pupuk organik ke dalam tanah maka keberadaan C-Organik meningkat menjadi 2.75 % (Tabel 2). Pupuk organik tanah merupakan penyumbang utama bagi ketersediaan C-Organik dalam tanah, dengan demikian penambahan pupuk organik diperlukan. Pupuk organik tanah memegang peranan penting dalam memperbaiki kualitas tanah khususnya C-Organik. Di samping sebagai pensuplai C-Organik, pupuk organik juga sangat berperan dalam memberikan masukan hara dan menjaga keseimbangan ekosistem mikro dalam tar.ah. Tanah dengan pupuk organik yang cukup akan menyediakan nutrisi bagi semua kehidupan mahluk hidup dalam tanah, yang berperan dalam proses penggemburan tanah, seperti cacing dan mikro fauna lainnya pada tanah.

Phospor(P)Tersedia. Seperti IialnyaNitrogen, mεka Phosporjuga merupakan salah satu unsur utama ya.ig sangat dibutuhkan tanaman padi, untuk dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal. Oleh karena itu P mutlak harus tersedia dalam tanah yang akan digunakan untuk menanam padi. Kandungan unsur P pada lahan sawah di Subak Wangaya Betan rata-rata tergolong sangat rendah yaitu 8.06 ppm (Tabel 1) sebelum dilaksanakan pemupukan, namun setelah dilakukan pemupukan terjadi kenaikan P tersedia menjadi 15.50 ppm (Tabel 2). Menunit Wiguna dkk., (2006), beberapa cara yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kandungan P dalam tanah, antara lain dengan menambahkan pupuk organik dan dengan menambahkan bakteri pengurai seperti Bio-Fos. Penambahan Bio-Fos akan sangat efektif apabila dalam tanah masih terdapat unsur P yang non-available, karena Bio-Fos hanya bersifat menambang P yang ada dalam tanah, yang belum tersedia bagi tanaman.

KadarAir(KA) KeringUdara. Kadarairkcring udara tanah menunjukkan kemampuan tanah dalam menyimpan air pada saat tanah ada dalam kondisi kering udara. Hal ini sangat penting untuk diketahui, dalam rangka mengatur air irigasi. Tanah yang memiliki KA kering udara yang tinggi menunjukkan kemampuan tanah menyediakan air bagi tanaman pada saat air irigasi terbatas. Lahan sawah di Subak Wangaya Bctan memiliki KAkcring udara rata-rata sargat rendah yaitu 9.56 % (Tabel I), artinya pada saat tanah ada dalam kondisi kering udara, ternyata tanah masih mampu menyediakan air sebanyak 9.56

% bagi tanaman. Jika air tersebut habis maka tanaman akan menggunakan air yang ada dalam dirinya untuk berbagai kepentingan Gsiologis yang menyebabkan tanaman menjadi layu. Kadar air kering udara tanah perlu ditingkatkan, agar pada saat musim kemarau dan air irigasi terbatas, tanah masih mampu menyumbangkan air yang cukup bagi tanaman. Untuk meningkatkan kemampuan tanah menahan air maka penambahan bahan Oiganik melalui pemupukan dengan pupuk organik mutlak dilakukan. Meningkatnya bahan organik dalam tanah mampu meningkatkan kemampuan tanah untuk mengikat air lebih banyak, hal ini terlihat dari tabel 2, setelah penambahan pupuk organik terjadi peningkatan KA kering udara menjadi 12.79 % dengan kategori sedang (Tabel 2).

Kadar Air (KA) Kapasitas Lapang. Kadar air kapasitas lapang juga merupakan indikator yang sangat penting dalam budidaya tanaman padi. Kemampuan tanah menahan air pada kondisi lapang merupakan hal yang perlu diketahui pelani agar mampu mengatur irigasinya dengan baik. Makin tinggi KA kapasitas lapang tanah, menunjukkan kemampuan tanah untuk menahan air semakin baik, pada kondisi air terbatas, tanah dengan KA kapasitas lapang yang tinggi akan tetap mampu menyediakan air bagi tanaman. Lahan sawah di Subak Wangaya Betan memiliki kemampuan menahan air kurang baik, karena memiliki KA kapasitas lapang rata-rata 32.83 % (Tabel 1). Kondisi ini perlu diwaspadai karena jika terjadi kekurangan air irigasi maka peluang terjadinya kekeringan bagi Ianamanjuga sangat besar. Namun setelah dilakukan pemupukan dengan pupuk organik maka KA kapasitas lapang meningkat menjadi 35.09 % (Tabel 2), hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan tanah menahan air pada kondisi lapang semakin membaik.

Adanya perbaikan kualitas tanah sawah setelah pemberian pupuk organik seperti tercermin dalam Tabel 2, tidak bisa dilepaskan oleh peran dari bahan organik (yang terkandung di dalam pupuk organik) bila ditambahkan ke dalam tanah. Menurut Sudarsono (2006), bahan organik bila diberikan ke dalam tanah, maka dapat memperbaiki sifat fisika, kimia, dan biologi tanah, hal ini disebabkan oleh fungsi dari bahan organik tersebut adalah sebagai berikut. Penganih langsung dari hasil mineralisasi bahan organik sebagai sumber hara N. P, dan mempunyai pengaruh tidak langsung berupa penyediaan N melalui fiksasi N udara, asam-asam

organik yang mempunyai kemampuan membebaskan fosfat yang difiksasi oleh liat, serta pengikatan unsur mikro. Pemberian bahan Organik juga mempengaruhi sifat Gsik (struktur, aerase, water holding caρasity, dan permeabilitas tanah), meningkatkan daya tahan tanah terhadap erosi dengan mengikat air lebih banyak, karena terciptanya granulasi pada tanah. Penambahan bahan organik akan memberikan suplai energi bagi organisme tanah, dan memperbanyak organisme sapropit dengan menekan parasit senyawa-senyawa antibiotik dan asam-asam fenolik, serta mempertinggi ketahanan tanaman terhadap patogen.

Pupuk organik tidak lain adalah bahan organik yang telah mengalami percepatan fermentasi (mineralisasi) akibat bantuan mikroba pengurai yang ditambahkan ke dalam bahan organik, dengan demikian pupuk organik mempunyai karakteristik yang identik dengan bahan organik. Sudarsono (2006) menyatakan lebih lanjut tentang sifat-sifat humus yang terkandung dalam pupuk organik yang dapat meningkatkan kualitas tanah sebagai berikut. Humus dengan warna lebih gelap dibandingkan dengan tanah mineral, berfungsi sebagai fasilitas pemanasan tanah. Mempunyai water holding capasity sampai 20 kali bobotnya, hal ini menyebabkan membantu mencegah pengeringan dan penyusutan tanah, secara nyata meningkatkan sifat menahan kelembaban pada tanah, dengan demikian menjadi buffer untuk kadar air tanah, dan kadar air kapasitas lapang.

Selanjutnya Goenadi (2006) menyatakan, humus yang terkandung dalam pupuk organik berfungsi sebagai penyemen partikel-partikel tanah dalam pembentukan agregat, yang memungkinkan terjadinya aerasi tanah, stabilisasi struktur dan peningkatan permeabilitas tanah. Humus Inengkhelat Cu'2, Mn*2, Zn*2 sehingga menyebabkan pH tanah meningkat, selain itu humus juga bersifat IMiffer pada kisaran pH agak masam, netral, dan alkalin sehingga dapat mempertahankan reaksi uniforni pada tanah. Humus mengkhelat kation-kation polivαlen lain dengan membentuk kompleks stabil, yang dapat meningkatkan unsur hara bagi tanaman termasuk meningkatkan kadar P-tcrsedia tanah. Pupuk organik juga mengandung banyak unsur hara yang telah mengalami mineralisasi seperti CO,, NH/, NOj'∙ PO4 , dan SO42, sehingga mampu meningkatkan unsur hara pada tanah termasuk carbon (C) dan phosfor (P) dalam penelitian ini. Humus mempunyai kelarutan yang rendah, yang disebabkan oleh adanya asosiasi

dengan liat, garam-garam dari katιon-kation ^Wezt dan trivalen. Pupuk organik yang terisolasi secara parsial Ianit dalam air kurang dari 1 per mil tanah (1/ mil tanah), sehingga sangat sedikit pupuk organik yang dapat hilang lewat pelindihan. Humus juga bereaksi dengan senyawa-senyawa organik seperti senyawa Itumik, fu!fik. Iiimatomelanik. karboksilat. fenolik dan lain-lain, sehingga mempengaruhi bioaktivitas, persistensi dan Iiiodegiabilitas yang berakibat mempengaruhi eFcktifitasnya dalam tanah dengan tetap mempertahankan kesuburan tanah. Selain itu humus juga memiliki total asiditas yang tinggi (300 - 400 me/100 g tanah) sehingga dapat meningkatkan Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah sekitar 20 - 70 %, dengan demikian dapat meningkatkan kesuburan tanah. Lebih lanjut Supadma dan arthagama (2008) menyatakan kompos yang bermutu baik semestinya mempunyai nilai KTK yang tinggi.

Perbaikan kualitas tanah di Subak Wangaya Betan sampai saat analisis ini dilakukan, belum mencapai kesempurnaan (optimal) bagi tanaman, kecuali pH tanah yang sudah mencapi nilai optimal yaitu pH netral, pada rentang pH inilah tanaman bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Belum optimalnya kualitas lahan secara keseluruhan, normal saja terjadi mengingat penerapan pupuk organik baru saja dilakukan, kurang lebih baru setahun. Bclum optimalnya kualitas lahan untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, tidak terlepas dari singkatnya waktu antara penerapan pupuk organik dan analisa tanah yang dilakukan. Scmua ini menyebabkan belum optimalnya peruraian dan ketersediaan unsur hara yang di sumbangkan oleh pupuk organik. Hal ini sesuai dengan pendapat Socpardi (1993), bahwa optimalisasi mineralisasi pupuk organik dicapai pada saat 3 kali musim tanam dengan terus menerus dilakukan pemupukan dengan pupuk organik.

  • c.    Perbaikan Ekosistem Sawah

Pelaksanaan pertanian organik di Subak Wangaya Betan. tidak saja berimplikasi terhadap perbaikan kualitas tanah sawah, namun juga berpengaruh terhadap perbaikan ekosistem sawah secara keseluruhan. Dari kualitas lahan sawah yang baik, semua sektor kehidupan di dalam ekosistem sawah dibangkitkan. Sawah sebagai sumber makanan menjadikannya sebagai siklus yang sinambung

sepanjang masa, baik dari padi maupun dari biota yang dihasilkan, sehingga pada akhirnya berimplikasi terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup secara keseluruhan di Subak Wangaya Betan.

Berkaitan dengan terjadinya perbaikan ekosistem sawah, dengan adanya pertanian organik, maka telah terlihat perbedaannya bila dibandingkan dengan keadaan sebelumnya. Saat ini belut, capung, kakui, belauk, capung, cacing, katak dan ular sudah mudah didapatkan. Di sisi lain, sebelum pertanian Organikdilaksanakan solum tanah yang efektif cuma 15 cm dari permukaan tanah dan di bawah lapisan itu sudah terjadi pemadatan, tanah sudah mengeras sehingga akar tanaman tidak bisa tumbuh dengan baik, sekarang tanah sudah gembur sampai ke lapisan bajak (kedalaman 30 cm dari permukaan tanah).

Kehidupan makro dan mikro organisme lahan sawah di Subak Wangaya Betan, menjadi salah satu indikator bahwa kondisi lahan tersebut sudah semakin membaik, baik ditinjau dari segi fisik, kimia, dan biologi tanah. Menurut Soepardi (1993) tanah yang dikatakan subur apabila ketiga faktor baik fisik, kimia, dan biologi tanah berada dalam keseimbangan, bila salah satu dari ketiga faktor di atas berada dalam ketidakseimbangan, maka faktor tersebut akan menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Beranjak dari pernyataan Socpardi di atas, ketiga faktor baik fisik, kimia, dan biologi tanah harus berada dalam keadaan seimbang, faktor yang satu akan mempengaruhi keberadaan dari faktor lainnya. Bila salah satu faktor berada dalam ketidakseimbangan, misalnya kadar unsur hara (faktor kimia) keberadaannya terlalu ekstrem di dalam tanah (bisa tinggi atau rendah sekali), maka hal ini akan menyebabkan faktor biologi tanah, baik makro dan mikro organisme tanah (baik belut, katak, ular, cacing, bakteri dan biota lainnya) akan terganggu kehidupannya. Padahal kehidupan biota tanah tersebut akan mempengaruhi faktor fisik tanah seperti terbentuknya pori-pori tanah, kegemburan tanah, dalamnya solum tanah, permeabilitas tanah, konsistensi tanah. Strukturtanah dan lain-lain. Pada akhirnya kesemuanya itu akan berimplikasi terhadap kesuburan tanah, dan lebih lanjut berimplikasi juga terhadap ekosistem sawah. Ekosistem sawah yang sebelumnya rusak kini telah mengarah menjadi lebih baik, hal ini dapat dilihat dari adanya perbaikan kualitas tanah (Tabel 2), di mana residu bahan kimia

pada tanah sudah tidak mencemari lingkungan dan tidak berdampak buruk pada tanaman.

Diterapkannya pupuk organik dan dihentikannya pemakaian pupuk anorganik dan pestisida secara berkelanjutan, dapat dipastikan kualitas lahan akan terus semakin baik. Seiring dengan itu, terwujudlah kesuburan tanah yang seimbang baik dari segi fisik, kimia, maupun bilogi, sehingga semuanya ini berimplikasi terhadap perbaikan ekosistem sawah secara keseluruhan. Lebih lanjut pemanfaatan limbah, baik limbah temak, limbah pertanian, dan limbah dapur yang dipakai sebagai bahan baku pembuatan pupuk organik serta pakan ternak, menyebabkan lingkungan hidup termasuk lingkungan tempat tinggal petani sudah terbebas dari limbah, yang kebanyakan membawa dampak negatif bagi kehidupan. Baik itu mengganggu estetika (keindahan), kotor, menimbulkan bau menyengat yang tidak diinginkan, serta menjadi media pertumbuhan dari berbagai bakteri patogen yang dapat menimbulkan penyakit bagi manusia. Dengan adanya proses fermentasi limbah, baik menjadi pupuk organik mau pun pakan ternak, maka semua dampak limbah yang tidak menguntungkan tersebut dapat dieleminir.

Perubahan semacam ini dengan adanya pertanian organik, sangat disyukuri oleh petani di Subak Wangaya Betan, mereka berharap keadaan ini tetap dapat dipertahankan dan lestari sepanjang masa, tanpa ada Iagi ide, gagasan, dan tangan-tangan kotor yang mencemari lingkungan hidup mereka. Petani di Subak Wangaya Betan merasa bertanggung jawab atas kerusakan ekosistem sawah yang mereka miliki. Petani di Subak Wangaya Betan merasa terpanggil untuk menala kembali kondisi ekosistem sawahnya agar menjadi lebih baik. Sawah juga merupakan bagian dari alam dan seyogyanya manusia kembali pada kehidupan kosmologis yang bersahabat dengan alam, sebab manusia adalah bagian dari alam. Menunit Mukti (2006) ketika faham yang menempatkan manusia di atas alam mulai dipersoalkan, ajaran dan tradisi kuno yang mengedepankan kearifan kosmologis, dipandang perlu dikembangkan untuk menghasilkan sebuah keseimbangan baru.

Keinginan masyarakat tani di Subak Wangaya Bctan sesuai dengan Deklarasi Ganjuran, sekaligus menandai kelahiran Paguyuban Tani-Nclayan Hari Pangan sedunia, yang memuat pokok-pokok pikiran sebagai berikut (Utomo1 2006). Pertanian organik

merupakan pertanian masa depan, dan kini semakin Iuas berkembang di seluruh muka bumi ini, bukan hanya demi hasil bumi dan makanan yang bermutu, sehat dan aman, tetapi juga demi keselamatan manusia dan masyarakatnya termasuk alam lingkungan. Pelestarian alam kini semakin disadari sebagai kewajiban moral. Gerakan pertanian lestari/ organik bukan seniata-mata gerakan sosial ekonomi, tetapi sekaligus gerakan moral.

Pendapat di atas senada dengan apa yang disampaikan dalam Konferensi Deklarasi Den Bosch yang menyatakan sebagai berikut (Widyanta dan Purwanto. 2008). Perjalanan pertanian modem yang sarat dengan agrokimia di seluruh dunia, dalam kurun waktu 50 tahun ini ternyata telah membunuh bumi dan kaum tani. Sudah saatnya kini beralih pada pembangunan pertanian yang berwawasan lingkungan dengan pola produksi dan konsumsi lestari dengan memberi perhatian pada aneka ragam hayati.

Diterapkannya pertanian organik telah membawa implikasi terhadap perbaikan kualitas Ianah sawah di lokasi penelitian, dan membawa implikasi juga terhadap perbaikan ekosistem sawah, serta mempunyai implikasi lanjutan terhadap perbaikan lingkungan hidup. Implikasi ini merupakan hal yang sangat penting akibat multiflayer efect dari penerapan pertanian organik yang bergulir di Subak Wangaya Bctan.

  • 4.    Simpuian dan Saran

    • 4.1    Simpulan

Berdasarkan pembahasan di atas dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut:

  • 1.    Penerapan pertanian modern yang berbasis agrokimia dalam pertanian dengan pemakaian pupuk anorganik maupun pestisida, ternyata telah menyebabkan terjadinya tekanan ekologis pada lahan sawah. Tekanan ekologis tersebut berupa terjadinya degradasi kualitas tanah i seperti rendahnya pH tanah, N-total tanah. P-tersedia tanah, C-Organik tanah. Daya Hantar Listrik, KadarAir Kering Udara dan KadarAir Kapasitas Lapang, lapisan olah tanah yang sangat dangkal (kurang dari 15 cm dari permukaan tanah) dan di bawahnya sudah terjadi pemadatan. Di samping kualitas tanah menurun, ekosistem tanah sawah di lokasi penelitian juga tidak berada dalam

keseimbangan seperti langkanya makro fauna tanah seperti cacing, keong, l>elauk, belut, katak dan juga ular.

  • 2.    Adanya transformasi pertanian dari pertanian modern ke pertanian organik menyebabkan terjadinya perbaikan kualitas tanah sawah di lokasi penelitian. Penerapan pertanian organik membawa implikasi terhadap perbaikan kualitas lahan baik ditinjau dari segi fisik, kimia, dan biologi tanah. Hal ini ditandai dengan meningkatnya pH tanah, P- tersedia tanah, C-Organik tanah, Kadar Air Kering Udara dan KadarAir Kapasitas Lapang. Solum tanah efektif sudah mencapai 30 cm dari permukaan lapisan tanah. Di samping itu ekosistem tanah sawah di lokasi penelitian juga sudah mulai dalam keseimbangan, ditandai dengan pulihnya kehidupan makro dan mikro fauna tanah.

  • 3.    Penerapan pertanian organik di lokasi Pcnclitianjuga berimplikasi terhadap perbaikan kualitas lingkungan hidup. Hal ini ditandai dengan terbebasnya lingkungan hidup di lokasi penelitian dari beraneka macam limbah, baik limbah ternak, limbah pertanian, dan limbah dapur. Dengan adanya proses fermentasi limbah, baik menjadi pupuk organik maupun pakan ternak, maka semua dampak limbah

yang tidak menguntungkan tersebut dapat dieleminir.

  • 4.2 . Saran

Saran yang dapat diajukan berkenaan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut.

  • 1 . Kepada Menten Pertanian yang berkompeten melahirkan berbagai kebijakan di bidang pertanian, agar secepatnya melahirkan kebijakan-kebijakan yang menunjang dan mempercepat pelaksanaan program "Go Organik 2010“.

  • 2    Bila memungkinkan agar pelaksanaan pertanian organik ini secepatnya digulirkan ke tempat lain, agar secepatnya terjadi perbaikan kualitas lingkungan hidup secara menyeluruh.

Vcapan terimakasih

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada anggota Subak Wangaya Betan, khususnya kepada petani kooperatif I Nengah Suarsana, SH dan kepada ketua subak Wangaya Betan11 Nyoman Suarya1 yang telah sangat kooperatif dalam memberikan informasi kepada penulis selama melalaikan penelitian di Subak Wangaya Belan. Terimakasihjuga kami sampaikan kepada rekan-rekan, dan pihak lain atas partisipasinya sehingga tulisan ini dapat terselesaikan.

Daftar Pustaka

Capra1 F. 2004. Titik Balik Peradaban, Sains, Masyarakat dan Kebangkitan Kebudayaan. Bentang Pustaka1 Yogyakarta.

Gunadi1 D.H. 2006. “Pengelolaan Tanah Sebagai Aset Sumber DayaAIam Tak Terbarukan Melalui Pendekatan Probiotik'*. Dalam Sutanto1 Jusuf1 dan Tim (editor). Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Mukli, K.W.. 2006. ‘’Kearifan Kosmologis”. Dalam Sulanto1 Jusuf, dan Tim (editor). Revitalisasi Perlanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Popkin, S.L. 1979. The Rational Peasant: The Political Economy of Rural Society in Kielnam. Berkely: University OfCaIifornia Press.

Scott, J.C. 1976. The Moral Economy of Peasant: Rebellion and Subsistence in Southeast Asia, New Haven and London: Yale Univcrsily Press.

Soepardi1 G 1993. Sifatdan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sudarsono. 2006. Bahan Organik Tanah. Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Supadma1 A.A.N., dan D.M. Arthagama. 2008. “Uji Formulasi Kualitas Pupuk Kompos yang Bersumber dari Sampah Organik dengan Penambahan Limbah Tcmak Ayam, Sapi, Babi1 dan Tanaman Pahitan". Jurnal Lingkungan Hidup: Bumi Lestari 8(2): 113-121.

Sulanto, R. 2000. Serbuan Industri Pertanian Modern, Dalam Indonesia AbadXXI, Ninok Leksono(Ed). Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Sutanto, R. 2002. Pertanian Organik Menuju Pertanian Alternatif dan Berkelanjutan. Kamisius Yogyakarta.

Utomo, G.P. 2006. “Menjadikan Abad Ke-21 Sebagai Era Kepedulian Kosmik dan Pelestarian Lingkungan Hidup”. Dalam Sutanto, Yusuf, dan Tim (editor). Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. Penerbit Buku Kompas. Jakarta.

Wiguna, I Wayan AIitArtha1 Komang Dana Arsana11 Nyoman Ngurah Arya11 Nyoman Budiana11 Wayan Adi Candra11 Gusti Ngurah Rimbawa11 Gusti Ngurah Penatih, I Ketut Suardana1 Ni Ketut Sudamuni1 Sri Utami Asih. 2006. Transformasi Inovasi Teknologi Pertanian dengan Pendekatan Ecofarming pada Ekosistem Subak di Bali. Laporan Akhir Pengkajian Ekofarniing Tahun Anggaran 2006. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BPTP Bali.

Wiguna11 Wayan Alit Artha1 Komang Dana Arsana1 Edi Susiliwanto, Abdul Rachim11 Nyonian Ngurah Arya1 I Nyoman Budiana1 I Wayan Candra S., I Gusti Ngurah Rimbawa1 Ni Ketut Sudamiini. 2007. Transfonnasi Inovasi Teknologi Pertanian dengari Pendekatan Ecofarming pada Ekosistem Subak di Bali. Laporan Akhir Pengkajian Ekofarming Tahun Anggaran 2007. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian BPTP Bali.

Widyanta1 A.B dan Purwanto1 GS. 2008.44Bermcsra dengan Alam : Membangun Kembali Kearifan Petani”. Majalah BASIS. Pangan Sebagai Gerakan Sosial. Menembus Fakta. Vol. Dua Bulanan No. 05 - 06 : 14-24, Tahun ke-57, Edisi Mei - Juni.

265