PERLINDUNGAN LINGKUNGAN HIDUP DI SEKTOR

PERTANIAN MELALUI PENGEMBANGAN WISATA AGRO

Made Kembar Sri Budhi

Fakultas Ekonomi Universitas Udayana

Abstract

The goal of research was to study alternative ways in order to increasefarmers’ income, environment saving ejforts in the agricultural sector, diversfιcation ofproducts and also to Cjfer tourist destination. These Oljectrves are very important since the interest of people on agricultural economical efforts have being reduced, especially the young generation topursue agricultural business which is inheritedfrom generation to generation. In addition to maintain environmental quality, especially the agricultural sector which grew more and more switchingfunctions, and to provide an alternative model of farming that has to do with tourism businesses to avoid saturation due to recent tourist products related to the needs of nature become a priorities.

The results of the study showed that based on the potential relevant models, to stimulate the agricultural sector, together with efforts to maintain environmental quality, and progress associated with the tourism sector is to develop agro tourism. Many models can be developed both in the context of the open or closed nature tourism, as well as natural or artificial contexts. In order to bring in the expected goal, it is necessary to increase the quantity and quality related to human resources, infrastructure, financing and the commitment of the entire society with the government to develop agro tourism.

Key words: agriculture, environmental rescue, agro tourism

  • 1.    Pendahuluan

Dengan posisi geografis Indonesia yang terletak di daerah katulistiwa serta kondisi alam, hayati, dan budaya yang beragam, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan agrowisata. Kegiatan ini diharapkan di samping dapat meningkatkan pendapatan petani sekaligus melestarikan sumber daya lahan yang ada. Sebagaimana diketahui bahwa penyusutan lahan pertanian produktif setiap tahunnya menunjukkan kecendrungan yang senantiasa meningkat, oleh karenanya perlindungan terhadap lahan yang masih ada serta memperlambat alih fungsi lahan produktif merupakan gejala riil yang mesti diwaspadai bersama {Dasril, 1993, Christanto, 2002).

Kelemahan yang terjadi selama ini dalam pengelolaan sektor pertanian, menyebabkan berkembangnya citra yang kurang menguntungkan dalam pembangunan pertanian, antara lain: (a) Secara sadar ataupun tidak sadar, pembangunan pertanian diidentikkan dengan kegiatan peningkatan produksi

(proses budidaya atau agronomi) semata, serta kurang menekankan pada aspek pasar. (b) Dengan pandangan tersebut, pembangunan pertanian juga seakan terlepas dengan pembangunan sektor-sektor lainnya dan terlepas sebagai bagian dari pembangunan wilayah, dan (c) Perhatian yang besar hanya kepada komoditi tertentu menyebabkan banyak bidang usaha pertanian lain kurang tergarap secara maksimal (Direktorat ProfilAgro Wisata, 2008, BeattiedanTailor, 1994, Debertin, 1986).

Secara konsep dalam pengembangan sektor pertanian dapat dilakukan melalui dua cara yakni: Konsep universal yang dapat ditempuh melalui diversifikasi dan peningkatan kualitas sesuai dengan persyaratan yang diminta konsumen dan pasar global. Serta pada konsep uniqueness, konsumen ditawarkan kepada produk spesifik lokal yang bersifat unik. Salah satu bidang usaha dalam penciptaan pasar yang didasarkan kepada konsep uniqueness adalah usaha wisata agro. Sesuaidenganpotensinya bidang usaha ini belum tergarap secara baik dan

dinilai prospektif sebagai salah satu sumber pertumbuhan baru sektor pertanian (Ave, 2006).

Wisata agro atau agroturisme adalah suatu bentuk kegiatan pariwisata yang memanfaatkan usaha agro (agribisnis) sebagai objek wisata dengan tujuan untuk memperluas pengetahuan, pengalaman, rekreasi dan hubungan usaha di bidang pertanian. Belajar dari kelemahan dari pelaksanaan pembangunan masa lalu pembangunan pertanian saat ini dan ke depan dilakukan melalui pendekatan pembangunan sistem dan usaha agribisnis. Pembangunan sistem agribisnis dapat diartikan sebagai cara pandang (paradigma) baru dari pembangunan pertanian dengan menekankan kepada tiga hal, yaitu Pertama, melalui pembangunan agribisnis, pendekatan pembangunan pertanian ditingkatkan dari pendekatan produksi ke pendekatan yang berdasarkan bisnis. Dengan orientasi kepada bisnis, maka pembangunan usaha bisnis yang berdaya saing dan berkelanjutan menjadi dasar pertimbangan utama. Kedua, dalam pembangunan agribisnis pembangunan pertanian bukan semata pembangunan sektoral namunjuga terkait/ditentukan oleh agroindustri hilir, agroindustri hulu dan lembaga jasa penunjang. DanKetiga, pembangunan pertanian bukan sebagai pembangunan parsial pengembangan komoditas, melainkan sangat terkait dengan pembangunan wilayah, khususnya pedesaan yang berkaitan erat dengan upaya-upaya peningkatan pendapatan masyarakat pertanian serta pelestarian lingkungan (Callaghan, 2002).

Bisnis Bali, 2008, Pembangunan pertanian dalam kerangka sistem agribisnis merupakan suatu rangkaian dan keterkaitan dari : (1) Sub agribisnis hulu (upstream agribusiness) yaitu seluruh kegiatan ekonomi yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer (usahatani); (2) Sub agribisnis usahatani (on-farm agribusiness) atau pertanian primer, yaitu kegiatan yang menggunakan sarana produksi dan sub agribisnis hulu untuk menghasilkan komoditas pertanian primer. Sub ini di Indonesia disebut pertanian; (3) Sub agribisnis hilir (down-stream agribusiness) yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah komoditas pertanian primer menjadi produk olahan baik bentuk produk antara (intermediate product) maupun bentuk produk akhir (finishedproduct); dan (4) Subjasa penunjang yaitu kegiatan yang menyediakan jasa bagi ketiga sub agribisnis di atas (PT Bangkit, 1993).

Pelaku utama agribisnis adalah petani dan dunia usaha meliputi usaha rumah-tangga, usaha kelompok, koperasi, usaha menengah, maupun usaha besar. Pelaku agribisnis tersebut merancang, merekayasa dan melakukan kegiatan agribisnis itu sendiri mulai dari identifikasi pasar yang kemudian diterjemahkan ke dalam proses produksi. Pemerintah memberikan fasilitas dan mendorong berkembangnya usaha-usaha agribisnis tersebut (Rahardjo, 1986, Dibyo Prabowo, 1994, Jonhson, 1975).

Mengacu pada kondisi di atas, di sampingjuga mengingat bahwa sebagian besar penduduk Indonesia masih menggantungkan taraf penghasilannya dari sektor pertanian, maka perlu dilakukan pengkajian terhadap upaya pelestarian sektor pertanian melalui kegiatan produktif yang berkesesuaian dengan alam dan lingkungan Indonesia. Yang mana tujuan utamanya adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat tani, melestarikan lingkungan pertanian, serta merepon keterkaitan yang dapat diciptakan dari perkembangan pariwisata yang sudah ada.

  • 2.    Metodologi

Pengamatan yang dilakukan adalah dengan melihat dan mengkaji secara deskriptif fenomena pertanian di Indonesia, dikaitkan dengan upaya-upaya mengangkat derajat hidup masyarakat tani sesuai kondisi usahatani yang dihadapi, serta mengkaitkannya dengan perkembangan kepariwisataan melalui penelaahan terhadap potensi yang mungkin dapat dikembangkan tanpa merusak tatanan dan subsistem yang sudah tercipta di masyarakat. Dari apa yang diuraikan di atas maka jelaslah bahwa kondisi pertanian yang akan dikaitkan dengan perkembangan pariwisata dengan mengambil seting Indonesia, dengan pertimbangan bahwa keragaman potensi yang dimiliki serta uniknya komoditas yang dimiliki oleh berbagai daerah membuat bahwa alternatif pengembangan dan pelestarian sektor pertanian menjadi penting untuk dianalisis secara deskriptif.

Dengan demikian analisis sepenuhnya menggunakan analisis deskriptif dengan mengkonfir-masikan kepada berbagai kepustakaan dan bahan bacaan terkait yang ada hubungannya sebagai acuan sehingga diharapkan dapat memberikan gambaran kongkrit yangmampu menjembatani keterpurukan sektor pertanian dan perkembanan sektor pariwisata.

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    3.1    Potensi WisataAgro

Antara, 2008 mewartakan bahwa wisata agro merupakan bagian dari objek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai objek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Melalui pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan, disadari dapat meningkatkan pendapatan petani sambil melestarikan sumber daya lahan, serta memelihara budaya maupun teknologi lokal (indigenous knowledge) yang umumnya telah sesuai dengan kondisi lingkungan alaminya.

Wisata agro pada prinsipnya merupakan kegiatan industri yang mengharapkan kedatangan konsumen secara langsung ditempat wisata yang diselenggarakan. Aset yang penting untuk menarik kunjungan wisatawan adalah keaslian, keunikan, kenyamanan, dan keindahan alam. Oleh sebab itu, faktor kualitas lingkungan menjadi modal penting yang harus disediakan, terutama pada wilayah -wilayah yang dimanfaatkan untuk dijelajahi para wisatawan. Menyadari pentingnya nilai kualitas lingkungan tersebut, masyarakat/petani setempat perlu diajak untuk selalu menjaga keaslian, kenyamanan, dan kelestarian lingkungannya (Doll, 1984, Ghatak, 1984, Semaoen, 1992).

Perkembangan pariwisata dunia yang terus meningkat, juga membawa konsekuensi pada tuntutan akan produk pariwisata yang semakin komprehensif dan unik. Preferensi dan motivasi wisatawan berkembang secara dinamis. Kecenderungan pemenuhan kebutuhan dalam bentuk menikmati obyek-obyek spesifik seperti udara yang segar, pemandangan yang indah, pengolahan produk secara tradisional, maupun produk-produk pertanian modern dan spesifik menunjukkan peningkatan yang pesat. Kecenderungan ini merupakan signal tingginya permintaan akan agrowisata dan sekaligus membuka peluang bagi pengembangan produk-produk agribisnis baik dalam bentuk kawasan ataupun produk pertanian yang mempunyai daya tarik spesifik (Bangun, 2008).

Dengan demikian melalui wisata agro bukan semata merupakan usaha/bisnis di bidangjasa yang menjual jasa bagi pemenuhan konsumen akan pemandangan yang indah dan udara yang segar, namun juga dapat berperan sebagai media promosi

produk pertanian, menjadi media pendidikan masyarakat, memberikan signal bagi peluang pengembangan diversifikasi produk agribisnis dan berarti pula dapat menjadi kawasan pertumbuhan baru wilayah. Dengan demikian maka wisata agro dapat menjadi salah satu sumber pertumbuhan baru daerah, sektor pertanian dan ekonomi nasional (Antara, 1999).

Dalam pembangunan pariwisata, objek dan atraksi wisata merupakan sasaran atau fokus utama. Mereka adalah penyebab utama motivasi wisatawan mengunjungi tempat wisata. Alasan lain, karena dalam pengembangannya perlu terfokus secara terpadu. Misalnya, bila daya tarik wisata (atraksi) ingin berhasil jadi tempat kunjungan wisatawan, hendaknya pembangunannya terpadu dengan sarana, prasarana, maupun pengelolaannya yang berhubungan dengan itu.

Pada umumnya objek dan atraksi wisata dapat berupa unsur-unsur budaya seperti kesenian, tari-tarian, monumen-monumen peninggalan sejarah termasuk tempat-tempat peribadatan, makam-makam, adat istiadat masyarakat tertentu, dan lain-lain. Objek lain yang barangkali masih belum atau kurang terjamah banyak, adalah objek wisata alam yang meliputi banyak hal. Misalnya keadaan iklim tropis yang dimiliki tanah air kita, udara panas, sejuknya alam pergunungan, tanah dan pemandangan (land configuration and landscape), sungai, danau, pantai, sumber air panas, hutan belukar, komoditas pertanian dan kelautan, serta berbagai jenis flora dan fauna. Beberapa bentuk wisata alam yang berdasarkan komoditas pertanian dan kelautan adalah Wisata Pertanian, termasuk di dalamnya Wisata Bahari, Wisata Kebun, Wisata Buah-buahan dan lain-lain (Harun, Rochajat, 2008, Cai, 2002).

Pengembangan wisata agro dapat diarahkan dalam bentuk ruangan tertutup (seperti museum), ruangan terbuka (taman atau lansekap), atau kombinasi antara keduanya. Tampilan wisata agro ruangan tertutup dapat berupa koleksi alat-alat pertanian yang khas dan bernilai sejarah atau naskah dan visualisasi sejarah penggunaan lahan maupun proses pengolahan hasil pertanian. Wisata agro ruangan terbuka dapat berupa penataan lahan yang khas dan sesuai dengan kapabilitas dan tipologi lahan untuk mendukung suatu sistem usahatani yang efektif dan berkelanjutan. Komponen utama pengembangan agrowisata ruangan terbuka dapat berupa flora dan fauna yang dibudidayakan maupun

liar, teknologi budi daya dan pascapanen komoditas pertanian yang khas dan bernilai sejarah, atraksi budaya pertanian setempat, dan pemandangan alam berlatar belakang pertanian dengan kenyamanan yang dapat dirasakan. Agrowisata ruangan terbuka dapat dilakukan dalam dua versi/pola, yaitu alami dan buatan.

  • 1) . AgrowisataRuangTerbukaAlami

Objek agrowisata ruangan terbuka alami ini berada pada areal di mana kegiatan tersebut dilakukan langsung oleh masyarakat petani setempat sesuai dengan kehidupan keseharian mereka. Masyarakat melakukan kegiatannya sesuai dengan apa yang biasa mereka lakukan tanpa ada pengaturan dari pihak lain. Untuk memberikan tambahan kenikmatan kepada wisatawan, atraksi-atraksi spesifik yang dilakukan oleh masyarakat dapat lebih ditonjolkan, namun tetap menjaga nilai estetika alaminya. Sementara fasilitas pendukung untuk pengamanan wisatawan tetap disediakan sejauh tidak bertentangan dengan kultur dan estetika asli yang ada, seperti sarana transportasi, tempat berteduh, sanitasi, dan keamanan dari binatang buas. Contoh agrowisata terbuka alami adalah kawasan Suku Baduy di Pandeglang dan Suku Naga di Tasikmalaya, Jawa Barat; Suku Tengger di Jawa Timur; Bali dengan teknologi subaknya; dan Papua dengan berbagai pola atraksi pengelolaan lahan untuk budi daya umbi-umbian.

  • 2) . Agrowisata Ruang Terbuka Buatan

Kawasan agrowisata ruang terbuka buatan ini dapat didesain pada kawasan-kawasan yang spesifik, namun belum dikuasai atau disentuh oleh masyarakat adat. Tata ruang peruntukan lahan diatur sesuai dengan daya dukungnya dan komoditas pertanian yang dikembangkan memiliki nilai jual untuk wisatawan. Demikian pula teknologi yang diterapkan diambil dari budaya masyarakat lokal yang ada, diramu sedemikian rupa sehingga dapat menghasilkan produk atraksi agrowisata yang menarik. Fasilitas pendukung untuk akomodasi wisatawan dapat disediakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat modern, namun tidak mengganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Kegiatan wisata ini dapat dikelola oleh suatu badan usaha, sedang pelaksana atraksi parsialnya tetap dilakukan oleh petani lokal yang memiliki teknologi yang diterapkan.

Atraksi wisata pertanian juga dapat menarik pihak lain untuk belajar atau magang dalam

pelaksanaan kegiatan budi daya ataupun atraksi-atraksi lainnya, sehingga dapat menambah pendapatan petani, sekaligus sebagai wahana alih teknologi kepada pihak lain. Hal seperti ini telah dilakukan oleh petani di Desa Cinagara, Sukabumi dengan “Karya Nyata Training Centre”. Pada kegiatan magang ini, seluruh petani dilibatkan secara langsung, baik petani ikan, padi sawah, hortikultura, peternakan, maupun perkebunan.

PotensiAgrowisata yang sangat tinggi ini belum sepenuhnya dikembangkan dan dimanfaatkan secara optimal. Untuk itu, perlu dirumuskan langkah-langkah kebijakan yang konkrit dan operasional guna tercapainya kemantapan pengelolaan Objek Wisata Agro di era globalisasi dan otonomi daerah. Sesuai dengan keunikan kekayaan spesifik lokasi yang dimiliki, setiap daerah dan setiap obyek Agrowisata dibutuhkan kerjasama sinergis di antara pelaku yang terlibat dalam pengelolaan Agrowisata, yaitu masyarakat, swasta dan pemerintah. Dan yang terpenting adalah adanya suatu persepsi dan komitmen yang sama serta kompak untuk meletakkan landasan kongkrit pada tujuan yang dikehendaki bersama. Selama ini komitmen tersebut lebih banyak hanya sebatas wacana, tanpa adanya tindak lanjut riil yang benar-benar menukik terhadap permasalahan dasar yang akan dikembangkan. Fenomena seperti ini bisajadi mengakibatkan sikap ketidak pedualian terhadap upaya-upaya yang dilakukan oleh berbagai pihak.

  • 3.2    Strategi Pengembangan

Berdasarkan atas potensi yang dimikili, dan melihat prospek dari wisata agro ke depan maka bebepara aspek yang perlu dipersiapkan dan diperhatikan meliputi:

  • 1) . SumberdayaManusia

Effendi, 1993 menyitir sumberdaya manusia mulai dari pengelola sampai kepada masyarakat berperan penting dalam keberhasilan pengembangan wisata agro. Kemampuan pengelola wisata agro dalam menetapkan target sasaran dan menyediakan, mengemas, menyajikan paket-paket wisata serta promosi yang terus menerus sesuai dengan potensi yang dimiliki sangat menentukan keberhasilan dalam mendatangkan wisatawan. Dalam hal ini keberadaan/ peran pemandu wisata dinilai sangat penting. Kemampuan pemandu wisata yang memiliki pengetahuan ilmu dan keterampilan menjual produk

wisata sangat menentukan. Pengetahuan pemandu wisata seringkali tidak hanya terbatas kepada produk dari obyek wisata yang dijual tetapijuga pengetahuan umum terutama hal-hal yang lebih mendalam berkaitan dengan produk wisata tersebut Abdon, 2003, Bellante, 2008).

Ketersediaan dan upaya penyiapan tenaga pemandu agrowisata saat ini dinilai masih terbatas. Padajenjang pendidikan formal seperti pendidikan pariwisata, mata ajaran agrowisata dinilai belum memadai sesuai dengan potensi agrowisata di Indonesia. Sebaliknya pada pendidikan pertanian, mata ajaran kepariwisataan juga praktis belum diajarkan. Untuk mengatasi kesenjangan tersebut pemandu agrowisata dapat dibina dari pensiunan dan atau tenaga yang masih produktif dengan latar belakang pendidikan pertanian atau pariwisata dengan tambahan kursus singkat pada bidang yang belum dikuasainya.

  • 2) . Promosi

Kegiatan promosi merupakan kunci dalam mendorong kegiatan agrowisata. Informasi dan pesan promosi dapat dilakukan melalui berbagai cara, seperti melalui leaflet, booklet, pameran, cinderamata, mass media (dalam bentuk iklan atau media audiovisual), serta penyediaan informasi pada tempat publik (hotel, restoran, bandara dan lainnya). Dalam kaitan ini keijasama antara obyek agrowisata dengan Biro Perjalanan, Perhotelan, dan Jasa Angkutan sangat berperan. Salah satu metoda promosi yang dinilai efektif dalam mempromosikan obyek wisata agro adalah metoda “ tasting ”, yaitu memberi kesempatan kepada calon konsumen/wisatawan untuk datang dan menentukan pilihan konsumsi dan menikmati produk tanpa pengawasan berlebihan sehingga wisatawan merasa betah. Kesan yang dialami promosi ini akan menciptakan promosi tahap kedua dan berantai dengan sendirinya.

  • 3) . SumberdayaAlam dan Lingkungan

Sebagai bagian dari usaha pertanian, usaha agrowisata sangat mengandalkan kondisi sumberdaya alam dan lingkungan. Sumberdaya alam dan lingkungan tersebut mencakup sumberdaya obyek wisata yang dijual serta lingkungan sekitar termasuk masyarakat. Untuk itu upaya mempertahankan kelestraian dan keasrian sumberdaya alam dan lingkungan yang dijual sangat

menentukan keberlanjutan usaha agrowisata. Kondisi lingkungan masyarakat sekitar sangat menentukan minat wisatawan untuk berkunjung. Sebaik apapun obyek wisata yang ditawarkan namun apabila berada ditengah masyarakat tidak menerima kehadirannya akan menyulitkan dalam pemasaran obyek wisata. Antara usaha agrowisata dengan pelestarian sumberdaya alam dan lingkungan terdapat hubungan timbal balik yang saling menguntungkan. Usaha agrowisata berkelanjutan membutuhkan terbinanya sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari, sebaliknya dari usaha bisnis yang dihasilkannya dapat diciptakan sumberdaya alam dan lingkungan yang lestari.

Usaha agrowisata bersifat jangka panjang dan hampir tidak mungkin sebagai usahajangka pendek, untuk itu segala usaha perlu dilakukan dalam perspektif jangka panjang. Sekali konsumen/ wisatawan mendapatkan kesan buruknya kondisi sumberdaya wisata dan lingkungan, dapat berdampak jangka panjang untuk mengembalikannya. Dapat dikemukakan bahwa agrowisata merupakan usaha agribisnis yang membutuhkan keharmonisan semua aspek.

  • 4) . Dukungan Sarana dan Prasarana

Kehadiran konsumen/wisatawan juga ditentukan oleh kemudahan-kemudahan yang diciptakan, mulai dari pelayanan yang baik, kemudahan akomodasi dan transportasi sampai kepada kesadaran masyarakat sekitarnya. Upaya menghilangkan hal-hal yang bersifat formal, kaku dan menciptakan suasana santai serta kesan bersih dan aman merupakan aspek penting yang perlu diciptakan.

  • 5) . Kelembagaan

Pengembangan agrowisata memerlukan dukungan semua pihak pemerintah, swasta terutama pengusaha agrowisata, lembaga yang terkait seperti perjalanan wisata, perhotelan dan lainnya, perguruan tinggi serta masyarakat. Pemerintah bertindak sebagai fasilitator dalam mendukung berkembangnya agrowisata dalam bentuk kemudahan perijinan dan lainnya. Intervensi pemerintah terbatas kepada pengaturan agar tidak terjadi iklim usaha yang saling mematikan. Untuk itu kerjasama baik antara pengusaha obyek agrowisata, maupun antara obyek agrowisata dengan lembaga pendukung (perjalanan

wisata, perhotelan dan lainnya) sangat penting. Terobosan kegiatan bersama dalam rangka lebih mengembangkan usaha agro diperlukan

  • 4.    Penutup

    4.1 . Simpulan

Bertitik tolak dari berbagai kelemahan dan potensi yang dimiliki sektor pertanian, serta upaya untuk pengembangan dan pelestarian sektor pertanian dalam kaitan agribisnis untuk menunjang pengembangan pariwisata maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

  • 1)    Kondisi alam Indonesia sedemikian rupa, kekayaan alam dan keanekaragaman flora dan faunanya, maka wisata agro sangat prospek untuk diejawantahkan.

  • 2)    Kenyataan petani yang memiliki lahan sempit serta adanya gejala penggunaan lahan yang melebihi daya dukungnya, maka adanya alternatif pemanfaatan lahan yang berorientasi kepada kepentingan wisata sangat baik untuk dilakukan.

  • 3)    Potensi objek wisata dapat dibedakan menjadi objek wisata alami dan buatan manusia. Objek wisata alami dapat berupa kondisi iklim (udara bersih dan sejuk, suhu dan sinar matahari yang nyaman, kesunyian), pemandangan alam (panorama pegunungan yang indah, air terjun, danau dan sungai yang khas), dan sumber air

kesehatan (air mineral, air panas). Objek wisata buatan manusia dapat berupa fasilitas atau prasarana, peninggalan sejarah dan budidaya, pola hidup masyarakat dan taman-taman untuk rekreasi atau olahraga.

  • 4)    Bahwa wisata agro di samping mampu mendiversifikasi objek wisata, meningkatkan pendapatan petani sekaligus juga mampu mengajak petani secara langsung untuk menjaga dan melestarikan sektor pertanian.

  • 4.2    Saran

Pada kesempatan ini untuk pengembangan wisata agro yang berkelanjutan, maka hal-hal yang segera perlu mendapatkan penangan meliputi:

  • 1)    Belum tersusunnya wisata agro dalam satu paket yang menarik dengan transportasi dan akomodasi yang lengkap membuat sektor ini belum berkembang dengan baik.

  • 2)    Kurangnya biaya yang dialokasikan untuk sektor ini, menjadi masalah lain untuk dapat mengembangkan wisata agro dalam satu paket menarik.

  • 3)    Kesadaran masyarakat yang belum maksimal

  • 4)  Lemahnya sumber daya manusia yang berkaitan

dengan pengembangan wisata agro, sehingga ke depan perlu terus ditingkatkan kualitasnya.

  • 5)    Perlunya penciptaan kondisi sedemikian rupa agar tercipta keterkaitan yang langsung dan erat antara sektor pertanian dengan sektor lainnya.

Daftar Pustaka

Harun, Rochajat. 2008. Mengembangkan AgrowLsalafWisala Pertanian), WWW.KabarIndonesia.Com didownload tanggal 29 Maret 2008.

--------------------.2008. Direktori WisataAgro Indonesia didownload tanggal 29 Maret 2008.

Abdon-Nababan. 2003. Otonomi Asli dan Hak MA, Celebes Jurnal On Line, jaringan Jurnal Advokasi Lingkungan di download tanggal 15 Desember 2006

Antara, Made. 1999. Dampak Pengeluaran Pemerintah dan Wisatawan Terhadap Kineija Perekonomian Bali: Pendekatan SAM, program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor, Disertasi.

Ave, Joop. 2006. “Peran Strategis Sektor Pariwisata dalam Pembangunan Ekonomi Nasional”. Makalah disampaikan pada acara Seminar dan Diskusi terfokus ISEI: Sektor Jasa sebagai Motor Penggerak Ekonomi Daerah. Diadakan tanggal 18 Mei 2006, Denpasar.

Bangun, Nur Cahaya. 2008. Agrowisata, Pariwisata Alternatif. Thesis, USU Universitas Sumatera Utara.

Beattie, RBruce dan Taylor C. Robert. 1994. EkonomiProduksi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Bellante, Don dan Jackson, Mark. 1983. Ekonomi Ketenagakerjaan. Terjemahan Wimanjaya K. Liotohe dan M. Yasin, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

Bisnis Bali. 2008. Pariwisata Bali, Pengembangan Pertanian Beri Nilai Tambah UntukPariwisata. Bisnis Bali, Denpasar.

Cai, Junning dan Ping Sun Leung.2002. “The Linkage OfAgriculture to Hawaii’s Economy” dalam Cooperative Extension Service, College OfTropicalAgriculture and Human Resources, University of Hawaii.

Callaghan, O. B. Andreoso dan Guoqiang Yue. 2002. “Intersectoral Linkage and Key Sectors in China 1987 - 1997: AnApplicationofInput-Output Linkage Analysis”. http:Zwww.jstor.org. MonFeb 5 12:09:00 2007.

Christanto, Joko. 2002. Otonomi Daerah dan Skenario Indonesia 2010 Dalam Konteks Pembangunan Daerah Dengan Pendekatan Kewilayahan. Makalah Falsafah Sains Program Pascasarjana IPB Bogor, Januari 2003.

Dasril, A.S.N.1993. Pertumbuhan dan Perubahan StrukturProduksi Sektor Pertanian Dalam Industrialisasi Di Indonesia, 1971-1990. Disertasi Doktor pada Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Debertin, David L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan Publishing Company, New York.

Dibyo Prabowo.1994. Penguasaan Tanah Dalam Program Tebu Rakyat Intensifikasi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Doll P. Jhon dan Orazem, Frank. 1984. Production Economics. New York - Chichester - Brisbane - Toronto - Singapore: John Wiley and Sons

Effendi, Tadjuddin Noer. 1993. Sumber Daya Manusia Peluang Kerja Dan Kemiskinan. PT Tiara Wacana, Yogyakarta.

Ghatak, Subrata and Kent Ingersent. 1984. Agriculture and Economic Development. The Johns Hopkins University Press, Baltimore.

Johnson, F.B. dan P. Kilby, 1975. Agricultural and Structural Transformation: Economic Strategies in Late Developing Countries. Oxford University Press.

PT Bangkit. 1993. Permodalan Agribisnis. Editor M Aziz, Bangkit, Jakarta.

Rahardjo, M. Dawam. 1986. Transforasi Pertanian, Industrialaisasi. Penerbit Universitas Indonesia (UI Press), Jakarta.

Semaoen, Iksan. 1992. Ekonomi Produksi Pertanian Teori dan Aplikasi. Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) Cabang Jakarta, Jakarta.

104