AKUNTANSI LINGKUNGAN DAN TRIPLE BOTTOM LINE ACCOUNTING: PARADIGMA BARU AKUNTANSI BERNILAI TAMBAH
on
AKUNTANSI LINGKUNGAN DAN TRIPLE BOTTOM LINE ACCOUNTING: PARADIGMA BARU AKUNTANSI BERNILAI TAMBAH
I Wayan Suartana
Fakultas Ekonomi Unud
Email: suarkl5@yahoo.com
Abstract
Every organization is an open system that has interaction and synergy with society and people. Most corporate or organization operate in a social, economic, technological, and political/social change brings both opportunities and threats. However, there is interdependence between business, regulation, and society in the need of a stable environment with an educated workforce. The corporate objective and principles is not only creating profit, but also that have impact on society and environment. Corporate and organization can implement the integration among economic, social and environmental aspect with social responsibility and triple bottom line accounting (TBLA). TBLA item is social accounting, ecological accounting, and economic accounting.
Key words : environmental accounting, corporate social responsibility, triple bottom line accounting
Perekonomian dunia saat ini tengah mengalami masa-masa keterpurukan. Kejadiannya bermula dari krisis finansial yang melanda lembaga-lembaga investasi di Amerika Serikat seperti Lehman Brothers yang terlalu longgar menggunakan transaksi derivatifnya untuk pertumbuhan laba. Klaim ekonomi pasar yang kuat ternyata hanya bagai gelembung sabun yang tidak punya volume. Manakala mengalami masalah maka itu bagaikan virus yang menyebar ke mana-mana.
Sudah sejak lama peran dan posisi akuntan menjadi sasaran kritik masyarakat pada umumnya, para pemnagku kepentingan dan dunia usaha pada khususnya. Sering kali, yang menjadi sasaran utama adalah keterlibatannya dalam mekanisme pengendalian di mata masyarakat sosial yang sarat dengan konflik-konflik kepentingan ekonomi dan politik. Lebih lanjut ada indikasi, kasus-kasus kecurangan pelaporan akuntansi dalam tahun-tahun belakangan ini memberikan bukti lebihjauh tentang kegagalan audit yang membawa akibat serius bagi masyarakat bisnis dan pemangku kepentingan lainnya. Kasus seperti itu terjadi pada Enron, Global
Crossing, Worldcom di Amerika Serikat yang mengakibatkan kekacauan dalam pasar modal. Meski beberapa salah saji yang terjadi belum tentu terkait dengan kecurangan, tetapi faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan kecurangan oleh manajemen terbukti ada pada kasus-kasus ini.
Banyak perusahaan dan organisasi bisnis lainnya yang menerapkan konsep maksimalisasi laba dan pemupukan modal (salah satu dari konsep yang dianut kaum kapitalis) namun bersamaan dengan itu mereka telah melanggar konsensus dan prinsip-prinsip maksimalisasi laba itu sendiri. Prinsip-prinsip yang dilanggar tersebut antara lain adalah kaidah biaya ekonomi (economic cost), biaya akuntansi (accounting cost) dan biaya kesempatan (opportunity cost). Perusahaan terlalu rakus dan ambisius meraih laba. Implikasi dari pelanggaran (mesti sebatas persepsi etika) terhadap prinsip-prinsip tersebut diantaranya adalah terbengkalainya pengelolaan (manajemen) lingkungan dan rendahnya tingkat kinerja lingkungan serta rendahnya minat perusahaan terhadap konservasi lingkungan. Pelanggaran terhadap opportunity cost misalnya, telah memberi dampak yang signifikan bagi keberlanjutan (sustainability) lingkungan global. Isu pemanasan global (global warming) telah menjadi
berita sehari-hari sekarang, terkait wacana orang tentang lingkungan. Lalu, apa yang bisa dilakukan oleh akuntansi.
Sistem informasi akuntansi lingkungan yang digunakan perlu dirancang dengan pendekatan analisis sistemik, terukur dan metodik. Dengan akuntansi lingkungan, perusahaan dapat melakukan efisiensi dan peningkatan kualitas pelayanan secara berkelanjutan. Selain itu, pembebanan biaya lingkungan yang terjadi pada setiap produk dapat dihitung secara tepat sehingga perhitungan harga pokok produk dapat lebih realistis dan manusiawi. Perusahaan adalah suatu bentuk organisasi yang melakukan kegiatan dengan menggunakan sumber daya yang terbatas untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Organisasi yang berorientasi pada laba akan berusaha menggunakan sumber daya yang dimilikinya semaksimal mungkin untuk memperoleh laba demi kelangsungan hidupnya sehingga berakibat pada dampak lingkungan. Kerusakan lingkungan adalah dampak inheren bila perusahaan sangat bernafsu untuk mengejar laba dan pemupukan modal.
Perusahaan didirikan dengan maksud untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu untuk semua pemangku kepentingan. Dalam mencapai tujuan tersebut, perusahaan selalu berinteraksi dengan lingkungannya sebab lingkungan memberikan andil dan kontribusi bagi perusahaan atau organisasi. Terjadi pergeseran paradigma tujuan perusahaan. Pertama, pandangan konvensional, yaitu menggunakan laba sebagai ukuran mutlak kinerja perusahaan. Perusahaan dengan kinerja dan profit yang tinggi adalah perusahaan yang mampu memperoleh laba maksimal untuk kesejahteraan pemangku kepentingan. Kedua, pandangan modern, yaitu tujuan perusahaan tidak hanya mencapai laba maksimal tetapi juga kesejahteraan sosial dan lingkungannya (selanjutnya disebut tri bottom line accounting atau disingkat TBLA). Pandangan ini sekarang telah menjadi arus utama dan isu yang sangat strategis.
Akuntansi lingkungan merupakan bidang ilmu akuntansi yang berfungsi dan mengidentifikasikan, mengukur, menilai, dan melaporkan akuntansi lingkungan. Pengertian ini sesungguhnya sama dengan definisi dari sebuah standar akuntansi. Bisa saja, pada masa yang akan datang ada yang disebut standar akuntansi lingkungan. Dalam hal ini, pencemaran dan limbah produksi merupakan salah
satu contoh dampak negatif dari operasi perusahaan yang memerlukan sistem akuntansi lingkungan sebagai kontrol terhadap tanggung jawab perusahaan sebab pengelolaan limbah yang dilakukan oleh perusahaan memerlukan pengukuran, penilaian, pengungkapan dan pelaporan biaya pengelolaan limbah dari hasil kegiatan operasional perusahaan. Perhitungan biaya dalam penanganan limbah tersebut diperlukan adanya perlakuan akuntansi yang tersistematis dan terukur. Perlakuan terhadap masalah penanganan limbah hasil operasional perusahaan ini menjadi sangat penting dalam kaitannya sebagai sebuah kontrol tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungannya. Proses pengukuran, penilaian, pengungkapan dan penyajian informasi perhitungan biaya pengelolaan limbah tersebut merupakan masalah akuntansi yang menarik untuk dilakukan dikaji.
Tujuan dari tulisan ini adalah memaparkan secara normatif deskriptif konsep-konsep mengenai akuntansi lingkungan dan triple bottom line accounting yang sekarang ini telah menjadi paradigma baru dalam pengelolaan entitas bisnis dan organisasi. Organisasi bisnis dan sektor publik diyakini tidak akan memiliki keberlanjutan, bila dalam prinsip-prinsip hidupnya tidak memegang teguh kepedulian terhadap lingkungan.
Akuntansi lingkungan adalah suatu istilah yang berupaya untuk mengelompokkan pembiayaan yang dilakukan perusahaan dan pemerintah dalam melakukan konservasi lingkungan ke dalam pos lingkungan dan praktik bisnis perusahaan. Kegiatan konservasi lingkungan ini pada akhirnya akan muncul biaya lingkungan yang harus ditanggung oleh pihak hotel. Akuntansi lingkunganjuga dapat dianalogikan sebagai suatu kerangka kerja pengukuran yang kuantitatif terhadap kegiatan konservasi lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi. Menurut Lindrianasari (2007), aktivitas yang dapat dilakukan sehubungan dengan konservasi lingkungan yaitu:
-
1) konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh terhadap kesehatan mahluk hidup dan lingkungan hidup yang berasal dari polusi udara, polusi air, pencemaran tanah, kebisingan, getaran, bau busuk dan lain sebagainya;
-
2) konservasi terhadap kondisi yang berpengaruh secara menyeluruh seperti pemanasan global, penipisan lapisan ozon, serta pencemaran air laut;
-
3) konservasi terhadap sumberdaya (termasuk air). Konservasi ini dapat dilakukan dengan cara mengurangi penggunaan bahan kimia yang dapat mencemari lingkungan, mengendalikan sampah dari kegiatan produksi perusahaan, penggunaan material dari hasil daur ulang.
Akuntansi lingkungan adalah biaya-biaya lingkungan yang dimasukkannya ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau lembaga pemerintah. Menurut Badan Perlindungan Lingkungan Amerika Serikat atau United States Environment Protection Agency (US EPA) dalam Ikhsan (2008)), akuntansi lingkungan merupakan fungsi yang menggambarkan biaya-biaya lingkungan yang harus diperhatikan oleh pemangku kepentingan perusahaan di dalam pengidentifikasian cara-cara yang dapat mengurangi atau menghindari biaya-biaya pada waktu yang bersamaan dengan usaha memperbaiki kualitas lingkungan. Oleh karena itu akuntansi lingkungan mempunyai pengertian yang sama dengan akuntansi biaya lingkungan yaitu sebagai penggabungan informasi manfaat dan biaya lingkungan ke dalam praktik akuntansi perusahaan atau pemerintah dengan mengidentifikasikan cara-cara yang dapat mengurangi atau menghindari biaya perbaikan lingkungan. Pengembangan akuntansi lingkungan tersebut mempunyai tujuan untuk menempatkan: (1) akuntansi lingkungan sebagai alat manajemen lingkungan, dan (2) menjadikan akuntansi lingkungan sebagai alat komunikasi perusahaan dengan masyarakat. Penggunaan konsep akuntansi lingkungan bagi perusahaan dapat: (1) meminimalkan persoalan lingkungan yang dihadapinya, dan (2) meningkatkan efisiensi pengelolaan lingkungan merlalui penilaian kegiatan lingkungan dari sudut pandang biaya lingkungan (environmental cost) yang dikeluarkan dengan manfaat yang didapat oleh perusahan atau efek yang ditimbulkan (Arfan, 2008).
Berry dan Rondinelly (1998) dalam Ja’far dan Arifah (2006), mensinyalir ada beberapa kekuatan yang mendorong perusahaan untuk melakukan tindakan manajemen lingkungan. Faktor-faktor tersebut meliputi:
-
1) regulatory demand. Tanggung jawab perusahaan terhadap lingkungan muncul sejak
30 tahun terakhir ini, setelah masyarakat meningkatkan tekanannya kepada pemerintah untuk menetapkan peraturan pemerintah sebagai dampak meluasnya polusi. Sistem pengawasan manajemen lingkungan menjadi dasar untuk skor lingkungan, seperti programprogram kesehatan dan keamanan lingkungan. Perusahaan merasa penting untuk bisa mendapatkan penghargaan di bidang lingkungan, dengan berusaha menerapkan prinsip-prinsip TQEM (Total Quality Environmental Management) secara efektif, misalnya dengan penggunaan tehnologi pengontrol polusi melalui penggunaan clean technology. Di sisi lain, berbagai macam regulasi tentang lingkungan belum mampu menciptakan win-win solution diantara pihak terkait dalam menciptakan inovasi dan persaingan serta tingkat produktivitas yang tinggi terhadap seluruh perusahaan.
-
2) Cost factors. Adanya komplain terhadap produk-produk perusahaan, akan membawa konsekwensi munculnya biaya pengawasan kualitas yang tinggi, karena semua aktivitas yang terlibat dalam proses produksi perlu dipersiapkan dengan baik. Hal ini secara langsung akan berdampak pada munculnya biaya yang cukup tinggi, seperti biaya sorting bahan baku, biaya pengawasan proses produksi, dan biaya pengetesan. Konsekuensi perusahaan untuk mengurangi polusi juga berdampak pada munculnya berbagai biaya, seperti penyediaan pengolahan limbah, penggunaan mesin yang clean technology, dan biaya pencegahan kebersihan.
-
3) Stakeholder forces. Strategi pendekatan proaktif terhadap manajemen lingkungan dibangun berdasarkan prinsip-prinsip manajemen, yakni mengurangi waste dan mengurangi biaya produksi, demikian juga respond terhadap permintaan konsumen dan stakeholder. Perusahaan akan selalu berusaha untuk memuaskan kepentingan stakeholder yang bervariasi dengan menemukan berbagai kebutuhan akan manajemen lingkungan yang proaktif.
-
4) Competitive requirements. Semakin
berkembangnya pasar global dan munculnya berbagai kesepakatan perdagangan sangat berpengaruh pada munculnya gerakan
standarisasi manajemen kualitas lingkungan. Persaingan nasional maupun internasional telah menuntut perusahaan untuk dapat mendapatkanjaminan dihidang kualitas, antara lain seri ISO 9000. Sedangkan untuk seri ISO 14000 dominan untuk standar internasional dalam sistem manajemen lingkungan. Keduanya memiliki perhedaan dalam kriteria dan kehutuhannya, namun dalam pelaksanaannya saling terkait, yakni dengan mengintegrasikan antara sistem manajemen lingkungan dan sistem manajemen perusahaan. Untuk mencapai keunggulan dalam persaingan, dapat dilakukan dengan menerapkan aliansi hijau. Aliansi hijau merupakan partner diantara pelaku hisnis dan kelompok lingkungan untuk mengintegrasikan antara tanggungjawah lingkungan perusahaan dengan tujuan pasar.
Motivasi eksternalitas mengkondisikan perusahaan dan organisasi untuk melakukan pengelolaan lingkungan secara proaktif. Sistem manajemen proaktif merupakan sistem manajemen lingkungan yang komprehensif yang paling tidak terdiri dari desain lingkungan, stewardship dan akuntansi full-costing.
Desain lingkungan, merupakan hagian yang tidak terpisahkan dari proses pencegahan polusi dalam manajemen lingkungan proaktif. Perusahaan sering dihadapkan pada pemhorosan hiaya dalam mendesain produk, misalnya produk tidak dapat dirakit kemhali, diperhaiki kemhali, dan didaur ulang. Desain lingkungan dimaksudkan untuk mengurangi hiaya pemrosesan kemhali dan mengemhalikan produk ke pasar secara lehih cepat dan ekonomis.
Stewardship merupakan praktik-praktik yang dilakukan untuk mengurangi risiko terhadap lingkungan melalui masalah-masalah dalam desain, manufaktur, distrihusi, pemakaian atau penjualan produk. Di heherapa negara telah muncul peraturan hahwa perusahaan hertanggung jawah untuk melakukan reclaim, recycling dan re-manufacturing produk mereka. Dengan menggunakan lfe-cycle-assesment (LCA) dapat ditentukan cara-cara perusahaan dalam mengurangi atau mengelimasi waste dalam seluruh tahapan, mulai dari hahan mentah, produksi, distrihusi dan penggunaan oleh konsumen (Dias et al, 2004).
Full costing merupakan konsep pengungkapan hiaya lingkungan yang secara langsung akan
herpengaruh terhadap individu, masyarakat dan lingkungan yang hiasanya tidak mendapatkan perhatian dari perusahaan atau organisasi. Full cost accounting herusaha mengidentifikasi dan mengkuantifikasi kinerja hiaya lingkungan sehuah produk, proses produksi dan sehuah proyek dengan mempertimhangkan empat macam hiaya, yaitu : (1) hiaya langsung, seperti hiaya tenaga kerja, hiaya modal dan hiaya hahan haku. (2) hiaya tidak langsung, seperti hiaya pemantauan dan pelaporan. (3) hiaya tidak menentu, misalnya hiaya perhaikan. (4) hiaya yang tidak kelihatan, seperti good will.
Praktik-praktik akuntansi konvensional seringkali melihat hiaya lingkungan sehagai hiaya rutin hisnis, meskipun hiaya-hiaya tersehut signifikan, meliputi :hiaya sumher daya alam, yaitu mereka yang secara langsung herhuhungan dengan produksi dan mereka yang terlihat dalam operasi hisnis umum, pengolahan limhah, dan hiaya pemhuangan. Biaya untuk menjaga reputasi lingkungan, dan hiaya memhayar premi asuransi lingkungan. Dalam hanyak kasus, hiaya-hiaya lingkungan seperti yang herkaitan dengan sumherdaya alam (energi, udara, air) dimasukkan ke dalam satu jalur ‘hiaya administrasi’ yang diperlakukan terpisah dengan proses produksi. Secara akuntansi ini kurang tepat. Seharusnya hiaya lingkungan merupakan hagian dari harga pokok produksi. Biaya lingkungan sering didefinisikan secara sempit dan parsial sehagai hiaya yang terjadi dalam upaya pemenuhan dengan atau kaitan dengan hukum atau peraturan lingkungan. Hal ini karena sistem akuntansi cenderung herfokus pada hiaya hisnis yang teridentifikasi secara jelas, hukan pada hiaya dan manfaat pilihan alternatif padahal akuntansi sangat kaya dengan pilihan akuntansi (accounting choice). Akuntansi Lingkungan secara spesifik mendefinisikan dan menggahungkan semua hiaya lingkungan ke dalam laporan keuangan perusahaan. Inilah yang disehut prinsip disclosure dalam akuntansi. Bila hiaya-hiaya tersehut secara jelas teridentifikasi, perusahaan akan cenderung mengamhil keuntungan dari peluang-peluang untuk mengurangi dampak lingkungan.
Biaya pengelolaan lingkungan adalah dampak, haik kuantitatif moneter atau kualitatif non -moneter terjadi oleh hasil aktivitas perusahaan yang herpengaruh pada kualitas lingkungan. Bagaimana perusahaan menjelaskan hiaya lingkungan tergantung pada hagaimana perusahaan
menggunakan informasi biaya tersebut (alokasi biaya, penganggaran modal, disain proses/produk, keputusan manajemen lain), dan skala atau cakupan aplikasinya. Akuntansi lingkungan menggunakan terminologi seperti full, total, true, dan Ife cycle untuk menegaskan bahwa pendekatan konvensional tidak lengkap cakupannya karena mereka mengabaikan biaya lingkungan.
-
3. Triple Bottom Line Accounting
Triple Bottom Line Accounting (TBLA) adalah suatu pengarusutamaan pengelolaan dan kepedulian perusahaan dewasa ini. TBLA telah menjadi isu utama dan diwacanakan dalam berbagai kesempatan dan diwujudkan dalam tiga pilar yaitu orang, laba dan lingkungan perusahaan. Orang berkaitan dengan sentuhan humanisme yang dikelola oleh perusahaan. Orangjuga berkaitan dengan variabel-variabel sosial seperti misalnya level partisipasi dalam pengambilan keputusan dan tingkat kemampuan. Laba merupakan variabel atau besaran ekonomik yang mencerminkan kemampuan perusahaan untuk mendapatkan laba atau keuntungan. Laba adalah ideologi perusahaan, dalam pengertian perusahaan tidak bisa hidup tanpa laba. Akan tetapi konsep laba bukan sesuatu yang parsial sehingga harus dikaitkan dengan pilar yang lainnya yaitu orang dan lingkungan. Pilar ketiga yaitu lingkungan mencerminkan simbiosis dengan lingkungan perusahaan misalnya kualitas udara, air dan biodervisity. Selanjutnya, TBLA akan diimplementasikan melalui CSR (Corporate Social Responsibilty) atau dikenal dengan tanggungjawab sosial perusahaan.
Banyak orang-orang terkenal dan kaum eksekutif dengan lancar menyebut CSR. CSR begitu mulia sebagai salah satu nilai-nilai yang dianut oleh perusahaannya. CSR tidak hanya sekadar filontrapi (kecintaan terhadap manusia) atau hanya bahasa impresi pengusaha saja. CSR dapat diimplementasikan melalui tiga domain yaitu sosial, ekonomi, dan lingkungan. Aktivitas yang dilakukan dikembangkan untuk mencapai citra yang baik di mata para pemangku kepentingan perusahaan. Seyogyanya perusahaan memperhatikan orang dan lingkungannya. Kemitraan menjadi hal yang penting dan merupakan wahana untuk mewujudkan hal itu.
Dalam bukunya “Capitalism and Freedom” (1962), Friedman mengungkapkan bahwa tanggung jawab sosial perusahaan yaitu memecahkan masalah-masalah sosial seperti kemakmuran dan kenyamanan
masyarakat yang berada di lokasi perusahaan, mencegah diskriminasi ras, penarikan tenaga kerja, kerusakan lingkungan, dan lainnya.
Isu CSR mencakup beberapa hal pokok. Pertama, hak azasi manusia (HAM); bagaimana perusahaan menyikapi masalah HAM dengan segala atributnya dan kebijakan apa yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari terjadinya pelanggaran HAM yang mengancam kehidupan dan penghidupan. Kedua, tenaga kerja bagaimana kondisi tenaga kerja di pabrik milik sendiri atau pihak-pihak lain yang masih punya kaitan dengan perusahaan, mulai dari soal sistem kompensasi, tabungan hari tua dan keselamatan kerja, peningkatan kemampuan dan profesionalisme karyawan, sampai pada masalah tenaga kerja di bawah umur. Isu sekarang yang ramai dibicarakan adalah masalah outsourcing. Ketiga, lingkungan hidup; bagaimana kebijakan yang berhubungan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Bagaimanaperusahaan mengatasi dampak lingkungan atas produk ataujasa mulai dari penyediaan bahan baku sampai pada masalah pembuangan limbah, serta dampak lingkungan yang di akibatkan oleh proses produksi dan distribusi barang dan jasa. Keempat, sosial masyarakat; bagaimana strategi, kebijakan dan implementasi dalam bidang sosial dan pemberdayaan masyarakat setempat., serta dampak operasional langsung perusahaan terhadap kondisi sosial, adat istiadat dan budaya masyarakat setempat. Kelima, dampak barang dan jasa terhadap pelanggan; apa saja yang dilakukan oleh perusahaan untuk memastikan bahwa barang dan jasa bebas dari dampak merugikan seperti; mengganggu kesehatan, mengancam keamanan,dan produk terlarang. Para pelangganjuga punya sarana untuk menyampaikan keluhan-keluhan mereka, sehingga ada keseimbangan dalam konteks hubungan antara perusahaan dan pelanggan..
Tanggung jawab para pengusaha untuk memperhatikan pilar-pilar CSR dapat dilihat dari dua pandangan: pertama, tanggung jawab merupakan suatu kewajiban moral dan konstitusi yang harus dilaksanakan. Sosok dan postur perusahaan di tengah masyarakat sosial tidak hanya “monster” yang hanya bertujuan semata-mata sebagai “pelaku ekonomi” tetapi juga sebagai “pelaku sosial”. Memitigasi persoalan-persoalan sosial merupakan tugas perusahaan. Kedua, tanggung jawab tersebut harus dilihat sebagai bagian dari strategi bisnis atau keputusan investasi jangka panjang untuk
memposisikan perusahaan hidup dalam lingkungan bisnis yang kondusif dan kompetitif serta mendapat value berupa goodwill. Dalam jangka pendek konsekuensi dari tanggung jawab tersebut adalah biaya yang bisajadi menurunkan profit, namun dalam jangka panjang biaya-biaya yang dikeluarkan tersebut akan membuat perusahaan meraih keunggulan jangka panjang seperti pangsa pasar yang terus meluas dan militansi pelanggan. Komunitas memiliki dan melindungi perusahaan karena adanya simbiose mutualisme.
Menurut Darwin (2006) perusahaan yang sukses dalam menjalankan CSR memiliki tiga nilai dasar yang ditanam secara mengakar dalam perusahaan yaitu ketangguhan ekonomi, tanggungjawab sosial dan akuntabilitas sosial. Jika kinerja keuangan suatu perusahaan tercermin dalam laporan keuangan, maka kinerja CSR akan dapat disimak melalui sebuah laporan yang disebut laporan keberlanjutan (sustainability report).
Beberapa hal di bawah ini menjadi indikator dari TBLA:
-
• Lingkungan
-
1) Pengendalian polusi kegiatan operasi; pengeluaran riset dan pengembangan untuk pengurangan polusi.
-
2) Pernyataan yang menunjukkan bahwa operasi perusahaan tidak mengakibatkan polusi atau memenuhi ketentuan hukum dan peraturan polusi.
-
3) Pernyataan yang menunjukkan bahwa polusi operasi telah atau akan dikurangi.
-
4) Pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat pengolahan sumber alam, misalnya reklamasi daratan atau reboisasi.
-
5) Konservasi sumber alam, misalnya mendaur ulang kaca, besi, minyak, air dan kertas.
-
6) Penggunaan material daur ulang.
-
7) Menerima penghargaan berkaitan dengan program lingkungan yang dibuat perusahaan.
-
8) Merancang fasilitas yang harmonis dengan lingkungan.
-
9) Kontribusi dalam seni yang bertujuan untuk memperindah lingkungan.
-
10) Kontribusi dalam pemugaran bangunan sejarah.
-
11) Pengolahan limbah.
-
12) Mempelajari dampak lingkungan untuk memonitor dampak lingkungan perusahaan.
-
13) Perlindungan lingkungan hidup.
-
1) Menggunakan energi secara lebih efisien dalam kegiatan operasi..
-
2) Memanfaatkan barang bekas untuk memproduksi energi.
-
3) Mengungkapkan penghematan energi sebagai hasil produk daur ulang.
-
4) Membahas upaya perusahaan dalam mengurangi konsumsi energi.
-
5) Pengungkapan peningkatan efisiensi energi dari produk.
-
6) Riset yang mengarah pada peningkatan efisiensi energi dari produk.
-
7) Mengungkapkan kebijakan energi perusahaan.
-
1) Mengurangi polusi, iritasi, atau resiko dalam lingkungan kerja.
-
2) Mempromosikan keselamatan tenaga kerja dan kesehatan fisik atau mental.
-
3) Mengungkapkan statistik kecelakaan kerja.
-
4) Mentaati peraturan standard kesehatan dan keselamatan kerja.
-
5) Menerima penghargaan berkaitan dengan keselamatan kerja.
-
6) Menetapkan suatu komite keselamatan kerja.
-
7) Melaksanakan riset untuk meningkatkan keselamatan kerja.
-
8) Mengungkapkan pelayanan kesehatan tenaga kerja.
-
1) Perekrutan atau memanfaatkan tenaga kerja wanita/orang cacat..
-
2) Mengungkapkan persentase/jumlah tenaga kerja wanita/orang cacat dalam tingkat manajerial.
-
3) Mengungkapkan tujuan penggunaan tenaga kerja wanita/orang cacat dalam pekerjaan.
-
4) Program untuk kemajuan tenaga kerja wanita/orang cacat.
-
5) Pelatihan tenaga kerja melalui program tertentu di tempat kerja.
-
6) Memberi bantuan keuangan pada tenaga kerja dalam bidang pendidikan.
-
7) Mendirikan suatu pusat pelatihan tenaga kerja.
-
8) Mengungkapkan bantuan atau bimbingan untuk tenaga kerja yang dalam proses mengundurkan diri atau yang telah membuat kesalahan.
-
9) Mengungkapkan perencanaan kepemilikan rumah karyawan.
-
10) Mengungkapkan fasilitas untuk aktivitas rekreasi.
-
11) Pengungkapkan persentase gaji untuk pensiun.
-
12) Mengungkapkan kebijakan penggajian dalam perusahaan.
-
13) Mengungkapkanjumlah tenaga kerja dalam perusahaan.
-
14) Mengungkapkan tingkatan managerial yang ada.
-
15) Mengungkapkan disposisi staff - di mana staff ditempatkan.
-
16) Mengungkapkan jumlah staff, masa kerja dan kelompok usia mereka.
-
17) Mengungkapkan statistik tenaga kerja, mis. penjualan per tenaga kerja.
-
18) Mengungkapkan kualifikasi tenaga kerja yang direkrut.
-
19) Mengungkapkan rencana kepemilikan saham oleh tenaga kerja.
-
20) Mengungkapkan rencana pembagian keuntungan lain.
-
21) Mengungkapkan informasi hubungan manajemen dengan tenaga kerja. dalam meningkatkan kepuasan dan motivasi kerja.
-
22) Mengungkapkan informasi stabilitas pekerjaan tenaga kerja dan masa depan perusahaan.
-
23) Membuat laporan tenaga kerja yang terpisah.
-
24) Melaporkan hubungan perusahaan dengan serikat buruh.
-
25) Melaporkan gangguan dan aksi tenaga keija.
-
26) Mengungkapkan informasi bagaimana aksi tenaga kerja dinegosiasikan.
-
27) Peningkatan kondisi kerja secara umum.
-
28) Informasi re-organisasi perusahaan yang mempengaruhi tenaga kerja.
-
29) Informasi dan statistik perputaran tenaga kerja.
-
1) Pengungkapan informasi pengembangan produk perusahaan, termasuk pengemasannya, produk.
-
2) Pengeluaran reset dan pengembangan produk.
-
3) Pengungkapan informasi proyek riset perusahaan untuk memperbaiki produk.
-
4) Pengungkapan bahwa produk memenuhi standard keselamatan.
-
5) Membuat produk lebih aman untuk konsumen.
-
6) Melaksanakan riset atas tingkat keselamatan produk perusahaan.
-
7) Pengungkapan peningkatan kebersihan/ kesehatan dalam pengolahan dan penyiapan produk.
-
8) Pengungkapan informasi atas keselamatan produk perusahaan.
-
9) Pengungkapan informasi mutu produk yang dicerminkan dalam penerimaan penghargaan.
-
10) Informasi yang dapat diverifikasi bahwa mutu produk telah meningkat (misalnya ISO).
-
1) Sumbangan tunai, produk, pelayanan untuk mendukung aktivitas masyarakat, pendidikan dan seni.
-
2) Tenaga kerja paruh waktu (part-time employment) dari mahasiswa/pelajar
-
3) Sebagai sponsor untuk proyek kesehatan masyarakat.
-
4) Membantu riset medis.
-
5) Sebagai sponsor untuk konferensi pendidikan, seminar atau pameran seni.
-
6) Membiayai program beasiswa.
-
7) Membuka fasilitas perusahaan untuk masyarakat.
-
8) Mensponsori kampanye nasional.
-
9) Mendukung pengembangan industri local. Sumber: dimodifikasi dari Hackston dan Milne (1999) dalam Sembiring (2005).
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan seperti berikut.
-
1) Akuntansi telah mengadopsi biaya lingkungan dalam sistem pelaporannya, terbukti ada pos khusus yang menampung item tersebut. Akuntansi biaya lingkungan akan membuat laporan keuangan suatu organisasi/perusahaan lebih lengkap dan komprehensif. Laporan yang lebih lengkap dan komprehensif akan membuat pemangku kepentingan lebih mudah dalam menilai kinerja suatu organisasi/perusahaan.
-
2) Tanggung jawab sosial perusahaan bukan merupakan alat impresi manajemen semata, tetapi jauh lebih dari itu merupakan investasi jangka panjang perusahaan yang memampukan profitabilitas dan keberlanjutan perusahaan.
Implementasi akuntansi lingkungan dan tanggung jawab sosial perusahaan perlu disertai dengan monitoring dan evaluasi yang sistematik dan terukur berupa audit lingkungan sebagai bagian dari audit umum perusahaan. Kinerja keuangan perusahaan perlu ditambah dengan kinerja lingkungan. Undang-Undang perseroan terbatas (PT) telah memberikan rumusan normatif mengenai tanggung jawab sosial perusahaan. Hendaknya amanah Undang-Undang tersebut dapat dijalankan secara konsisten.
Daftar Pustaka
Darwin, Ali. 2006. “Akuntabilitas, Kebutuhan, Pelaporan dan Pengungkapan CSR bagi Perusahaan di Indonesia”. Economics Business & Accounting Review. Edisi 3, September. Hal: 83-97. FEUI
Dias, Ana Claudia; Margaruda Louro; Louis Arroja; Isabel Capela. 2004. ‘Evaluation of The Environmental Performance of Printing and Writing Paper using Life Cycle Assesment”. Management of Environmental. Vol. 15, No. 5
Elkington, John. 1997. Cannibals with Forks, The Triple Bottom Line of Twentieth Century Business. Capstone, Oxpord
Finch, Nigel. 2005. “The Motivations for Adopting Sustainibility Disclosure”. MGSM Working Paper in Management, Macquaire University, Australia.
Friedman, Milton. 1962. “Capitalism andFreedom”. Chicago: University of Chicago Press.
Hasibuan, Chrysanti-Sedyono. 2006. CSR Communications: AChallenge on ITS Own. Economics Business & AccountingReview. Edisi 3, September. Hal: 71-82. FEUI
Ikhsan, Arfan dan Muhammad Ishak. 2005. Akuntansi Keperilakuan. Jakarta: Salemba Empat
Ikhsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Ja’far, Muhamad dan DistaAmaliaArifah. 2006. Pengaruh Dorongan Manajemen Lingkungan, Manajemen Lingkungan Proaktif dan Kinerja Lingkungan terhadap Public Environmental Reporting. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang tahun 2006
Lindrianasari. 2007. “Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas Pengungkapan Lingkungan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia, Volume 11 No.2. hal. 159-172.
Sembiring, Edy Rismanda 2005. Karakteristik Perusahaan dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial: Study Empiris pada Perusahaan yang Tercatat di Bursa Efek Jakarta. Makalah disajikan dalam Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo.
112
Discussion and feedback