Penilaian Risiko Sanitasi Kabupaten Badung Menggunakan Pendekatan EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
on
Jurnal Bumi Lestari, Volume 24, Nomor 1, Tahun 2024, Halaman 10-25
Penilaian Risiko Sanitasi Kabupaten Badung Menggunakan Pendekatan EHRA (Environmental Health Risk Assessment)
I Putu Prana Wiraatmaja a*, Putu Indah Dianti Putri a
a Program Studi Teknik Lingkungan, Fakultas Teknik dan Informatika, Universitas Pendidikan Nasional, Denpasar, Bali, Indonesia
*Email: pranawiraatmaja@undiknas.ac.id
Diterima (received) 3 Desember 2023; disetujui (accepted) 17 Januari 2024; tersedia secara online (available online) 14 Februari
2024
Abstract
Proper and safe sanitation is the main foundation for public health and improving the quality of life. Although the majority of Indonesia's population has access to adequate sanitation, significant challenges are still faced in achieving safe and quality sanitation. This research aims to provide a comprehensive picture of sanitation conditions in Badung Regency, Bali Province, by focusing on key factors such as water sources, domestic wastewater, waste, standing water, and clean and healthy living behavior (PHBS). Using the Environmental Health Risk Assessment (EHRA) approach, this research involved surveys in six sub-districts with a total of 62 villages/urban village, involving 2480 female respondents aged 18-60 years as housewives. Data collected involved interviews, observations and questionnaires, with analysis carried out using EHRA tools. The research results show that Badung Regency faces five main challenges in sanitation, namely varied water sources, awareness of domestic wastewater which still needs to be improved, solid waste and waste management problems, risk of waterlogging and heterogeneous levels of PHBS in the community. The results of the Sanitation Risk Index (IRS) analysis show a number of villages/urban village with varying levels of risk, namely 18 villages/urban village with low risk, 14 villages/urban village with moderate risk, 2 villages/urban village with high risk and 28 villages/urban village with very high risk.
Keywords: sanitation; environmental health; community behavior; EHRA
Abstrak
Sanitasi yang layak dan aman menjadi fondasi utama untuk kesehatan masyarakat dan peningkatan kualitas hidup. Walaupun sebagian besar penduduk Indonesia telah mengakses sanitasi yang layak, tantangan signifikan masih dihadapi dalam mencapai sanitasi yang aman dan berkualitas. Penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran komprehensif mengenai kondisi sanitasi di Kabupaten Badung, Provinsi Bali, dengan memfokuskan pada faktor-faktor kunci seperti sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air, dan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS). Melalui pendekatan Environmental Health Risk Assessment (EHRA), penelitian ini melibatkan survei di enam kecamatan dengan total 62 desa/kelurahan, melibatkan 2480 responden perempuan berusia 18-60 tahun sebagai ibu rumah tangga. Data yang dikumpulkan melibatkan wawancara, observasi, dan kuesioner, dengan analisis dilakukan menggunakan alat bantu (tools) EHRA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kabupaten Badung menghadapi lima tantangan utama dalam sanitasi yaitu sumber air yang bervariasi, kesadaran air limbah domestik yang masih perlu ditingkatkan, masalah persampahan dan pengelolaan sampah, risiko genangan air dan tingkat PHBS yang heterogen di masyarakat. Hasil analisis Indeks Risiko Sanitasi (IRS) menunjukkan sejumlah desa/kelurahan dengan tingkat risiko yang bervariasi, yaitu 18 desa/kelurahan kurang berisiko, 14 desa/kelurahan berisiko sedang, 2 desa/kelurahan berisiko tinggi dan 28 desa/kelurahan kurang risiko sangat tinggi.
Kata Kunci: sanitasi; kesehatan lingkungan; perilaku masyarakat; EHRA
doi: https://doi.org/10.24843/blje.2024.v24.i01.p02
© 2019 by the authors; Content from this work may be used under the terms of the Creative Commons Attribution 3.0 licence. Any further distribution of this work must maintain attribution to the author(s) and the title of the work, journal citation and DOI. Published under licence by Udayana University, Indonesia.
Sanitasi merupakan salah satu upaya kesehatan masyarakat untuk memperbaiki dan mencegah terjadinya masalah kesehatan yang disebabkan oleh faktor lingkungan (Astoeti et al., 2021; Wahyudi & Zaman, 2021). Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2022, sebanyak 80.92% penduduk Indonesia memiliki akses terhadap sanitasi layak dan 10.16% penduduk Indonesia menggunakan layanan sanitasi yang dikelola secara aman. Sanitasi yang layak dan aman menjadi salah satu faktor penunjang kesehatan masyarakat serta mendukung peningkatan kesejahteraan dan kualitas hidup masyarakat (Firdanis et al., 2021; Rahman et al., 2021). Sanitasi yang layak dan aman telah menjadi salah satu tujuan dalam pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) untuk memastikan ketersediaan dan akses terhadap air bersih dan sanitasi yang layak (Firdaus et al., 2022; Sari et al., 2023). Sanitasi yang buruk akan berdampak negatif pada berbagai aspek kehidupan berupa turunnya kualitas lingkungan hidup masyarakat, tercemarnya sumber air minum bagi masyarakat, meningkatnya jumlah kejadian diare dan stunting pada balita, turunnya daya saing maupun citra daerah, hingga menurunnya perekonomian daerah (Amirus et al., 2022; Ika Puspitasari et al., 2021; Okaali et al., 2022). Keterlibatan aktif dalam Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) berdampak positif pada sanitasi lingkungan (Wahyudi & Zaman, 2021). Hal tersebut dikarenakan perilaku menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pada derajat atau status kesehatan masyarakat, selain faktor lingkungan, pelayanan kesehatan dan genetik (Susilawati & Ingraini, 2023). PHBS melibatkan praktik higienis dan perilaku sehari-hari yang mendukung kebersihan diri dan lingkungan (Alfat et al., 2020; Wulandari & Soesetyo, 2019).
Pembangunan fasilitas dan akses sanitasi memerlukan pemahaman terkait kondisi wilayah yang sesuai dan akurat (Razak et al., 2023). Fasilitas sanitasi menjadi mutlak dan krusial untuk kesehatan masyarakat, baik di rumah tangga maupun tempat umum (Lestari et al., 2021). Fasilitas sanitasi yang memadai dapat mengurangi risiko infeksi, terutama penyakit yang disebabkan oleh kontaminasi air dan tinja, memberikan kenyamanan dan meningkatkan kualitas hidup, serta mengurangi risiko penularan penyakit (Chanchitpricha et al., 2019; Lestari et al., 2022; Yulistya et al., 2021). Dalam konteks ini, pemerintah, lembaga swadaya masyarakat dan sektor swasta perlu bekerja sama untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses yang setara dan tidak diskriminatif terhadap fasilitas sanitasi. Percepatan layanan sanitasi diwujudkan melalui Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) yang menjadi bentuk tindaklanjut pemerintah Indonesia sebagai wujud nyata dalam implementasi sanitasi berkelanjutan yang layak dan aman. Hal tersebut sejalan dengan target capaian sanitasi dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024 yang meliputi 90% akses layak air limbah (termasuk 15% akses aman), 0% Buang Air Besar Sembarangan (BABS) di tempat terbuka dan 100% sampah perkotaan terkelola dengan baik yang terdiri dari 20% pengurangan sampah dan 80% penanganan sampah (Maliga & Darmin, 2020).
Risiko sanitasi merujuk pada potensi bahaya atau ancaman terhadap kesehatan manusia dan kualitas hidup yang dapat timbul dari praktik sanitasi yang belum tepat dan tidak memadai (Bwala et al., 2017; Nastiti et al., 2020). Risiko sanitasi berkaitan dengan masalah kesehatan lingkungan dalam penyediaan akses fasilitas sanitasi dan perilaku hidup bersih dan sehat (Ramadhan et al., 2023; Sudrajat, 2017). Metode EHRA (Environmental Health Risk Assessment) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan digunakan untuk menilai risiko sanitasi pada skala rumah tangga di tingkat kabupaten atau kota (Lestari et al., 2021; Susilawaty et al., 2018). EHRA menjadi pendekatan sistematis yang dapat memberikan status atau kondisi terkait fasilitas sanitasi dan perilaku yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan (Rooslan Edy Santosa et al., 2020; Yolanda et al., 2023). Penilaian EHRA mencakup variabel diantaranya sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat (Lestari et al., 2021). Fokus studi diarahkan sesuai dengan lima pilar Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) (Firdaus et al., 2022). Perilaku yang ditinjau tersebut yaitu buang air besar sembarangan (BABS), cuci tangan pakai sabun (CTPS), pengolahan pangan sehat rumah tangga, pengelolaan sampah rumah tangga dengan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) dan pengelolaan air limbah domestik (Syamsiar et al., 2020; Susilawaty et al., 2018). Hasil studi EHRA berupa Indeks Risiko Sanitasi (IRS) yang menjadi ukuran atau tingkatan dalam menentukan area berisiko sanitasi (Maliga & Darmin, 2020).
Penilaian risiko sanitasi dengan menggunakan pendekatan metode EHRA telah banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember menyimpulkan bahwa indeks risiko kesehatan lingkungan memiliki kategori risiko sangat tinggi dan risiko rendah, dimana pemenuhan sarana jamban belum mencapai 100%, pengelolaan sampah yang belum tepat, sumber air bersih berasal dari sumber tidak terlindungi dan masih kurangnya perilaku hidup bersih dan sehat dari masyarakat (Firdaus et al., 2022). Penelitian yang dilakukan di Desa Wanasari, Kecamatan Tabanan, Bali, ditemukan bahwa hasil analisa risiko sanitasi termasuk dalam kategori risiko tinggi, risiko sedang dan kurang berisiko dengan permasalahan utama pada genangan air, air limbah domestik dan pengelolaan sampah (Lestari et al., 2022). Penelitian sejenis juga dilakukan di Kecamatan Moyo Utara, ditemukan bahwa indeks risiko sanitasi termasuk dalam kategori risiko tinggi dan risiko sangat tinggi. Adapun faktor yang menjadi penyebab risiko tersebut diantaranya permasalahan air limbah domestik, kurangnya akses pengangkutan sampah dan perilaku hidup bersih dan sehat masyarakat dimana masih tingginya tingkat kebiasaan BABS (Yulistya et al., 2021).
Kabupaten Badung merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Bali yang menjadi destinasi pariwisata dunia dan etalase pariwisata nasional, saat ini berkembang dengan pesat akibat oleh aktivitas manusia. Jumlah penduduk Kabupaten Badung pada tahun 2022 menurut BPS sejumlah 549.530 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 1.313 jiwa/km2. Perkembangan di Kabupaten Badung dapat dilihat dari karakter pemukiman dan kepadatan penduduknya. Hal ini dapat memberikan dampak yang sangat kompleks pada aspek kesehatan lingkungan. Sehingga merupakan kewajiban pemerintah daerah memprioritaskan program sanitasi agar terhindar dari penurunan kualitas lingkungan. Menurut data laporan Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Badung tahun 2023, capaian akses air limbah domestik Kabupaten Badung meliputi 10.58% akses aman dan 91.69% akses layak untuk wilayah perkotaan, 0.11% akses aman dan 6.06% akses layak untuk wilayah perdesaan serta 0% BABS di tempat terbuka. Sistem dan cakupan pelayanan pengelolaan air limbah domestik di Kabupaten Badung, terutama yang dilakukan oleh masyarakat dilakukan dengan sistem SPALDS (Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Setempat) yang dikelola secara mandiri oleh masyarakat tanpa ada proses pengelohan dan sistem SPALDT (Sistem Pengelolaan Air Limbah Domestik Terpadu) yang telah terpasang di Kecamatan Kuta, Kawasan ITDC, dan Kawasan Pusat Pemerintahan Kabupaten Badung. Capaian akses layanan sampah perkotaan meliputi 10.9% pengurangan sampah, 73.1% penanganan sampah dan 16.1% sampah tidak dikelola. Timbulan sampah rumah tangga yang dihasilkan per hari sebanyak 783.77 ton di perkotaan dan 52.28 ton di perdesaan. Pada sistem pengolahan persampahan Kabupaten Badung memiliki dua TPST (Tempat Pengolahan Sampah Terpadu) yaitu TPST Samtaku Jimbaran dan TPST Mengwitani. Genangan air masih ditemukan pada beberapa lokasi yaitu Kelurahan Legian, Kelurahan Seminyak dan Kelurahan Tuban.
Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk menilai risiko sanitasi di Kabupaten Badung, dengan fokus pada variabel seperti sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hidup bersih dan sehat. Penelitian dilakukan dengan mengumpulkan data representatif mengenai kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat untuk mengidentifikasi area atau wilayah yang berisiko terhadap kesehatan lingkungan. Penilaian akan melibatkan teknik pengambilan sampel dan kuesioner untuk menganalisis kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku masyarakat tersebut. Hasil penelitian ini akan berkontribusi pada pemahaman risiko kesehatan lingkungan di Kabupaten Badung dan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi.
Metodologi yang digunakan dalam penyusunan studi EHRA adalah penelitian observasional desktriptif mengacu pada Panduan Teknis Penyusunan EHRA Tahun 2020. Tahapan pelaksanaan studi EHRA meliputi persiapan studi, penentuan strata desa/kelurahan, penentuan responden, pelatihan supervisor, enumerator dan petugas entri data, pelaksanaan studi melalui pengumpulan data, pengolahan data dan analisa data dengan tools EHRA, dan pelaporan studi EHRA seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Adapun pendekatan kuantitatif dalam penyusunan studi EHRA dengan menerapkan tiga teknik
pengumpulan data yaitu wawancara (interview), pengamatan (observation) dan kuisioner (Sunik et al., 2018).
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2023 di Kabupaten Badung Provinsi Bali. Wilayah cakupan studi EHRA dilaksanakan di enam kecamatan yang terdiri dari 62 desa/kelurahan. Jumlah sampel untuk tiap desa/kelurahan diambil sebesar 40 responden di seluruh banjar yang ada di desa/kelurahan. Jumlah responden per desa/kelurahan minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di keseluruhan banjar terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal empat responden per banjar. Dari total 62 desa/kelurahan dengan jumlah 40 responden pada masing-masing desa/kelurahan, maka total responden yang disurvei mencapai 2.480 responden. Unit respon dalam pelaksanaan studi EHRA ini adalah ibu rumah tangga yang didefinisikan sebagai perempuan berusia 18-60 tahun yang telah atau pernah menikah. Ibu rumah tangga dipilih dengan asumsi bahwa mereka relatif lebih memahami kondisi lingkungan berkaitan dengan isu sanitasi (Maliga & Darmin, 2020).
Persiapan studi EHRA
Penentuan area studi EHRA
I
Pelatihan supervisor, enumerator dan petugas entri data
Pelaksanaan studi dan pengumpulan data
Pengolahan data dan analisa data dengan tools EHRA
Pelaporan hasil studi EHRA
-
Gambar 1. Diagram alir studi EHRA
Metode penentuan target area survei dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan “klastering”. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi teknik Probability Sampling, dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metode sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Badung dikarenakan area sumber data yang diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster atau strata dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP), terdiri dari kepadatan penduduk, angka kemiskinan, daerah/wilayah yang dialiri sungai/saluran drainase/saluran irigasi, dan daerah terkena banjir dan dinilai mengganggu ketentraman. Penetapan strata dapat menunjukkan tingkat risiko kesehatan lingkungan di suatu desa/kelurahan. Hal ini dapat digunakan sebagai sarana untuk mendorong pemangku kepentingan di kecamatan untuk lebih memperhatikan desa/kelurahan dengan tingkat risiko kesehatan lingkungan yang tinggi. Berdasarkan kriteria tersebut, klastering wilayah Kabupaten Badung menghasilkan katagori klaster 1 sampai 4. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik atau homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survei pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survei pada klaster yang sama.
Pengolahan dan analisis data hasil wawancara studi EHRA yang telah dientri dan direkapitulasi dari seluruh narasumber merupakan salah satu aktivitas dalam menghasilkan informasi studi EHRA. Informasi hasil studi EHRA disajikan dalam bentuk tabel dan grafik untuk mempermudah pembacaan dan memvisualisasikan antar jawaban terhadap suatu pertanyaan dalam studi EHRA. Proses pengolahan dan analisis data studi EHRA dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak Microsoft Office Excel. Tools Input EHRA merupakan perangkat yang digunakan untuk memasukan, merekap, dan menyimpan data dalam bentuk soft file berdasarkan hasil wawancara kepada narasumber mengenai Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan.
Semua Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang terkait di Pokja Sanitasi Kabupaten/Kota wajib terlibat dalam pelaksanaan studi EHRA ini. Koordinator studi, dibantu oleh anggota tim, koordinator wilayah, dan supervisor, bertanggung jawab untuk menyiapkan kebutuhan studi. Untuk melakukan studi EHRA di lapangan, ada lima langkah kerja harian yang dilakukan oleh enumerator, supervisor, dan koordinator. Langkah-langkah ini termasuk pertemuan enumerator dengan supervisor, pengumpulan data dari rumah ke rumah, pengawasan dan inspeksi spot di lapangan, pertemuan untuk koordinasi dan hasil, dan evaluasi di tingkat kecamatan atau kabupaten/kota.
Berdasarkan data informasi responden menunjukkan bahwa responden yang berhasil terjaring sebagai narasumber dengan rentang umur terbanyak yaitu pada usia > 45 tahun dengan jumlah responden 755 responden (30.4%) dan dengan jumlah responden terendah yaitu pada rentang umur ≤ 20 tahun merupakan dengan jumlah sebanyak 0 responden (0%). Dari data responden mengenai tempat tinggal, sewa rumah menunjukkan angka yang tertinggi dengan jumlah 668 responden (26.9%). Hal ini berarti sebagian besar responden merupakan penduduk pendatang di Kabupaten Badung.
Tabel 1. Informasi responden
Variabel |
Kategori |
N |
Total |
% |
Kelompok Umur Responden |
<= 20 tahun |
0 |
0 | |
21 -25 tahun |
49 |
2,0 | ||
26 - 30 tahun |
296 |
12 | ||
31 - 35 tahun |
443 |
18 | ||
36 - 40 tahun |
371 |
15,0 | ||
41 - 45 tahun |
566 |
22,8 | ||
> 45 tahun |
755 |
30,4 | ||
Status dari rumah yang ditempati |
Milik sendiri |
584 |
23,5 | |
Rumah dinas |
0 |
0,0 | ||
Berbagi dengan keluarga lain |
500 |
20,2 | ||
Sewa |
668 |
26,9 | ||
Kontrak |
527 |
21,3 | ||
Milik orang tua |
201 |
8,1 | ||
Lainnya |
0 |
0 | ||
Pendidikan terakhir |
Tidak sekolah formal |
0 |
0 | |
SD |
0 |
0 | ||
SMP |
0 |
0 | ||
SMA |
530 |
21 | ||
SMK |
1109 |
45 | ||
Universitas/Akademi |
841 |
34 | ||
Kepemilikan Surat |
Ya |
0 |
0 | |
Keterangan Tidak Mampu |
Tidak |
2480 |
100 |
(SKTM) dari desa/kelurahan
Variabel |
Kategori |
N |
Total |
% |
Kepemilikan Kartu Asuransi |
Ya |
0 |
0 |
Kesehatan bagi Keluarga |
Tidak |
2480 |
100 |
Miskin Memiliki anak |
Ya |
2480 |
100 |
Tidak |
0 |
0 |
Jika melihat dari status pendidikan dapat dilihat sebanyak 1.109 responden (45%) merupakan responden dengan tingkat pendidikan lulusan smk, hal ini sesuai dengan kondisi Kabupaten Badung. Banyaknya jumlah responden dengan latar pendidikan SMK, maka dapat dilihat warga di Kabupaten Badung yang diambil sebagai responden keseluruhan tidak memiliki Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM). Demikian pula dengan kepemilikan Kartu Asuransi Kesehatan bagi Keluarga Miskin (ASKESKIN) semua warganya tidak memiliki ASKESKIN sebanyak 2.480 responden (100%). Rincian data dari responden-responden tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
-
3.2. Variabel Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
-
3.2.1. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Sumber Air
-
Pada dasarnya akses air minum bagi rumah tangga yang dikaji EHRA (Enviromental Health Risk Assessment) memiliki hubungan yang erat dengan tingkat risiko kesehatan suatu keluarga. Dalam indikator internasional, diakui bahwa sumber-sumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air botol kemasan, air isi ulang, air ledeng (keran) dari PDAM/Proyek/HIPPAM, air ledeng eceran, air hidran umum, air keran umum, sumur bor, sumur gali terlindungi/tidak terlindungi, mata air terlindungi/tidak terlindungi, air hujan, air sungai, air waduk/danau dan lainnya. Kondisi sumber air saat ini di Kabupaten Badung dimana untuk sumber air terlindungi tergolong yang tidak tercemar, sedangkan untuk penggunaan sumber air tidak terlindungi tergolong aman dan diketahui saat ini di Kabupaten Badung tidak pernah mengalami kelangkaan air.
Berdasarkan hasil survei EHRA (Environmental Health Risk Assesment) untuk Indeks Risiko Sanitasi (IRS) sumber air menunjukkan bahwa sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, mencuci peralatan, pakaian dan gosok gigi adalah sebagian besar berasal dari air sumur gali tidak terlindungi milik sendiri dengan jumlah 100% responden menjawab demikian. Adapun persentase penggunaan akses air terhadap air bersih berasal dari air sumur gali tidak terlindungi milik sendiri, diketahui untuk minum sebanyak 20%, masak sebanyak 20%, cuci piring dan gelas sebanyak 20%, mencuci pakaian sebanyak 20% dan untuk gosok gigi sebanyak 20% ditunjukkan dalam Gambar 2.
Grafik Penggunaan Sumber Air
120%
100%
33%
20%
80%
60%
40%
20%
0%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%
0% 0% 0% 0% 0% 0% 0%

■ Minum ■ Masak ■ Cuci Piring, Gelas, dan Lainnya ■ Cuci pakaian ■ Gosok gigi
Gambar 2. Grafik akses terhadap air bersih
Sumber air minum dan masak di Kabupaten Badung berasal dari berbagai jenis sumber air, diantaranya seperti air botol kemasan, air isi ulang, air ledeng (keran) dari PDAM/HIPPAM, air ledeng eceran, air hidran umum, air keran umum, sumur bor, sumur gali terlindungi/tidak terlindungi, air hujan, air sungai, air waduk/danau dan lainnya. Menurut hasil survei EHRA (Environmental Health Risk Assesment) untuk Indeks Resiko Sanitasi (IRS) Sumber Air, menunjukkan bahwa sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum adalah sebagian besar berasal dari air botol kemasan dan air isi ulang sedangkan untuk memasak berasal dari air isi ulang. Adapun persentase penggunaan akses terhadap air bersih yang digunakan untuk sumber air minum dan masak menunjukkan di Kabupaten Badung masyarakat sudah banyak menggunakan air isi ulang dengan persentase sumber air untuk minum sebesar 23% dan persentase sumber air untuk masak sebesar 35% yang ditunjukkan dalam Gambar 3.
Grafik Sumber Air Minum dan Masak
Lainnya 00%%
Air Waduk/Danau 00%%
Air Sungai 00%%
Air Hujan 00%%
Air dari Mata Air Tidak Terlindungi 00%%
Air dari Matar Air Terlindungi 00%%
Air dari Sumur Gali Tidak Terlindungi Tetangga 00%%
Air dari Sumur Gali Tidak Terlindungi Sendiri M 44%%
Air dari Sumur Gali Terlindungi Tetangga 00%%
Air dari Sumur Gali Terlindungi Sendiri 00%%
Air dari Sumur Bor 00%%
Air dari Kapal Air Atau Gerobak 00%%
Air dari Terminal Air 00%%
Air Keran Umum 00%%
Air Hidran Umum 00%%
Air Ledeng Eceran dari Pdam/Proyek/Hippam 00%%
Air Ledeng (Keran) dari Pdam/Proyek/Hippam Tetangga 0%
Air Ledeng (Keran) dari Pdam/Proyek/Hippam Sendiri 00%%
Air Isi Ulang 23% 35%
Air Botol Kemasan 11% 24%
0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% 40%
-
■ Masak ■ Minum
Gambar 3. Grafik sumber air minum dan memasak
-
3.2.2. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Air Limbah Domestik
Tangki septik suspek aman merupakan variabel yang berasal dari keterlibatan antara waktu pembangunan tangki septik, waktu pengurasan terakhir dan pengurasan berkala yang telah dilakukan. Berdasarkan hasil survei di Kabupaten Badung untuk indeks risiko sanitasi air limbah domestik dimana tangki septik suspek aman tergolong kategori tidak aman sebesar 13.17% dan kategori aman sebesar 86.29%. Untuk pencemaran karena pembuangan isi tangki septik yang tergolong dalam kategori tidak aman sebesar 51.61% dan untuk kategori aman sebesar 48.39%. Sedangkan untuk pencemaran karena saluran pembuangan air limbah (SPAL) tergolong kategori tidak aman sebesar 100%.
Sebagian besar masyarakat di Kabupaten Badung sudah menggunakan tangki septik kategori suspek aman (layak) dalam pengolahan air limbah domestiknya, jika dikaitkan dengan standar teknis maupun standar SNI tentang kelayakan tangki septik sudah bisa disebut kategori aman terhadap hasil limbah yang diolah. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar tangki septik yang sudah dibangun dan digunakan sudah rutin dikuras. Data tersebut terlihat dalam hasil survei yang sudah dilaksanakan oleh konsultan. Hasil survei juga menunjukkan bahwa kepemilikan SPAL mencapai 100% dan keberfungsian SPAL tersebut di
Kabupaten Badung sudah mencapai 75.80%, tetapi diketahui untuk pencemaran SPAL di Kabupaten Badung masih dalam kategori berisiko.
Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Air Limbah Domestik di Kabupaten Badung bahwa tangki septik suspek aman (STBM) masih terdapat 13.71% dalam kategori tidak aman, Pencemaran karena pembuangan isi tangki dikategorikan tidak aman sebesar 51.61%, dan pencemaran karena SPAL dikategorikan tidak aman sebesar 100%. Hal ini dikarenakan banyaknya responden yang tidak mengetahui kapan tangki septik dibangun.
GrafikPersentase Tangki Septik

Strata
Berisiko
Tidak Berisiko
Gambar 4. Grafik praktik pengurasan tangki septik
Gambar 5. Grafik persentase tangki septik suspek aman dan tidak aman
Pada dasarnya seluruh rumah tinggal penduduk di Kabupaten Badung sudah dilengkapi jamban pribadi sebagai tempat buang air besar, hal tersebut terlihat dari hasil survei bahwa untuk tempat buang air besar di Kabupaten Badung 100% masyarakat sudah melakukannya di jamban pribadi atau tidak ada melakukan buang air besar di tempat terbuka maupun di tempat umum. Kondisi masyarakat yang masih menggunakan fasilitas tangki septik sudah tentu kualitas pengolahannya dipengaruhi oleh faktor pengurasan tangki septik, terutama intensitas waktu pengurasan tangki septik. Diketahui hasil survei waktu terakhir pengurusan tangki septik, sebanyak 26.70% dari responden mengaku melakukan pengurasan tangki septik 1-12 bulan yang lalu. 50.00% responden mengaku telah melakukan pengurasan tangki septik 1-5 tahun yang lalu dan 23.30% responden lainnya telah melakukan pengurasan tangki septik 10 tahun yang lalu.
Di dalam studi EHRA ditanyakan praktik pengurasan tangki septik dan diperoleh hasil dari survei EHRA adalah 43.30% responden menggunakan layanan sedot tinja atau truk sedot tinja pemerintah dan 56.70% responden mengaku menggunakan layanan sedot tinja atau truk swasta seperti yang ditunjukkan pada Gambar 4. Pengembangan sistem sewer ini layak untuk ditangani lebih lanjut. Hasil studi EHRA
menunjukkan penggunaan tangki septik suspek dengan kategori berisiko sebesar 23% dan tidak berisiko sebesar 77% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 5.
-
3.2.3. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Persampahan
Pengelolaan sampah adalah kegiatan yang sistematis, menyeluruh dan berkesinambungan yang meliputi pengurangan dan penanganan sampah. Aspek pengelolaan sampah di Kabupaten Badung pada studi EHRA menitikberatkan pada kondisi sampah di lingkungan rumah yang disurvei, pengelolaan sampah rumah tangga dan frekuensi dan pendapat tentang ketepatan pengangkutan sampah bagi rumah tangga yang menerima layanan pengangkutan sampah.
Berdasarkan hasil survei, diketahui indeks risiko sanitasi persampahan di Kabupaten Badung untuk pengelolaan sampah dimana tergolong memadai dengan jumlah persentase mencapai 58.06%. Sampai saat ini masyarakat Kabupaten Badung masih bergantung pada pengelolaan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan, swakelola kebersihan dan bank sampah, dari segi pelayanan baik frekuensi pengangkutan dan ketepatan waktu pengangkutan, sehingga dari hasil survei menunjukkan tidak ada responden yang menyatakan mengolah sampahnya sendiri di rumah.
Pengelolaan sampah skala rumah tangga pada hasil studi EHRA dibagi menjadi tujuh yaitu dikumpulkan dan dibuang ke TPS, dibakar, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah, dibuang ke sungai/kali/laut/danau, dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan lalu dibiarkan membusuk, dibiarkan saja sampai membusuk. Dari hasil survei, perbandingan pertama menunjukkan pengolahan sampah yang dilakukan oleh masyarakat adalah dikumpulkan dan dibuang ke TPS dengan persentase sebesar 30.2%, dibakar 5.8%, dibuang ke dalam lubang dan ditutup dengan tanah 3.3%, dibuang ke dalam lubang tetapi tidak ditutup dengan tanah 4.5%, dibuang ke sungai/kali/laut/danau 4.4%, dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan dan dibiarkan membusuk 28.7% dan dibiarkan saja sampai membusuk sebesar 23.1% seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.
Studi EHRA juga menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat dalam melakukan praktik pemisahan sampah, untuk perbandingan pertama menunjukkan masyarakat tidak melakukan pemilahan sampah sendiri dengan persentase 42.86% dan yang melakukan pemilahan sampah rumah tangga mencapai 57.14%. Dari hasil survei diperoleh masih banyak jawaban “tidak” dari masyarakat untuk melakukan pemilahan sampah, walaupun secara kenyataan beberapa desa/kelurahan di Kabupaten Badung telah mewajibkan masyarakatnya untuk memilah sampah, namun secara keinginan dan kesadaran masyarakat masih berat untuk melakukan pemilahan tersebut. Hasil studi EHRA untuk perilaku pemilahan sampah rumah tangga ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Grafik perilaku praktik pemilahan sampah oleh rumah tangga
-
3.2.4. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Genangan Air
Saluran drainase merupakan objek yang perlu dimasukkan dalam EHRA karena saluran drainase yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen penyakit. Air banjir perlu diangkat dalam EHRA sebab air banjir merupakan salah satu faktor risiko penyakit. Seperti yang diketahui luas selama kebanjiran dan sesudahnya warga di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis.
Dalam studi EHRA pengalaman banjir rumah tangga dilihat dari berbagai sisi, yakni rutinitas banjir, frekuensi dalam setahun dan lama mengeringnya air. Masing-masing aspek banjir itu memiliki kontribusi terhadap risiko kesehatan yang dihadapi rumah tangga. Tipikal rumah tinggal di Kabupaten Badung pada dasarnya sudah dilengkapi dengan Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL) dengan mayoritas jenis saluran tertutup dan terbuka. Pemilihan saluran tertutup dan terbuka ini karena bidang tanah untuk rumah tinggal di Kabupaten Badung tidak begitu luas sehingga dengan aplikasi saluran tertutup dan terbuka dapat memberikan ruang lebih untuk bangunan rumah tinggal.
Gambar 8. Grafik persentase rumah tangga yang mengalami banjir rutin
Pada Survei EHRA, permasalahan drainase lingkungan/selokan sekitar rumah dan banjir telah disajikan secara lengkap melalui hasil wawancara kepada responden yang dijadikan sampling survei EHRA. Dari hasil wawancara kepada responden tersebut akhirnya diperoleh gambaran area berisiko untuk komponen drainase lingkungan atau genangan air di Kabupaten Badung. Diketahui dari hasil survei EHRA di Kabupaten Badung untuk area berisiko genangan air saat ini tergolong tidak ada genangan air.
Rumah yang tergenang air banjir dalam waktu yang cukup lama, misalnya selama berhari-hari.
Merupakan sebuah indikasi bahwa rumah terletak di wilayah cekungan, di mana air banjir sulit dialirkan ke tempat lain seperti saluran atau sungai. Meski bukan satu-satunya faktor, air banjir yang cepat kering, mengindikasikan bahwa masalah banjir terkait dengan sistem drainase setempat. Berdasarkan hasil studi EHRA mengenai persentase rumah tangga yang pernah mengalami banjir di Kabupaten Badung menunjukkan hingga 100% sudah tidak pernah mengalami banjir.
Untuk rumah tangga yang mengalami banjir rutin berdasarkan dari hasil studi EHRA, perbandingan pertama menunjukkan persentase tidak mengalami banjir rutin sebanyak 97.56% dan yang mengalami banjir rutin sebanyak 2.44%, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 8. Berdasarkan hasil grafik diatas sebelumnya, diketahui bahwa di Kabupaten Badung sudah tidak pernah mengalami banjir dan sebagian besar sudah tidak ada rumah tangga yang mengalami banjir rutin. Untuk lama air menggenang jika terjadi banjir pada perbandingan pertama menunjukkan 95.2% selama kurang dari 1 jam dan 4.8% selama 1-3 jam. Hasil survei menunjukkan jawaban dari responden untuk lokasi tidak ada yang sampai masuk rumah, walaupun ada genangan yang sampai garasi maupun halaman tetapi tidak rutin dan tidak berlangsung lama, yang ditunjukkan pada Gambar 9.
Grafik Lokasi Genangan Air di Sekitar Rumah
Gambar 9. Grafik lokasi genangan di sekitar rumah
-
3.2.5. Indeks Risiko Sanitasi (IRS) Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
Perlu diketahui, bahwa masih ada perilaku Buang Air Besar Sembarangan (BABS) oleh masyarakat di Kabupaten Badung, hal ini dipengaruhi dari beberapa faktor yaitu kepemilikan jamban, adanya masyarakat sekitar yang masih BABS di tempat terbuka, tempat penyaluran akhir tinja, lama tangki septik dibangun, terakhir tangki septik dikosongkan, siapa yang mengosongkan tangki septik, dan kemana lumpur tinja dibuang saat tangki septik dikuras. Semua faktor-faktor tersebut yang mempengaruhi adanya BABS di Kabupaten Badung. Walaupun jumlah kepemilikan jamban sudah cukup baik, akan tetapi faktor penentu untuk tangki septik yang menjadi pengaruh utama besarnya tingkat BABS di Kabupaten Badung.
Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, studi EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan “apakah si ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin”. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Berdasarkan hasil survei EHRA untuk CTPS di lima waktu penting masyarakat di Kabupaten Badung sebagian besar sudah melakukan CTPS di lima waktu penting. Dalam gambar dibawah menunjukkan bahwa 1.67% masyarakat di Kabupaten Badung belum melakukan CTPS di lima waktu penting dan masyarakat yang sudah melakukan CTPS di lima waktu penting sudah mencapai 98.33%.
Diketahui waktu melakukan CTPS di Kabupaten Badung berdasarkan hasil survei EHRA adalah dimana yang melakukan CTPS sebelum ke toilet, melakukan CTPS setelah menceboki bayi/anak, melakukan CTPS setelah dari buang air besar, melakukan CTPS sebelum makan, melakukan CTPS sesudah makan, melakukan CTPS sebelum menyusui atau menyuapi anak, melakukan CTPS sebelum
menyiapkan makanan atau minuman, melakukan CTPS setelah memegang hewan dan melakukan CTPS sebelum sholat adalah memiliki persentase yang sama yaitu 11% dengan jumlah masing-masing 273 orang seperti yang ditunjukkan pada Gambar 10. Total masyarakat Kabupaten Badung berdasarkan hasil studi EHRA 100% masyarakat sudah tidak melakukan BABS, namun melihat kondisi kelayakan toilet terutama tangki septik diketahui masih beresiko terhadap kesehatan lingkungan.
Giafik Waktu Melakukan CTPS
Persentase
Gambar 10. Grafik waktu melakukan CTPS
-
3.3. Indeks Risiko Sanitasi (IRS)
Indeks Risiko Sanitasi (IRS) didapat dari hasil pengolahan data studi EHRA yang diolah dengan Tools EHRA. Indeks Risiko Sanitasi tergambarkan mengenai risiko-risiko sanitasi dari sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air dan perilaku hygiene. Dalam pelaksanaan studi EHRA di Kabupaten Badung, tergambarkan ada 4 kluster desa/kelurahan dari hasil rapat penentuan kluster yang dilakukan oleh Tim EHRA Pokja PPKP Kabupaten Badung, yaitu kluster 1, kluster 2, kluster 3 dan kluster 4. Dari hasil Indeks Resiko Sanitasi ini akan diolah lagi ke dalam area berisiko sanitasi bersama-sama data dari persepsi OPD (Organisasi Perangkat Daerah) dan skor hasil data sekunder. Ketika jenis data tersebut data sekunder, persepsi OPD dan IRS hasil EHRA akan di overlay sehingga menghasilkan suatu pemetaan area berisiko sanitasi yang terdiri dari resiko sanitasi sangat tinggi atau area sangat berisiko sanitasi, area berisiko tinggi, area berisiko sedang dan area berisiko ringan atau tidak berisiko sanitasi. Nilai Indeks Risiko Sanitasi (IRS) setiap desa/kelurahan di Kabupaten Badung ditunjukkan pada Tabel 2.
Dari hasil perhitungan bobot skoring hasil EHRA maka dapat diketahui kategori tingkat resiko sanitasi. Adapun hasil skoring EHRA untuk IRS tiap strata, adapun 4 jenis strata diketahui pada strata 1 dengan total hasil sebesar 163 dengan skor paling tinggi sebesar 59 yaitu parameter air limbah domestik. Sedangkan diketahui pada strata 2 dengan total hasil sebesar 172, dengan skor paling tinggi sebesar 83 yaitu parameter genangan air seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11. Hasil dari Indeks Resiko Sanitasi setiap desa/kelurahan ditunjukkan pada Gambar 12.
Tabel 2. Nilai IRS desa/kelurahan
No |
Desa/Kelurahan |
Skor IRS |
Kategori |
No |
Desa/Kelurahan |
Skor IRS |
Kategori |
1 |
Kelurahan Abianbase |
59 |
Kurang Berisiko |
32 |
Desa Ungasan |
154 |
Berisiko Sedang |
2 |
Desa Angantaka |
68 |
Kurang Berisiko |
33 |
Kel. Kerobokan |
166 |
Risiko Tinggi |
3 |
Desa Bongkasa |
63 |
Kurang Berisiko |
34 |
Desa Taman |
166 |
Risiko Tinggi |
No |
Desa/Kelurahan |
Skor IRS |
Kategori |
No |
Desa/Kelurahan |
Skor IRS |
Kategori |
4 |
Desa Bongkasa Pertiwi |
50 |
Kurang Berisiko |
35 |
Desa Abiansemal |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
5 |
Desa Buduk |
64 |
Kurang Berisiko |
36 |
Desa Ayunan |
264 |
Risiko Sangat Tinggi |
6 |
Desa Carangsari |
103 |
Kurang Berisiko |
37 |
Desa Belok Sidan |
242 |
Risiko Sangat Tinggi |
7 |
Desa Dauh Yeh Cani |
64 |
Kurang Berisiko |
38 |
Kelurahan Benoa |
261 |
Risiko Sangat Tinggi |
8 |
Desa Getasan |
62 |
Kurang Berisiko |
39 |
Desa Blahkiuh |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
9 |
Kelurahan Legian |
59 |
Kurang Berisiko |
40 |
Desa Canggu |
240 |
Risiko Sangat Tinggi |
10 |
Kelurahan Lukluk |
59 |
Kurang Berisiko |
41 |
Desa Cemangi |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
11 |
Desa Mekar Bhuwana |
68 |
Kurang Berisiko |
42 |
Desa Dalung |
240 |
Risiko Sangat Tinggi |
12 |
Desa Pelaga |
63 |
Kurang Berisiko |
43 |
Desa Darmasaba |
258 |
Risiko Sangat Tinggi |
13 |
Desa Penarungan |
50 |
Kurang Berisiko |
44 |
Kelurahan Jimbaran |
268 |
Risiko Sangat Tinggi |
14 |
Desa_Pererenan |
64 |
Kurang Berisiko |
45 |
Kelurahan Kapal |
265 |
Risiko Sangat Tinggi |
15 |
Desa Punggul |
103 |
Kurang Berisiko |
46 |
Kel. Kedonganan |
262 |
Risiko Sangat Tinggi |
16 |
Desa Selat |
64 |
Kurang Berisiko |
47 |
Kelurahan Kuta |
263 |
Risiko Sangat Tinggi |
17 |
Desa Sembung |
62 |
Kurang Berisiko |
48 |
Desa Kutuh |
275 |
Risiko Sangat Tinggi |
18 |
Desa Werdi Bhuwana |
59 |
Kurang Berisiko |
49 |
Desa Mambal |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
19 |
Desa Baha |
159 |
Berisiko Sedang |
50 |
Desa Mengwi |
264 |
Risiko Sangat Tinggi |
20 |
Desa Gulingan |
159 |
Berisiko Sedang |
51 |
Desa Munggu |
242 |
Risiko Sangat Tinggi |
21 |
Desa Jagapati |
162 |
Berisiko Sedang |
52 |
Desa Pangsan |
261 |
Risiko Sangat Tinggi |
22 |
Desa Kekeran |
156 |
Berisiko Sedang |
53 |
Desa Pecatu |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
23 |
Kel. Kerobokan Kaja |
160 |
Berisiko Sedang |
54 |
Desa Petang |
240 |
Risiko Sangat Tinggi |
24 |
Kel. Kerobokan Kelod |
158 |
Berisiko Sedang |
55 |
Kelurahan Sading |
260 |
Risiko Sangat Tinggi |
25 |
Desa Kuwun |
154 |
Berisiko Sedang |
56 |
Desa Sangeh |
240 |
Risiko Sangat Tinggi |
26 |
Desa Mengwitani |
159 |
Berisiko Sedang |
57 |
Desa Sedang |
258 |
Risiko Sangat Tinggi |
27 |
Kelurahan Seminyak |
159 |
Berisiko Sedang |
58 |
Desa Sibang Gede |
268 |
Risiko Sangat Tinggi |
28 |
Kelurahan Sempidi |
162 |
Berisiko Sedang |
59 |
Desa Sibang Kaja |
265 |
Risiko Sangat Tinggi |
29 |
Desa Sulangai |
156 |
Berisiko Sedang |
60 |
Desa Sobangan |
262 |
Risiko Sangat Tinggi |
30 |
Kel. Tanjung Benoa |
160 |
Berisiko Sedang |
61 |
Kelurahan Tuban |
263 |
Risiko Sangat Tinggi |
31 |
Desa Tibubeneng |
158 |
Berisiko Sedang |
62 |
Desa Tumbakbayuh |
275 |
Risiko Sangat Tinggi |
IRS tiap Strata
250
5. PERILAKU HIDUP BERSIH SEHAT.
4. GENANGAN AIR.
3. PERSAMPAHAN.
2. AlR LIMBAH DOMESTIK.
1. SUMBER AIR
Gambar 11. Grafik indeks risiko sanitasi (IRS)
Gambar 12. Grafik indeks risiko sanitasi setiap desa/kelurahan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, dari pelaksanaan studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) di Kabupaten Badung terdapat lima permasalahan yang menjadi persoalan untuk segera ditangani yaitu sumber air, air limbah domestik, persampahan, genangan air, dan perilaku hidup bersih dan sehat. Masyarakat Kabupaten Badung sebagian besar mengandalkan air yang berasal dari sumur gali tidak terlindungi milik sendiri. Tidak terdapat desa/kelurahan yang termasuk beresiko terhadap akses air bersih berdasarkan IRS untuk kategori resiko akses air bersih. Masyarakat Kabupaten Badung belum semuanya menyadari bahwa air limbah yang dihasilkannya perlu diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke badan air penerima. Kesadaran masyarakat untuk mengelola limbah domestik masih kurang. Tangki septik individual yang dibangun masyarakat sudah sesuai dengan standar pengolahan yang aman. Terdapat 62 desa/kelurahan termasuk dalam kategori kurang beresiko terhadap akses air limbah berdasarkan IRS untuk kategori resiko akses air limbah. Masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat dalam mematuhi peraturan dalam bidang kebersihan sehingga masih ada yang membuang sampah sembarangan dan melakukan pembakaran. Kebiasaan masyarakat masih mencampurkan sampah organik dan anorganik. Masyarakat belum terlibat secara aktif dalam kegiatan pengelolaan persampahan terlihat hampir tidak ada yang melakukan pemanfaatan kembali sampah. Nilai IRS area berisiko sumber persampahan di Kabupaten Badung terdapat 34 desa/kelurahan yang tidak berisiko dan 28 desa/keluharan yang tergolong kategori kurang berisiko. Sebagian besar masyarakat mengatakan di Kabupaten Badung
masih ada genangan air. Kesadaran masyarakat terhadap pemeliharaan jaringan drainase yang telah dibangun masih rendah. Nilai IRS area berisiko sumber genangan air di Kabupaten Badung terdapat 18 desa/kelurahan yang tergolong kategori tidak berisiko dan 44 desa/kelurahan yang termasuk dalam kategori kurang berisiko. Masyarakat di Kabupaten Badung juga sudah tidak melakukan BABS dan sudah menyediakan sabun di dalam/dekat jamban pribadi. Terlihat pada masyarakat Kabupaten Badung sudah tidak ada pencemaran air pada wadah penyimpanan dan penggenaan air. Nilai IRS area berisiko perilaku hidup bersih sehat di Kabupaten Badung tidak ada desa/kelurahan yang masuk dalam kategori berisiko.
Ucapan terimakasih
Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan kontribusi yang diberikan oleh Tim EHRA (Environmental Health Risk Assessment) Kabupaten Badung sehingga pelaksanaan studi ini dapat berjalan dengan baik, yang terdiri dari Pokja PKP (Kelompok Kerja Perumahan dan Kawasan Permukiman); Dinas Kesehatan Kabupaten Badung; Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Badung; Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan Kabupaten Badung; Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Kabupaten Badung; Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Badung; Bagian Hukum Kabupaten Badung; Dinas Pendidikan, Kepemudaan dan Olah Raga Kabupaten Badung; dan Puskesmas di wilayah Kabupaten Badung.
Daftar Pustaka
Alfat, W., Susilawaty, A., Mallapiang, F., Amansyah, M., & Basri, S. (2020). Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dari Personal Hygiene dan Sanitasi Terhadap Keluhan Penyakit Kulit di Pulau Badi Kabupaten Pangkep. Higiene, 6(1), 42–51.
Amirus, K., Sari, F. E., Dumaika, D., Perdana, A. A., & Yulyani, V. (2022). Hubungan Indeks Risiko Sanitasi dengan Kejadian Penyakit Berbasis Lingkungan di Kelurahan Pesawahan Kota Bandar Lampung. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 21(3), 366–372.
Astoeti, D. D., Gumiri, S., Neneng, L., Ardianoor, & Arifin, S. (2021). Rapid Assessment of Water Quality on Environmental Health at Riverside Kahayan. Natural Volatiles & Essential Oils, 8(4), 21–33.
Bwala, H. B., Istifanus, V., & Isa, A. M. (2017). Sanitation Health Risk and Safety Planning in Urban Residential Neighbourhoods. ATBU Journal of Environmental Technology, 10(1), 160–173.
Chanchitpricha, C., Morrison-Saunders, A., & Bond, A. (2019). Investigating the Effectiveness of Strategic Environmental Assessment in Thailand. Impact Assessment and Project Appraisal, 37(3– 4), 356–368.
Firdanis, D., Rahmasari, N., Arum Azzahro, E., Reza Palupi, N., Santoso Aji, P., Natalia Marpaung, D., & Mirayanti Mandagi, A. (2021). Observasi Sarana Terminal Brawijaya Banyuwangi Melalui Assessment Indikator Sanitasi Lingkungan Tahun 2019. Sanitasi: Jurnal Kesehatan Lingkungan, 13(2), 56–65.
Firdaus, S. F., Ma’rufi, I., & Ellyke, E. (2022). Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan di Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jurnal Kesehatan Lingkungan Indonesia, 21(3), 311–319.
Ika Puspitasari, A., Novita, E., Andiananta Pradana, H., Hery Purnomo, B., & Setiyo Rini, T. (2021). Identifikasi Perilaku dan Persepsi Masyarakat Terhadap Pencemaran Air Sungai Bedadung di Jember, Jawa Timur. Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai, 5(1), 89–104.
Lestari, N. K. S., Astuti, N. P. W., & Purnawan, I. N. (2022). Indeks Risiko Sanitasi Desa Wanasari, Kecamatan Tabanan, Kabupaten Tabanan. Jurnal Teknologi Dan Manajemen, 3(2), 59–68.
Lestari, N. K. S., Wirawan, I. M. A., & Januraga, P. P. (2021). Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Kecamatan Abiansemal, Kabupaten Badung. ECOTROPHIC, 15(2), 191–203.
Maliga, I., & Darmin. (2020). Analisis Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan dengan Menggunakan Pendekatan Environmental Health Risk Assessment (EHRA) di Kecamatan Moyo Utara. MITL Media Ilmiah Teknik Lingkungan, 5(1), 16–26.
Nastiti, A., Kusumah, S. W., & Marselina, M. (2020). Environmental and Health Risk Assessment (EHRA) Approaches in The Strategic Environmental Risk Assessment (SEA): A Meta-Analysis. Indonesian Journal of Urban and Environmental Technology, 4(1), 60–79.
Okaali, D. A., Bateganya, N. L., Evans, B., Ssazi, J. G., Moe, C. L., Mugambe, R. K., Murphy, H., Nansubuga, I., Nkurunziza, A. G., Rose, J. B., Tumwebaze, I. K., Verbyla, M. E., Way, C., Yakubu, H., & Hofstra, N. (2022). Tools for a Comprehensive Assessment of Public Health Risks Associated with Limited Sanitation Services Provision. Environment and Planning B: Urban Analytics and City Science, 49(8), 2091–2111.
Rahman, M. A., Islam, M. R., Kumar, S., & Al-Reza, S. M. (2021). Drinking water quality, exposure and health risk assessment for the school-going children at school time in the southwest coastal of bangladesh. Journal of Water Sanitation and Hygiene for Development, 11(4), 612–628.
Ramadhan, I. N., Ardillah, Y., Oktivaningrum, R., & Pratiwi, L. D. (2023). Community Sanitation Risk Assessment of Tanjung Raja Village: A Rural Slum Study. Disease Prevention and Public Health Journal, 17(2), 162–171.
Razak, R., Windusari, Y., & Camelia, A. (2023). Identifikasi Sanitasi Lingkungan Dasar Rumah Tangga Melalui Survey dan Penyuluhan di Kawasan Tambak Perairan Sungai Musi Kecamatan Gandus. Jurnal Panrita Abdi, 7(2), 370–379.
Santosa, Florianus Rooslan E., Gede Arimbawa, I., Durrotun Nasihien, R., Arifin, B., & Damayanti, E. (2020). Review of Environmental Health Risk Assessment (EHRA) to Achieve the Target of Universal Access 2020 Focusing on Domestic Waste Water Sector. Journal of Physics: Conference Series, 1573(1).
Sari, E., Yulistia, E., Putri, Y., & Ermawati, Y. (2023). Environmental Health Risk (EHRA) Study in Batu Putih Village, Baturaja Barat District, Ogan Komering Ulu Regency. SRICOENV, October 0506.
Sudrajat, A. S. E. (2017). Kajian Daerah Resiko Sanitasi Kabupatenpekalongan (Penerapan Metode EHRA) Studi Kasus: Kecamatan Kedungwuni. Jurnal Ilmiah Teknik Sipil TEKNIKA, 12(1), 33–47.
Sunik, Kristianto, D., & Khamelda, L. (2018). Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan-EHRA (Fasilitas dan Perilaku Warga Perumahan Karanglo Indah) Terhadap Sampah Rumah Tangga. Reka Buana: Jurnal Ilmiah Teknik Sipil Dan Teknik Kimia, 3(2), 87–97.
Susilawati, & Ingraini, C. (2023). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Kesehatan Masyarakat Pesisir di Dalam Kepemilikan Jamban Sehat. Zahra: Journal of Health and Medical Research, 3(3), 242–249.
Susilawaty, A., Majid, A., Lagu, H. R., Basri, S., Maisari, U., Amansyah, M., Kesehatan, B., Universitas, L., Negeri, I., & Makassar, A. (2018). Penilaian Risiko Sanitasi Lingkungan di Pulau Balang Lompo Kelurahan Mattiro Kabupaten Pangkajene dan Kepulauan. Al-Sihah: Public Health Science Journal, 10(2), 204–215.
Syamsuar, Daud, A., Maria, I. L., & Hatta, Muh. (2020). Environmental Health Risk Assessment in Flood Prone Area; Case Study in Wajo District. International Journal of Science and Healthcare Research, 3(4), 9-16.
Wahyudi, A., & Zaman, C. (2021). Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan Dengan Menggunakan Pendekatan Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Di Kelurahan Kertapati. Jurnal Ilmu Kedokteran Dan Kesehatan, 8(3), 310–315.
Wulandari, & Soesetyo, F. A. (2019). Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Faktor yang Mendorong Perilaku Penggunaan Jamban di Kabupaten Bondowoso Tahun 2018. Multidisciplinary Journal, 2(1), 1–3.
Yolanda, R. C. G., Nefilinda, & Tanamir, M. D. (2023). Analisis Sanitasi Lingkungan Masyarakat di Kelurahan Tembilahan Kota Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau. Jurnal Ilmu Alam Dan Lingkungan, 14(1), 55–64.
Yulistya, E., Lusia, M., & Kartika Sari, E. (2021). Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan (EHRA) di Desa Batu Putih Kecamatan Baturaja Barat Kabupaten Ogan Komering Ulu. Jurnal Deformasi, 6(2), 117–130
25
Discussion and feedback