JURNAL BIOLOGI UDAYANA 26(2): 165-174

P ISSN: 1410-5292 E ISSN: 2599-2856

Karakteristik habitat Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) di Taman Nasional Alas Purwo

Habitat characteristics of the Javan Hawk-Eagle (Nisaetus bartelsi) in Alas Purwo National Park

Putu Ayu Irvana Swasti*, Syartinilia

Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas Pertanian, IPB University, Kampus IPB Dramaga, 16680, Dramaga, Jawa Barat

*Email: [email protected]

Diterima 1 Februari 2022         Disetujui 18 Juli 2022

INTISARI

Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) merupakan habitat elang jawa (Nisaetus bartelsi) di kawasan dataran rendah. Terbatasnya informasi tentang preferensi habitat elang jawa di TNAP menyebabkan sulitnya menyusun rencana pengelolaan habitat elang jawa yang sesuai dengan preferensi habitatnya di alam. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakteristik habitat yang mempengaruhi aktivitas elang jawa sehingga dapat digunakan untuk rekomendasi pengelolaan habitat elang jawa di TNAP. Pengambilan data karakteristik habitat menggunakan pendekatan analisis vegetasi dan analisis lanskap pada 30 titik sampel dengan metode purposive sampling yang didapatkan dari wawancara pengelola dan observasi. Hasil penelitian menunjukkan karakteristik lanskap habitat bersarang memiliki kemiringan < 8 % dan elevasi 36 - 74 mdpl serta ditemukan aliran sungai. Sementara itu, habitat berburu berada di kemiringan < 8 % - 40 % dan elevasi 0 - 167 mdpl. Jenis tutupan lahan berupa hutan alami lebih disukai elang jawa untuk bersarang ataupun berburu, serta habitat yang digunakan tidak berjauhan dengan aktivitas manusia. Sarang elang jawa ditemukan pada jenis pohon bendo (Artocarpus elastica) yang memiliki karakteristik khusus yaitu berstrata A, emergent tree, dan arsitektur pohon model rauh. Selain itu, kondisi keragaman jenis pohon yang tinggi membuat habitat bersarang dipilih elang jawa. Nilai INP pada habitat bersarang dan berburu menunjukan jenis pohon berstrata A dan B dengan model arsitektur rauh banyak ditemukan dan juga didominasi oleh pohon buah yang disukai oleh mangsa elang jawa.

Kata kunci: habitat berburu, habitat bersarang, Nisaetus bartelsi, hutan dataran rendah, Taman Nasional Alas Purwo

ABSTRACT

Alas Purwo National Park (APNP) is the JHE's (Nisaetus bartelsi) habitat in the lowlands. Limited information on JHE habitat preferences in APNP makes it difficult to develop a management plan for JHE habitat in accordance with its habitat preferences in nature. The purpose of this study was to analyze habitat characteristics that affect the activity of JHE, so that it can be used for recommendations for the management of JHE habitat in APNP. Habitat characteristics were collected by vegetation analysis and landscape analysis at 30 sample points using a purposive sampling method which were obtained through manager interviews and observations. The results showed that the landscape characteristics of the nesting habitat had slope of < 8% and elevation of 36 - 74 masl, as well as had a river flow. Meanwhile, the hunting habitats were on slope of < 8 % - 40 % and an elevation of 0 - 167 masl. The type of land cover in the form of natural forest was preferred by the JHE for nesting or for hunting, and the habitat used was not far from

human activities. The JHE’s nest was found in the bendo tree species (Artocarpus elastica) which had special characteristics, namely strata A, emergent tree, and rauh model tree architecture. In addition, the condition of the high diversity of tree species makes the JHE's nesting habitat chosen. The INP value in nesting and hunting habitats showed that tree species with strata A and B with a rauh architectural model were found and were also dominated by fruit trees which were preferred by JHE’s prey.

Keywords: Alas Purwo National Park, hunting habitat, lowland forest, nesting habitat, Nisaetus bartelsi

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan Negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 merupakan hukum tertinggi dalam pengupayaan konservasi sumber daya hayati. Salah satu fauna endemik Indonesia yang dilindungi adalah elang jawa (Nisaetus bartelsi) yang terdapat di Pulau Jawa. Berdasarkan PERMENLHK no P106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018, elang jawa merupakan burung endemik yang dilindungi dan dalam International Union for Conservation of Nature (IUCN) termasuk kedalam status endangered atau terancam punah. Selain itu, satwa ini merupakan 25 satwa prioritas yang harus ditingkatkan populasinya sekitar 10% dari tahun 2015-2019 berdasarkan Surat keputusan Dirjen PHKA No. 200/IV/KKH/2015. Elang jawa merupakan top predator dan penentu kondisi lingkungan masih alami. Keadaan ini membuat elang jawa sangat diperhatikan oleh pihak terkait.

Habitat elang jawa tersebar di hutan dataran rendah hingga hutan dataran tinggi. Hal ini diperkuat oleh Sozer dan Nijman (1998) bahwa elang jawa ditemukan mulai dari permukaan laut hingga ketinggian 3000 mdpl. Saat ini perjumpaan elang jawa di hutan dataran rendah lebih sedikit dibandingkan hutan dataran tinggi. Meningkatnya aktivitas manusia di kawasan dataran rendah menyebabkan ancaman terhadap habitat elang jawa seperti kerusakan habitat, fragmentasi habitat, dan perburuan /perdagangan semakin tinggi. Kondisi ini menyebabkan populasi elang jawa tersisa dalam bentuk patchpatch habitat yang disekitarnya sudah didominasi aktivitas manusia. Persebaran terbesar habitat elang jawa berada di daerah Jawa Timur lalu

disusul Jawa Barat dan terakhir Jawa Tengah (Syartinilia & Tsuyuki, 2008; Syartinilia et al., 2009). Salah satu hutan dataran rendah di Jawa Timur ditemukan adanya aktivitas elang jawa adalah Taman Nasional Alas Purwo (TNAP) (Murad & Syartinilia, 2021).

TNAP memiliki potensi besar sebagai habitat elang jawa di dataran rendah yang dapat dipertahankan karena luasnya yang besar. Dalam memilih habitatnya, elang jawa memiliki preferensi tersendiri terutama untuk habitat bersarang maupun habitat berburunya seperti yang ditemukan pada lokasi habitat elang jawa lainnya baik di dataran tinggi maupun dataran rendah (Fahmi & Syartinilia, 2020; Shafira, 2020; Sadono, 2021). Terbatasnya informasi tentang preferensi habitat elang jawa di TNAP menyebabkan sulitnya menyusun rencana pengelolaan habitat elang jawa yang sesuai dengan preferensi habitatnya di alam. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian terhadap karakteristik habitat elang jawa di TNAP baik untuk bersarang maupun untuk berburu sehingga akhirnya dapat memberikan rekomendasi untuk pengelolaan habitat elang jawa di TNAP.

MATERI DAN METODE

Lokasi penelitian berada di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP), tepatnya di Seksi Pengelolaan Taman Nasional (SPTN) 1 Tegaldlimo dan SPTN 2 Muncar, Kecamatan Tegaldlimo dan Kecamatan Purwoharjo, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur (Gambar 1). Penelitian ini dilakukan mulai dari bulan September 2020 hingga Juni 2021. Waktu saat turun lapang dilakukan dari pukul 08.00 WIB hingga pukul 16.00 WIB. Alat dan bahan yang

digunakan terdiri dari GPS, kamera digital, binokular, alat tulis, dan laptop yang dilengkapi


aplikasi Microsoft office, ArcGIS, dan photoshop CC 2017.


Gambar 1. Peta Lokasi Penelitian


Data yang dikumpulkan terdiri dari karakteristik lanskap dan karakteristik vegetasi yang didapatkan dari wawancara pengelola TNAP dan observasi. Metode purposive sampling digunakan untuk menentukan lokasi yang di observasi. Adanya aktivitas bersarang dan berburu elang jawa menjadi kriteria untuk metode ini. Pendataan vegetasi menggunakan 30 plot sampel dengan metode jalur berpetak. Plot dibagi berdasarkan kelas tumbuhannya. Kelas tersebut terdiri dari:

  • -    Kelas pohon (diameter batang >20 cm) dengan ukuran plot 20 m x 20 m

  • -    Kelas tiang (pole) (diameter batang 10-20 cm) dengan ukuran plot 10 m x 10 m

  • -    Kelas pancang (diameter batang <10 cm dan tinggi >1,5 m) dengan ukuran plot 5 m x 5 m

  • -    Kelas anakan (seedling) (tinggi <1,5 m) dengan ukuran plot 2 m x 2 m.


Untuk mengetahui komposisi dan struktur vegetasi menggunakan analisis vegetasi untuk menghitung Kerapatan (K), Frekuensi (F), dan Dominansi (D) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:


Kerapatan (K) =


K Relatif(KR) =


Jumlah Indlvldu

Luas petak contoh


K suatu jenis

K seluruh jenis


× 100%


_  ,      . ,_,    Jumlah sub petak suatu spesles

Frekuensi (F) = -———■—-—-——--—

Jumlah seluruh sub petak contoh


F Relatif (RF)


Frekuensi suatu jenis

Frekue'nsi seluruh jenis


Dominansi (D) =


D Relatif (DR)


× 100%


Luas bidang dasar suatu spesles Luas petak contoh


Dominansi suatu jenis

Dominansi seluruh jenis


× 100%


Hasil analisis vegetasi digunakan untuk menghitung indeks nilai penting (INP) dan indeks keragaman Shannon Wienner (H’). Indeks Nilai


Penting (INP) dihitung dengan menggunakan rumus berikut:

INP = KR + FR + DR

Indeks keanekaragaman Shannon Wienner (H’) (Odum 1996) dihitung dengan rumus

N


H' =


∑(pi) (n pi) i=ι


H     : Indeks Shannon-Wienner

pi     : Jumlah individu suatu spesies/jumlah

total seluruh spesies

Ni    : Jumlah individu spesies ke-i

N     : Jumlah total individu

Kriteria Keragaman : 0-2 (rendah), 2-3 (sedang), dan >3 (tinggi)

Vegetasi juga akan dianalisis berdasarkan strata dan ruang penggunaan ruang tajuk. Strata akan dianalisis berdasarkan Soerianegara and Indrawan (1978) yang membagi strata hutan menjadi strata A (>30 m), B (20-30 m), C (4-20 m), D (1-4 m) dan E (0-1 m). Penggunaan ruang tajuk dianalisis berdasarkan Putri (2009) yang membagi ruang tajuk secara horizontal dan vertikal. Pembagian ruang tajuk dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pembagian Ruang Tajuk Pohon Sarang

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Lanskap

Kondisi tutupan lahan suatu habitat mempengaruhi aktivitas elang jawa. Menurut Gjershaug et al. (2004) elang jawa menggunakan

habitat hutan primer dan hutan sekunder untuk melakukan aktivitas berburu dan bersarang. Hal ini juga ditunjukan oleh habitat elang jawa di Taman Nasional Alas Purwo (TNAP). Elang jawa banyak ditemukan beraktivitas pada SPTN 1 Tegaldlimo dibandingkan SPTN 2 Muncar. Hal ini dikarenakan sebagian besar area SPTN 1 Tegaldlimo ditutupi oleh hutan alami, sedangkan SPTN 2 Muncar Sebagian besar ditutupi oleh hutan produksi dan mangrove. Selain itu, lokasi sarang dapat menjadi faktor banyaknya elang jawa di SPTN 1 Tegaldlimo, dikarenakan elang jawa memiliki home range atau jangkauan wilayah minimal sebesar 4 km2 dan jarak maksimal sebesar 20 km2 untuk melakukan aktivitasnya (Syartinilia et al., 2009). Habitat bersarang saat ini hanya ditemukan pada SPTN 1 Tegaldlimo, tepatnya di Jalur Pengamatan Burung (JPB) Resort Rowobendo. Tutupan lahan habitat bersarang adalah hutan alami, sedangkan habitat berburu adalah hutan alami dan hutan produksi. Sebagian besar penelitian di kawasan dataran tinggi dan dataran rendah lainnya menemukan bahwa elang jawa lebih memilih hutan alami sebagai habitat bersarang. Namun, ada temuan sarang elang jawa berada di hutan campuran dan ini bisa terjadi dikarenakan masih berdekatan dengan hutan alami (Shafira, 2020). Kondisi tersebut sesuai dengan pernyataan Setiadi et al. (2000) yang mengatakan bahwa sarang elang jawa berada di dalam atau berdekatan dengan hutan alam dikarenakan peluang mangsa dan masalah keamanan.

Kondisi lain yang juga mempengaruhi aktivitas elang jawa adalah kemiringan dan elevasi habitat. Habitat bersarang elang jawa di SPTN 1 Tegaldlimo berada di kemiringan < 8 % dan elevasi 36 - 74 mdpl, sedangkan habitat berburu SPTN 1 Tegaldlimo dan SPTN 2 Muncar di kemiringan < 8 % - 40 % dan elevasi 0 - 167 mdpl. Kondisi habitat bersarang ini tidak sesuai dengan pernyataan Prawiradilaga (2006) yang menyatakan pohon sarang elang jawa berada di pegunungan dengan lereng yang curam dan terdapat sumber air seperti sungai. Habitat ini dapat dikatakan datar, namun memang terdapat bentukan sungai yang tidak dialiri air. Hal ini juga

ditunjukan pada habitat bersarang di Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Taman Nasional Meru Betiri (TNMB), dan Hutan Kondang Merak. Kondisi ini menandakan bahwa elang jawa di TNAP dapat beraktivitas dengan kemiringan dan elevasi yang beragam, namun masih berada di dalam atau berdekatan dengan hutan alam. Selain itu, elang jawa masih memilih lokasi bersarang dan berburu yang berdekatan dengan aktivitas manusia.

Karakteristik Vegetasi

TNAP merupakan salah satu habitat elang jawa yang ditemukan di kawasan hutan dataran rendah. Kondisi ini pastinya membuat komposisi dan struktur jenis vegetasi yang dimiliki berbeda dengan hutan dataran tinggi dan hutan dataran rendah lainnya. Hasil penelitian menunjukan habitat berburu SPTN 1 Tegaldlimo dan SPTN 2 Muncar didominasi oleh fase tiang dan pohon (Tabel 1). Tingginya nilai fase pohon dan fase tiang pada habitat berburu membuat terbentuknya sebuah kanopi (Gambar 2). Menurut Cahyana et al. (2015) kanopi memiliki peran penting dalam pakan dan prilaku berburu elang jawa. Satwa ini biasanya akan bertengger sambil menunggu mangsanya datang dan kanopi membantu bersembunyi serta mudah untuk berpindah tempat. Hal ini yang membuat lokasi tersebut dipilih elang jawa sebagai habitat berburu. Namun selain kanopi, jenis vegetasi yang tidak mendominasi pada tabel 1 merupakan pakan dari mangsa elang jawa dan memiliki nilai INP yang cukup besar. Elang jawa memiliki karakteristik pakan berupa aves, mamalia, dan reptil (Utami, 2002). Jelarang (Ratufa bicolor) adalah pakan yang paling banyak ditemui di TNAP, terutama pada habitat bersarang. Selain itu, pada saat turun lapang ditemukan mangsa lain berupa bajing (Callociurus notatus), ayam hutan hijau (Gallus varius), dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis). Dilihat dari dari tabel terdapat beberapa pakan dari mangsa elang jawa. Menurut Zairina et al. (2015) vegetasi pakan monyet ekor panjang adalah pulai (Alstonia scholaris), serut (Streblus asper), dan jambu hutan (Syzygium javanicum). Vegetasi lain yang merupakan pakan

monyet ekor panjang adalah awar-awar (Ficus septica) (Abdullah, 2017). Daun bayur juga merupakan salah satu makanan monyet ekor panjang (Quinda et al., 2013). Pakan jelarang adalah salam (Syzygium polyanthum) dan belimbing wuluh (Averhoe blimbi) (Farida, 2013). Selain itu, pohon apak (Ficus callophylla), pohon kedondong hutan (Spondias pinnata), dan pohon jambu alas (Syzygium javanicum) juga merupakan pakan jelarang (Sitorus & Hernowo, 2016). Namun, menurut Anggrita et al., (2017) jelarang memiliki karakteristik pakan yang mirip dengan lutung jawa (Trachypithecus auratus), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) dan surili (Prebytis comata). Hal ini menjadikan monyet ekor panjang memiliki pakan yang serupa dengan jelarang. Jika dilihat kondisi vegetasi yang disebutkan menghasilkan buah-buahan dan daun muda sehingga disukai oleh mangsa elang jawa.

Selain faktor peluang mangsa, vegetasi juga mempengaruhi faktor keamanan elang jawa. Hal ini terlihat dari pohon yang digunakan untuk bersarang. Bendo (Arthocarpus elastica) merupakan pohon sarang elang jawa di TNAP. Karakteristik pohon ini memiliki ketinggian sekitar 32 m dan diameter 101,7 cm. Ketinggian pohon ini dapat dikategorikan kedalam pohon berstrata A. Pohon yang memiliki strata ini dapat dikatakan lebih tinggi dibandingkan dengan jenis pohon lainnya, terutama pada habitat yang curam. Sementara itu, kondisi habitat bersarang di TNAP yang datar, juga terlihat bahwa pohon sarang lebih menjulang dibandingkan pohon lainnya. Kondisi ini membantu elang jawa untuk memantau sarangnya ketika sedang berburu. Selain itu, dapat terhindar dari satwa yang bisa saja merusak sarang dan memangsa anak elang jawa. Pohon bendo juga menjadi pakan bagi beberapa jenis burung hutan (Fiqa, 2005). Kondisi ini dapat menjadi peluang bagi elang jawa dikarenakan burung yang memakan buah bendo bisa saja merupakan mangsanya. Kondisi pohon sarang juga ditunjukan pada penelitian elang jawa yang berada di hutan dataran rendah lainnya, ditemukan sarang elang jawa terdapat di pohon berstrata A (Fahmi, 2019; Ghofur, 2020;

Sadono, 2021). Strata A biasanya digunakan untuk membangun sarang, sedangkan strata B biasanya digunakan untuk berburu. Namun, penelitian Shafira (2020) menemukan bahwa elang jawa bersarang pada pohon berstrata B di

hutan campuran. Hal ini terjadi dikarenakan kondisi geografis yang membuat pohon tersebut menjulang dibandingkan pohon lainnya dan lokasinya masih berdekatan dengan hutan alami.

Tabel 1. Nilai INP dan H’ vegetasi yang ada di habitat elang jawa

Kategori

Habitat

Nama vegetasi

KR

FR

DR

INP

H’

Pohon

Habitat bersarang

Timoho (Kleinhovia hospita L.)

17,02

15,38

18,81

51,21

2,64

Bendo (Artocarpus elasticus)

8,51

10,25

12,99

31,76

Sedang

Habitat berburu SPTN 1

Dandang Gula (Mischocarpus

19,64

17,39

12,12

49,15

2,47

sundaicus BL.)

Bayur (Pterospermum javanicum)

10,71

10,86

24,88

46,46

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Munung (Pterocymbium

32,18

24,07

42,03

98,29

2,18

hutan alami

tinctorium)

Kedondong Hutan (Spondias pinnata)

8,04

7,40

6,87

22,32

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Jati (Tectona grandis)

97,74

77,77

89,22

264,74

0,14

hutan produksi

Beringin (Ficus benjamina)

0,56

5,55

6,47

12,59

Rendah

Tiang

Habitat bersarang

Tutup (Macaranga tanarius)

19,23

15,90

24,33

59,47

2,49

Belimbing Wuluh (Averrhoa bilimbi)

1,92

2,27

2,90

7,10

Sedang

Habitat berburu SPTN 1

Tutup (Macaranga tanarius)

35,93

18,60

30,72

85,26

2,11

Pulai (Alstonia scholaris)

1,56

2,32

1,68

5,57

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Talok (Muntingia calabura)

14,58

15,38

13,74

43,71

2,43

hutan alami

Timoho (Ficus ampelas)

12,5

12,82

13,04

38,36

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Jati (Tectona grandis)

90,65

68,42

93,01

252,09

0,42

hutan produksi

Wali Kukun (Schoutenia ovate)

4,67

10,52

2,91

18,11

Rendah

Pancang

Habitat bersarang

Walangan (Pterospermum

55,55

28,57

84,12

1,64

diversifolium)

Lampeni (Ardisia elliptica)

8,88

11,90

20,79

Sedang

Habitat berburu SPTN 1

Walangan (Pterospermum

47,50

19,71

67,22

1,73

diversifolium)

Jambu Hutan (Syzygium javanicum)

8,24

12,67

20,91

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Pancal Kidang (Syzygium

41,46

27,58

69,04

1,99

hutan alami

antisepticum)

Sedang

Pancang

Habitat berburu SPTN 2

Maleman

14,63

17,24

31,87

1,99

hutan alami

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Serut (Streblus asper)

37,60

22,22

59,82

1,87

hutan produksi

Salam (Syzygium polyanthum)

0,85

2,77

3,63

Sedang

Semai

Habitat bersarang

Walangan (Pterospermum

38,21

19,04

57,25

1.85

diversifolium)

Bayur (Pterospermum javanicum)

22,76

23,80

46,57

Sedang

Habitat berburu SPTN 1

Walangan (Pterospermum

30,23

22,22

52,45

1,54

diversifolium) Malaman

1,29

3,17

4,46

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Pancal Kidang (Syzygium

56,26

27,5

83,76

1,61

hutan alami

antisepticum)

Serut (Streblus asper)

7,80

12,5

20,30

Sedang

Habitat berburu SPTN 2

Serut (Streblus asper)

64,34

33,33

97,67

1,37

hutan produksi

Awar-awar (Ficus septica)

1,55

2,56

4,11

Sedang

Selain strata, model arsitektur pohon juga mempengaruhi aktivitas elang jawa. Model arsitektur pohon rauh saat ini masih disukai elang jawa untuk berburu dan meletakkan sarangnya.

Model arsitektur ini disukai karena memiliki kekuatan untuk menopang tubuh dan sarang elang jawa. Selain itu, menurut Ridwan et al. (2014) pohon sarang memiliki kondisi cabang horizontal

yang besar, tajuk tidak rapat, memiliki ruang untuk keluar masuk dan pengawasan sarang. Selain pohon bendo, pohon yang ditemukan pada habitat bersarang dan berburu seperti walangan (Pterospermum diversifolium), pohon bayur (Pterospermum javanicum), pohon kedondong hutan (Spondias pinnata), pohon beringin (Ficus benjamina), dan pohon malaman (Cleistanthus myrianthus) juga merupakan pohon dengan model arsitektur rauh. Berdasarkan pembagian ruang tajuk, sarang elang jawa di TNAP terletak di ruang IIB. Elang jawa menggunakan ruang tajuk B (I, II, III) ketika memantau mangsa dan membuat sarang. Hal ini juga dikarenakan kekuatan dahan pada ruang tersebut.

Kualitas habitat elang jawa pada Tabel 1, terlihat habitat berburu di hutan produksi

memiliki keragaman yang rendah kedepannya. Hal ini terlihat dari nilai keragaman dan nilai INP yang mendominasi. Tingginya nilai INP yang melebihi 100% menunjukan bahwa jenis pohon yang dapat digunakan elang jawa dan mangsanya sangat sedikit. Hal ini berbanding terbalik dengan habitat bersarang yang memiliki nilai keragaman tertinggi diantara habitat lainnya. Keragaman ini akan mempengaruhi penggunaan habitat dikarenakan vegetasi pakan dari mangsa elang jawa sedikit dan peluang untuk berkembang biak sangat kecil. Selain itu, semua kelas tumbuhan pada habitat bersarang memiliki nilai INP yang sangat tinggi. Kondisi ini membuat habitat bersarang lebih rapat dibandingkan habitat berburu (Gambar 2). Hal ini akan membantu elang jawa dalam menyembunyikan sarang dan anaknya dari gangguan.

(a)

(b)


Fasc pohon


Fasc pohon


Fase, tiang


Fasc tiang


(c)


(d)


Gambar 2. Ilustrasi habitat elang jawa yaitu (a) habitat berburu hutan alami SPTN 1, (b) habitat berburu hutan produksi SPTN 2, (c) habitat berburu hutan alami SPTN 2, (d) habitat bersarang hutan alami


KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor terbesar elang jawa di TNAP memilih habitatnya berdasarkan tutupan lahan dan vegetasi. Tutupan lahan berupa hutan alami memiliki keragaman jenis vegetasi lebih tinggi dibandingkan hutan produksi sehingga keberagaman pakannya juga tinggi. Selain itu, vegetasi yang memiliki karakteristik berstrata A dan B, emergent tree, dan arsitektur pohon model rauh, lebih disukai elang jawa untuk melakukan aktivitas bersarang atupun berburu. Kondisi ini dapat dijadikan salah satu cara dalam mengelola habitat elang jawa. Jenis pohon bayur (Pterospermum javanicum), walangan (Pterospermum diversifolium), bendo (Artocarpus elasticus), beringin (Ficus benjamina), malaman (Cleistanthus myrianthus), kedondong hutan (Spondias pinnata), pulai (Alstonia scholaris), serut (Streblus asper), jambu hutan (Syzygium javanicum), salam (Syzygium polyanthum), belimbing wuluh (Averhoe blimbi), awar-awar (Ficus septica), dan apak (Ficus callophylla) dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam mengelola habitat elang jawa dengan cara restorasi. Hal ini setidaknya akan membantu dalam meningkatkan keberagaman jenis vegetasi pada zona rehabilitasi di TNAP, sehingga jangkauan wilayah untuk berasarang dan berburu semakin banyak.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih diucapkan kepada pihak TNAP yakni Prabowo Wrisniadji, Noviyani Utami S.Hut,M.Sc, Mbak Mekar, Pak Gendut dan Kak Dudun yang telah membantu selama turun lapang. Penelitian ini dapat berjalan dengan hibah Penelitian Dasar Unggulan Perguruan Tinggi Nomor: 1/E1/KP.PTBNH/2020 dan Amandemen Kontrak Penelitian TA. 2020 Nomor: 1/AMD/E1.KP.PTBNH/2020 Tahun Anggaran 2020 dari Kementrian Riset Teknologi, dan Pendidikan Tinggi yang merupakan bagian dari penelitian payung yang berjudul “Kajian Ekologi Lanskap Pada Habitat Elang Jawa (Nisaetus

bartelsi) di Hutan Dataran Rendah Pulau Jawa untuk Menunjang Pelestarian Spesies Prioritas”.

KEPUSTAKAAN

[IUCN] International Union for Conservation of Nature. 2013. IUCN Redlist of Threatened Species. Version 2013.1.[internet].[dikutip tanggal 10 Februari 2020]. Dapat diunduh dari : www.iucnredlist.org

[PERMENLHK] Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor

P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018

[SK] Surat Keputusan Dirjen PHKA No. 200/IV/KKH/2015. [KSDAE] Konservasi Sumber Daya Alam Ekosistem. 2017. Pemangsa Muda Dari Pasir Datar [internet]. [diacu 2017 April 15]. Tersedia dari: http://ksdae.menlhk.go.id/berita/557/pemang sa-muda-dari-pasir-datar.html

[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1990 Tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati Dan Ekosistemnya

Abdullah Z. 2017. Pendugaan Parameter Demografi Dan Sebaran Jenis Tumbuhan Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) Di Kampus IPB Dramaga Bogor [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Anggrita, Nasihin I, Nendrayana Y. 2017. Keanekaragaman Jenis Dan Karakteristik Habitat Mamalia Besar Di Kawasan Hutan Bukit Bahohor Desa Citapen Kecamatan Hantara Kabupaten Kuningan. Wanaraksa. 11 (1) : 21-29.

Cahyana AN, Hernowo JB, Prasetyo LB. 2015. Pemodelan Spasial Kesesuaian Habitat Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi Stresemann, 1924) Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Media Konservasi. 20 (3) : 211-219.

Fahmi I, Syartinilia. 2020. Habitat preferences of current record of JHE (Nisaetus bartelsi) in lowland forest in Ujung Kulon National Park. IOP Conf. Series: Earth and Environmental Science           590,           012004

https://doi.org/10.1088/1755-1315/590/1/012004

Fahmi I. 2019. Studi Karakteristik Lanskap Dan Preferensi Habitat Elang Jawa (Nisaetus

Bartelsi) Pada Hutan Dataran Rendah Di Taman Nasional Ujung Kulon [skripsi]. Bogor (ID): Intitut Pertanian Bogor

Farida WR. 2013. Diversity of Forest Plants as Feed Resources and Habitat of Protected Mammals in Gumai Pasemah Wildlife Sanctuary, Lahat Regency, South Sumatera. Prosiding Semirata FMIPA Universitas Lampung. 447-456.

Fiqa AP. 2005. Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume, Tanaman Hutan Bernilai Ekologis Tinggi. UPT Balai Konservasi Tumbuhan Kebun Raya Purwodadi-LIPI. Jawa Timur.

Ghofur A. 2020. Pengelolaan Habitat Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) Pada Kegiatan Ekowisata Di Hutan Dataran Rendah Kondang Merak, Malang Selatan [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gjershaug JO, Røv N, Nygård T, Prawiradilaga DM, Afianto MY, Hapsoro, Supriatna A. 2004. Home-Range Size Of The Javan Hawk-Eagle (Spizaetus Bartelsi) Estimated From Direct Observations And Radiotelemetry. Journal Raptor Res'. 38 (4) : 343-349

Murad AP, Syartinilia. 2021. Patch Dynamics in the Javan Hawk-Eagle (Nisaetus bartelsi) Habitat of East Java. IOP Conf. Ser.: Earth Environ. Sci. 879 012038.

Odum EP. 1996 . Dasar – Dasar Ekologi.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Prees

Prawiradilaga DM. 2006. Ecology and conservation of endangered Javan Hawkeagle Spizaetus bartelsi. Ornithological Science. 5 : 177–186

Putri AS. 2009. Pola penggunaan ruang owa jawa (Hylobates moloch Audebert, 1798) berdasarkan perilaku bersuara di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Provinsi Jawa Barat [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Quinda B, Kanedi M, Nurcahyani N, Panjaitan RHP. 2013. Studi Tumbuhan Sumber Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca Fascicularis) Di Kawasan Youth Camp Taman Hutan Raya Wan Abdul Rachman Lampung. Jurnal Ilmiah:    Biologi Eksperimen dan

Keanekaragaman Hayati. 1(1) : 44-47

Ridwan I, Mulyadi At, Abdul Rahman Rusli AR. 2014. Pemantauan Ekologi Sarang Elang Jawa (Spizaets bartelsi) Di Wilayah Hutan

Cikaniki Taman Nasional Gunung Halimun Salak. Jurnal Nusa Sylva Volume.14 (2) : 4346

Sadono MK. 2021. Pengelolaan Lanskap Pada Habitat Bersarang Dan Habitat Berburu Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) Di Taman Nasional Meru Betiri, Jawa Timur [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Setiadi, AP, Rakhman Z, Nurwatha PF, Muchtar M, Raharjaningtrah W.  2000. Status,

Distribution, Population,  Ecology and

Conservation Javan Hawk-eagle Spizaetus bartelsi, Stresemann 1924 On Southern Part of West Java [Final Report BP/FFI/BirdLife International/YPAL-HIMBIO]. HIMBIO UNPAD. Bandung.

Shafira M. 2020. Pengelolaan Habitat Elang Jawa (Nisaetus Bartelsi) Melalui Ekowisata Birdwatching Di Taman Nasional Gunung Ciremai [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sitorus DN, Hernowo JB. 2016. Habitat Dan Perilaku Elang Jawa (Nisaetus bartelsi) Di SPTN 1 Tegaldlimo Taman Nasional Alas Purwo, Jawa Timur. Media Konservasi. 21 (3) : 278-285

Soerianegara I, Indrawan A. 1978. Ekologi Hutan Indonesia. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Sözer R, Nijman V. 1998. Field identification of the Javan Hawk Eagle Spizaetus bartelsi. FORKTAIL 14. 13-16

Syartinilia, Tsuyuki S, Lee JS. 2009. GIS-Based Habitat Model for Javan HawkEagle (Spizaetus Bartelsi) Using Inductive Aproach In Java Island, Indonesia. Wildlife: Destruction, Conservation and Biodiversity. 9 : 301-312.

Syartinilia, Tsuyuki S. 2008. GIS-based modeling of Javan Hawk-Eagle distribution using logistic and autologistic regression models. Biological                   Conservation.

doi:10.1016/j.biocon.2007.12.030

Utami B. 2002. Kajian Potensi Pakan Elang Jawa (Spizaetus Bartelsi Stresemann 1924) di Gunung Salak [skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Zairina A, Yanuwiadi B, Indriyani S. 2015. Pola Penyebaran Harian Dan Karakteristik Tumbuhan Pakan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis R.) Di Hutan Rakyat

Ambender, Pamekasan, Madura. J-PAL. 6 (1): 1-1

174