JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 2, bulan September 2023

Karakteristik Jenis Kemasan terhadap Mutu Kentang (Solanum tuberosum L.) Konsumsi selama Penyimpanan Suhu Dingin

Characteristic of Potato (Solanum tuberosum L) Consumption During Cold Temperature Storage

Pipit Safitri Ningsih, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja*, Sumiyati

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email : rinapratiwi@unud.ac.id

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan jenis kemasan yang berbeda terhadap mutu kentang serta mengetahui jenis kemasan manakah yang menghasilkan kualitas kentang yang baik selama penyimpanan suhu dingin. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan dua faktor perlakuan yaitu kemasan dan waktu. Parameter yang diamati yaitu nilai susut bobot, tekstur, kadar gula, warna, laju pendinginan, tingkat kesegaran, dan kerusakan bahan. Hasil penelitian menunjukan bahwa kemasan polipropilen merupakan kemasan yang terbaik dengan nilai parameter bobot 0,05%, tekstur 65,7% N, kadar gula 8,50°Brix, warna (L 35,56; a 19,33; b 26,76), kesegaran bahan 10,50% kentang selama penyimpanan suhu dingin. Pengaruh kemasan plastik polipropilen dapat mempertahankan kesegaran kentang sampai hari ke-56 dibandingkan kentang yang dikemas dengan plastik polietilen.

Kata kunci: jenis kemasan, lama penyimpanan, mutu kentang, suhu

Abstract

This study aims to find whether the use of different types of packaging can affect the quality of potatoes and to find out which types of packaging produce good-quality potatoes during cold storage. This study used a completely randomized design with one treatment factor, namely two different types of packaging. Parameters observed were weight loss, texture, sugar content, color, cooling rate, freshness level, and material damage. The results showed that polypropylene packaging was the best with a parameter value of weight loss of 0.05%, texture 65,7d, sugar content of 8.50 Brix, color (L 35.56, a 19.33, b 26.76), freshness level of 10.50℃ during cold storage. The effect of polypropylene plastic packaging can maintain the freshness of potatoes until the 56th day compared to potatoes packaged with polyethylene plastic.

Keywords: packaging type, potato quality, storage time, temperature

PENDAHULUAN

Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan salah satu sayuran yang memiliki peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan. kentang termasuk ke dalam 35 komoditas unggulan nasional yang mendapat prioritas pengembangan oleh pemerintah. Kentang menjadi salah satu komoditi ekspor penting di Indonesia (Aminudin et al., 2014). Menurut catatan Direktorat Jenderal Hortikultura, ekspor total kentang pada 2018 sebanyak 5,16 ton dengan nilai Rp 66 miliar. Kemasan yang sering digunakan untuk mengemas bahan pangan selama ini adalah plastik. Menurut Sari (2017), kemasan polypropilen dan polyetilen lebih efektif untuk penyimpanan suhu dingin dibandingkan kemasan wrapping. Pemilihan jenis kemasan sangat penting agar kadar air dari bahan tidak mengalami perubahan selama masa penyimpanan. Pemilihan kemasan yang baik harus disesuaikan dengan karakteristik bahan yang

dikemas, suhu, dan lama simpan (Rahayu et al., 2007). Ketepatan pemilihan jenis kemasan sangat berpengaruh pada daya tahan produk hingga sampai konsumen. Masalah yang sering dihadapi pada pendugaan umur simpan di antaranya adalah faktor suhu yang sering berubah-ubah yang dapat berpengaruh terhadap perubahan mutu. Semakin tinggi suhu penyimpanan maka laju reaksi berbagai senyawa kimia akan semakin cepat (Asgar, et al., 2014). Saat ini banyak ditemukan persoalan terkait dengan membusuknya produk hasil pertanian yang menyebabkan banyak kerugian bagi para petani (Semariyani et al., 2016). Rusaknya hasil pertanian banyak terjadi pada saat penyimpanan yang dapat menurunkan mutu. Penyimpanan bertujuan mempertahankan mutu kentang selama waktu tertentu agar mendapatkan kualitas bahan pangan yang baik. Mutu kentang dengan syarat karakteristik warna, ukuran, bentuk, permukaan kentang tidak dipersyaratkan rata serta kadar kotoran, kentang cacat

persentasinya harus sama. Penyimpanan pada suhu dingin merupakan salah satu cara mempertahankan kesegaran kentang. Pendinginan akan memperlambat atau mencegah terjadinya kerusakan yang tidak diinginkan tanpa menimbulkan gangguan pada proses pematangan dan memperlambat perubahan yang tidak diinginkan selama penyimpanan suhu dingin. Penyimpanan suhu dingin khususnya penyimpanan pada suhu 10±3°C dapat memperpanjang jaringan-jaringan dalam kentang karena aktivitas respirasi menurun dan menghambat aktivitas mikroorganisme (Merianti et al., 2015). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya, diketahui bahwa penelitian mengenai jenis bahan kemasan dan lama penyimpanan kentang dengan suhu rendah telah banyak dilakukan, akan tetapi masih belum ada pembatas yang jelas antara jenis bahan pengemas dan lama penyimpanan. Oleh karena itu penelitian yang berjudul “Karakteristik Jenis Kemasan Terhadap Mutu Kentang (Solanum Tuberosum L.) Konsumsi Selama Penyimpanan Suhu Dingin. ini bertujuan untuk mengetahui apakah penggunaan jenis kemasan yang berbeda dapat mempengaruhi mutu kentang konsumsi selama penyimpanan suhu dingin dan jenis kemasan manakah yang menghasilkan kualitas kentang yang baik selama penyimpanan suhu dingin.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus sampai September 2022 di Laboratorium Pasca panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain lemari pendingin showcase dengan suhu 10±3°C, timbangan digital LS21, colorimeter CS10, tekstur analisis CT3, termometer digital, refractometer, alat tulis, dan alat dokumentasi. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah plastik pengemasan (plastik polipropilen dan polietilen), kentang varietas GM 05 yang beratnya 170,20 – 170,90 gram yang diperoleh dari Pasar Cokrominoto, Denpasar, Bali. Kentang

Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor. Faktor I adalah W (waktu) yang terdiri dari W1: 0 hari; W2: 7 hari; W3: 14 hari; W4: 28 hari; W5: 35 hari; W6: 42 hari; W7: 49 hari; dan W8: 56 hari. Faktor II adalah K (kemasan) yang terdiri dari K1: dikemas menggunakan polipropilen dan K2: dikemas menggunakan polietilen. Berdasarkan 2 faktor tersebut menghasilkan 18 kombinasi yang diulang sebanyak 3 kali maka menghasilkan 56 unit percobaan.

Pelaksanaan Penelitian

Persiapan diawali dengan proses pengambilan kentang dari pasar Cokrominoto, Denpasar, Bali sekaligus sortasi awal dengan kriteria kentang berwarna coklat tidak terdapat warna hijau pada kulit kentang dan tidak ada kerusakan fisik. Kentang yang sudah selesai disortir akan dilakukan penyimpanan selama 56 hari di Laboratorium Pascapanen Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Kentang konsumsi yang sudah disortir kemudian dicuci bersih dan dilakukan penimbangan dengan berat 170,20 -170,90 gram. Kentang yang ditimbang selanjutnya dikemas secara manual dengan menggunakan kemasan polipropilen dan polietilen. Detail ukuran kemasan yaitu panjang kemasan 20 cm, lebar kemasan 30 cm, dan tebal kemasan masing-masing (untuk polipropilen 0,03 mm dan polietilen 0,05 mm). Tiap kemasan berisi kentang sebanyak 3 buah berukuran 170,20 g – 170,90 gram. Kemudian sampel disimpan pada suhu 10±3°C. Pengamatan dilakukan setiap 7 hari sekali selama 56 hari.

Parameter Penelitian

Susut Bobot

Nilai susut bobot diperoleh dengan membandingkan berat kentang awal dengan berat kentang akhir. Hasil nilai susut bobot dinyatakan dalam persen dihitung dengan rumus:

Susut bobot = w° Wn x 100%             [1]

^0

dimana:

W0 : berat awal kentang wn : berat akhir kentang

Tekstur

Uji fisik tekstur kentang dilakukan dengan alat pengukur kekerasan yaitu alat tekstur analyzer TA XT Plus (pengukur kekerasan), pengukuran dilakukan tiga kali pada masing masing kentang pada tempat yang berbeda (ujung, tengah, dan pangkal kentang) dalam satu kemasan, selanjutnya diambil rata-rata dari hasil pengukuran tersebut (Pranata et al., 2022)

Kadar Gula

Pengujian kadar gula dapat menggunakan metode TSS (Total Soluble Solid). Pengukuran total padatan terlarut menggunakan alat refractometer (Kurniawan et al., 2014).

Warna

Perubahan warna pada umbi kentang menggunakan skala hunter yang terdiri dari nilai L, a, dan b dimana L (Fajiarningsih., 2013).

∆E* = √∆L*2 + ∆a*2 + ∆b*2                [2]

dimana:

∆E*            : Perbedaan warna total

∆L*2,∆a*2 ,∆b*2 : Perbedaan warna dari nilai L* a* dan b* yang sudah dikurangi.

Tingkat kesegaran

Pengukuran tingkat kesegaran pada kentang menggunakan alat thermometer digital. Thermometer digital adalah sebuah alat untuk menyatakan suhu derajat panas dingin suatu benda yang digunakan untuk mengukur suhu. Pengukuran tingkat kesegaran kentang dilakukan dengan penusukan pada kentang sehingga dari termometer mendapatkan hasil atau nilai dari tingkat kesegaran pada kentang tersebut (Roiyana et al., 2012).

Kerusakan bahan

Beberapa penyebab kerusakan kentang diakibatkan oleh penyimpanan yang tidak tepat karena kentang setelah dipanen masih mengalami proses hidup. Di

dalam kantong plastik dapat timbul udara termodifikasi yang menguntungkan yaitu penyusutan oksigen dan peningjkatan CO2 dalam kemasan yang mampu menghambat proses respirasi. Pada penelitian ini cara mengamati kentang dengan melihat warna, tekstur, dan aroma sehingga didapatkan hasil dari beberapa pengamatan kerusakan kentang (Hamidah., 2015).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Susut bobot

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapatkan bahwa pengemasan dengan perlakuan hari ke 7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan 56 tidak berpengaruh signifikan. Hasil pengukuran nilai susut bobot kentang dengan variasi jenis pengemasan dan lama penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil nilai rata-rata susut bobot pada berbagai perlakuan

Waktu Penyimpanan

Susut bobot (%)

K1

K2

H0

0,00

0,00

H7

0,01

0,01

H14

0,01

0,01

H21

0,02

0,02

H28

0,02

0,02

H35

0,03

0,02

H42

0,04

0,03

H49

0,04

003

H56

0,05

0,04

Keterangan: Tidak berpengaruh nyata terhadap nilai rata-rata

Tabel 1 menunjukkan bahwa hasil nilai rata-rata susut bobot kentang (%) selama penyimpanan suhu dingin perlakuan jenis kemasan K1, K2 dan lama penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap nilai susut bobot, hal ini disebabkan permeabilitas K1 (kemasan polipropilen) dan K2 (kemasan polietilen) tidak jauh berbeda sehingga tidak ada perbedaan yang signifikan ketika menggunakan K1 maupun K2. Peningkatan susut bobot berbanding lurus dengan lama penyimpanan, dimana semakin lama waktu penyimpanan, maka susut bobot kentang akan semakin meningkat, terjadinya peningkatan susut bobot kentang seiring lama penyimpanan disebabkan oleh proses respirasi yang menyebabkan kentang mengeluarkan air melalui permukaan kulit sayur dimana masih berlangsung setelah kentang dipanen (Isro’illa et al., 2016). Perlakuan jenis pengemasan K2 menunjukkan nilai susut bobot kentang terendah selama 56 hari penyimpanan, dibandingkan dengan perlakuan K1, sehingga perlakuan K2 membuktikan

lebih efektif menghambat penurunan bobot kentang selama penyimpanan. Kemasan polietilen memiliki sifat permeabilitas yang rendah, dimana dapat menghambat keluarnya air dari dalam kemasan menuju ke lingkungan (Sari, 2017).

Tekstur (Kekerasan)

Tabel 2 menunjukkan penyimpanan hari ke-56 semua perlakuan berbeda nyata. Kentang yang disimpan pada suhu dingin K1 tingkat kekerasannya paling kecil dan sudah mengalami kerusakan dengan tingkat kekerasan 65,5 N. Pada perlakuan K2 dengan tingkat kekerasan 63,2 N sudah mengalami kebusukan dikarenakan uap air yang semakin banyak mengendap dalam kemasan maka proses terjadinya pembusukan semakin cepat. Pada perlakuan K2 dari hari ke-0 sampai hari ke-56 tingkat kekerasan kentang relatif mengalami penurunan secara cepat dengan tingkat kekerasan awal 81,1 N. Berbeda dengan Perlakuan K1 tingkat kekerasan menurun secara perlahan dengan tingkat kekerasan 81,1 N. Menurut

Santoso, D., et al ( 2022) Kentang mengalami penurunan tekstur (tingkat kekerasan) seiring lama penyimpanan, semakin besar nilai penurunan kekerasan kentang menandakan bahwa tekstur

kentang semakin lunak, penurunan nilai kekerasan berhubungan dengan penguapan air pada bahan yang terjadi selama penyimpanan.

Tabel 2. Hasil nilai rata-rata uji tekstur kentang (N) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin

Waktu Penyimpanan

Nilai Tekstur (N)

K1

K2

H0

83,1a

83,1a

H7

79,7ab

70,7ab

H14

78,0abc

69,4ab

H21

70,7bcd

69,1ab

H28

70,5bcd

66,4ab

H35

67,8cd

66,3ab

H42

67,0cd

64,9b

H49

66,3cd

63,8b

H56

65,7d

63,2ab

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Kadar Gula

Berdasarkan analisis sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan berpengaruh sangat signifikan hanya pada hari ke-7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, dan hari ke-59. Hasil

nilai rata-rata kadar gula kentang (°Brix) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil nilai rata-rata kadar gula kentang (°Brix) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.

Waktu Penyimpanan

Kadar Gula Kentang (°Brix)

Standar Deviasi

K1

K2

H0

6,50fg

6,50e

0,00

H7

5,90g

5,10f

0,00

H14

7,20ef

4,20g

0,20

H21

7,70def

8,40bc

0,06

H28

8,40cde

9,00a

0,32

H35

9,40abc

8,40bc

0,00

H42

10,60a

8,10c

0,20

H49

8,80bcd

7,30d

2,33

H56

8,50cde

8,70ab

0,11

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 3 menunjukan nilai total padatan terlarut pada perlakuan K1 (kemasan polipropilen) paling rendah dengan nilai kadar gula sebesar 5,90 °Brix. Perlakuan K2 nilai kadar gula tidak jauh berbeda. Kadar gula awal kentang pada hari ke-7 kemasan polipropilen sebesar 5,90 °Brix, sedangkan kemasan polietilen 5,10 °Brix. Kentang dalam kedua jenis kemasan memiliki pola perubahan kadar gula yang relatif sama, yaitu naik kemudian turun lagi berdasarkan perubahan waktu. Nilai kadar gula kentang (K1) turun pada hari ke-49 dan sudah menunjukkan pertumbuhan tunas hingga hari ke-56, sedangkan

pada K2, nilai kadar gula kentang hari ke-56 masih naik dan tanda-tanda kentang mengalami keriputan sudah terlihat pada hari ke-49. Kentang mengalami pembusukan pada hari ke-56.

Warna (L, a, b)

Berdasarkan analisis sidik ragam, pada hari ke-14 dan hari ke-49 berpengaruh sangat signifikan sedangkan hari ke-7, 21, 28, 35, 42, dan hari ke-56 tidak berpengaruh signifikan. Hasil nilai rata-rata perubahan warna L kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil nilai rata-rata perubahan warna L kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin

Waktu Penyimpanan

Standar

Perubahan Warna L Kentang

Deviasi

K1            K2

H0

38,44a              38,44a                102,64

H7

16,50c              21,15c                652,90

H14

26,52b             25,35bc              1171,32

H21

34,46a              36,88a                69,61

H28

34,87a              36,52a                40,69

H35

34,68a              35,31a                188,95

H42

H49

33,68a              34,14a                230,42

34,51a             32,45ab               107,00

H56

35,56a              34,91a                127,85

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 4 menunjukkan bahwa semua perlakuan selama penyimpanan pada hari ke-14 dan hari ke-49 berpengaruh sangat nyata terhadap hasil rata-rata perubahan warna L. Pengamatan dari hari ke-0 (kondisi awal) hingga 56 hari menunjukkan adanya penurunan nilai L kentang tertinggi dari 38,44 menjadi 34,91 pada perlakuan K2, sedangkan penurunan nilai L terendah dari 38,44 menjadi 35,56 pada perlakua K1. Perubahan nilai L* yang cenderung menurun menunjukkan perubahan warna kentang menjadi lebih gelap dari sebelumnya. Warna awal kentang yang cenderung cokelat mengalami perubahan selama penyimpanan menjadi warna

hitam. Hal ini membuktikan bahwa ketika nilai L* semakin menurun, dimana nilai 0 berarti gelap atau hitam dan nilai 100 berarti terang atau putih, maka perubahan warna bahan akan semakin gelap dan begitupun sebaliknya. (Agustia et al., 2016). Hasil diagram sidik ragam menunjukan bahwa semua perlakuan pada hari ke-7 dan hari ke-14 tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan warna a, sedangkan berpengaruh sangat signifikan pada hari ke-21, 28, 35, 42, 49, dan hari ke-56. Hasil nilai rata-rata perubahan warna a kentang selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil nilai rata-rata perubahan warna a kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin

Waktu Penyimpanan

Perubahan Warna a Kentang

Standar Deviasi

K1

K2

H0

13,20cb

13,18c

140,80

H7

26,76a

23,24a

441,42

H14

26,27a

24,63a

1194,01

H21

19,18b

13,98c

17,47

H28

17,17bc

15,15c

14,50

H35

18,37b

15,45c

93,32

H42

20,20b

15,80c

56,92

H49

18,60b

16,89bc

98,30

H56

19,33b

15,08c

122,58

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 5 menunjukkan bahwa perubahan warna a dari berbeda nyata. Perubahan warna a dari perlakuan K1 hari ke-21 sampai hari ke-56 pada semua perlakuan mengalami penurunan pada hari ke-21, sedangkan K2

mengalami penurunan pada hari ke-7. K1 dan K2 bahwa pada suhu penyimpanan yang lebih rendah sama-sama mengalami penurunan. Tabel 5 dapat mempertahankan warna hijau suatu produk dan menunjukkan bahwa kentang yang disimpan pada pada suhu penyimpanan tinggi menyebabkan warna suhu dingin dengan perlakuan dikemas dengan cepat berubah. Pada perubahan warna b, hasil kemasan polipropilen dan polietilen, nilai warna a diagram sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan pada K1 lebih tinggi dibandingkan dengan K2. Nilai tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-14, 21, 28, a lebih tinggi menunjukkan kentang semakin 35, 42, 49, sampai hari ke-56. Hasil nilai rata-rata berwarna hijau akibat proses metabolisme yang perubahan warna b kentang pada berbagai perlakuan terjadi dapat diperlambat sehingga warna kentang selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel tidak cepat berubah. Agustia et al. (2016) menyatakan 6.

Tabel 6. Hasil nilai rata-rata perubahan warna b kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin

Waktu Penyimpanan

Standar

Perubahan Warna b Kentang

Deviasi

K1            K2

H0

H7

H14

H21

H28

H35

H42

H49

H56

26,51a             26,51a               26,57

23,43a              13,85b               237,82

27,47a             24,05a              988,20

25,52a             25,82a               71,70

25,07a             26,00a               53,61

25,44a             24,84a               162,24

24,77a             23,74a               223,85

25,28a             22,37a               74,30

26,76a             24,31a               88,61

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 6 menunjukkan bahwa pada lama penyimpanan hari ke-0 (kondisi awal) hingga 56 hari setelah penyimpanan terjadi penurunan nilai b kentang tertinggi pada perlakuan K1 dari 26,51 menjadi 26,76. Sedangkan pada K2 mengalami penurunan nilai b kentang terendah pada perlakuan K2 dari 26,51 menjadi 24,31. Semakin tinggi rata-rata nilai b maka kentang semakin berwarna lebih hijau. Menurut Sriarumtias (2004), pencoklatan merupakan proses pembentukan pigmen berwarna kuning dan segera berubah menjadi warna coklat gelap. Pembentukan

warna coklat ini dapat dipicu oleh reaksi oksidasi dari enzim fenol.

Tingkat Kesegaran

Hasil sidik ragam menunjukan bahwa semua perlakuan tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-7 dan hari ke-35, sedangkan hari ke-14, 21, 28, 42, 49, sampai hari ke-56 semua perlakuan berpengaruh sangat signifikan. Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin

Waktu Penyimpanan

Laju Pendinginan Kentang (℃)

Standar Deviasi

K1

K2

H0

6,50f

6,50e

0,00

H7

6,17f

5,10f

0,00

H14

7,90e

4,27g

30,55

H21

8,40de

7,33d

90,73

H28

9,10cd

8,10c

15,27

H35

9,40bc

8,43bc

15,27

H42

9,13cd

8,47bc

17,32

H49

10,30ab

8,73ab

20,81

H56

10,50a

9,07a

15,27

Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05)

Tabel 7 menunjukan bahwa pada lama penyimpanan kentang pada penyimpanan hari ke-7 sudah mengalami perubahan bisa dilihat pada Tabel 8. Pada hari ke-7, 14, 21, 28, 35, 42, 49, 56, skor tertinggi yaitu perlakuan K1 dengan nilai tertinggi adalah 10,50 Sedangkan perlakuan K2 dengan nilai tertinggi adalah 9,07. Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran kentang pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin pada Tabel 7 menunjukan skor tingkat kesegaran tertinggi terdapat pada perlakuan K1 (kemasan polipropilen) yaitu adanya perubahan warna, tumbuhnya tunas, aroma masih segar. Hal ini disebabkan oleh laju respirasi dan transpirasi berjalan lebih lambat dibandingkan dengan perlakuan K2 (kemasan polietilen). Semakin cepatnya proses respirasi dan transpirasi maka kentang lebih cepat mengalami proses kehilangan air. berbeda dengan perlakuan K2 (kemasan polietilen), diamana Selama penyimpanan tingkan kesegaran kentang terus mengalami penurunan. Menurunnya tingkat kesegaran ditandai dengan munculnya kerutan pada bahan kentang, perubahan warna dari hijau muda segar menjadi kekuningan dan menjadi gelap atau mengalami proses pembusukan (Pranata, T.P., et al., 2022).

Kerusakan Bahan

Morfologi Kuantitatif Jumlah Bintik Hitam

Perlakuan cara penyimpanan pada kemasan polietilen (K2) disimpan selama 56 hari kulit umbi kentang konsumsi memiliki jumlah bintik hitam paling banyak jika dibandingkan dengan kemasan polipropilen (K1), Semakin luas permukaan kulit umbi kentang yang tertutupi dengan bintik hitam dapat menurunkan nilai performa dari umbi, penambahan jumlah bintik hitam bertambah seiring dengan lamanya waktu penyimpanan. Bintik hitam yang muncul merupakan salah satu indikasi terjadinya serangan hama dan penyakit selama penyimpanan, kentang merupakan salah satu produk yang mudah rusak dikarenakan mengandung air sekitar 80%, sehingga lebih mudah mengalami kerusakan yang diakibatkan serangan mikroba (Purnomo, et al., 2014). Putri et al. (2017) menegaskan bahwa buah dan sayur merupakan jenis pangan yang mudah rusak karena kandungan airnya yang cukup tinggi, sehingga memudahkan mikroba dan bakteri lain menyerang lewat permukaan lalu tumbuh didalamnya.

Morfologi kualitatif

Tunas

Umbi kentang memiliki masa dormansi dan membutuhkan waktu untuk bertunas, Pada penelitian ini tunas mulai muncul pada waktu penyimpanan hari

ke 49. Jumlah tunas cenderung mengalami penambahan seiring dengan lamanya penyimpanan, disamping itu juga terjadi pertumbuhan yang ditunjukkan dengan adanya penambahan tinggi tunas (Alfiani, 2019). Perlakuan penyimpanan umbi kentang, granola pada kemasan polipropilen selama 56 hari semakin banyak. Munculnya tunas dapat dijadikan sebagai acuan dalam standarisasi penggunaan kentang sebagai bahan baku konsumsi. Hal ini dikarenakan ketika tunas pada umbi mulai tumbuh tinggi dan bertambah jumlahnya maka di dalam umbi akan terjadi proses perubahan-perubahan kimiawi yang dapat menurunkan kualitas kandungan gizi pada umbi (Purnomo, et al., 2014).

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa pengaruh kemasan plastik polipropilen dapat mempertahankan kesegaran kentang sampai hari ke-56 dibandingkan kentang yang dikemas dengan plastik polietilen Perlakuan jenis pengemasan terbaik untuk mempertahakan mutu kentang segar sampai 56 hari penyimpanan pada suhu rendah (10±3°C) yaitu plastik polipropilen (PP). Perlakuan tersebut mampu memperlambat kemunduran kesegaran sampai 56 hari dengan mempertahankan nilai susut bobot 0,05%, tekstur 65,7% N, kadar gula 8,50°Brix, warna (L 35,56; a 19,33; b 26,76), kesegaran bahan 10,50% kentang selama penyimpanan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfiani, N. (2019). Pengaruh GA3 (Gibberelic Acid) dan Skarifikasi Mekanik terhadap Perkecambahan Biji Kurma (Phoenix dactylifera L.) Var. Mazafati Secara in Vitro. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Aminudin, M., Mahbubi, A., & Sari, R. A. P. (2014). Simulasi Model Sistem Dinamis Rantai Pasok Kentang dalam Upaya Ketahanan Pangan Nasional. Agribusiness Journal, 8(1), 1–14.

https://doi.org/10.15408/aj.v8i1.5125

Ansar, A., Sukmawaty, S., Murad, M., & Arini, I. H. (2021). Metode Pengemasan Tauge Kacang Hijau Menggunakan Plastik Polietilin dan Polipropilin pada Penyimpanan Suhu Rendah. Jurnal Teknik Pertanian Lampung (Journal of Agricultural       Engineering),       10(1).

https://doi.org/10.23960/jtep-l.v10i1.119-128

Fajiarningsih, H. (2013). Pengaruh Penggunaan Komposit Tepung Kentang terhadap Kualitas Cookies. Food Science and Culinary Education,

2(1), 36–44.

58.


Handayani, T., Sofiari, E., & Kusmana, N. (2016). Karakterisasi Morfologi Klon Kentang di Dataran Medium. Buletin Plasma Nutfah, 17(2), 116.https://doi.org/10.21082/blpn.v17n2.2011. p116-121

Isro’illa, D., Santoso, A, M., & Primandiri, P, H. (2016). PENGARUH SUHU DAN LAMA PENYIMPANAN TERHADAP SUSUT BOBOT DAN KADAR SAPONIN UMBI Talinum paniculatum (Jacq) Gaertn. Keguruan Dan Ilmu Pendidikan– Pendidikan Biologi, 01(08), 1–13.

Kurniawan, H., & Suganda, T. (2014). Uji Kualitas Ubi Beberapa Klon Kentang Hasil Persilangan untuk Bahan Baku Keripik. Jurnal Agro, 1(1), 33–43. https://doi.org/10.15575/79

Merianti, V., Yudiono, K., & Susilowati, S. (2015). Aktivitas Antioksidan Ubi Jalar Ungu (Ipomoea batatas var Ayamurasaki) Selama Penyimpanan Suhu 40C Antioxsidan. Jurnal Agribisnis dan Teknologi hasil Pertanian Jurnal, 2(2), 103– 111.

Pranata, T. P., Pudja, I. A. R. P., & Kencana, P. K. D. (2022). Pengaruh perbedaan suhu dan jenis kemasan plastik terhadap kesegaran buncis (Phaseolus vulgaris L) selama penyimpanan dingin. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 11(1), 76–84.

Purnomo, E., Suedy, S. W. A., & Haryanti, S. (2014). Perubahan Morfologi Umbi Kentang Konsumsi (Solanum Tuberosum L. Var Granola) Setelah Perlakuan Cara dan Waktu Penyimpanan yang Berbeda. Jurnal Biologi Universitas Diponegoro, 3(1), 40–48.

Putri, J. C. S., Haryanti, S., & Izzati, M. (2017). Pengaruh Lama Penyimpanan Terhadap Perubahan Morfologi dan Kandungan Gizi Pada Umbi Talas Bogor (Colocasia esculenta (L.) Schott). Jurnal Akademika Biologi, 6(1), 49–58.

Rahayu, Esti, and Eny Widajati. 2007. “Pengaruh Kemasan, Kondisi Ruang Simpan dan Periode Simpan terhadap Viabilitas Benih Caisin Chinensis L.). Bul. Agron. 35(3):191–96.

Roiyana, M., Izzati, M., & Prihastanti, E. (2012). Potensi dan Efisiensi Senyawa Hidrokoloid Nabati sebagai Bahan Penunda Pematangan buah, 20(2), 40–50.

Sari, E. F. (2017). Mutu Fisik Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.) Segar Dengan Jenis Pengemasan Berbeda Selama penyimpanan Suhu Rendah. Digital Repository Universitas Jember, 3(3), 69–70.

Semariyani, M., Suriati, L., & Rudianta, I. N. (2016). Kajian Mengenai Susut     Berat dan

Karakteristik Kentang yang Disimpan pada Suhu Rendah. Jurnal Pertanian, 16(36), 43– 480