Analisis Rasio Prestasi Manajemen (RPM) Distribusi Air Irigasi pada Subak di DAS Ho
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023
Analisis Rasio Prestasi Manajemen (RPM) Distribusi Air Irigasi pada Subak di DAS Ho
Analysis of Management Achievement Ratio of Irrigation Water Distribution on Subaks in DAS Ho
Kori Ardy Rahayu, I Wayan Tika*, Ida Bagus Putu Gunadnya
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: wayantika@unud.ac.id
Abstrak
Irigasi didefinisikan sebagai sarana dalam memanfaatkan sumber daya air. Di Bali, pengelolaan irigasi dilakukan dengan membentuk organisasi bernama subak. Salah satu ciri subak adalah anggotanya memiliki satu sumber air yang sama dan mendapat pembagian air dari sumber tersebut secara adil. Pengaturan diperlukan dalam membagi dan mendistribusi air irigasi, agar jumlah air yang diberikan sesuai kebutuhan tanaman. Tingkat pemberian air irigasi masih belum sesuai di masing-masing subak, sehingga diperlukan evaluasi kinerja irigasi menggunakan analisis RPM. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran nilai RPM dan strategi distribusi air irigasi pada subak. Analisis RPM dilakukan dengan mengukur debit tersedia, menggunakan pendekatan analisis data kuatitatif, dan dengan menghitung kebutuhan air irigasi menggunakan data rata-rata klimatologi 10 tahun terakhir periode 2012 – 2021 yang diperoleh dari BMKG Wilayah III Denpasar serta data hasil wawancara dengan pekaseh. Hasil analisis menunjukan kinerja irigasi katagori “baik” didominasi oleh subak pada DI Aya dengan sebaran nilai RPM 0,77 – 1,19; sedangkan katagori “sangat kurang” didominasi oleh subak pada DI Gadungan Lambuk dengan sebaran nilai RPM 0,00 – 0,36. Saat musim kemarau, semakin ke hilir menghasilkan kinerja jaringan irigasi “sangat kurang”. Supaya kinerja irigasi selalu dalam katagori “baik”, maka strategi distribusi air irigasi pada subak di DAS Ho dapat dilakukan dengan pergiliran pemberian air irigasi dan perbaikan jaringan irigasi yang bermasalah.
Kata kunci: distribusi air irigasi, kinerja irigasi, RPM, subak
Abtract
Irrigation is defined as a means of utilizing water resources. In Bali, irrigation management in agriculture is carried out by forming an organization called Subak. One of the characteristics of subak is that its members have the same water source and receive a fair distribution of water from that source. Regulation is very necessary for dividing and distributing irrigation water so that the amount of water given to the land is in accordance with the needs needed by the plant. However, the level provision of water irrigation is still not appropriate for each subak. Thus, it is necessary to evaluate the performance of irrigation networks using MPR analysis. MPR analysis was carried out by measuring the available debit, using a qualitative data analysis approach, and by calculating irrigation water needed, using the average climatological data for the last ten years, from 2012 - 2021, obtain from BMKG Region III Denpasar and data from interview pekaseh. The results of the analysis show that irrigation performance with the good category is dominated by subak in DI Aya, with a distribution of MPR values of 0,77 – 1,19. Meanwhile, the very less category is dominated by subak in DI Gadungan Lambuk, with a distribution MPR values of 0,00 – 0,36. During the dry season, further downstream, the performance irrigation network is getting less and less. In order for irrigation performance to always be in a good category, the irrigation water distribution strategy for subtasks in DAS Ho can be carried out by rotating the distribution of irrigation water. If it doesn’t work, it is necessary to repair the problematic irrigation networks.
Keywords: distribution of irrigation water, irrigation performance, MPR, subaks
PENDAHULUAN
Salah satu sumber daya alam yang keberadaannya sangat melimpah dan mudah ditemui adalah air. Di bidang pertanian, air diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Pemberian air pada tanaman dilakukan petani dengan irigasi. Irigasi didefinisikan sebagai sarana dalam memanfaatkan sumber daya air.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.30/PRT/M/2015 (2015) irigasi merupakan usaha penyediaan, pengaturan dan penyaluran air untuk menunjang pertanian. Sudiarsa et al. (2015) mengatakan bahwa pengelolaan irigasi yang efektif dan efisien mampu meningkatkan tingkat produktivitas tanaman dalam rangka untuk menjaga ketahanan pangan nasional. Berdasarkan tingkat
produktivitas tanaman pangan Indonesia tahun 20202022, luas panen meningkat 8%, namun produktivitas tanaman pangan Indonesia tetap sebesar 52,26 kwintal/Ha selama 2 tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2022). Hal ini menunjukkan pengelolaan irigasi di masing-masing daerah belum efektif dan efisien. Di Bali, pengelolaan irigasi pertanian dilakukan dengan membentuk organisasi bernama subak.
Subak adalah organisasi petani pemakai air di Bali yang bersifat sosio-kultural maupun sosio-religius, yang secara historis terus tumbuh dan berkembang (Windia et al., 2015). Menurut Windia et al. (2005), subak berhak membentuk susunan organisasi serta peraturan tertulis maupun tidak tertulis, yang tercermin dengan adanya awig-awig subak, subak harus memiliki areal persawahan, dan dalam suatu subak harus terdapat satu atau lebih pura Bedugul. Pura Bedugul merupakan bangunan suci tempat petani anggota memuja Tuhan. Krama atau anggota subak memiliki satu sumber air yang sama. Sumber air yang pada umumnya digunakan oleh suatu subak berasal dari tukad atau sungai. Salah satu sungai di Bali yang dimanfaatkan untuk lahan pertanian adalah Tukad Yeh Ho. Pemanfaatan Tukad Yeh Ho sebagai sumber air irigasi subak, mengikuti wilayah aliran Tukad Yeh Ho (DAS Ho) dan Daerah Irigasi (DI) yang memanfaatkan air darinya. Pemanfaatannya dimulai dari daerah bagian hulu yaitu DI Aya hingga bagian hilir yaitu DI Sungsang. Anggota subak mendapat pembagian air dari sumber yang sama dengan adil. Untuk melakukan pembagian dan pendistribusian air dari sumber (dalam kasus ini yaitu Tukad Yeh Ho) ke tiap lahan anggota subak, subak perlu melakukan pengaturan dengan membuat jaringan irigasi. Pengaturan air irigasi sangat diperlukan, agar jumlah air yang diberikan ke lahan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan tanaman (Saragih, 2009). Namun kondisi di lapang menunjukkan tingkat pemberian air irigasi masih belum sesuai di masing-masing subak, sehingga diperlukan adanya evaluasi penggunaan air irigasi yang dimulai dari pintu pengambilan air hingga pintu sadap. Proses evaluasi dilakukan dengan menggunakan klasifikasi RPM.
Rasio Prestasi Manajemen (RPM) merupakan perbandingan antara debit aktual dengan debit yang diperlukan di berbagai pintu sadap atau pengambilan air selama periode operasional irigasi (Sugeng, 2015). Menurut Darismanto & Mularia (2005), RPM atau yang sering disebut Rasio Pelaksanaan Pembagian Air (RPPA) merupakan perbandingan debit yang diukur waktu pengecekan dengan debit rencana. Hasil perbandingan kedua debit ini digunakan untuk menentukan baik atau buruknya kinerja irigasi.
Terdapat 4 klasifikasi nilai yang menjadi acuan baik tidaknya kinerja irigasi. Sugeng (2015) mengatakan, nilai RPM > 1 menunjukan bahwa air yang diberikan ke lahan berlebih, sedangkan nilai RPM < 1 menunjukan air yang diberikan ke lahan kurang. Nilai RPM yang konstan adalah mendekati 1 (satu) di setiap pintu sadap tersier pada periode irigasi musim kemarau. Apabila kondisi ini tercapai, maka menggambarkan manajemen operasional yang baik di jaringan utama. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan Arnanda et al. (2020) dan Santika et al. (2020), analisis RPM dilakukan pada subak yang berlokasi di 2 DAS, yaitu DAS Ho dan DAS Sungi pada Musim Hujan. Hasil penelitian Arnanda et al. (2020) menunjukkan bahwa manajemen irigasi pada jaringan irigasi teknis dilakukan dengan baik. Pendistribusian air irigasi yang dilakukan oleh subak sesuai dengan luas lahan subak yang menerima. Hal ini bertentangan dengan Santika et al. (2020) yang menyatakan bahwa pada musim hujan, pemberian air ke lahan dilakukan secara berlebih mengingat ketersediaan air yang melimpah, sehingga manajemen irigasi subak sangat kurang di daerah hulu dan tengah, namun cenderung baik di hilir. Penelitian keduanya menganalisa kinerja irigasi pada saat Musim Hujan. Untuk mengetahui lebih spesifik kinerja irigasi subak di salah satu DAS tersebut, maka perlu untuk menganalisis kinerja irigasi subak pada saat Musim Kemarau. Analisis kinerja irigasi dilakukan untuk mengetahui sebaran nilai RPM pada subak. Sebaran nilai RPM ini digunakan untuk memperoleh strategi distribusi air irigasi pada subak, agar selalu dalam kriteria yang baik.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini berlokasi pada subak yang berada di Daerah Aliran Sungai Yeh Ho (DAS Ho) Kabupaten Tabanan, yang dibagi menjadi 3 bagian yaitu bagian hulu, tengah, dan hilir. Pengambilan responden, berdasarkan pada ke-3 bagian Daerah Irigasi (DI) yang secara langsung memanfaatkan air dari DAS Ho untuk kepentingan irigasi. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan September – Bulan Oktober 2022.
Bahan dan Alat
Penelitian ini menggunakan alat untuk mengukur kedalaman dan lebar ambang saluran irigasi, yaitu berupa meteran, penggaris, kayu, dan alat tulis. Bahan yang digunakan untuk mendukung penelitian ini berupa data rata-rata iklim dan curah hujan selama 10 tahun terakhir, yaitu dari tahun 2012 – 2021, yang diperoleh dari Balai Besar Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Wilayah III Denpasar. Selain itu, diperlukan juga data irigasi yang meliputi luas sawah dan jenis tanaman. Data-data tersebut digunakan
untuk menghitung kebutuhan air tanaman selama waktu penelitian.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan analisis data kuatitatif dan melalui metode wawancara. Pendekatan analisis data kuatitatif dilakukan dengan mengukur lebar ambang dan tinggi air pada bangun ukur atau bangun bagi, untuk memperoleh debit air yang tersedia pada bangunan bagi yang terdapat di setiap inlet masing-masing subak. Wawancara dilakukan terhadap pekaseh subak, untuk mengetahui nama subak, daerah irigasi yang mengaliri subak, luas lahan, umur tanaman atau kegiatan yang sedang berlangsung di lahan, dan lokasi setiap bangunan bagi (tembuku) masuk air yang menuju ke subak.
Parameter Penelitian
Debit Tersedia (Debit Riil)
Pengukuran debit tersedia dilakukan pada bangunan bagi atau bangunan ukur di saluran inlet pada masing-masing subak di DAS Ho, yaitu yang berada di bagian hulu, tengah dan hilir. Pengukuran dilakukan dengan cara mengukur lebar ambang dan tinggi air bangunan bagi atau bangunan ukur. Pengukuran dilakukan setiap 2 kali setiap seminggu. Debit tersedia dihitung berdasarkan bentuk bangun bagi atau bangun ukur di saluran inlet. Bangunan bagi atau bangunan ukur di saluran inlet masing-masing subak di DAS Ho berbentuk cipoletti, sehingga debit tersedia dihitung dengan rumus sebagai berikut (Madrini, 2017):
Qrhi = 0,0184 x I x √^3 [1]
Dimana:
QRiil = Debit air tersedia (liter/detik)
l = Lebar ambang (cm)
h = Tinggi kolom air (cm)
0,0184 = koefisien kecepatan aliran air atau angka
konversi tanpa satuan yang menunjukan hubungan antara tinggi dan lebar bangunan ukur.
Analisis RPM
Analisis RPM dilakukan dengan membandingkan debit tersedia (QRiil) terhadap kebutuhan air irigasi (KAI) (Sugeng, 2015) dan (Darismanto & Mularia, 2005):
rpm = Orm [2]
KAI
Nilai RPM yang didapat diklasifikasikan berdasarkan katagori menurut (Darismanto & Mularia, 2005), seperti yang disajikan Tabel 1 dan berdasarkan katagori menurut (Sugeng, 2015), berikut:
-
1. Baik, yaitu 0.75 < RPM < 1.25
-
2. Cukup, yaitu 0.60 < RPM < 0.75 atau 1.25 < RPM < 1.40
-
3. Kurang, yaitu 0.40 < RPM < 0.60 atau 1.40 < RPM < 1.60
-
4. Sangat Kurang, yaitu RPM < 0.40 atau RPM > 1.60
Tabel 1. Katagori realisasi pemberian air berdasarkan nilai RPM
Nilai RPM |
Katagori |
0,75 – 1,25 |
Baik (mendekati/sesuai rencana) |
0,40 – 0,75 |
Cukup (terjadi pada musim kemarau) |
1,25 – 1,40 |
Cukup (terjadi pada musim hujan) |
< 0,40 atau > 1,40 |
Kurang (ada masalah) |
Sumber: Darismanto & Mularia (2005)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ketersediaan Air Irigasi pada Subak di DI Hulu, Tengah, dan Hilir
Berdasarkan hasil pengukuran, tingkat ketersediaan air irigasi pada DI Subak hulu, tengah, dan hilir dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil pengukuran pada DI bagian hulu, yaitu DI Aya, berada pada periode tanam padi di bulan Juli – Agustus. DI Caguh, DI bagian tengah, berada pada periode tanam padi di bulan Agustus – September. Sedangkan DI Gadungan Lambuk, DI daerah hilir, berada pada periode tanam
palawija (jagung) di bulan Mei – Juni. Rata-rata ketersediaan air irigasi pada masing-masing DI Subak disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 menunjukan adanya perbedaan tingkat ketersediaan air yang sangat besar di masing-masing DI. Tingkat ketersedian air irigasi untuk subak di DI Aya lebih besar dibandingkan DI lainnya. Hal ini dikarenakan DI Aya sebagai DI bagian hulu merupakan daerah yang sangat dekat dengan sumber air. Karena lokasinya ini, DI Aya menjadi yang pertama untuk mendapatkan aliran air irigasi, sehingga tingkat ketersediaan air di DI Aya cenderung berlebih (Arnanda et al., 2020).
Tabel 2. Rata-Rata Ketersediaan Air Irigasi pada Masing-Masing DI Subak
Nama DI |
Luas (Ha) |
KAI (l/dt/Ha) |
Keterangan |
DI Aya |
750 |
2,30 |
Budidaya Tanaman Padi |
DI Caguh |
587 |
1,27 |
Budidaya Tanaman Padi |
DI Gadungan Lambuk |
726 |
0,82 |
Budidaya Tanaman Jagung |
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

—•— Subak pada DI Aya
—•— Subak pada DI Caguh
—•— Subak pada DI G.
Lambuk
I II
III
IV V
Minggu
VI VII VIII
Gambar 1. Ketersedian Air pada DI Subak Bagian Hulu, Tengah dan Hilir
Ketersediaan air irigasi pada DI Caguh biasanya cenderung moderat. Gambar 1 menunjukkan bahwa ketersediaan air untuk subak di DI Caguh cenderung kurang pada saat subak memasuki periode awal tanam, yaitu pada bulan Agustus – September. Kondisi ini mendekati kondisi ketersediaan air pada DI Gadungan Lambuk, yang selalu cenderung sangat kecil. Wiguna (2019) menyatakan bahwa salah satu yang mempengaruhi tingkat ketersediaan air adalah curah hujan. Pada musim kemarau, intensitas curah hujan sangat rendah. Rendahnya nilai curah hujan menunjukan total air hujan yang ditampung oleh Sungai Yeh Ho lebih rendah dibanding sebelumnya. Sehingga ketersediaan air pada aliran Sungai Yeh Ho pada musim kemarau menjadi lebih sedikit (Tika, 2002). Selain karena curah hujan, pengambilan air oleh subak-subak yang berada di hulu DI Caguh dan DI Gadungan Lambuk, juga yang menentukan kesenjangan ketersediaan air. Pengambilan air yang dilakukan petani, bergantung pada ketersediaan air di saluran tersier masing-masing lokasi jaringan irigasi. Petani di DI Aya akan mengambil air secara berlebih karena saluran tersier di jaringan irigasi DI Aya adalah tempat yang pertama dilalui oleh aliran air, sehingga jumlah air yang berada di saluran tersier DI Aya lebih banyak. Pada saat aliran air irigasi mencapai jaringan irigasi DI Caguh, jumlah air yang masuk ke lahan tidak sebanyak seperti di DI Aya. Kondisi ini terus berlanjut hingga ke daerah hilir, yaitu DI Gadungan Lambuk. DI Gadungan Lambuk hanya memperoleh sisa air irigasi yang jumlahnya
cenderung tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumtif tanaman (Santika et al., 2020).
Selain karena pengambilan air, faktor lainnya yang menyebabkan kesenjangan tingkat ketersediaan air pada DI di setiap lokasi bagian DAS Ho adalah kondisi fisik jaringan irigasi yang buruk dan petugas pengatur pintu air belum efektif dalam mengatur pembagian air. Kondisi ini dapat berupa saluran irigasi yang tidak permanen, atau adanya kerusakan disepanjang saluran irigasi dan kurang berfungsinya pintu air. Kondisi ini mampu menyebabkan kehilangan air yang cukup besar akibat adanya rembesan di sepanjang saluran dan kelebihan jumlah air yang masuk ke petak sawah. Daerah yang pertama dilalui oleh aliran air irigasi, cenderung memiliki jumlah ketersediaan air lebih besar, sehingga pengaturan penggunaan air di lokasi ini belum ketat dilakukan. Kelembagaan yang berperan dalam mengatur penggunaan air di lokasi ini juga belum berperan aktif. Ini dikarenakan daerah tersebut memiliki ketersediaan air yang banyak, sehingga mereka tidak terlalu mengkhawatirkan ketersediaan air irigasi (Santika et al., 2020).
Kebutuhan Air Irigasi pada Subak di DI Hulu, Tengah dan Hilir
Berdasarkan hasil perhitungan kebutuhan air irigasi (KAI), tingkat kebutuhan air irigasi pada subak di masing-masing DI seperti yang disajikan pada Gambar 2. Gambar 2 menunjukkan bahwa tanaman memerlukan air lebih banyak seiring dengan
meningkatnya usia tanaman pada masa vegetatif, sehingga kebutuhan akan air irigasinya cenderung meningkat. Karena budidaya yang dilakukan oleh subak pada masing-masing DI adalah pada saat musim kemarau, dimana intensitas curah hujan efektif yaitu kurang dari 5 mm/hari, suplai air dari curah hujan tidak memberi pengaruh untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tika (2012) bahwa semakin bertambah usia tanaman pada fase vegetatif, maka kecenderungan kebutuhan air irigasinya semakin meningkat. Pada musim kemarau, dengan semakin meningkatnya kebutuhan air tanaman maka semakin meningkat kebutuhan air irigasinya. Hal ini
dikarenakan suplai air dari curah hujan tidak memberi pengaruh pada kebutuhan tanaman. Pada saat musim hujan, dimana curah hujan efektifnya melebihi 5 mm/hari, maka besarnya kebutuhan air tanaman dengan kebutuhan air irigasi tidak memiliki hubungan yang pasti. Tingkat kebutuhan air yang diperlukan tanaman mencapai puncaknya pada saat tanaman berada dalam fase generatif. Arnanda et al. (2020) berpendapat bahwa pada fase tersebut, dimana tanaman meningkatkan laju fotosintesisnya dengan tujuan untuk membentuk buah, tanaman memerlukan air yang tinggi untuk mengganti air yang hilang akibat evapotranspirasi. Adapun rata-rata KAI pada masing-masing DI subak dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Rata-Rata Kebutuhan Air Irigasi pada Masing-Masing DI Subak
Nama DI |
Luas (Ha) |
KAI (l/dt/Ha) |
Keterangan |
DI Aya |
750 |
3,42 |
Budidaya Tanaman Padi |
DI Caguh |
587 |
2,89 |
Budidaya Tanaman Padi |
DI Gadungan Lambuk |
726 |
1,32 |
Budidaya Tanaman Jagung |
5,00
4,50
4,00
3,50
3,00
2,50
2,00
1,50
1,00
0,50
0,00

—•—Subak pada DI Aya
—•—Subak pada DI Caguh
—•—Subak pada DI G.
Lambuk
I II III IV V VI VII VIII
Minggu
Gambar 2. Kebutuhan Air Irigasi Subak di DI Bagian Hulu, Tengah dan Hilir
Tabel 3 menunjukan bahwa berdasarkan luas lahan, semakin luas lahan yang digunakan untuk budidaya tanaman dengan jenis yang sama, semakin besar jumlah kebutuhan air irigasi yang diperlukan. Berdasarkan jenis tanamannya, kebutuhan air irigasi untuk budidaya tanaman padi lebih besar dibandingkan dengan tanaman palawija (jagung). Hal ini dikarenakan pada budidaya tanaman padi, air dibutuhkan untuk menggantikan air yang hilang akibat proses pertumbuhan, penguapan (evapotrasnpirasi), dan perkolasi. Pada tanaman jagung, air hanya dibutuhkan untuk menggantikan air yang hilang karena proses pertumbuhan dan penguapan (evapotranspirasi). Perkolasi lahan sawah
pada saat tanaman jagung, hanya terjadi pada saat penyiraman, ssedangkan pada budidaya tanaman padi, perkolasi terjadi akibat pemberian air yang dilakukan secara kontinyu (Arsyad, 2017; Sidharta, 1997; Wiguna, 2019).
Sebaran Rasio Prestasi Manajemen (RPM) pada Subak di DI Hulu, Tengah dan Hilir
Tabel 4 menunjukan bahwa kinerja irigasi berdasarkan gabungan klasifikasi katagori RPM menurut Sugeng (2015) serta Darismanto & Mularia (2005), dimana sebanyak 29,17% termasuk ke dalam katagori baik, sebanyak 12,5% termasuk katagori cukup, sebanyak 29,17% termasuk katagori cukup
hingga kurang dan sebanyak 29,17% termasuk katagori sangat kurang. Tabel 5 menunjukan bahwa nilai RPM subak di DI Aya didominasi katagori baik dengan sebaran nilai 0,77 – 1,19 (Darismanto & Mularia, 2005; Sugeng, 2015). Berbeda dengan subak di DI Aya, nilai RPM subak di DI Gadungan Lambuk didominasi katagori sangat kurang dengan sebaran nilai RPM 0 – 0,36 atau 3 – 3,93. Hal ini menunjukan
bahwa pada musim kemarau, subak di DI Aya dapat mengelola penggunaan air secara optimal, agar dapat memenuhi kebutuhan tanaman, sedangkan subak di DI Gadungan Lambuk memiliki kinerja irigasi yang buruk akibat kondisi jaringan irigasi yang buruk. Kondisi ini menyebabkan kesulitan dalam pengaturan air irigasi.
Tabel 4. Nilai RPM pada Subak di DI Hulu, Tengah dan Hilir
Nama DI/Nama Subak |
Luas (Ha) |
Q Riil (l/dt/ha) |
KAI (l/dt/ha) |
RPM |
Ket. |
Kegiatan |
DI Aya |
750 |
2,28 |
3,42 |
0,67 |
C |
Padi |
Aya I (T. Utu dan T. Jemelangu) |
76 |
1,07 |
0,65 |
1,66 |
SK |
Padi |
Aya I (T. Munduk Lenggung) |
24 |
0,34 |
0,67 |
0,51 |
C/K |
Padi |
Aya I (T. Belangkunang), Aya II, Aya III & Aya IV |
339,35 |
1,97 |
2,10 |
0,94 |
B |
Padi |
Aya I (T. Utu) |
42,5 |
0,51 |
0,65 |
0,78 |
B |
Padi |
Aya I (T. Jemelangu) |
33,5 |
0,57 |
0,64 |
0,88 |
B |
Padi |
Aya I (T. Belangkunang) |
54,9 |
0,29 |
0,64 |
0,45 |
C/K |
Padi |
Aya II, Aya III dan Aya IV |
284,45 |
1,49 |
1,47 |
1,02 |
B |
Padi |
DI Caguh |
587 |
1,15 |
2,89 |
0,40 |
C/K |
Padi |
Caguh, Kesiut, Sambian dan Penatih |
382 |
1,25 |
2,32 |
0,54 |
C/K |
Padi |
Samsam |
204,92 |
0,50 |
0,57 |
0,87 |
B |
Padi |
Sambian dan Penatih |
134 |
0,35 |
1,30 |
0,27 |
SK |
Padi |
Kesiut |
48 |
0,30 |
0,41 |
0,73 |
C |
Padi |
Caguh |
200 |
0,62 |
0,62 |
1,01 |
B |
Padi |
DI Gadungan Lambuk |
726 |
0,80 |
1,32 |
0,61 |
C |
Jagung |
Aseman 2 dan Aseman 5a |
85 |
0,06 |
0,29 |
0,20 |
SK |
Jagung |
Aseman5b, Aseman 6, Gebang Gading A dan Gebang Gading B |
445 |
0,23 |
0,58 |
0,40 |
C/K |
Jagung |
Aseman 3 dan Aseman 4 |
239 |
0,14 |
0,45 |
0,32 |
SK |
Jagung |
Aseman 2 |
42,2 |
0,35 |
0,14 |
2,46 |
SK |
Jagung |
Aseman 5a |
40 |
0,14 |
0,15 |
0,93 |
B |
Jagung |
Aseman 6, Gebang Gading A dan Gebang Gading B |
360 |
0,25 |
0,43 |
0,58 |
C/K |
Jagung |
Aseman 5b |
85 |
0,08 |
0,15 |
0,53 |
C/K |
Jagung |
Aseman 4 |
40 |
0,05 |
0,14 |
0,35 |
SK |
Jagung |
Aseman 3 |
129 |
0,12 |
0,30 |
0,38 |
SK |
Jagung |
Catatan: T = Tempek ; Khusus pada Subak Aya I, beberapa tempek menyadap air dari saluran primer
Strategi Distribusi Air Irigasi pada Subak di DI Hulu, Tengah dan Hilir
Berdasarkan Tabel 5, DI Aya melakukan manajemen irigasi dengan baik antar subak, yaitu dengan melakukan pembagian air secara adil pada
masing-masing subak dan melakukan pergiliran diantara tempek di dalam subak. Hal ini dapat dilihat dari seberan nilai RPM Subak Aya II, III, dan IV termasuk dalam katagori baik. Saat air masuk ke dalam 3 subak ini, air dikelola dengan
membagikannya secara adil ke masing-masing tempek atau dengan pemberian bergilir sesuai jadwal tanam. Berdasarkan hasil wawancara dengan Pekaseh masimg-masing Subak, pembagian air dilakukan berdasarkan luas lahan, kegiatan yang sedang terjadi di subak dan masukan
dari petani anggota atau krama subak terkait jumlah air yang didapat. Hal yang berbeda terjadi pada Subak Aya I, khususnya pada Tempek Utu dan Tempek Jemelangu, jumlah air yang diberikan sering tidak masuk ke lahan, sehingga penambahan jumlah air diberikan kepada kedua tempek ini.
Tabel 5. Sebaran Nilai RPM pada Subak di DI Hulu, Tengah dan Hilir
Nama DI |
Katagori |
Sebaran Nilai RPM |
Jumlah |
B |
0,77 – 1,19 |
25 | |
C |
0,62 – 0,74 |
13 | |
DI Aya |
C/K |
0,43 – 0,56 |
13 |
SK |
0,18 – 0,30 atau 1,79 – 2,13 |
10 | |
K/SK |
1,42 – 1,90 |
3 | |
Total |
64 | ||
B |
0,77 – 1,14 |
12 | |
C |
0,62 – 0,75 |
9 | |
DI Caguh |
C/K |
0,50 – 0,60 |
8 |
K/SK |
1,41 |
1 | |
SK |
0,15 – 0,35 |
18 | |
Total |
48 | ||
B |
0,82 – 1,04 |
22 | |
DI Gadungan Lambuk |
C |
0,63 – 0,75 atau 1,25 |
7 |
C/K |
0,41 – 0,60 |
10 | |
SK |
0,00 – 0,36 atau 3,00 – 3,93 |
41 | |
Total |
80 |
Penambahan jumlah air yang diberikan, dilakukan dengan mengurangi sedikit rata-rata porsi air pada tempek lainnya yang termasuk ke dalam Subak Aya I. Salah satunya Tempek Munduk Lenggung, dimana pengurangan porsi dilakukan tanpa mempengaruhi kebutuhan tanaman secara signifikan. Kegiatan ini dalam istilah subak disebut dengan Nyilih Yeh. Apabila masih belum berhasil, maka pemberian air dilakukan secara bergilir antar tempek di dalam subak. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Darismanto & Mularia (2005), bahwa pemberian air irigasi pada setiap pintu ukur tersier dan pintu ukur pada bangunan bagi/pengontrol, selama 1 (satu) tahun, berdasarkan pada pola tanam, luas lahan, kondisi lapangan (kondisi fisik jaringan hulu, tengah dan hilir) dan pengalaman yang diperoleh petani sebelumnya. Apabila jumlah air yang tersedia berkisar 50% - 75 % dari kebutuhan air irigasi, maka pembagian air dilaksanakan secara bergilir di dalam petak tersier. DI Caguh memiliki nilai RPM 0,4,
(Tabel 4) yang berarti bahwa ketersediaan air mencukupi menurut Darismanto & Mularia (2005), hingga kurang mencukupi menurut Sugeng (2015), untuk memenuhi kebutuhan air irigasi. Walaupun memiliki nilai RPM dengan katagori cukup hingga kurang, manajemen pembagian air seperti pada DI Aya juga diterapkan pada subak di DI Caguh. Namun berbeda dengan DI Aya, subak di DI Caguh melakukan kegiatan nyilih yeh bukan diantara tempek dalam subak, melainkan diantara subak itu sendiri. Apabila dengan melakukan nyilih yeh tidak berhasil, maka pergiliran pemberian air dilakukan antara subak yang bersangkutan. Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Darismanto & Mularia (2005), apabila jumlah air yang tersedia berkisar 25% - 50% dari kebutuhan air irigasi, maka pembagian air dilaksanakan secara bergilir di dalam petak tersier. Berbeda dengan kedua DI lainnya, DI Gadungan Lambuk yang memiliki nilai RPM 0,61, seperti yang ditampilkan pada Tabel 4, dimana nilai ini mendekati
setara dengan nilai RPM di DI Aya. Namun, manajemen irigasi yang dilakukan dalam DI Gadungan Lambuk sangat kurang. Seperti yang terlihat pada Tabel 5, bahwa berdasarkan sebaran nilai RPM pada masing-masing subak, nilai ini didominasi dengan katagori sangat kurang. Hal ini disebabkan oleh keadaan saluran yang sangat buruk, dimana banyak endapan, sehingga mempengaruhi ketersediaan air pada saluran tersier (Farhan, 2012). Pergiliran air akan sulit untuk dilakukan, sehingga untuk mengatasi masalah ini, perlu adanya pembersihan atau perbaikan pada saluran irigasi.
KESIMPULAN
Kinerja irigasi dengan katagori baik lebih banyak terjadi pada subak di DI hulu, yaitu DI Aya, dengan sebaran nilai RPM 0,77 – 1,19. Kinerja irigasi dengan katagori sangat kurang lebih banyak terjadi pada subak di DI hilir yaitu, DI Gadungan Lambuk, dengan sebaran nilai RPM 0,00 – 0,36. Pada musim kemarau, semakin ke hilir, kinerja jaringan irigasi semakin sangat kurang. Strategi distribusi air irigasi pada subak di DAS Ho agar kinerja irigasi selalu dalam katagori baik dapat dilakukan dengan pergiliran pemberian air irigasi dan melakukan perbaikan jaringan irigasi yang bermasalah.
DAFTAR PUSTAKA
Arnanda, I. K. Y., Tika, I. W., & Madrini, I. . G. B. (2020). Analisis Rasio Prestasi Manajemen Irigasi pada Distribusi Air di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 290–300.
https://doi.org/10.24843/JBETA.2020.V08.I02. P13
Arsyad, I. K. . (2017). Modul Kebutuhan Air. Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi.
Badan Pusat Statistik. (2022). Direktori Usaha Pertanian Lainnya 2022. Badan Pusat Statistik.
Darismanto, & Mularia. (2005). Pedoman Konstruksi dan Bangunan Sipil: Penguatan Masyarakat Petani Pemakai Air Dalam Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi. Pusat
Pengkajian Sosial Budaya dan Ekonomi Wilayah. Badan Penelitian dan Pengembangan. Departemen Pekerjaan Umum.
Farhan, A. (2012). Kinerja Pendistribusian Air Irigasi Pada Lokasi Hulu, Tengah Dan Hilir. Universitas Syiah Kuala.
Madrini, B. (2017). Sistem Irigasi Permukaan [Bahan Ajar Teknik Irigasi dan Drainase].
Fakultasi Teknologi Pertanian. Universitas Udayana.
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat No.30/PRT/M/2015. (2015).
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi.
Santika, I. K. A., Tika, I. W., & Budisanjaya, I. P. G. (2020). Analisis Rasio Prestasi Manajemen Irigasi pada Budidaya Tanaman Padi (Oryza sativa L.) di Subak Kabupaten Tabanan. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(2), 204–210.
https://doi.org/10.24843/JBETA.2020.V08.I02. P03
Saragih, H. M. (2009). Efisiensi Penyaluran Air Irigasi di Kawasan Sungai Ular Daerah Irigasi Bendang Kabupaten Serdang Bedagai [Univeritas Sumatera Utara].
https://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/5 2211
Sidharta, S. (1997). Irigasi dan Bangunan Air. Gunadarma.
https://ebooktekniksipil.wordpress.com/air/irig asi-dan-bangunan-air/irigasi-dan-bangunan-air/
Sudiarsa, Doddy Heka A., P., & Soriarta, K. (2015). Evaluasi Kinerja Jaringan Irigasi DI Gadungan Lambuk di Kabupaten Tabanan Untuk
Meningkatkan Efektivitas dan Efisiensi Pengelolaan Air Irigasi. AKSES: Jurnal
Universitas Ngurah Rai, 7(1), 20–33.
https://doi.org/10.13140/RG.2.2.15754.21443
Sugeng, P. (2015). Irigasi dan Drainase: IV. Aplikasi Cropwat 8. Institut Pertanian Bogor.
Tika, I. W. (2002). Analisis Kebutuhan Dasar Air Irigasi dan Waktu Tanam pada Daerah Irigasi Sungai Ho. Universitas Brawijaya.
Tika, I. W. (2012). Analisis Surplus Air Irigasi Sebagai Dampak Aplikasi Teknik Ngenyatin Pada Subak Sungi I. PERTETA: Peran Keteknikan Pertanian Dalam Pembangunan Industri Pertanian Berkelanjutan Berbasis Kearifan Lokal, 260–266.
Wiguna, P. P. . (2019). Metode Perhitungan
Kebutuhan Air Irigasi. Universitas Udayana.
Windia, W., Pusposutardjo, S., Sutawan, N., Sudira, P., Sigit, D., & Arif, S. (2005). Sistem Irigasi Subak dengan Landasan Tri Hita Karana (THK) sebagai Teknologi Sepadan dalam Pertanian Beririgasi. SOCA: Jurnal Sosial Ekonomi Pertanian, 5(3).
https://ojs.unud.ac.id/index.php/soca/article/vie w/4095
Windia, W., Sumiyati, & Tika, I. W. (2015). Teknik Pengelolaan Air Irigasi pada Sistem Subak di Bali.
426
Discussion and feedback