Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok Sayuran untuk Memenuhi Permintaan Hotel di Bali
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023
Pengukuran Kinerja Sistem Rantai Pasok Sayuran untuk Memenuhi Permintaan Hotel di Bali
Supply Chain Systems Performance of Vegetables Commodity to Fulfilled Hotels Demand in Bali
Qurratu Zahrah Trinilam, I Wayan Widia*, I Made Supartha Utama
Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*email: [email protected]
Abstrak
Permintaan pasokan sayuran yang ditetapkan oleh hotel memiliki standar tertentu berupa tepat kualitas, tepat waktu dan tepat kuantitas, sedangkan sayuran memiliki sifat dasar perishable yang kualitasnya masih bergantung pada iklim dan cuaca sehingga perlu dilakukan pengukuran kinerja sistem rantai pasokan sayuran. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui mekanisme kerja dan tingkat pencapaian kinerja sistem rantai pasokan sayuran dalam memenuhi permintaan hotel di Bali. Penelahaan mekanisme kerja menggunakan kerangka analisis Food Supply Chain Network (FSCN) dan pengukuran tingkat pencapaian kinerja mengacu pada model Supply Chain Operations Reference (SCOR). Objek penelitian ini adalah sistem rantai pasokan menggunakan lima jenis komoditi sayuran yang dipilih yaitu kubis, wortel, chaisim, brokoli, dan sawi putih dengan melibatkan petani di Bedugul. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pencapaian kinerja sistem rantai pasok sayuran yang diteliti, yaitu Perfect Order Fulfillment (POF) kelima jenis sayuran memperoleh nilai rata-rata 98,2%, termasuk dalam kategori superior, Standard Fulfillment (SF) memperoleh nilai rata-rata 100%, termasuk dalam kategori superior, Flexibility sayuran memperoleh nilai rata-rata 1,2 hari yang tergolong superior, Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) memperoleh nilai rata-rata 0,7 hari yang tergolong superior, Lead Time (LT) memperoleh nilai rata-rata 0,67 hari termasuk dalam golongan superior. Cash to Cash Cycle Time (CTCCT) memperoleh nilai 13,80 hari. Tingkat pencapaian kinerja sistem rantai pasokan sayuran yang diteliti tergolong memiliki kinerja superior atau termasuk dalam katagori sangat baik.
Kata kunci: rantai pasok, komoditi sayuran, industri pariwisata, kinerja manajemen rantai pasok
Abstract
The vegetable demand supply set by the hotel has standards in the form of quality, on-time, and quantity. Meanwhile, vegetable commodities have a perishable nature whose quality still depends on climate and weather. It is necessary to measure the performance of the vegetable supply chain system. This study aimed to determine the working mechanism and the achievement level of supply chain performance to meet the demand for hotels in Bali. The analysis uses the Food Supply Chain Network (FSCN) framework. The measuring achievement level of performance refers to the Supply Chain Operations Reference (SCOR) method. The object of this study involved the farmers in Bedugul. The results showed that the measuring achievement level of vegetable supply chain performance was in the Perfect Order Fulfillment (POF) matrix of vegetables obtained an average value of 98.2%, considered in the superior category. The Standard Fulfillment (SF) matrix had an average score of 100% (considered in the super categories). Vegetable Flexibility Matrix obtained an average value of 1.2 days (considered superior). The Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) matrix had an average value of 0.7 days (considered superior). The Lead Time (LT) matrix also obtained an average value of 0.67 days (considered in the superior class). The Cash to Cash Cycle Time Matrix value of 13,80 days. The measuring achievement level of vegetable supply chain performance is in super performance or the best position.
Keywords: supply chain, vegetables commodity, tourism industry, supply chain performance
PENDAHULUAN
Pertumbuhan sektor pariwisata di Indonesia menunjukkan peningkatan yang signifikan bagi pertumbuhan nasional. Kontribusi sektor pariwisata terhadap PDB nasional tahun 2018 adalah sebesar 4,8% meningkat sebanyak 0,30 poin dibandingkan tahun sebelumnya (Kemenparekraf, 2020). Nilai devisa terbesar disumbangkan dari provinsi Bali dengan kontribusi mencapai 40%. Peningkatan ini
tidak terlepas dari tingkat kunjungan wisatawan mancanegara. Berdasarkan data BPS (2018), kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali di tahun 2018 mengalami kenaikan sebesar 6,54%, sedangkan kunjungan wisatawan nusantara mengalami peningkatan sebesar 11,7%. Peningkatan ini memengaruhi tingginya permintaan pasokan sayuran pada instansi-instansi perhotelan dalam menunjang kegiatan operasional hotel. Permintaan yang tinggi harus diimbangi dengan 263
ketersediaan pasokan dalam memenuhi kebutuhan konsumen. Kegiatan pengadaan dan persediaan pasokan sayuran tidak terlepas dari sistem manajemen rantai pasok yang merupakan suatu keterpaduan antara perencanaan, koordinasi, dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dengan biaya termurah kepada konsumen. (Marimin & Slamet, 2010). Kegiatan rantai pasok menitik beratkan pada aliran produk, pertukaran informasi, dan perputaran uang dalam menyajikan nilai tambah terhadap pemakai akhir atau konsumen. Dengan adanya penerapan manajemen rantai pasok yang terintegrasi dalam suatu usaha agribisnis dapat meningkatkan keunggulan kompetitif di pasar global melalui pengurangan biaya, penjaminan kualitas, ketepatan waktu, serta keberagaman produk (Sari, 2017).
Pasokan sayuran yang dibutuhkan industri pariwisata disalurkan pada beberapa tempat yang menyediakan akomodasi dan hiburan seperti restoran, mall, bar, hingga tempat menginap seperti hotel (Adelianie, 2015). Mengingat industri hotel memiliki pengunjung hotel dari berbagai kalangan, budaya dan tempat asal maka pengunjung memiliki preferensi konsumsi yang berbeda sehingga dibutuhkan bahan-bahan yang berkualitas untuk menyajikan hidangan yang selalu segar setiap harinya. Maka dari itu pihak hotel menentukan beberapa kriteria pasokan sayuran dari segi kualitas, kuantitas, ketepatan, bahkan memperhatikan kinerja pemasok (Latifah et al, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa rantai pasok sayuran membutuhkan adanya pengukuran kinerja dalam melayani konsumennya (Batt & Parining, 2000).
Kinerja rantai pasok sayuran dapat diukur untuk mengetahui persentase yang telah dicapai selama periode proses tertentu. Pengukuran kinerja secara menyeluruh melibatkan satu jaringan rantai pasokan dimana mulai dari mitra bisnis hingga alur dan proses produksi diukur dari hulu hingga ke hilir (Slamet et al., 2010). Hasil nilai pengukuran tersebut digunakan sebagai acuan data perbandingan terhadap peningkatan performa jaringan rantai pasokan yang diterapkan perusahaan dengan pesaing. Perbandingan hasil data secara umum dapat mengikuti ketentuan atau standarisasi nilai perforna dunia yang telah digunakan oleh perusahaan-perusahaan besar dengan menggunakan metode pengukuran yang disesuaikan. Dengan adanya penerapan manajemen rantai pasok yang terintegrasi dalam suatu usaha agribisnis dapat meningkatkan keunggulan kompetitif di pasar global melalui pengurangan biaya, penjaminan
kualitas, ketepatan waktu, serta keberagaman produk. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sistem rantai pasokan sayuran yang diberlakukan untuk memenuhi permintaan hotel di Bali serta tingkat pencapaian kinerja sistem rantai pasokan sayuran.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Pengambilan data petani dilakukan di Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Data supplier diambil dari UD Sila Artha yang berlokasi di jalan Batunya, Desa Candikuning, Kecamatan Baturiti, Kabupaten Tabanan. Data dan informasi hotel dilakukan di hotel-hotel yang berlokasi dikawasan Kuta, Kabupaten Badung, Bali. Analisis data dilakukan di Laboratorium Sistem Manajemen Keteknikan Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana pada bulan Juli 2018.
Populasi & Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah petani mitra komoditi sayuran Kubis, Wortel Berastagi, Chaisim, Brokoli, dan Sawi Putih di kawasan desa Candikuning Kabupaten Tabanan. Populasi supplier yang dipilih yaitu pihak UD Sila Artha terletak di desa Candikuning. Populasi hotel yang dipilih dengan rentang bintang tiga hingga lima yang terletak di kawasan Kuta.
Pelaksanaan Penelitian
Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Dimana penentuan sampel dilakukan berdasarkan kriteria-kriteria yang mendukung penelitian. Total sampel petani yang digunakan sebanyak 20 orang. Sampel supplier yang digunakan sebanyak 3 orang. dan sampel hotel yang digunakan sebanyak 10 hotel. Pertimbangan yang digunakan untuk menjadi kriteria dalam pengambilan sampel adalah responden harus mengetahui serta memahami kondisi, mekanisme, dan peranannya dalam rantai pasokan.
Analisis Data
Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder Data primer berupa informasi dari pelaku rantai pasokan menggunakan metode wawancara mendalam (depth interview) dan instrumen kuesioner yang berpedoman pada indikator-indikator sesuai dengan kerangka FSCN dan SCOR. Data sekunder diperoleh melalui literatur, data-data relevan, dan referensi yang mendukung.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
UD Sila Artha merupakan suatu badan usaha bidang pertanian di Desa Candikuning. Perusahaan ini juga dikenal sebagai salah satu supplier hortikultura terbesar di Bedugul yang telah dipercaya melayani kebutuhan pasokan di berbagai wilayah di Bali hingga Jawa. Pasokan sayuran UD Sila Artha diperoleh dari hasil produksi lahan sendiri, petani-petani setempat, beberapa supplier, pasar, dan pihak-pihak lain. Sebagai supplier, UD Sila Artha berperan sebagai pusat penghubung antara petani, pengepul, maupun supplier lain dengan pasar dan konsumen, sehingga memiliki peran penting dalam suatu jaringan rantai pasok sayuran. Kuta merupakan salah satu kawasan wisata yang terletak di Kabupaten Badung, Bali yang memiliki tingkat kepadatan wisatawan paling tinggi sehingga memengaruhi perkembangan dan kemajuan aspek pariwisata hingga pembangunan. Terbukti dengan keberadaan beragam akomodasi mulai dari guest house, penginapan, villa, hingga hotel yang dilengkapi restoran dan bar serta berbagai fasilitas lainnya yang menunjang kebutuhan dan kenyamanan wisatawan. Tingkat kemajuan yang pesat membutuhkan pasokan dari aspek-aspek terkait seperti aspek pertanian dalam menyediakan komoditi pangan berupa sayuran dalam memenuhi dan melaksanakan operasional industri pariwisata.
Mekanisme Sistem Rantai Pasokan Sayuran dengan Kerangka Food Supply Chain Network (FSCN)
Kerangka Food Supply Chain Network (FSCN) merupakan model analisa rantai pasokan secara terperinci berdasarkan hasil dari kondisi aktual untuk menjelaskan elemen-elemen berupa struktur jaringan, proses bisnis rantai, sumber daya rantai, sasaran rantai, manajemen rantai, serta kinerja rantai yang dijelaskan pada bagian pengukuran. (Vorst, 2006). Struktur rantai yang diteliti terdiri dari petani mitra yang berperan sebagai produsen sayuran. UD Sila Artha sebagai supplier yang menangani dan mendistribusikan sayuran dan hotel sebagai konsumen yang membutuhkan dan mengolah sayuran untuk konsumen akhir. Aliran komoditas yang terjadi adalah aliran barang, uang, dan informasi. Aliran pertama kali terjadi dimulai dari petani yang memasok sayuran menuju supplier sesuai dengan jumlah pesanan. Pasokan yang dikirimkan bersifat harian. Terjadi transaksi barang dan uang antara petani dengan supplier. Sekaligus pertukaran informasi mengenai permintaan konsumen dari supplier dan komoditi yang dibudidayakan oleh petani. Pasokan dari petani
akan melalui berbagai proses perlakuan seperti pengecekan mutu dan penimbangan untuk menentukan jumlah sayuran yang diterima, pencatatan sebagai bentuk dokumentasi, sortasi mutu, trimming bagian yang tidak digunakan, cleaning pada produk yang rentan, washing dengan membersihkan sisa kotoran dengan air mengalir, penirisan, grading, penimbangan, dan pengemasan ke dalam wadah yang ditentukan.
Pendistribusian sayuran menuju hotel terjadi aliran barang menuju hotel sekaligus transaksi uang dari hotel menuju supplier (Gambar 1). Hotel memberi informasi mengenai kebutuhan pasokan sayuran, sedangkan pihak supplier menginformasikan harga dan kemampuan budidaya petani kepada hotel. Selanjutnya akan di unload dan dilakukan check list pemesanan. Sayuran yg diterima akan disalurkan ke bagian kitchen untuk di unpacking dan checking mutu oleh chef sesuai kriteria. Selanjutnya sayuran akan dicuci dan diolah atau disimpan untuk kebutuhan persediaan. Berikut gambar aliran yang terjadi pada struktur rantai pasok sayuran.
Keterangan: Aliran Produk
<--> Aliran Informasi
Aliran Uang
Gambar 1. Aliran rantai pasok sayuran
Sasaran rantai yang ingin dicapai secara umum adalah mengembangkan hubungan kerjasama yang komunikatif dan berkesinambungan sehingga dapat terjalin koordinasi yang baik dalam mendukung masing-masing pelaku meningkatkan produksinya dari segi kualitas maupun kuantitas untuk memenuhi permintaan konsumen. Masing-masing pelaku rantai pasok harus berupaya dalam menghasilkan maupun mengolah sayuran agar memiliki kualitas dan kuantitas dengan standar keamanan pangan yang berlaku sehingga konsumen percaya dan loyal akan produk sayuran yang dijual.
Proses bisnis rantai yang ditemukan menunjukkan bahwa tahapan procurement atau pengadaan dilakukan oleh pihak petani mitra dan pihak supplier, tahapan manufacturing dilakukan oleh pihak supplier sebagai pengolah pasokan sayuran, tahapan replenishment dilakukan oleh pihak supplier sebagai pelaku yang mengantisipasi ketidaksesuaian pasokan, dan pada tahapan customer order dilakukan oleh pihak hotel sebagai konsumen yang memesan pasokan sayuran ke supplier. Sedangkan dari hubungan yang terjadi antara supplier dan hotel termasuk dalam push dan
pull. Pada manajemen rantai yang ditemukan bahwa pemilihan mitra dilakukan oleh supplier dan hotel sedangkan petani menawarkan pasokannya kepada supplier. Kesepakatan kontraktual yang dilakukan pada rantai ini hanya terjadi antara pihak supplier dan hotel sedangkan petani hanya sebatas rasa percaya dikarenakan petani belum memiliki keberlangsungan pasokan yang berkualitas. Sistem transaksi yang dilakukan masing-masing pelaku rantai berbeda. Pada petani pembayaran dilakukan secara langsung setiap minggu atau dua minggu sekali. Sedangkan dari pihak hotel transaksi terjadi secara kontan setiap satu bulan sekali.
Sumber daya yang dimiliki masing-masing pelaku rantai berbeda. Petani memiliki lahan dan peralatan pendukung budidaya lainnya dan supplier memiliki fasilitas berupa gudang, packing house, mesin traktor, transportasi dan sarana telekomunikasi. Teknologi yang digunakan petani berupa bibit dengan varietas unggulan, peralatan pertanian, serta tehnik-tehnik dalam budidaya. Sedang supplier memiliki teknologi berupa penanganan sayuran, peralatan dan bahan packing serta transportasi dilengkapi pendingin. Sumber daya modal yang dimiliki petani sebagian besar merupakan pinjaman dan bantuan dari lembaga-lembaga maupun supplier. Sedangkan modal yang dimiliki supplier merupakan hasil permodalan sendiri dari hasil usaha sampingan yang dimiliki.
Pengukuran Sistem Rantai Pasokan Sayuran
Sistem rantai pasokan sayuran membutuhkan pengelolaan yang tepat mengingat sayuran merupakan komoditi perishable yang harus
mendapatkan penanganan serta perhatian khusus dalam menjaga kualitasnya (Adinugroho, 2010). Keberlangsungan pasokan sayuran yang terintegrasi dalam memenuhi permintaan pasokan sayuran memerlukan adanya suatu kegiatan pengukuran kinerja sebagai bentuk pengendalian, monitoring dan peningkatan performa kegiatan rantai pasok sayuran. Kinerja rantai pasok dapat diukur dalam kurun waktu antara tiga hingga enam bulan atau bahkan setahun (Francis, 2003.). Hasil pengukuran digunakan sebagai pedoman perbaikan dalam menyusun strategi berdaya saing terhadap proses bisnis sejenis. Metode SCOR merupakan instrumen pengukuran yang mencakup kinerja eksternal dan internal dimana keseluruhan proses bisnis diukur untuk mengetahui posisi perusahaan dalam menciptakan keunggulan berdaya saing (Marimin & Slamet, 2010). Kinerja eksternal dapat diukur dengan atribut reliability, responsiveness, dan flexibility. Sedangkan kinerja internal dapat diukur dengan atribut assets dan cost. Masing-masing atribut memiliki matriks kinerja yang berbeda-beda. Atribut yang digunakan disesuaikan dengan kondisi yang dihadapi dilapangan. Beberapa matriks yang digunakan adalah Perfect Order Fulfillment (POF) atau pesanan sayuran yang terkirim sempurna, Standard Fulfillment (SF) merupakan pemenuhan standar, Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) merupakan siklus pesanan dalam satu kali pesanan, Lead Time (LT) adalah lama waktu tunggu yang dibutuhkan hingga peanan tiba, Flexibility (F) adalah total waktu yang dibutuhkan untuk merespon pesanan, Cash to Cash Cycle Time (CTCCT) merupakan siklus waktu pembayaran.
Tabel 1. Pengukuran rantai pasok sayuran dengan matriks Perfect Order Fulfillment (POF)
Nama Hotel |
Matriks POF Sayuran (%) Keterangan Kubis Wortel Chaisim Brokoli Sawi Putih Rata-rata |
The Edge TS Suites |
100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 99.22% 99.24% 99.29% 99.32% 99.37% 99.29% |
Pullman |
96.33% 96.32% 95.99% 95.98% 96.40% 96.20% |
Equilibria Citadines |
95.41% 96.01% 95.19% 96.15% 95.09% 95.57% 99.48% 99.44% 99.51% 99.38% 99.33% 99.43% |
The Akmani |
97.11% 97.56% 97.20% 97.39% 97.11% 97.27% Superior |
Lumbini |
99.08% 99.07% 99.04% 99.05% 99.08% 99.07% |
Fave |
97.79% 97.63% 97.82% 97.79% 97.79% 97.76% |
100 Sunset |
98.04% 97.88% 98.01% 98.04% 98.04% 98.01% |
MaxOne Rata-rata |
96.89% 96.57% 96.82% 98.04% 96.89% 97.04% 97.93% 97.97% 97.89% 98.12% 97.91% |
Keterangan |
Superior |
Tabel 2. Pengukuran rantai pasok sayuran dengan matrik SF
Nama Hotel |
Matriks SF Sayuran (%) Rata-rata Keterangan Kubis Wortel Chaisim Brokoli Sawi Putih |
The Edge TS Suites |
99.88% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 99.98% 99.92% 100.00% 99.98% 100.00% 100.00% 99.98% |
Pullman |
99.97% 100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 99.99% |
Equilibria Citadines |
100.00% 100.00% 99.95% 100.00% 99.87% 99.97% 100.00% 100.00% 100.00% 99.38% 100.00% 99.88% |
The Akmani |
100.00% 100.00% 100.00% 99.98% 97.14% 99.42% |
Lumbini |
100.00% 100.00% 100.00% 100.00% 99.12% 99.82% Superior |
Fave |
100.00% 99.54% 99.45% 100.00% 99.45% 99.69% |
100 Sunset |
99.95% 100.00% 99.96% 100.00% 100.00% 99.98% |
MaxOne |
99.97% 100.00% 99.97% 100.00% 100.00% 99.99% |
Rata-rata |
99.97% 99.95% 99.93% 99.94% 99.56% |
Keterangan |
Superior |
Pengukuran kinerja dilakukan terhadap jaringan rantai pasok antara supplier dengan hotel, sedangkan pengukuran rantai pasok sayuran dilakukan per satuan unit komoditas berdasarkan tingkat permintaan tertinggi Kubis, Wortel Berastagi, Chaisim, Brokoli, dan Sawi Putih. Berdasarkan analisis data yang telah dilakukan, hasil pengukuran sayuran menggunakan matriks Perfect Order Fulfillment (POF) pada atribut Reliability disajikan pada Tabel 1. Pengiriman pasokan sayuran masing-masing hotel memperoleh nilai yang signifikan satu sama lain dikarenakan permintaan seluruh jenis sayuran didistribusikan bersamaan menuju hotel yang telah melakukan pemesanan. Hasil rata-rata dari nilai kinerja
pemenuhan pesanan tergolong dalam kategori superior dengan perolehan persentase ≥ 95%. Persentase rata-rata tertinggi pemenuhan pesanan di tingkat hotel diperoleh oleh hotel The Edge yang menunjukkan pengiriman sayuran selama periode satu tahun (Juli 2018 - Juli 2019) tidak pernah mengalami keterlambatan serta volume sayuran yang didistribusikan supplier sesuai dengan jumlah permintaan hotel, sedangkan persentase pemenuhan pesanan di tingkat komoditi sayuran tertinggi diperoleh oleh komoditi Brokoli sebesar 98.12% dengan total volume yang terlambat diterima pihak hotel atau melebihi batas waktu yang ditentukan pihak hotel sebanyak 487 kg dalam kurun waktu satu tahun.
Tabel 3. Pengukuran kinerja pasokan sayuran pada matriks F
Nama Hotel |
Matriks F (hari) |
Rata-rata |
Keterangan | ||||
Kubis |
Wortel |
Chaisim |
Brokoli |
Sawi Putih | |||
The Edge |
1.20 |
1.23 |
1.25 |
1.25 |
1.20 |
1.22 | |
TS Suites |
1.25 |
1.25 |
1.25 |
1.25 |
1.25 |
1.25 | |
Pullman |
1.15 |
1.19 |
0.00 |
1.04 |
1.15 |
0.91 | |
Equilibria |
1.17 |
1.25 |
1.18 |
0.00 |
1.17 |
0.95 | |
Citadines |
0.00 |
1.16 |
0.00 |
0.00 |
0.00 |
0.23 |
Superior |
The Akmani |
1.14 |
0.00 |
1.25 |
1.13 |
1.14 |
0.93 | |
Lumbini |
1.00 |
1.00 |
0.00 |
1.00 |
1.00 |
0.80 | |
Fave |
0.00 |
1.14 |
1.16 |
0.00 |
0.00 |
0.46 | |
100 Sunset |
1.21 |
1.25 |
1.21 |
1.25 |
1.21 |
1.23 | |
MaxOne |
1.15 |
1.13 |
1.18 |
1.25 |
0.00 |
0.94 | |
Rata-rata |
0.93 |
1.06 |
0.85 |
0.82 |
0.81 | ||
Keterangan |
Superior |
Volume keterlambatan tersebut sudah tergolong dalam kinerja pengiriman yang sangat baik meskipun terjadi keterlambatan yang memengaruhi tingkat kepuasan pihak hotel sebagai konsumen namun masih dapat ditolerir dengan alasan keterlambatan yang jelas. Hasil pengukuran sistem rantai pasokan sayuran yang dilakukan menggunakan matriks Standard Fulfillment (SF) pada atribut Reliability yang ditunjukkan pada Tabel 2. Kinerja pemenuhan standar pasokan sayuran antara supplier dengan hotel berada pada posisi superior dengan perolehan persentase rata-rata ≥ 95%. Sebanyak enam hotel (The Edge, TS Suites, Pullman, Equilibria, 100 Sunset, dan MaxOne) dengan rentang bintang tiga hingga lima mendapatkan rata-rata persentase tertinggi sebesar 100% yang menunjukkan bahwa pasokan sayuran yang diterima oleh keenam hotel tersebut memenuhi kriteria mutu yang telah ditentukan pihak hotel, sedangkan pasokan sayuran yang mengalami reject paling banyak ditemukan pada distribusi menuju hotel Fave dimana terjadi return produk sebesar 46 kg.
Komoditi dengan tingkat return paling tinggi ditemukan pada sawi putih dengan defect sebanyak 19 kg. Pernasalahan defect pada pasokan komoditi sawi putih diakibatkan hama ulat pada bagian dalam lembaran sayuran yang terkadang luput dari pemeriksaan supplier. Selain itu peletakan produk selama distribusi juga dapat memengaruhi terjadinya defect ringan pada produk. Hasil pengukuran sistem rantai pasokan sayuran menggunakan matriks Flexibility (F) ditunjukkan pada tabel 3 berikut
Menurut Apriyani et al., (2018), pengukuran matriks fleksibilitas diperlukan sebagai bentuk tanggapan pesanan yang tidak terduga agar disesuaikan baik dalam penambahan maupun pengurangan jumlah pesanan dari pesanan yang telah diterima sebelumnya. Waktu order pada supplier dimulai pukul 15.00-17.00 WITA. Namun supplier memberikan waktu order tambahan di malam hari apabila terjadi perubahan pesanan tidak terduga. Waktu order kedua dimulai pukul 21.0022.00 WITA. Pemesanan yang masuk melebihi dari waktu yang telah ditentukan tidak akan diterima.
Tabel 3 menunjukkan persentase rata-rata pengukuran kinerja fleksibilitas sayuran ≤10 hari sehingga termasuk dalam kategori superior atau tingkat fleksibilitas sangat baik. Persentase rata-rata pengukuran kinerja dengan fleksibilitas terendah ditemukan pada jaringan pasokan menuju hotel Citadines dengan waktu siklus hanya 0,23 hari atau sekitar 6 jam dan volume sayuran yang dipesan mendadak sebesar 5 kg. Data ini menunjukkan bahwa semakin kecil volume yang dipesan secara mendadak maka semakin cepat waktu respon supplier dalam menanggapi pesanan tersebut. Sedangkan sayuran dengan siklus waktu tersingkat diperoleh komoditi saw putih dengan waktu siklus sebesar 0,81 hari atau 19 jam dan total volume sawi putih yang dipesan mendadak sebanyak 34 kg. Hasil pengukuran sistem rantai pasokan sayuran menggunakan matriks Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) pada atribut responsiveness yang ditunjukkan pada tabel 4 sebagai berikut.
Tabel 4. Pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran pada matriks OFCT pada atribut Responsiveness
Nama Hotel |
Matriks OFCT (hari) |
Rata-rata |
Keterangan | ||||
Kubis |
Wortel |
Chaisim |
Brokoli |
Sawi Putih | |||
The Edge |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
TS Suites |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Pullman |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Equilibria |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Citadines |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
Superior |
The Akmani |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Lumbini |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Fave |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
100 Sunset |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
MaxOne |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
Rata-rata |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | ||
Keterangan |
Superior |
Tabel 5. Pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran pada matriks LT
Nama Hotel |
Matriks LT Sayuran (hari) |
Rata-rata |
Keterangan | ||||
Kubis |
Wortel |
Chaisim |
Brokoli |
Sawi Putih | |||
The Edge |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 |
0.67 | |
TS Suites |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 | |
Pullman |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 | |
Equilibria |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 | |
Citadines |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
Superior |
The Akmani |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 | |
Lumbini |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 | |
Fave |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 | |
100 Sunset |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 |
0.71 | |
MaxOne |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 |
0.75 | |
Rata-rata |
0.72 |
0.72 |
0.72 |
0.72 |
0.72 |
Keterangan Superior
Siklus pemenuhan pesanan merrupakan perputaran waktu yang dibutuhkan bagi supplier untuk memenuhi pesanan yang diterima dalam satu kali order dari hotel. Siklus pemenuhan pesanan terdiri dari waktu perencanaan, waktu sortasi, waktu mengemas, dan waktu pengiriman. Pada kinerja aktualnya, siklus perputaran terjadi secara bersamaan baik di tingkat komoditi maupun hotel sehingga rata-rata nilai yang dihasilkan sama. Pada Tabel 4 nilai siklus pemenuhan pesanan yang didapatkan sebesar 0,67 hari atau 16,08 jam yang menunjukkan kinerja berada pada posisi superior atau sangat baik. Siklus yang dibutuhkan supplier untuk memenuhi pesanan sudah dilakukan secara efektif dan efisien. Semakin kecil nilai yang didapatkan semakin baik siklus pemenuhan pesanan. Hasil pengukuran sistem rantai pasokan sayuran menggunakan matriks Lead Time (LT) pada atribut Responsiveness ditunjukkan pada Tabel 5. Waktu tunggu merupakan jarak waktu yang dibutuhkan supplier dalam melakukan
kegiatan pengadaan hingga pendistribusian sayuran untuk memenuhi kebutuhan hotel. Waktu tunggu yang dibutuhkan terhadap masing-masing hotel berbeda-beda bergantung ketersediaan produk, waktu pengelolaan produk dan jarak tempuh. Nilai rata-rata terendah waktu tunggu sebesar 0,67 hari atau 16 jam dimana waktu tunggu jaringan pasokan hotel The Edge berada pada posisi superior. Hal ini berdasarkan pernyataan (Bolstorff et al., 2012.) bahwa pada indikator lead time untuk mencapai kriteria baik pada kinerja angka perusahaan berada pada ≤3 hari. Semakin kecil nilai yang didapatkan maka semakin efisien waktu pemenuhan pesanan terhadap konsumen. Waktu tunggu persatuan komoditi sayuran dianggap sama karena sproduk didistribusikan secara bersamaan ke masing-masing hotel. Hasil pengukuran sistem rantai pasokan sayuran menggunakan matriks Cash to Cash Cyce Time (CTCCT) pata atribut Assets ditunjukkan oleh Tabel 6.
Tabel 6. Pengukuran kinerja pasokan sayuran pada matriks CTCCT
Nama Hotel |
Matriks CTCCT (hari) |
Rata-rata |
Keterangan | ||||
Kubis |
Sawi Putih |
Chaisim |
Brokoli |
Sawi Putih | |||
The Edge |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
TS Suites |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Pullman |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Equilibria |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Citadines |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 |
Superior |
The Akmani |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Lumbini |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Fave |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
100 Sunset |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
MaxOne |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 |
13.80 | |
Rata-rata |
17.00 |
1.00 |
17.00 |
17.00 |
17.00 | ||
Keterangan |
Superior |
Tabel 7. Rata-rata kinerja rantai pasok sayuran
Atribut SCM |
Indikator |
Benchmarking |
Rata-rata Aktual | ||
Parity |
Advantage |
Superior | |||
Kinerja Eksternal | |||||
85.00%- | |||||
Perfect Order Fulfillment (%) |
89.00% |
90.00-94.00 |
≥ 95.00 |
98.2% | |
Reliability |
80.00%- | ||||
Standard Fulfillment (%) |
84.00% |
96.00-97.00 |
≥ 98.00 |
100.0% | |
Flexibility |
Flexiblity (hari) |
42.00-27.00 |
26.00-11.00 |
≤ 10.00 |
1.2 |
Order Fulfillment Cycle Time |
8.00-7.00 |
6.00-5.00 |
≤ 4.00 |
0.7 | |
Responsiveness |
(hari) | ||||
Lead Time (hari) |
7.00-6.00 |
5.00-4.00 |
≤ 3.00 |
0.67 | |
Kinerja Internal | |||||
Assets |
Cash to Cash Cycle Time |
45.00-34.00 |
33.00-21.00 |
≤ 20.00 |
13.8 |
(hari) |
Siklus perputaran uang digunakan untuk mengetahui kemampuan dan posisi perusahaan dalam mengelola asetnya. Berdasarkan Tabel 6, nilai rata-rata siklus perputaran uang di tingkat hotel memperoleh nilai yang sama sebesar 13,80 hari menunjukkan bahwa aliran perputaran uang di tingkat supplier sudah mencapai posisi superior atau sangat baik karena nilai yang didapat ≤ 20 hari. Rata-rata lama penyimpanan atau persediaan sayuran yang dimiliki supplier kurang dari 24 jam dikarenakan pasokan sayuran yang masuk langsung ditangani dan didistribusikan menuju hotel. Rata-rata waktu pembayaran yang dilakukan pihak hotel adalah 30 hari. Rata-rata pembayaran ke petani selama 14 hari sehingga supplier seringkali menalangi pembayaran terhadap petani sebagai bentuk membantu kelangsungan produksi petani. Nilai terkecil pada tingkat sayuran ditemukan pada komoditi wortel Berastagi dengan siklus perputaran uang hanya 1 hari. Pasokan wortel Berastagi berasal dari Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Sumatera Utara. Karena jarak dan letak pasokan yang jauh maka supplier bekerjasama dengan pelaku rantai di Berastagi, sehingga waktu pembayaran disepakati 30 hari. Hasil SCORcard rata-rata pengukuran kinerja rantai pasokan sayuran pada supplier menunjukkan bahwa performa secara keseluruhan berada pada posisi superior dimana perusahaan berada pada keadaan kompetitif (Tabel 7).
KESIMPULAN
Berdasarkan pengukuran dan perbandingan nilai kinerja sistem rantai pasok sayuran diperoleh total hasil pada matriks Perfect Order Fulfillment (POF) kelima jenis sayuran adalah 98,2% yang termasuk dalam kategori superior. Matriks Standard Fulfillment (SF) memperoleh nilai rata-rata 100%
(termasuk dalam kategori superior). Matriks Flexibility sayuran memperoleh nilai rata-rata 1,2 hari yang tergolong superior. Matriks Order Fulfillment Cycle Time (OFCT) memperoleh nilai rata-rata 0,7 hari yang tergolong superior. Pada matriks Lead Time (LT) memperoleh nilai rata-rata 0,67 hari termasuk dalam golongan superior. Matriks Cash to Cash Cycle Time (CTCCT) memperoleh nilai 13,8 hari. Perbandingan data yang diperoleh dengan perbandingan SCORcard menunjukkan bahwa kinerja supplier berada pada posisi superior atau termasuk sangat baik.
DAFTAR PUSTAKA
Adinugroho, B. (2010). Manajemen Rantai Pasokan Sayuran (Studi Kasus: Frida Agro, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat) (Vol. 31, Issue 3).
Apriyani, D., Nurmalina, R., & Burhanuddin, B. (2018). Evaluasi Kinerja Rantai Pasok Sayuran Organik Dengan Pendekatan Supply Chain Operation Reference (Scor). Mix: Jurnal Ilmiah Manajemen, 8(2), 312.
https://doi.org/10.22441/mix.2018.v8i2.008
Badan Pusat Statistik. (2018). Kecamatan Baturiti Dalam Angka 2018.
Batt, P. J., & Parining, N. (2000). Price-quality relationships in the fresh produce industry in Bali. International Food and Agribusiness Management Review, 3(2), 177–187.
https://doi.org/10.1016/s1096-7508(00)00034-3
Bolstorff, Peter; Rosenbaum, R. (2012). Supply Chain Excellence A Handbook for Dramatic Improvement Using The SCOR Model (Third Edit). AMACOM.
https://doi.org/10.4324/9781003084044-3
Adelianie, D., I. G. A. (2015). Alasan Dan Hambatan Penyajian Buah Lokal Dalam
Operasional Hotel Berbintang Di Sanur. Jurnal Master Pariwisata (JUMPA), 2, 150– 164.
https://doi.org/10.24843/jumpa.2015.v02.i01.p 09
Latifah, E., Hanik A. Dewi, Putu B. Daroini, Kuntoro B. Andri, J. M. (2014). Vegetable Consumption Pattern in East Java and Bali. Seminar Nasional Agribisnis Dan Pengembangan Ekonomi Pedesaan, June, 367–380.
Francis, J. (2003). Benchmarking-Get the gain without the pain Supply Chain Management Review. pdf. Supply Chain Management
Review. Retrieved July 23, 2018, from
Kemenparekraf. (2020). Laporan Kinerja Kementerian Pariwisata.
Kemenparekraf.Go.Id, iii.
https://www.kemenparekraf.go.id/post/laporan -akuntabilitas-kinerja-kemenparekrafbaparekraf
Marimin & Slamet, A. S. (2010). Analisis Pengambilan Keputusan Manajemen Rantai Pasok Bisnis Komoditi dan Produk Pertanian.
Pangan, 19(2), 169–188.
Sari, I. R. M. (2017). Rantai pasok sayuran di pt bimandiri agro sedaya. Institut Pertanian Bogor.
Slamet, A. S., Arkeman, Y., Udin, F., & Marimin, M. (2010). Integrasi Model SCOR dan Fuzzy AHP untuk Perancangan Metrik Pengukuran Kinerja Rantai Pasok Sayuran. Jurnal Manajemen Dan Organisasi, 1(3), 148–161. https://www.researchgate.net/publication/2768 49006
Immawan, T. (2016). Pengukuran Performansi Rantai Pasok pada Industri Batik Tipe Produksi Make-to-stock dengan Menggunkan SCOR 11.0 dan Pembobotan AHP (Studi Kasus Batik Gunawan Setiawan, Surakarta. Teknoin.
https://doi.org/10.20885/teknoin.vol22.iss1.art 9.
Vorst, V. D. J. G. A. J. (2006). Performance measurement in agri-food supply-chain networks. Quantifying the Agri-Food Supply Chain, 15–26. https://doi.org/10.1007/1-4020-4693-6_2
271
Discussion and feedback