JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN

Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian

Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023

Pengaruh Penambahan Bioaktivator EM4 dan Molase dalam Pembuatan Pupuk Organik Cair dari Limbah Restoran Khas Bali

Effect of Addition of EM4 and Molasses Bioactivator in Making Liquid Organic Fertilizer from Balinese Restaurant Waste

I Putu Cahya Windu Adi, I Putu Surya Wirawan*, Ida Ayu Gede Bintang Madrini Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Pupuk organik cair merupakan jenis pupuk yang terbuat dari hasil pemanfaatan limbah organik. Limbah restoran yang digunakan pada proses pembuatan pupuk organik cair ini antara lain (sayur, sisa nasi, kulit bawang, dan sisa buah). Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh pengaruh penambahan bioaktivator EM4 Dan molase pada pembuatan pupuk organik cair dari limbah restoran. Metode yang digunakan untuk analisis kadar air adalah metode gravimetri (AOAC 2016). Hasil penelitian mununjukkan bahwa penggunaan molase dan EM4 tidak menyebabkan pengaruh yang signifikan pada suhu dan ph. Rata–rata suhu yang didapat dari tiga ulangan yaitu 27,8ºC dan nilai pH yang dihasilkan 7,49 diawal fermentasi tidak berpengaruh nyata. Pada analisis kadar NPK, peran penggunaan EM4 dan molase sangat berpengaruh, dimana masing–masing menghasilkan nilai 0,12%, 0,042%, 0,022% yang merupakan nilai tertinggi pada NPK. Hasil analisis kadar air bahan mendapatkan nilai 47,73%. Hasil analisis nilai C/N ratio menunjukkan nilai C-Organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai N-total. Warna yang dihasilkan dari lindi bahan sangat beragam, dikarenakan variasi bahan baku yang digunakan. Penggunaan bioaktivator EM4 dan molase tidak memiliki pengaruh terhadap suhu dan pH tetapi menghasilkan pengaruh yang signifikan pada kadar NPK.

Kata kunci : bioreaktor, EM4, limbah restoran, molase, pupuk organik cair

Abstract

Liquid organic fertilizer is a type of fertilizer made from the utilization of organic waste. Food waste used in the process of making liquid organic fertilizer includes vegetables, leftover rice, onion peel, and fruit residue. The purpose of this study was to obtain the effect of using EM4 and molasses bioactivator in the manufacture of liquid organic fertilizer. The method used for water content analysis is the gravimetric method (AOAC 2016). From the results of research that has been done that the use of molasses and EM4 does not cause a significant effect on temperature and pH. From the results of field research, the average temperature obtained from three replications is 27.8ºC and the resulting pH value is 7.49 at the beginning of the fermentation. In the analysis of NPK levels, the role of the use of molasses and EM4 is very influential, where each produces a value of 0.12%, 0.042% , 0.022% which is the highest value for NPK. The results of the analysis of the water content of the material get a value of 47.73%. The results of the analysis of the C/N ratio showed that the C-Organic value was higher than the N-total value. The colors produced from leachate materials are very diverse, due to variations in the raw materials used. The use of molasses and EM4 bioactivator had no effect on temperature and pH but did have a significant effect on NPK levels.

Keywords: bioreactor, EM4, liquid organik fertilizer, molasses, restaurant waste

PENDAHULUAN

Sampai saat ini limbah masih menjadi permasalahan di Indonesia, terutama limbah dari pelaku industri karena sistem pengolahan limbah dan penanganannya belum sempurna (Widyabudiningsih et al., 2021) . Setiap hari sampah pasar ataupun sampah dari pelaku industri rata – rata menghasilkan 71,51% berupa sampah organik (Wayan et al., 2006). Kehadiran limbah tentu dapat menyebabkan efek buruk pada lingkungan, terutama

pada kesehatan manusia sehingga untuk mengatasi hal tersebut perlu adanya penanganan limbah agar limbah memiliki nilai tambah yang positif. Limbah memiliki sifat dan jenis yang beragam antara limbah organik serta limbah anorganik. Limbah organik merupakan limbah yang terdiri dari bahan organik seperti dari kegiatan rumah tangga dan aktivitas industri. Sedangkan limbah anorganik yaitu limbah yang terdiri dari limbah industri atau limbah pertambangan yang tidak bisa terurai dan tidak bisa diperbaharui.

Pupuk organik cair (POC) ialah hasil dari pembusukan bahan – bahan organik seperti sayur, buah, serta hewan (Nur et al., 2018). Keunggulan dari pupuk organik cair ialah mampu memperbaiki hara dengan cepat dikarenakan unsur hara yang terdapat pada pupuk organik cair mudah terserap oleh tanaman (Meriatna et al., 2019). Selain itu pupuk organik cair juga mengandung bahan pengikat sehingga larutan pupuk ini bisa digunakan langsung kepermukaan tanah (Anita et al., 2022). Pupuk organik dapat berupa cairan dan padatan yang berasal dari sampah atau limbah organik (Arihati et al., 2019). Proses pembuatan pupuk organik cair waktu fermentasinya dapat dipercepat dengan menambahkan bioaktivator EM4. Pemberian bioaktivator pada fermentasi POC sangat berpengaruh terhadap cepat atau lambatnya proses fermentasi. Cepat atau lambatnya fermentasi disebabkan     oleh     peningkatan     aktivitas

mikroorganisme.

Penggunaan pupuk organik cair dari bahan dasar pemanfaatan limbah terutama dari limbah sisa makanan restoran masakan khas bali masih sangat jarang dilakukan. Daerah Bali khususnya yang memiliki restoran masakan khas Bali baik di desa maupun di perkotaan sangat banyak ditemukan, dan merupakan kuliner yang sangat digemari. Melihat peluang Limbah dari restoran masakan khas Bali ini tentu saja bisa dimanfaatkan pengolahan hasil limbahnya dijadikan berupa pupuk organik cair. Pemanfaatan dari limbah tersebut, perlu dikaji lebih lanjut sehingga para pemilik restoran khas Bali tidak hanya memanfaatkan hasil limbahnya sebagai campuran bahan pakan ternak akan tetapi bisa dipergunakan sebagai bahan baku produk pupuk organik cair yang memiliki nilai tambah ekonomis lebih tinggi. penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengaruh penambahan bioaktivator EM4 Dan molase pada pembuatan pupuk organik cair dari limbah restoran.

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Peguyangan, Kecamatan Denpasar Utara. Uji kadar air dilaksanakan di Laboratorium PSDA Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Uji kadar pupuk organik cair dilaksanakan di Fakultas Pertanian Universitas Udayana. Penelitian dilakukan pada Mei 2021 – Juli 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam mendukung penelitian ini adalah bioreaktor yang terbuat dari ember bekas

cat (tinggi = 36,5 cm, diameter = 26,5 cm), tutup ember, keran air, saringan, gerinda, bor, meteran dan cangkul (sebagai pengaduk limbah). Alat – alat yang digunakan di laboratorium terdiri dari TDS meter, pH meter, thermometer suhu, masker, oven, dan sarung tangan. Bahan baku yang digunakan yaitu limbah restoran yang terdiri dari sayur, sisa nasi, kulit bawang, dan sisa buah).

Pelaksanaan Penelitian

Pelaksanaan penelitian dari percobaan ini adalah campuran sisa nasi, sayur, kulit bawang, dan sisa buah dengan berat total bahan yang didapat 108 kg sehingga dari 27 bioreaktor dimasukkan bahan sebanyak 4 kg. Sebelum dimasukkan ke bioreaktor bahan di cacah dengan menggunakan pisau besar, kemudian bahan dicuci dengan air bersih, selanjutnya bahan direndam dengan air cucian beras selama 24 jam. Setelah dilakukan perendaman dengan air cucian beras, selanjutnya bahan ditambahkan bioaktivator EM4 dan molase.

Penambahan bioaktivator EM4 dan molase dilakukan dengan cara menyemprotkan ke bahan yang sudah dicacah dan dicuci. Pada bioreaktor dengan kode sampel:

M1E1 = konsentrasi 0 ml molase: 200 ml EM4, M1E2 = konsentrasi 0 ml molase: 400 ml EM4, M1E3 = konsentrasi 0 ml molase: 600 ml EM4, M2E1 = konsentrasi 80 ml molase: 200 ml EM4, M2E2 = konsentrasi 80 ml molase: 400 ml EM4, M2E3 = konsentrasi 80 ml molase: 600 ml EM4, M3E1 = konsentrasi 160 ml molase: 200 ml EM4, M3E2 = konsentrasi 160 ml molase: 400 ml EM4, M3E3 = konsentrasi 160 ml molase: 600 ml EM4.

Setelah dilakukan penambahan bioaktivator EM4 dan molase selanjutnya bahan dimasukkan kedalam bioreaktor. Proses fermentasi ini dilakukan secara semi anaerob. Adapun parameter yang dianalisis adalah suhu, pH dengan menggunakan metode gravimetri (AOAC 2012). Pengamatan suhu bahan dan pH dilaksanakan dari hari 0 - 20. Parameter NPK dianalisis pada hari ke 20, kadar air dianalisis dengan menggunakan metode gravimetri (AOAC 2016) C-organik dianalisis pada hari ke 20, EC (Electrical Conductivity) dianalisis pada hari ke 20, dan warna pupuk organik cair juga diamati pada hari ke 20.

Rancangan penelitian dan analisis data

Penelitian ini akan memakai Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan dua faktor yang terdiri dari 3 taraf perlakuan. Faktor Perlakuan pertama ialah konsentrasi molase, terdiri dari : 0% (M1) = 0 ml molase 2% (M2) = 80 ml molase

4% (M3) = 160 ml molase

Faktor perlakuan kedua ialah konsentrasi EM4, terdiri dari :

5% (E1) = 200 ml EM4

10% (E2) = 400 ml EM4

15% (E3) = 600 ml EM4

Setelah ditentukan kombinasi konsentrasi perlakuan bioaktivator EM4 dan molase, maka didapati rancangan kombinasi seperti ditampilakn Tabel 1.

Tabel 1. Rancangan Kombinasi Perlakuan EM4 Dan Molase

Kombinasi

EM4

5 %

10 %

15 %

Molase

0 %

M1E1

M1E2

M1E3

2 %

M2E1

M2E2

M2E3

4 %

M3E1

M3E2

M3E3

Keterangan: Kombinasi Perlakuan EM4 dan Molase

Berikut adalah perhitungan penggunaan bioaktivator EM4: 9 x 200 + 9 x 400 + 9 x 600 = 1800 + 3600 + 5400 = 10.800 ml → konversi ke liter = 10,8 liter. Jadi total penggunaan molase pada 27 bioreaktor yang digunakan adalah 10,8 liter. Perhitungan penggunaan molase: 9 x 0 + 9 x 80 + 9 x 160 = 0 + 720 + 1440 = 2.160 ml → konversi ke liter = 2,16 liter. Jadi total penggunaan molase pada 27 bioreaktor yang digunakan adalah 2,16 liter.

Percobaan diulang sebanyak tiga kali untuk setiap perlakuan sehingga diperoleh 27 unit percobaan. Setiap ulangan terdiri dari kombinasi konsentrasi bioaktivator EM4 dan molase seperti yang terdapat pada tabel diatas. Data yang diperoleh dalam

penelitian akan dianalisis dengan analisis sidik ragam, jika pengaruh perlakuan siginifikan (P>0,05) maka dilanjutkan uji Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Suhu Bahan

Hasil ANOVA menyatakan bahwa faktor penambahan bioaktivator EM4 dan molase tidak berpengaruh nyata terhadap nilai suhu yang dihasilkan dari setiap perlakuan pada proses fermentasi bahan limbah bahan makanan restoran khas Bali menjadi pupuk organik cair. Nilai Suhu bahan ditampilkan pada Gambar 1, 2, dan 3.

28,0

27,0

26,0

25,0

28,0

27,5

27,0

26,5

26,0

25,5

25,0

0      2      4      6      8      10     12     14     16     18     20


M1E1

M1E2

M1E3


Hari

Gambar 1. Perlakuan M1E1, M1E2, M1E3


M2E1

M2E2

M2E3


0        2        4        6        8       10       12       14       16       18       20

Hari

Gambar 2. Perlakuan M2E1, M2E2, M2E3

28,5

28,0

27,5

27,0

26,5

26,0

25,5


25,0

0        2        4        6        8        10       12       14       16       18       20

Hari

Gambar 3. Perlakuan M3E1, M3E2, M3E3

Gambar 1, 2, dan 3 adalah gambar dinamika suhu selama proses fermentasi limbah restoran khas Bali yang difermentasi secara semi anaerob. Pada perlakuan M1E1, M1E2, M1E3 peningkatan suhu bahan padat terjadi pada hari ke 8 dengan nilai 27,8ºC, setelah hari ke delapan suhu mengalami penurunan menjadi 26,0ºC pada hari ke 20. Pada perlakuan M2E1, M2E2, M2E3 suhu bahan padat mengalami peningkatan pada hari ke 6 dengan nilai 27,6ºC dan mengalami penurunan pada hari ke sepuluh dengan suhu 27,4ºC. Perlakuan M3E1, M3E2, dan M3E3 menunjukkan nilai suhu bahan padat mengalami peningkatan pada hari ke 6 dengan

puncak suhu tertinggi terjadi pada perlakuan M3E1 dengan suhu 27,9ºC. Suhu tertinggi yang diperoleh dari perlakuan M3E1 merupakan nilai suhu tertinggi dari sembilan perlakuan yang digunakan pada penelitian ini.

Derajat Keasaman (pH) Bahan

Dari hasil analisis Anova menunjukkan bahwa faktor penambahan bioaktivator EM4 dan molase tidak berpengaruh signifikan (P>0,05) terhadap nilai pH yang dihasilkan dari setiap perlakuan. Nilai pH bahan ditampilkan pada gambar 4, 5, dan 6.

7,55


M1E1

7,50

7,45

7,40

7,35

7,30


7,25

7,20

0       2       4       6       8       10      12      14      16      18      20

Hari

Gambar 4. pH POC Bahan Padat

7,50

O c‰

7,45

J 7,40

.⅛   7,35


M2E2

—⅛- M2E3


7,30


7,25


7,20


0       2       4       6       8       10      12      14      16      18      20


7,55

7,50

O

'     7,45

ι

I 7,40

¾  7,35

Z 7,30

7,25

7,20


Hari

Gambar 5. pH POC Bahan Padat


0         2         4         6         8         10        12        14        16        18        20

Hari

Gambar 6. pH POC Bahan Padat

Nilai pH yang optimum adalah 6,0-8,0, jika nilai pH terlalu tinggi maka kadar nitrogen akan hilang dikarenakan terjadinya proses perubahan amonia dan sebaliknya jika nilai pH terlalu rendah maka akan menyebabkan mikroorganisme pengurai mati dikarenakan tidak sesuai dengan syarat tumbuhnya (Cesaria et al., 2014). Penurunan pH ini terjadi pada perlakuan M2E2, (2% molase dan 10% EM4), M2E3 (2% molase dan 15% EM4) , dan M3E2 (4% molase dan 10% EM4). Perubahan pH pada pupuk organik cair ditandai dengan pH yang sedikit asam dikarenakan adanya pembentukan asam organik sederhana, kemudian pH akan semakin tinggi selama inkubasi akibat terjadinya penguraian protein serta terjadinya pelepasan amonia. (Handoko et al., 2020). Penyebab dari turunnya nilai pH ini terdapat proses pembentukan asam organik yang juga dipengaruhi

oleh asam pada molase. nilai pH pada penelitian ini masih berada pada angka 4 – 9 (Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2019).

EC (Electrical Conductivity) POC

Dari hasil analisis Anova menunjukkan bahwa faktor penambahan bioaktivator EM4 dan molase sangat berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai EC pada hasil dari fermentasi pupuk organik cair. Dengan hasil analisis berpengaruh nyata, maka dilakukan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata antar perlakuan. Dari hasil penelitian diperoleh nilai EC pada hari ke 20 berkisar 3,25 mS/cm dengan nilai tertinggi dan terendah dengan nilai 2,15 mS/cm. Nilai EC pada POC dapat dilihat dalam Gambar 7.


Gambar 7. Electrical Conductivity POC

Perlakuan penambahan bioaktivator EM4 dan molase sebesar (80 ml molase dan 600 ml EM4) unsur hara pada nilai EC pupuk organik cair mengalami peningkatan. Peningkatan ini terjadi karena pada molase terdapat nutrisi, sebagai akibatnya ion positif serta ion negatif semakin tinggi. Electrical Conductivity mengandung unsur hara yang dapat larut didalam air berupa ion bermuatan positif dan ion negatif (Sutiyoso, 2009).

Dari hasil analisis Anova data menunjukkan bahwa faktor penambahan bioaktivator EM4 dan molase berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap nilai NPK pada hasil dari fermentasi pupuk organik cair. Dengan hasil yang menunjukkan berpengaruh nyata, akan dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui perbedaan nyata antara perlakuan. Rata – rata nilai NPK dapat dilihat dalam Gambar 8, 9, 10.

Kadar NPK POC

0,15

0,1

0,05

0


Il Il......Ill III III Il ■


U1

U2

U3



Gambar 8. Kadar Nitrogen POC

0,050

0,040

0,030

0,020

0,010

0,000


U1

U2

U3


Perlakuan

Gambar 9. Kadar Phosfor POC


U1

U2

U3


Perlakuan

Gambar 10. Kadar Kalium POC

Penambahan bioaktivator pada proses fermentasi pupuk organik cair dalam penelitian ini berpengaruh signifikan terhadap unsur NPK. Dari hasil analisis yang telah dilakukan selama penelitian, bahwa nilai NPK dianalisis setelah hari ke 20. Kadar nitrogen adalah unsur makro yang diserap tumbuhan dalam bentuk ion nitrat atau amonium, keduanya adalah ion yang larut pada air (Simatupang, 2021). Dari hasil analisis kadar nitrogen didapat nilai tertinggi pada perlakuan M1E2 dengan kombinasi 0% molase + 10% EM4 mendapatkan hasil 0,12% dan nilai terendah terdapat pada perlakuan M2E1 dengan kombinasi (2% molase + 5% EM4) yang menghasilkan 0,06%. Tingginya nilai nitrogen yang terdapat pada perlakuan M1E2 disebabkan karena adanya proses pembentukan amonium dan dipengaruhi juga karena oksigen pada tumpukan bahan tidak masuk secara merata (Erwin & Putu, 2012). Nilai terendah yang dihasilkan terjadi karena mikroorganisme masih mengalami fase penyesuaian terhadap lingkungan dan terjadi perubahan jumlah sel (Delinda et al., 2021). Kurangnya kadar nitrogen dapat menyebabkan daun pada tumbuhan menjadi kerdil, Hal ini sejalan dengan penelitian dari (Siboro et al., 2013). Hasil analisis kadar fosfor dari rata – rata nilai yang dihasilkan pada ulangan 1 – 3 didapat nilai tertinggi pada perlakuan M2E1 dengan kombinasi (2% molase + 5% EM4) dengan hasil 0,042% dan nilai terendah terdapat pada perlakuan M1E1 dengan kombinasi (0% molase + 5% EM4) dengan hasil phosfor 0,018%. Nilai tertinggi yang dihasilkan pada kode sampel M2E1 disebabkan oleh lamanya waktu fermentasi, sedangkan nilai terendah terdapat pada kode sampel M1E1 yang dipengaruhi karena cadangan makanan yang dipergunakan oleh bakteri pengurai sudah mencapai pertumbuhan maksimalnya sebelum waktu yang diinginkan (Anita

et al., 2022). Hasil dari nilai phosfor yang didapat pada seluruh sampel menunjukkan belum mencapai standar pupuk organik cair yang tercantum pada Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (2019), nilai kandungan phosfor yang sesuai berkisar dari 2 – 6 % (Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2019). Dari hasil uji kadar kalium menunjukkan seluruh sampel memperoleh nilai yang tidak jauh berbeda, hal ini disebabkan unsur kalium juga dipergunakan oleh mikroba pada proses penguraian bahan organik sehingga semakin banyak EM4 yang ditambahkan, maka semakin banyak juga penggunaan kadar kalium oleh mikroorganisme (Solikhah, 2021). Hasil analisis kadar kalium dengan perlakuan M2E1 (2% molase + 5% EM4) didapatkan nilai tertinggi pada seluruh perlakuan yaitu 0,022%. Salah satu penyebab tingginya kadar kalium pada sampel tersebut dikarenakan adanya pergerakan mikroorganisme dalam proses degradasi yang mengakibatkan terputusnya rantai karbon pada bahan organik. Dari hasil analisis kadar kalium yang didapat, mengindikasi nilai kandungan kalium pada bahan masih sesuai Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (2019). Berdasarkan kadar unsur hara NPK pada seluruh jenis kombinasi perlakuan yang diperoleh belum memenuhi persyaratan teknis berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian tahun 2019, sehingga pupuk yang dihasilkan belum bisa disebarkan secara umum untuk di perjual belikan, tetapi POC yang telah diproduksi dapat dipergunakan untuk tumbuhan panili yang memerlukan hara nitrogen 0,03%, phosfor 0,006%, serta kalium 0,01% (Delinda et al., 2021).

C-organik Bahan

Dari hasil analisis Anova data menunjukkan bahwa faktor penambahan bioaktivator molase dan EM4

berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kandungan C-organik pada fermentasi pupuk organik cair. Dengan hasil analisis menunjukkan pengaruh signifikan, maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk

mengetahui perbedaan nyata antar perlakuan. Nilai rata – rata C-organik bisa dicermati pada Gambar 11.

2,5




Perlakuan

Gambar 11. Nilai Kadar C-Organik


U1

U2

U3


Menurut Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia (2019) nilai C-organik minimal 10%. Grafik diatas menunjukkan nilai C-Organik tidak berbeda jauh pada setiap perlakuan. Pada perlakuan M2E1, M2E2, M2E3 nilai C-Organik cenderung sama yaitu 1,95%, dimana ketiga perlakuan tersebut termasuk nilai tertinggi dari perlakuan lainnya dimana hal ini terjadi ditimbulkan oleh mikroorganisme yang mengalami fase pembelahan sel dengan mengambil unsur hara dari penguraian bahan organik (Delinda et al., 2021). Pada grafik juga terlihat bahwa nilai terendah terdapat pada perlakuan M1E1 serta M3E1 dengan nilai 0,76%.

Nilai terendah ditimbulkan karena C-organik berfungsi sebagai sumber energi serta pertumbuhan bagi mikroba (Marlinda, 2016).

Kadar Air Bahan

Menurut (Ratna et al., 2017) bahwa kadar air menunjukkan proses pengomposan berjalan lebih cepat. Pentingnya kadar air pada proses pengomposan dapat dijadikan acuan untuk kematangan dan kualitas kompos tersebut. Nilai kadar air bahan akan disajikan pada Gambar 12.

52,00


U1

U2

U3


Perlakuan

Gambar 12. Nilai Kadar Air Bahan


Kadar air bahan sangat mempengaruhi laju dekomposisi serta kadar air optimal bisa mencapai 45% - 55%. Selain itu kadar air juga berdampak pada laju dekomposisi pupuk organik dan suhu yang ditimbulkan oleh mikroorganisme yang memerlukan kadar air bahan optimum ketika menguraikan bahan organik. Kadar air tertinggi yang diperoleh selama penelitian ditampilkan pada perlakuan M3E2 yaitu sebesar 47,73%, hal ini menunjukkan bahwa pengomposan berjalan dengan cepat. Kadar air yang tinggi diperoleh karena penambahn molase dan EM4.

C/N Ratio POC

Gambar 13 menunjukkan nilai C/N rasio mengalami peningkatan pada kode sampel M2E1 (2% molase dan 5% EM4), hal ini terjadi pada ulangan ketiga dengan nilai C/N sebesar 32,67% yang disebabkan karena jumlah mikroorganisme yang terdapat pada bioaktivator EM4 cenderung lebih tinggi (Subandriyo et al., 2012). Nilai C/N ratio yang sesuai ialah ≤ 25 (Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia, 2019).

35,00

30,00

C®"   25,00

O  20,00

Ph

Ih   15,00

U   10,00

5,00

— U1

U2

—⅛— U3

^y ^y ^y ^y ^y √>y √>y ^z ^y


0,00

Perlakuan

Gambar 13. Nilai C/N ratio POC

Rendahnya nilai N-total dibandingkan dengan C-organik disebabkan karena oksigen tidak masuk secara merata sehingga mengakibatkan amonia (NH3) tidak dapat dirubah kedalam bentuk nitrat. Dari semua perlakuan bahwa nilai N-Total tertinggi terlihat pada perlakuan M2E1 yang ditimbulkan karena adanya nitrogen sebagai produk penguraian protein dari proses dekomposisi.

Warna Pupuk Organik Cair

Proses pembuatan POC menggunakan cara fermentasi keberhasilannya ditandai terdapatnya lapisan putih di atas permukaan pupuk, aroma yang khas, serta warna berubah dari hijau menjadi coklat (Sundari et al., 2012). Warna POC pada kode sampel M1E1, M1E2, M1E3 menghasilkan POC dengan warna hijau lumut. Kode sampel M2E1, M2E2, M2E3 menghasilkan warna POC coklat (coklat muda, kuning kecoklatan, coklat kehitaman). Kode sampel M3E1, M3E2, M3E3 menghasilkan warna POC (coklat kehitaman, hitam, coklat). Pada gambar dibawah juga terlihat lapisan putih yang


terdapat pada kode sampel M2E2, M3E1, dan M3E3 pada permukaan merupakan jenis jamur actinomycetes yang tumbuh setelah terbentuknya pupuk (Endah et al., 2015).


M2E1

M3E1


M1E1


M1E2


M2E2


M3E2


M1E3


M2E3


M3E3


Gambar 14. Warna POC


KESIMPULAN

Penggunaan bioaktivator EM4 dan molase sangat berpengaruh pada nilai NPK, dimana perlakuan terbaik terdapat pada kode sampel M2E1 dengan nilai suhu bahan 26,9ºC, pH bahan 7,37, kadar air bahan 48,13%, nitrogen 0,06%, phosfor 0,04%, kalium 0,02%, C-organik bahan 1,95% rasio C/N 32,50%, dan warna POC yang dihasilkan adalah coklat muda. Waktu yang dibutuhkan untuk pembuatan pupuk organik cair pada perlakuan terbaik adalah 20 hari.

DAFTAR PUSTAKA

Anita, Harimbi Setyawati, Sanny Anjarsari, Lalu Topan Sulistiyono, & Josephine Vania Wisnurusnadia. (2022). Pengaruh Variasi Konsentrasi Em4 Dan Jenis Limbah Kulit Buah Pada Pembuatan Pupuk Organik Cair (Poc). Jurnal ATMOSPHERE, 3(1), 14–20.

https://doi.org/10.36040/atmosphere.v3i1.4708

Arihati, D. B., Nugraheny, D. C., Kusuma, A. P. K., Vioreza, N.,  & Kurniasari, N. (2019).

Pemanfaatan Limbah Sayuran Sebagai Bahan Baku Pembuatan Pupuk Cair dan Pupuk Kompos. Jurnal Penamas Adi Buana, 2(2), 15–22.

Cesaria, R. Y., Wirosoedarmo, R., & Suharto, B.

  • (2014) . Pengaruh Penggunaan Starter Terhadap Kualitas Fermentasi Limbah Cair Tapioka Sebagai Alternatif Pupuk Cair. Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 1(2), 8– 14. https://jsal.ub.ac.id

Delinda, N. A., Emelia, U., Dewi, W., & Retno, D.

J. (2021). Pembuatan dan Pengujian Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Pasar dengan Menggunakan Bioaktivator EM4. Fullerene Journ.    Of    Chem,    6(2),    89–95.

https://doi.org/10.37033/fjc.v6i2.325

Endah, A. S., Aman Suyadi, G., & Budi, ayuh P.

  • (2015) . Pengujian Beberapa Metode Pembuatan Bioaktivator Guna Peningkatan Kualitas Pupuk Organik Cair. Ekp, 13(3),

1576–1580.

Erwin, R., & Putu, W. (2012). Pemanfaatan Lindi Sampah Sebagai Pupuk Cair. Envirotek: Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan, 4(1), 10–18.

Handoko, B., Rochman, B. N., & Kurniawati, A.

  • (2020) . Konsentrasi Larutan Gula dan Efektif Mikroorganisme Terhadap Kualitas Pupuk Organik Cair Sampah Pasar. 10(2), 92–101.

Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia. (2019). Persyaratan Teknis Minimal Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. In Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No 261 (pp.     1–18).

http://psp.pertanian.go.id/index.php/page/publi kasi/418

Marlinda, M. (2016). Pengaruh Penambahan Bioaktivator Em4 Dan Promi Dalam Pembuatan Pupuk Cair Organik Dari Sampah Organik Rumah Tangga. Konversi, 4(2), 1.

https://doi.org/10.20527/k.v4i2.263

Meriatna, M., Suryati, S., & Fahri, A. (2019). Pengaruh Waktu Fermentasi dan Volume Bio Aktivator EM4 (Effective Microorganisme) pada Pembuatan Pupuk Organik Cair (POC) dari Limbah Buah-Buahan. Jurnal Teknologi Kimia        Unimal,        7(1),        13.

https://doi.org/10.29103/jtku.v7i1.1172

Nur, T., Noor, A. R.,  & Elma, M. (2018).

Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Sampah Organik Rumah Tangga Dengan Bioaktivator EM4 (Effective Microorganisms). Konversi, 5(2), 5. https://doi.org/10.20527/k.v5i2.4766

Ratna, D. A. P., Samudro, G., & Sumiyati, S. (2017). Pengaruh Kadar Air Terhadap Proses Pengomposan Sampah Organik Dengan Metode Takakura. Jurnal Teknik Mesin, 6(2), 63. https://doi.org/10.22441/jtm.v6i2.1192

Siboro, E. S., Surya, E., & herlina netti. (2013). Pembuatan Pupuk Cair Dan Biogas Dari Campuran Limbah Sayuran. Jurnal Teknik Kimia       USU,       2(3),       40–43.

https://doi.org/10.32734/jtk.v2i3.1448

Simatupang, U. (2021). Analisa Kelayakan Kadar N, P, K Pupuk  Organik  Cair Setelah

Didekomposisi     Selama     30     Hari.

Agroprimatech,         4(2),         51–57.

https://doi.org/10.34012/agroprimatech.v4i2.1 696

Solikhah, R. (2021). Studi Pembuatan Pupuk Organik Cair Dari Sampah Organik Rumah Tangga. Journal of Environmental Engineering and Waste Management, 6(2),

129. https://doi.org/10.33021/jenv.v6i2.1517

Subandriyo, S., Anggoro, D. D., & Hadiyanto, H. (2012). Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga Menggunakan Kombinasi Aktivator Em4 Dan Mol Terhadap Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10(2), 70. https://doi.org/10.14710/jil.10.2.70-75

Sundari, E., Elmi, S.,  & Rinaldo, R. (2012).

Pembuatan pupuk organik cair menggunakan bioaktivator Bioscb dan EM4. Prosiding SNTK

TOPI, 94–97. https://www.academia.edu Sutiyoso, Y. (2009). Hidroponik. Penebar Swadaya. Wayan, J. I., N.K., M., & Budiarsa, S. I. W. (2006).

Analisis Karakteristik Sampah dan Limbah Cair Pasar Badung Dalam Upaya Pemilihan Sistem Pengelolaannya. 1(2).

Widyabudiningsih, D., Troskialina, L., & Fauziah. (2021). Pembuatan dan Pengujian Pupuk Organik Cair dari Limbah Kulit Buah-buahan dengan Penambahan Bioaktivator EM4 dan Variasi Waktu Fermentasi. IJCA (Indonesian Journal of Chemical Analysis), 4(1), 30–39. https://doi.org/10.20885/ijca.vol4.iss1.art4

363