JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 11, Nomor 2, bulan September, 2023

Laju Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga pada Berbagai Konsentrasi Mol Air Cucian Beras

Composting Rate of Household Organic Waste at Various Concentrations of Rice Water MOL

Kadek Agus Krisna Bayu, Ida Ayu Gede Bintang Madrini*, I Made Anom Sutrisna Wijaya Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem , Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Pengomposan adalah salah satu solusi dalam mengolah sampah organik rumah tangga. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pengomposan sampah organik rumah tangga pada berbagai konsentrasi MOL air cucian beras dan untuk mendapatkan konsentrasi MOL air cucian beras yang menghasilkan kompos sampah organik rumah tangga terbaik sesuai dengan persyaratan teknis minimal kompos padat berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/2019. Perlakuan dengan menggunakan 30 kg sampah organik rumah tangga untuk satu perlakuan dan masing-masing mengandung konsentrasi MOL air cucian beras 0 ml (kontrol), 30 ml, 60 ml, 90 ml, 120 ml, dan 150 ml. Ke-enam perlakuan tersebut dilakukan 2 kali pengulangan sehingga didapatkan 12 unit percobaan. Parameter pengamatan meliputi kadar awal bahan, Total Plate Count (TPC), suhu, pH, kadar air, electrical conductivity (EC), karbon, nitrogen, C/N rasio, bahan organik (OM). Data yang diperoleh dianalisis dengan Metode Analisis Statistik Deskriptif. Hasil penelitian pengomposan selama 1 bulan menunjukkan seluruh perlakuan memiliki laju pengomposan yang berbeda-beda. Kompos yang dihasilkan memiliki nilai pH 6,87,2, kadar air sebesar 25,97%-33,42%, C-organik 30,13%-34,14%, N-total 1,26%-2,21%, C/N rasio 13,63%-26,37%, dan OM 51,95%-58,86%. Perlakuan penambahan 120 ml MOL air cucian beras pada 30 kg sampah organik rumah tangga adalah perlakuan terbaik karena mencapai suhu lingkungan pada hari ke-25, serta mencapai pH netral pada hari ke-21 dan telah memenuhi syarat kompos padat berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/ 2019.

Kata Kunci: kompos, konsentrasi MOL, laju pengomposan, MOL air cucian beras

Abstract

Composting is one of solutions in household organic waste processing. The purpose of the research was to determine the rate of household organic waste composting at different concentrations of rice water MOL and to obtain the concentration of rice water MOL that produce the best household organic waste compost that accordance with minimum technical requirements of solid compost based on Decree of the Minister of Agriculture of Republic Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/2019. The treatment used 30 kg of household organic waste for one treatment and each concentrations of rice water MOL was 0 ml (control), 30 ml, 60 ml, 90 ml, 120 ml, 150 ml. The six treatments were repeated 2 times so that obtain 12 experimental units. Observation parameters include initial material content, Total Plate Count (TPC), temperature, pH, water content, electrical conductivity, carbon, nitrogen, C/N ratio, organic matter (OM). The data obtained were analyzed using Descriptive Statistical Analysis Method. Result of the composting study for 1 month showed that all the treatments had different rates of composting. The result of compost has pH value 6,87,2, water content 25,97%-33,42%, C-organik 30,13%-34,14%, N-total 1,26%-2,21%, C/N ratio 13,63%-26,37%, and OM 51,95%-58,86%. The treatment of adding 120 ml rice water MOL to 30 kg of household organic waste is the best treatment because it can reached ambient temperature on the 25th day and reached neutral pH on the 21st day and has met requirements of solid compost based on the Decree of the Minister of Agriculture of the Republic Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/2019.

Keywords: compost, composting rate, MOL concentrations, rice water MOL

PENDAHULUAN

Permasalahan sampah di dalam rumah tangga menjadi salah satu hal penting yang harus ditanggulangi di masyarakat. Berdasarkan jenisnya, sampah dibagi menjadi 3, yaitu sampah an-organik, sampah organik, dan sampah beracun (B3). Sampah organik yang dihasilkan rumah tangga biasanya

berupa sampah daun kering, sampah sisa dapur, dan sisa makanan. Sampah organik rumah tangga lebih banyak mengandung bahan organik yang lembap, mudah busuk sehingga dapat terdekomposisi dengan cepat (Madrini & Sulastri, 2019). Berdasarkan hal tersebut, pengomposan menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan. Pengomposan merupakan

proses pengolahan sampah secara biologi dengan memanfaatkan mikroorganisme dalam proses penguraiannya dengan hasil berupa bahan-bahan yang baik untuk diaplikasikan di tanah (Dahlianah, 2015). Salah satu hal yang bisa dilakukan untuk mempercepat proses pengomposan, yaitu menambahkan bioaktivator MOL air cucian beras yang dapat membantu menguraikan bahan organik dengan cepat. Pada bioaktivator (MOL) terdapat unsur hara dan mengandung mikroorganisme pengurai bahan organik, perangsang pertumbuhan, dan agen pengendali hama sehingga dapat digunakan sebagai dekomposer, pupuk hayati, dan pestisida organik (Seni et al., 2013).

Proses pembuatan MOL air cucian beras setiap 100 ml air cucian beras ditambahkan 15 gr gula pasir sebagai aktivator dari mikroorganisme yang terkandung dalam air cucian beras tersebut. Penambahan gula dengan jumlah tersebut dilakukan berdasarkan penelitian Wijaya (2019) yang menggunakan jumlah kandungan gula yang sama pada perlakuan penelitiannya. Pengomposan sampah organik rumah tangga menurut Subandriyo et al. (2012) menggunakan 1 L bioaktivator untuk 1 ton limbah. Berdasarkan uraian diatas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui laju pengomposan sampah organik rumah tangga pada berbagai konsentrasi MOL air cucian beras dan untuk mendapatkan konsentrasi MOL air cucian beras yang menghasilkan kompos sampah organik rumah tangga terbaik sesuai dengan standar Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/2019.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lingkungan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian analisis kompos dilaksanakan di Laboratorium Pengembangan Sumber Daya Alam (PSDA) Fakultas Teknologi Pertanian dan Laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian, Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober hingga Desember 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini, yaitu keranjang biokomposter kapasitas 98 L (diameter 50 cm dan tinggi 50 cm), jaring komposter (10 mesh), jerigen (2,5 L), selang aerator, gelas ukur, thermometer digital (Tajfware, range 0- 100°C), pH meter (iTuin, range 2,5-9,0, resolusi 0,5), sensor kadar air (TK100, range 0-90%, resolusi 0,1%), timbangan digital (range 200 kg×10 g), mesin

pencacah sampah organik (AGRCH200B, 400 kg/jam bahan basah, 200 kg/jam bahan kering), sekop, terpal, pisau, dan sarung tangan. Bahan yang digunakan yaitu sampah organik rumah tangga, air cucian beras, gula pasir.

Rancangan Percobaan

Penelitian ini terdiri dari 6 perlakuan dan masing-masing dilakukan pengulangan 2 kali sehingga didapatkan 12 unit percobaan. Perlakuan pada penelitian ini yaitu:

P0 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 0% P1 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 1% P2 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 2% P3 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 3% P4 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 4% P5 = konsentrasi larutan MOL air cucian beras 5%

Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini menggunakan biokomposter dengan berat sampah rumah tangga yang digunakan yaitu 30 kg/biokomposter. Setiap biokomposter disemprotkan 3 L air yang sudah dilarutkan dengan MOL air cucian beras sesuai dengan konsentrasi masing-masing perlakuan. Beberapa parameter yang diamati dengan menggunakan sensor yaitu : suhu dan pH yang dilakukan setiap hari. Sementara itu untuk pengukuran KA dilakukan setiap 3 hari sekali. Pada pengukuran Electricity Conductivity (EC), C-organik, N-total, dan C/N rasio dilakukan analisis awal bahan kompos dan akhir ketika kompos sudah matang. Pengukuran kadar C-organik diukur dengan metode Walkey and Black, N-total diukur dengan metode Kjeldahl.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada hasil penelitian ini yaitu Analisis Statistik Deskriptif. Statistik deskriptif memberikan gambaran secara umum mengenai karakteristik dari masing-masing parameter penelitian yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), maksimum, minimum, dan standar deviasi. Pada penelitian ini menggunakan bantuan dari aplikasi Microsoft Excel.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sampah Organik Rumah Tangga

Hasil penelitian ini menunjukkan kandungan C/N rasio pada sampah organik rumah tangga sebesar 62,44%. Kadar air awal pada sampah organik rumah tangga adalah 50% dan pH sebesaar 8,0. Menururt Setiyo et al 2007, pengomposan akan berjalan dengan baik pada pH awal bahan berkisar antara 6,5 - 7, karena saat kondisi seperti ini, mikroba akan dapat bekerja dengan optimal (Setiyo et al., 2007).

Tabel 1. Kandungan awal bahan kompos sampah organik rumah tangga

Parameter

Sampah Organik RT

KA (%) (bb)

50

pH

8,0

OM (%)

69,98

C-organik (%)

40,59

N-total (%)

0,65

C/N Rasio (%)

62,44

EC (mS/cm)

0,655

MOL Air Cucian Beras

MOL air cucian beras adalah starter yang tumbuh pada media air cucian beras yang dicampur dengan gula pasir. MOL air cucian beras ini berwarna putih dan berbau layaknya hasil fermentasi. MOL air

cucian beras ini dilakukan pengujian dengan metode TPC (Total Plate Count) yang bertujuan untuk mengetahui jumlah mikroorganisme yang terkandung didalam MOL.

Tabel 2. Jumlah mikroorganisme pada larutan MOL air cucian beras

Perlakuan

Total Mikroba (Koloni/ml)

P1

P2

P3

P4

P5

Rata-rata

Standar Deviasi

1,4 × 108

1,6 × 108

1,9 × 108

2,5 × 108

2,9 × 108

2,5 × 108

1,14

Data Tabel 2 menunjukkan jumlah koloni mikroorganisme pada perlakuan konsentrasi MOL air cucian beras yang sudah diencerkan kedalam 3 L air. P1 memiliki jumlah mikroorganisme paling kecil, yaitu 1,4×108 cfu/ml, sedangkan P5 memiliki jumlah mikroorganisme paling banyak, yaitu 2,9×108 cfu/ml. Hal ini menunjukkan semakin banyak konsentrasi MOL air cucian beras yang diencerkan mengakibatkan peningkatan jumlah koloni mikroorganisme yang terkandung dalam larutan MOL air cucian beras. Rata-rata jumlah

koloni mikroorganisme pada MOL air cucian beras yaitu 2,5 × 108 dengan standar deviasi pada MOL air cucian beras ini sebesar 1,14. Uji TPC pada MOL air cucian beras menunjukkan bahwa jumlah mikroorganisme yang terkandung sesuai dengan standar Kementan 2019 yaitu ≥ 1×108 cfu/ml.

Suhu

Suhu diamati dengan alat thermometer digital setiap hari. Hasil suhu yang diamati selama pengomposan sesuai perlakuan ditampilkan pada Gambar 1.

OHrsΓn⅛Ln(0^ooσ^OHrsΓn⅛^Λιo^ooσ^OHrsΓn⅛Lnιo^ooσ^o IIIIIIIIIIHHHHHHHHHHrS(NrS<N(NrS(NrS<NrNrn ΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞE

HARI


Lingkungan           P1           P2           P3           P4           P5           P0

Gambar 1. Grafik suhu pengomposan

Berdasarkan Gambar 1, suhu pengomposan mulai mengalami peningkatan pada hari pertama. Pada awal pengomposan tumpukan kompos sampah rumah tangga mengalami penyesuaian suhu bahan kompos atau proses aklimasi. Pada proses aklimasi ini mikroorganisme yang berguna untuk mendekomposisi bahan kompos beradaptasi pada kondisi mesofilik (Madrini et al., 2016). Suhu seluruh perlakuan mulai meningkat pada hari ke-1 dengan kisaran suhu 33,2℃ hingga 48,6℃. Selanjutnya, suhu seluruh perlakuan meningkat dengan laju pengomposan yang berbeda. Peningkatan suhu selama pengomposan diakibatkan oleh mikroorganisme pengurai yang menghasilkan panas selama proses perombakan bahan organik. Pada perlakuan P4 dan P5, di hari ke-1 hingga hari ke-4 pengomposan mencapai fase termofilik yang ditandai dengan meningkatnya suhu bahan kompos pada kisaran 40℃-60℃ (Fatmawati et al., 2016). Sedangkan perlakuan P2 dan P3 mencapai suhu termofilik hanya pada hari ke-2 dengan kisaran suhu 40℃ - 42℃ dan kemudian mengalami penurunan suhu di hari ke-3. Suhu maksimal dicapai P4 yaitu 56,3℃ yang dicapai di hari ke-2. Suhu maksimal pada P1 yaitu 39,5℃ yang terjadi pada hari ke-3. Suhu maksimal P0, P2, P3, P5 berturut-turut yaitu 36,7℃, 41,9℃, 41,0℃, dan 55,2℃. Suhu maksimal pada P0, P2, P3, dan P5 masing-masing terjadi pada

hari ke-2. Pada P0, pengomposan tidak berjalan dengan baik dan berhenti pada fase mesofilik yaitu kisaran suhu 0℃ - 40℃, hal ini disebabkan karena pada P0 tidak diberikan penambahan MOL air cucian beras. Setelah mengalami fase termofilik, suhu P4 dan P5 mulai menurun di hari ke-5 dan memasuki fase mesofilik akhir pematangan kompos. Seluruh perlakuan mulai mendekati suhu lingkungan pada hari ke-25 yang menandakan kompos sudah matang dan proses fermentasi sudah berakhir. Suhu akhir pada kompos yang sudah matang berkisar antara 30,1℃ hingga 30,5℃. Nilai suhu akhir kompos terendah terdapat pada perlakuan P3 yaitu 30,1℃. Sedangkan nilai suhu akhir kompos tertinggi terdapat pada perlakuan P0 dan P4 sebesar 30,5℃. Rata-rata suhu akhir pada kompos yaitu 30,4℃ dengan standar deviasi sebesar 0,2.

Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) kompos adalah salah satu parameter yang menentukan jumlah ketersediaan mikroorganisme pengurai. Peningkatan dan penurunan pH menunjukkan adanya mikroorganisme yang membantu proses penguraian bahan kompos. Proses perubahan pH selama pengomposan sesuai perlakuan ditampilkan pada Gambar 2.

4,0

OH(Nm'tLnω^ooQOH<^∣fr)'^LnιD^oomoH(Nm'tLnω^ooQO

IIIIIIIIIIHHHHHHHHHH(N(N(N(N(N(N(N(N(N(Nm

ΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞEΞE

HARI

P1       —P2           P3           P4           P5       —•— P0


Gambar 2. Grafik pH pengomposan

Berdasarkan Gambar 2 pH awal bahan kompos tercatat antara 7,3 – 7,5. pH pada pengomposan akan berjalan optimal jika pH bahan kompos berkisar 6,57 (Setiyo et al., 2007). Jika pH dalam keadaan basa (tinggi) akan menyebabkan terjadinya proses volatilisasi yaitu hilangnya nitrogen dalam bahan kompos dan berubah menjadi ammonia. Jika pH dalam keadaan asam (rendah) maka akan menyebabkan kematian mikroorganisme dalam pengomposan. Pada perlakuan P0, pH pengomposan cenderung stabil. Hal ini dikarenakan pada perlakuan P0 tidak ditambahkan mikroorganisme pengurai sehingga proses degradasi bahan organik

sedikit terhambat. Sedangkan pada P1, P2, P3, P4, dan P5 penurunan pH terjadi di hari ke-2 sampai di hari ke-7. Menurunnya pH diakibatkan karena perubahan bahan organik menjadi asam organik yang dilakukan oleh mikroorganisme pengurai (Sundari et al., 2014). Setelah memasuki fase pematangan kompos, terlihat nilai pH mulai meningkat pada hari ke-11. Perlakuan P4 dan P5 menjadi perlakuan yang mencapai pH netral paling cepat, yaitu pada hari ke-21 dengan nilai pH yaitu 7,0. Hal ini disebabkan oleh mikroorganisme pengurai berada pada fase stasioner, dimana suhu pengomposan cenderung stabil akibat dari aktivitas

degradasi yang stabil (Pranata et al., 2022). Nilai pH kompos sampah organik rumah tangga yang sudah matang berkisar antara 6,8 hingga 7,2. Nilai pH akhir terendah terdapat pada P0 yaitu sebesar 6,8. Sedangkan nilai pH akhir tertinggi terdapat pada P1, P3, dan P5 sebesar 7,2. Rata-rata pH akhir pada kompos yang sudah matang sebesar 7,1 dengan standar deviasi yaitu 0,1.

Kadar Air

Pada penelitian ini, seluruh pengukuran kadar air dinyatakan dalam basis basah (bb). Kadar air awal bahan kompos sampah organik rumah tangga yaitu 50% - 60%. Pada akhir pengomposan, kadar air diukur dengan menggunakan metode gravimetri. Proses perubahan kadar air selama pengomposan sesuai perlakuan ditampilkan pada Gambar 3.

H0     H3      H6     H9     H12    H15    H18    H21    H24    H27    H30

HARI

— P1 —— P2 —⅛- P3     P4 —*— P5 —•— P0

Gambar 3. Grafik kadar air pengomposan


Berdasarkan Gambar 3 dapat dilihat bahwa setiap perlakuan mengalami penurunan kadar air. Penurunan kadar air selama pengomposan aerob dikarenakan mikroorganisme pengurai yang mengkonsumsi air (Dewi et al., 2016). Penurunan kadar air juga disebabkan karena pada reaksi enzimatik, mikroorganisme menggunakan air untuk mengubah bahan organik menjadi senyawa yang lebih mudah diserap oleh tanaman seperti nitrit (NO2-), nitrat (NO3-), dan ammonium (NH4+) (Wulandari et al., 2019). Pada awal pengomposan, perlakuan P0 memiliki kadar air 62,63%, P1 sebesar 63,47%, P2 sebesar 62,57%, P3 sebesar 62,48%, P4 sebesar 63,47%, dan P5 sebesar 63,15%. Penurunan kadar air seluruh perlakuan mulai terlihat pada hari ke-3. Penurunan kadar air ini terjadi terus menerus hingga akhir pengomposan di hari ke-30. Penurunan kadar air selama pengomposan disebabkan oleh mikroorganisme yang mengubah air menjadi uap air atau gas (Wulandari et al., 2019). Selama

pengomposan, kadar air dipengaruhi oleh profil suhu. Dimana selama terjadi perubahan suhu, mikroorganisme yang bekerja menghasilkan uap air atau gas yang menyebabkan terjadinya penurunan kadar air. Gambar 3 menunjukkan kadar air akhir pengomposan perlakuan P0 sebesar 25,97%, P1 sebesar 32,90%, P2 sebesar 32,83%, P3 sebesar 33,42%, P4 sebesar 26,90% dan P5 sebesar 27,83%. Kadar air terendah terdapat pada P0 yaitu 25,97% (bb). Sedangkan kadar air tertinggi terlihat pada P3 yaitu 33,42% (bb). Nilai rata-rata kadar air pada kompos matang yaitu 29,98% (bb) dengan standar deviasi sebesar 3,13.

Electrical Conductivity (EC)

Electrical Conductivity (EC) diukur saat kompos sudah matang dengan menggunakan sensor EC. Data EC pada kompos sampah organik rumah tangga sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai Electrical Conductivity kompos sampah organik rumah tangga

Perlakuan

Nilai EC

P0

0,709

P1

1,009

P2

1,173

P3

1,237

P4

1,395

P5

1,384

Rata-rata

1,151

Standar Deviasi

0,24

Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 3, terlihat ada perbedaan nilai EC pada bahan awal kompos dan kompos yang sudah matang. Nilai EC terendah terlihat pada P0 yaitu sebesar 0,709 mS/cm. Sedangkan nilai EC tertinggi terlihat pada P4 dengan nilai sebesar 1,395 mS/cm. Rata-rata nilai EC pada kompos sebesar 1,151 dengan standar deviasi EC pada kompos yaitu 0,24. Terlihat bahwa EC mengalami peningkatan jumlah. Hal ini dikarenakan selama pengomposan mikroorganisme mendegradasi bahan organik menjadi senyawa yang lebih sederhana. Perbedaan nilai EC pada setiap perlakuan terjadi karena nutrisi pada kompos memiliki tingkat kepekatan dan jumlah mikroorganisme yang berbeda (Cavins et al., 2000).

Kadar C-organik (Walkey and Black) dan Kadar N-total (Kjeldahl)

Unsur karbon dan nitrogen merupakan bahan yang diperlukan mikroorganisme pada saat pengomposan. Karbon menjadi sumber energi mikroorganisme dalam proses metabolismenya, sementara nitrogen menjadi zat yang diperlukan mikroorganisme untuk berkembang biak (Wulandari et al., 2019). Kadar karbon (C-organik) adalah sumber energi yang diperlukan untuk mendekomposisi bahan organik kompos. Nilai akhir C-organik dan N-total kompos sampah organik rumah tangga sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Nilai akhir kadar C-organik dan kadar N-total kompos

Perlakuan

Karbon (%)

Nitrogen (%)

P0

34,14

1,26

P1

33,23

1,81

P2

32,18

1,76

P3

31,75

1,82

P4

30,13

2,21

P5

33,23

2,04

Rata-rata

32,06

1,82

Standar Deviasi

1,34

0,29

Berdasarkan Tabel 4, kandungan unsur karbon pada P0, P1, P2, P3, P4, dan P5 secara berurutan yaitu 34,14%, 33,23%, 32,18%, 31,75%, 30,13%, dan 33,23%. Kadar karbon paling tinggi terlihat pada perlakuan P0 sebesar 34,14%. Sedangkan kadar karbon paling rendah terlihat pada perlakuan P4 sebesar 30,13%. Penurunan kadar karbon pada kompos terjadi karena mikroorganisme menggunakan senyawa karbon organik sebagai sumber energi oleh mikroorganisme dan berubah menjadi CO2 (Wulandari et al., 2019). Rata-rata kadar karbon pada kompos sampah organik rumah tangga yaitu 32,06% dengan standar deviasi sebesar 1,34. Pada Tabel 4 juga memperlihatkan kadar nitrogen pada kompos perlakuan P0, P1, P2, P3, P4, dan P5 yaitu 1,26%, 1,81%, 1,76%, 1,82%, 2,21%, dan 2,04%. Kadar nitrogen tertinggi terlihat pada perlakuan P4 yaitu sebesar 2,21%, sedangkan kadar nitrogen terendah terlihat pada perlakuan P0 sebesar 1,26%. Rata-rata kadar nitrogen pada kompos sampah organik rumah yaitu 1,82% dengan standar deviasi sebesar 0,29. Kadar nitrogen pada kompos sampah organik rumah tangga ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kadar nitrogen pada bahan awal kompos. Hal ini dikarenakan pada akhir pengomposan, mikroorganisme yang bekerja pada pengomposan mengalami kematian. Sehingga mikroorganisme yang menggunakan nitrogen selama pegomposan

kembali terombak menjadi unsur hara (Wulandari et al., 2019).

Nilai kadar karbon (C-organik) yang mendekati nilai minimum kadar karbon (C-organik) yang rendah menunjukkan mikroorganisme pengurai yang bekerja lebih banyak (Jumar et al., 2020). Jika aktivitas mikroorganisme pengurai terhenti, maka proses dekomposisi senyawa karbon pada bahan kompos menjadi tidak maksimal sehingga kadar karbon (C-organik) pada kompos matang menjadi tinggi (Fadel et al., 2021). Sementara itu kandungan nitrogen (N-total) pada kompos dalam jumlah tinggi dikarenakan proses dekomposisi yang optimal. Mikroorganisme yang bertugas mendekomposisi senyawa organik membutuhkan nitrogen (N) dalam jumlah yang banyak. Kemudian setelah pengomposan selesai, nitrogen akan dilepas kembali sebagai salah satu komponen pada kompos matang (Fadel et al., 2021).

Kadar C/N Rasio

Prinsip dasar pengomposan adalah menurunkan kadar C/N rasio bahan kompos hingga sama dengan atau mendekati C/N rasio pada tanah sehingga lebih mudah untuk diserap tanaman (Utomo & Nurdiana, 2018). Nilai kadar C/N Rasio kompos sampah organik rumah tangga sesuai perlakuan dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai akhir kadar C/N rasio kompos sampah organik rumah tangga

Perlakuan

C/N Rasio

P0

27,10

P1

18,36

P2

18,28

P3

17,45

P4

13,63

P5

15,17

Rata-rata

18,33

Standar Deviasi

4,27

Pada Tabel 5 terlihat nilai C/N rasio kompos sampah organik rumah tangga perlakuan P0, P1, P2, P3, P4, dan P5 secara berurutan yaitu 27,10%, 18,36%, 18,28%, 17,45%, 13,63%, dan 15,17%. Kadar C/N rasio terendah terlihat pada perlakuan P4 sebesar 13,63%. Sedangkan C/N rasio tertinggi terlihat pada perlakuan P0 sebesar 27,10%. Rata-rata kadar C/N rasio pada kompos sampah organik rumah tangga yaitu 18,33% dengan standar deviasi sebesar 4,27. Tingginya kadar C/N rasio pada P0 diakibatkan karena tidak ditambahkannya bioaktivator berupa MOL air cucian beras, sehingga proses dekomposisi menjadi terhambat. Pada P1, P2, P3, P4, dan P5, C/N rasio yang dimiliki lebih rendah, hal ini diakibatkan karena ditambahkannya bioaktivator MOL air cucian beras ke dalam bahan kompos. Seluruh

perlakuan mengalami penurunan kadar C/N rasio. Hal ini disebabkan karena penurunan kadar karbon (C-organik) dan meningkatnya kadar nitrogen (N-total) (Fadel et al., 2021). Standar C/N rasio berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/ 2019 yaitu ≤ 25%. Maka dari itu perlakuan P0 tidak memenuhi standar, hal ini dikarenakan tidak adanya penambahan bioaktivator berupa MOL air cucian beras pada bahan awal kompos.

Kadar Bahan Organik (OM)

Kadar OM diukur saat kompos sudah matang dengan metode gravimetri. Hasil pengukuran OM dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Nilai akhir kadar bahan organik (OM) kompos

Perlakuan

Kadar Bahan Organik (%)

P0

58,86

P1

57,29

P2

55,48

P3

54,74

P4

51,95

P5

53,36

Rata-rata

55,28

Standar Deviasi

2,31

Tabel 6 menunjukkan nilai bahan organik pada kompos sampah organik rumah tangga berkisar antara 51% - 58%. Sehingga seluruh perlakuan memiliki kadar bahan organik sesuai standar Kementrian Pertanian yaitu 27% - 58%. Kadar bahan organik (OM) terendah terlihat pada perlakuan P4 sebesar 51,95%. Sedangkan kadar bahan organik (OM) tertinggi terdapat pada perlakuan P0 sebesar 58,86%. Rata-rata nilai bahan organik kompos sampah organik rumah tangga yaitu 55,28% dengan standar deviasi sebesar 2,31. Tingginya kadar bahan organik pada P0 disebabkan karena tidak adanyapenambahan bioaktivator pada bahan kompos yang menyebabkan proses

penguraian tidak berjalan optimal dan suhu termofilik tidak tercapai sehingga mikroorganisme tidak dapat mendegradasi bahan kompos dengan maksimal (Wulandari et al., 2019).

Analisis Kualitas Kompos yang Dihasilkan

Dari Tabel 7 menunjukkan hampir seluruh perlakuan sesuai dengan standar dari Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia No.261/KPTS/SR.310/M/4/ 2019. Berdasarkan keseluruhan perbandingan kualitas kompos yang dihasilkan dengan standar, maka perlakuan P4 menjadi perlakuan terbaik dalam penelitian ini.

Tabel 7. Perbandingan standar kualitas kompos dengan Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia

No.261/KPTS/SR.310/M/4/ 2019

Parameter

Hasil Perlakuan

Kementan

P0

P1

P2

P3

P4

P5

Suhu (℃)

30,5

30,2

30,4

30,1

30,5

30,4

Suhu Lingkungan (23 - 30℃)

pH

6,8

7,2

7,0

7,2

7,1

7,1

4 - 9

KA (%)

25,97

32,90

32,83

33,42

26,90

27,83

10 - 25

OM (%)

57,29

58,86

55,48

54,74

51,95

53,36

27 - 58

C-Organik (%)

33,23

34,14

32,18

31,75

30,13

30,95

Min. 15

N-Total (%)

1,26

1,81

1,76

1,82

2,21

2,04

Min. 2

C/N Rasio

26.37

18,86

18,28

17,45

13,63

15,17

≤ 25

KESIMPULAN

Pengomposan sampah organik rumah tangga pada berbagai konsentrasi MOL air cucian beras memiliki laju pengomposan yang berbeda-beda. Perlakuan P4 dengan penambahan 120 ml MOL air cucian beras pada 3 liter air dan 30 kg sampah organik rumah tangga adalah konsentrasi MOL air cucian beras terbaik karena memiliki laju pengomposan terbaik. P4 mampu mencapai suhu termofilik pada kisaran suhu 43,0℃ hingga 56,3℃, dan mencapai suhu lingkungan pada hari ke-25, serta mencapai pH netral (7,0) pada hari ke-21.

DAFTAR PUSTAKA

Cavins, T. J., Gibson, J. L., Whipker, B. E., & Fonteno, W. C. (2000). pH and EC Meters Tools for Substrate Analysis. Journal of Counseling   Psychology,   7(1),   62–70.

https://doi.org/10.1037/h0048360

Dahlianah, I. (2015). Pemanfaatan sampah organik sebagai bahan baku pupuk kompos dan pengaruhnya terhadap tanaman dan tanah. Jurnal Klorofil, X(1), 10–13.

Dewi, Oktiawan, W., & Zaman, B. (2016). Pengaruh Penambahan Lindi dan Mol Bonggol Pisang Terhadap Waktu Pengomposan Sampah Organik. Jurnal Teknik Lingkungan, 191–199.

Fadel, I., Madrini, I. A. G. B., & Sumiyati. (2021).

Pengaruh Penambahan EM-4 Terhadap Kualitas Kompos Kotoran Gajah. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 9(1), 130– 137.

Fatmawati, F., Madayanti, W. F., & Puspasari, M.

(2016). Identifikasi Bakteri Potensial Penghasil Enzim Amilase, Selulase, Xilanase dan Lipase Pada Fase Termofilik Kompos Manur Sapi. Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada, 16.

Jumar, Saputra, R. A., & Wafiuddin, M. S. (2020). Teknologi Pengomposan Limbah Kulit Durian Menggunakan EM4. Jurnal Enviro Scienteae, 16(1), 241–251.

Madrini, I. A. G. B., & Sulastri, N. N. (2019).

Dinamika Suhu Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga dengan Keranjang Bio Komposter. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 7, 204–207.

Madrini, Shibusawa, S., Kojima, Y., & Hosaka, S. (2016). Effect of natural zeolite (Clinoptilolite) on ammonia emissions of leftover foodrice hulls composting at the initial stage of the thermophilic process. Journal of Agricultural Meteorology,          72(1),          12–19.

https://doi.org/10.2480/agrmet.D-15-00012

Pranata, I. K. A., Madrini, I. A. G. B., & Tika, I. W. (2022). Efek Penambahan Kotoran Sapi Terhadap Kualitas Kompos pada Pengomposan Batang Pisang. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 10(April).

Seni, I. A. Y., Atmaja, I. W. D., & Sutari, N. W. S.

(2013). Analisis Kualitas Larutan MOL (Mikoorganisme Lokal) Berbasis Daun Gamal (Gliricidia Sepium). Journal of Tropical Agroecotechnology, 2(2), 135–144.

Setiyo, Y., Purwadaria, H. K., Yuwono, A. S., & Subroto, M. A. (2007). Pengembangan Model Simulasi Proses Pengomposan Sampah Organik Perkotaan Dalam Bioreaktor. Jurnal Forum Pascasarjana, 30, 1–12.

Subandriyo, Anggoro, D. D., & Hadiyanto. (2012). Optimasi Pengomposan Sampah Organik Rumah Tangga Menggunakan Kombinasi Aktivator Em4 Dan Mol Terhadap Rasio C/N. Jurnal Ilmu Lingkungan,   10(2),   70.

https://doi.org/10.14710/jil.10.2.70-75

Sundari, I., Maruf, W. F., & Dewi, E. N. (2014). Pengaruh Penggunaan Bioaktivator Em4 Dan Penambahan Tepung Ikan Terhadap Spesifikasi Pupuk Organik Cair Rumput Laut Gracilaria Sp. Jurnal Pengolahan Dan Bioteknologi Hasil Perikanan, 3(3), 88–94.

Utomo, P. B., & Nurdiana, J. (2018). Evaluasi Pembuatan Kompos Organik dengan Menggunakan Metode Hot Composting. Jurnal Teknologi Lingkungan, 2, 28–32.

Wijaya, P. P. A. K. (2019). Perbedaan Kualitas

Kompos Limbah Ampas Kopi dengan Penambahan Bioaktivator EM4 dan MOL Nasi Basi. Skripsi. Jurusan Kesehatan Lingkungan. Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar.

Wulandari, R. N. K., Madrini, I. A. G. B., & Wijaya, I. M. A. (2019). Efek Penambahan Limbah

Makanan Terhadap C/N Ratio Pada Pengomposan Limbah Kertas. Jurnal BETA (Biosistem Dan Teknik Pertanian), 8(1), 103. https://doi.org/10.24843/jbeta.2020.v08.i01.p 13

352