JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN) Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta

Volume 10, Nomor 2, Bulan September 2022

Pengaruh Konsentrasi Penambahan EM4 pada Fermentasi Media Tanam serta Kendali Suhu dan Kelembaban Lingkungan Terhadap Karakteristik Fisik Jamur Tiram

The Effect of the Concentration of EM4 Addition on the Fermentation of Growing Media and Control of Environmental Temperature and Humidity on the Physical Characteristics of Oyster Mushrooms

Wayan Kawenuh, I Wayan Widia*, I Putu Gede Budisanjaya

Program Studi Teknik Pertanian dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*email: [email protected]

Abstrak

Peningkatan hasil panen jamur tiram berperan penting dalam upaya memenuhi permintaan pasar dan diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan petani. Penelitian ini dilakukan untuk melihat pengaruh konsentrasi penambahan EM4 pada fermentasi media tanam serta kendali suhu dan kelembaban lingkungan terhadap karakteristik fisik jamur tiram, dan juga interaksi terbaik dari kedua perlakuan. Penelitian menggunakan Rancangan Acak Kelompok faktorial dengan dua faktor perlakuan yaitu penambahan EM4 (tanpa EM4, 2, 4, 6, 8, dan 10 mL/baglog) dan kendali suhu dan kelembaban (lingkungan terkendali secara konvensional dan otomatis). Setiap perlakuan dibuat tiga kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban memiliki pengaruh nyata terhadap berat segar badan buah dan panjang tangkai. Interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban berpengaruh nyata terhadap panjang tangkai, akan tetapi tidak berpengaruh kepada parameter berat segar badan buah, jumlah badan buah, diameter tudung, dan umur panen pertama. Penambahan EM4 4 ml/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis merupakan interaksi perlakuan yang menghasilkan karakteristik fisik jamur tiram terbaik. Karakteristik fisik yang dihasilkan yaitu berat segar badan buah 125,8 g, jumlah badan buah 21 buah, diameter tudung 6,92 cm, panjang tangkai 7,5 cm, dan umur panen pertama 24 hari.

Kata kunci: EM4, jamur tiram, kelembaban, suhu

Abstract

Increasing the yield of oyster mushrooms plays an important role to meet market demand and is expected to improve the welfare of farmers. This research was conducted to see the effect of the concentration of EM4 addition on the fermentation of the growing media as well as the control of environmental temperature and humidity on the physical characteristics of oyster mushrooms, and also the best interaction between the two treatments. The study used a factorial randomized block design with two treatment factors, namely the addition of EM4 (without EM4, 2, 4, 6, 8, and 10 mL/baglog) and temperature and humidity control (conventional and automatic controlled environment). Each treatment was made three times replication. The results showed that the addition of EM4 treatment and control of temperature and humidity had a significant effect on fresh fruit body weight and stalk length. The interaction of the addition of EM4 treatment and control of temperature and humidity significantly affected stalk length but did not affect the parameters of fresh fruit body weight, number of fruit bodies, hood diameter, and age of the first harvest. The addition of EM4 4 ml/baglog and controlled environment automatically is an interaction treatment that produces the best physical characteristics of oyster mushrooms. The physical characteristics produced were 125.8 g fresh fruit body weight, 21 fruit bodies, 6.92 cm hood diameter, 7.5 cm stalk length, and 24 days of the first harvest.

Keyword: EM4, humidity, oyster mushroom, temperature

PENDAHULUAN

Produk segar maupun olahan jamur pangan telah banyak kita jumpai di pasar tradisional maupun modern. BPS Provinsi Bali (2019) mencatat bahwa total produksi jamur di Bali pada tahun 2019 yaitu sebanyak 442,38 ton yang berarti mengalami

peningkatan 69,19% dari tahun 2018. Kabupaten penghasil jamur di Bali diantaranya yaitu Buleleng, Badung, Tabanan, dan Karangasem. Salah satu jamur pangan yang cukup populer di masyarakat yaitu jamur tiram. Jamur tiram (Pleurotus ostreatus) merupakan jamur kayu dengan ciri-ciri umum memiliki bentuk tudung yang melengkung,

lonjong, dan membulat dengan bagian tepi yang bergelombang menyerupai cangkang tiram (Yulliawati, 2016). Kebutuhan konsumen akan makanan yang bernutrisi mendorong peningkatan permintaan jamur tiram (Syahyuti dan Sayaka, 2020). Usaha pengembangan budidaya jamur tiram memungkinkan pelaku usaha mendapatkan hasil panen dengan karakteristik fisik yang maksimal sehingga petani jamur dapat memenuhi permintaan konsumen.

Faktor yang menjadi penentu pertumbuhan jamur tiram diantaranya yaitu suhu, kelembaban, nutrisi, air, cahaya, sirkulasi udara, dan pH media tanam (Suryani dan Carolina, 2017); (Hendri et al., 2016); (Kusumaningrum et al., 2017). Menurut Tesfaw et al. (2015), suhu mempengaruhi pertumbuhan miselium, primordia dan tubuh buah pada jamur tiram. Kelembaban secara tidak langsung mempengaruhi umur panen, frekuensi panen, dan kelangsungan hidup dari jamur itu sendiri (Cikarge dan Arifin, 2018). Fadilah et al. (2019) menyatakan bahwa jamur tiram membutuhkan suhu udara yang berkisar antara 22 oC - 28 oC dengan kelembaban relatif 70% - 90% pada fase pembentukan tubuh buah.

Pembudidaya jamur tiram umumnya melakukan penyiraman pada bagian lantai kumbung untuk menjaga kestabilan suhu dan kelembaban lingkungan kumbung. Kelemahan dari penyiraman lantai kumbung secara konvensional yaitu membutuhkan waktu, tenaga, dan volume air yang cukup banyak untuk mendapatkan kondisi kumbung yang benar-benar lembab. Selain itu, fluktuasi suhu dan kelembaban yang terjadi selama proses budidaya tidak dapat sepenuhnya dapat dipantau oleh pembudidaya. Oleh karena itu, kehadiran teknologi berupa alat kendali suhu dan kelembaban otomatis sangat dibutuhkan guna membantu petani sekaligus menjaga kestabilan suhu dan kelembaban lingkungan. Hasil penelitian Nugroho et al. (2018) mengenai pengatur suhu dan kelembaban kumbung jamur otomatis menunjukkan bahwa alat yang terkendali secara otomatis mampu menjaga kestabilan suhu serta kelembaban lingkungan budidaya serta memperbaiki kuantitas produksi jamur tiram.

Nutrisi pada media tanam merupakan faktor internal yang sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan jamur tiram Neville et al. (2018). Sebelum dimanfaatkan sebagai media tanam, bahan-bahan penyusun media tanam yang terdiri dari serbuk kayu, gula pasir, gipsum, bekatul, dan tepung terigu terlebih dahulu difermentasikan selama beberapa hari. Duryatmo et al. (2014)

menambahkan bahwa agar fermentasi media tanam berlangsung cepat, maka dapat ditambahkan bakteri starter seperti EM4. EM4 (Effective Microorganism 4) merupakan larutan yang terdiri campuran mikroorganisme fermentasi dan sintetik yang berperan penting dalam fermentasi bahan organik menjadi senyawa organik. EM4 pertanian secara spesifik mengandung empat jenis mikroorganisme yang terdiri dari bakteri fermentasi (genus Lactobacillus dan Saccharomyces), bakteri penambat N, dan bakteri pelarut P. Hasil penelitian Gunawan (2017) menyebutkan bahwa penambahan volume EM4 sebanyak 10 mL dan periode panen ke-1 menghasilkan pertumbuhan jamur tiram terbaik.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diketahui bahwa suhu, kelembaban, dan media tanam berpengaruh terhadap hasil produksi dan pertumbuhan jamur tiram. Sasaran yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu mampu melihat secara spesifik pengaruh perlakuan konsentrasi penambahan EM4, kendali suhu dan kelembaban, dan interaksi kedua perlakuan terhadap karakteristik fisik jamur tiram. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat menunjukkan interaksi perlakuan yang mampu menghasilkan karakteristik fisik terbaik.

METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kumbung Jamur Tiram Kelompok Tani Pertiwi Mesari, Banjar Dinas Pidpid Laga, Desa Pidpid, Kecamatan Abang, Kabupaten Karangasem. Penelitian dilakukan selama tiga bulan yaitu pada bulan Januari - Maret 2021.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Arduino uno R3, sensor DHT 11, LCD, kipas DC, heater, pompa 12 DC V, hygrometer digital, jangka sorong digital, steamer baglog, spatula stainless steel, dan alat tulis. Bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu serbuk kayu, gipsum, bekatul, bibit jamur tiram putih, dan EM4 (Effective Microorganism 4).

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan dua faktor perlakuan. Faktor pertama adalah penambahan EM4 yang mencakup enam taraf, yakni: A0 (tanpa EM4); A1 (penambahan EM4 2 ml/baglog); A2 (penambahan EM4 4 ml/baglog); A3 (penambahan EM4 6

ml/baglog); A4 (penambahan EM4 8 ml/baglog); dan A5 (penambahan EM4 10 ml/baglog). Faktor kedua adalah kendali suhu dan kelembaban yang mencakup dua taraf, yakni: B0 (lingkungan terkendali secara konvensional) dan B1 (lingkungan terkendali secara otomatis). Total keseluruhan perlakuan terdiri dari 12 jenis kombinasi dan masing-masing kombinasi perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Data hasil penelitian dianalisis menggunakan ANOVA (Analysis of Variance) dan dilanjutkan dengan Uji Statistik Beda Nyata Terkecil (BNT) apabila terdapat pengaruh yang signifikan.

Tahapan Penelitian

Tahapan penelitian secara garis besar terdiri dari pembuatan media tanam, budidaya jamur tiram, dan pembuatan perangkat kendali suhu dan kelembaban otomatis.

Pembuatan Media Tanam

Pembuatan media tanam diawali dengan proses pencampuran bahan baku yang terdiri dari serbuk kayu, gula pasir, gipsum, bekatul, dan tepung terigu menggunakan mesin mixer. Proses selanjutnya yaitu mencampurkan EM4 sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 mL pada 250 mL air. Air yang telah tercampur EM4 kemudian dituangkan pada 1 kg bahan media tanam dan diaduk secara merata. Setelah proses pengadukan, media tanam difermentasi secara anaerob selama 3 hari. Kemudian, bahan media tanam hasil termentasi dibungkus ke dalam plastik polipropilena dan dipadatkan menggunakan alat press baglog. Setelah proses pembungkusan, baglog disterilisasi di dalam steamer selama 8 jam. Setelah baglog disterilisasi, baglog didiamkan selama 24 jam hal ini bertujuan untuk menurunkan suhu pada baglog itu sendiri. Inokulasi dilakukan dengan cara memindahkan bibit jamur tiram putih ke dalam baglog pada ruangan yang tertutup dan steril. Proses terakhir yaitu memindahkan baglog yang sudah terisi bibit jamur ke dalam ruangan inkubasi.

Budidaya Jamur Tiram

Budidaya jamur tiram dimulai setelah memasuki fase pembentukan badan buah yang ditandai dengan tumbuhnya miselium di seluruh bagian baglog. Pemberian perlakuan kendali suhu dan kelembaban dilakukan dari awal fase pembentukan tubuh buah sampai masa panen. Pengendalian suhu dan kelembaban pada lingkungan terkendali secara

konvensional dilakukan dengan cara menyiram lantai kumbung pada waktu siang maupun sore hari dengan ketentuan suhu di atas 280C dan kelembaban di bawah 80%. Sedangkan, pengendalian suhu dan kelembaban pada lingkungan terkendali secara otomatis dilakukan oleh alat kendali suhu dan kelembaban otomatis berbasis Arduino uno. Pengamatan profil kondisi lingkungan dilakukan di awal proses budidaya jamur. Pengamatan terhadap profil suhu dan kelembaban lingkungan budidaya dilakukan selama 24 jam di awal fase pembentukan badan buah. Pemetikan jamur tiram dilakukan dengan cara mencabut seluruh badan buah serta dilanjutkan dengan membersihkan badan buah dari sisa-sisa serbuk kayu yang menempel.

Pembuatan Perangkat Kendali Suhu dan Kelembaban Otomatis

Pembuatan perangkat kendali otomatis diawali dengan penulisan bahasa pemrograman yang dilakukan dengan cara menuliskan kode-kode pada aplikasi Arduino IDE. File hasil compile pada aplikasi kemudian diunggah ke mikrokontroler pada Arduino uno R3, sehingga mikrokontroler dapat menjalankan program. Proses selanjutnya yaitu dilakukan pengujian akurasi pada sensor DHT 11. Alat yang digunakan sebagai pembanding dalam pengujian akurasi sensor berupa hygrothermometer digital. Pengujian dilakukan dengan cara meletakkan sensor DHT 11 dan hygrothermometer digital secara berdekatan. Prototipe kumbung jamur tiram dibuat dalam bentuk kotak dengan ukuran 160 cm x 75 cm x 130 cm dan terdapat tiga rak pada bagian dalamnya. Jumlah baglog yang ditumbuhkan di dalam kotak dengan lingkungan terkendali secara otomatis yaitu sebanyak 72 baglog. Cara kerja dari perangkat kendali suhu dan kelembaban otomatis dapat diamati pada Gambar 1.

Parameter yang Diamati

Karakteristik fisik yang menjadi parameter pengamatan meliputi berat segar badan buah, jumlah badan buah, diameter tudung, panjang tangkai, dan umur panen pertama. Data penelitian didapatkan dari hasil panen pertama jamur tiram.

Gambar 1. Diagram alir alat kendali suhu dan kelembaban otomatis


HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Suhu dan Kelembaban Lingkungan Budidaya Jamur Tiram

Pengamatan profil suhu lingkungan budidaya dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap nilai suhu yang terbaca oleh hygrometer digital pada lingkungan terkendali secara konvensional dan sensor DHT 11 pada lingkungan terkendali secara otomatis. Hasil pengamatan profil suhu lingkungan budidaya jamur tiram dapat diamati pada Gambar 2.

25

CT 20 O

15

ΞE

∞ 10

^^^^Kendali Konvensional «■■■■■»Kendali Otomatis 30


5

0

OOOOOO OOOOOO 65 66 o <n ÷t 65 O O H H H H

OOOOOO OOOOOO 06 6 IN 6 IN ⅛ <H ini ini O O O


WAKTU (WITA)


Gambar 2. Profil suhu lingkungan budidaya jamur tiram

Suhu ideal yang dibutuhkan jamur tiram selama fase pembentukan tubuh buah berkisar antara 22oC – 28oC (Fadilah et al., 2019). Grafik pada Gambar 2 menerangkan bahwa nilai suhu maksimal pada lingkungan terkendali secara otomatis yaitu 25oC, sedangkan nilai suhu minimalnya yaitu 22oC.

Kisaran suhu ini dapat dikatakan ideal untuk pertumbuhan tubuh buah jamur karena telah berada pada kisaran suhu ideal. Nilai suhu maksimal pada lingkungan terkendali secara konvensional yaitu 22,6oC, sedangkan nilai suhu minimalnya yaitu 19oC. Kisaran suhu dengan lingkungan terkendali secara konvensional dapat dikatakan kurang ideal untuk pertumbuhan tubuh buah karena suhu minimalnya berada di bawah 22oC.

Pengamatan profil kelembaban lingkungan budidaya dilakukan dengan cara melakukan pencatatan terhadap nilai kelembaban yang terukur oleh hygrometer digital pada lingkungan terkendali secara konvensional dan sensor DHT 11 pada lingkungan terkendali secara otomatis. Hasil pengamatan profil kelembaban lingkungan budidaya jamur tiram dapat dilihat pada Gambar 3.

^^^^*Kendali Konvensional ^^^^*Kendali Otomatis 100

75

oooooooooooo oooooooooooo 6o6δN⅛i>o6δN6N⅛ OOHHHHHlNnOOO


WAKTU (WITA)

Gambar 3. Profil kelembaban lingkungan budidaya jamur tiram

Kelembaban ideal yang dibutuhkan jamur tiram selama masa pertumbuhan tubuh buah berkisar antara 80% – 90% (Iskandar et al., 2019). Grafik pada Gambar 3 memperlihatkan bahwa nilai kelembaban maksimal pada lingkungan terkendali secara otomatis yaitu 90%, sedangkan nilai kelembaban minimalnya yaitu 84%. Kisaran kelembaban ini dapat dikatakan ideal untuk pertumbuhan tubuh buah jamur tiram karena telah berada pada kisaran kelembaban ideal. Nilai kelembaban maksimal pada lingkungan terkendali secara konvensional yaitu 95% dan nilai kelembaban minimalnya yaitu 84%. Kisaran kelembaban dengan lingkungan terkendali secara konvensional dapat dikatakan kurang ideal bagi pertumbuhan tubuh buah karena kelembaban maksimalnya di atas 90%.

Berat Segar Badan Buah

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa baik perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap berat segar badan buah, namun interaksi kedua buah perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap berat segar badan buah. Nilai rata-rata berat segar badan buah pada masing-masing perlakuan bisa diamati pada Tabel 1 dan Tabel 2.

Tabel 1. Rerata berat segar badan buah jamur tiram

dari perlakuan penambahan EM4

Penambahan EM4

Berat segar badan buah (g)

A0 (tanpa EM4)

96,83a

A1 (EM4 2 mL/baglog)

106,75ab

A2 (EM4 4 mL/baglog)

123,75c

A3 (EM4 6 mL/baglog)

116,08bc

A4 (EM4 8 mL/baglog)

108,42ab

A5 (EM4 10 mL/baglog)

113,42bc

Rerata

110,88

Keterangan:  Perbedaan huruf pada nilai rata-rata

memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Penambahan EM4 berpengaruh nyata terhadap berat segar badan buah jamur tiram. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan A2 (penambahan EM4 4 mL/baglog) menghasilkan berat segar badan buah tertinggi yaitu 123,75 g. Berdasarkan hasil uji BNT, perlakuan A2 (penambahan EM4 4 mL/baglog) tidak berbeda nyata dengan perlakuan A3 (penambahan EM4 6 mL/baglog), dan A5 (penambahan EM4 10 mL/baglog), akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan A0 (tanpa EM4), A1 (penambahan EM4 2 mL/baglog), dan A4 (penambahan EM4 8 mL/baglog). Penambahan EM4 pada fermentasi media tanam dapat meningkatkan berat segar badan buah, hal ini

diduga karena kualitas nutrisi pada media tanam mengalami peningkatan setelah proses fermentasi. Nutrisi pada media tanam sangat dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan dan perkembangan jamur tiram (Mudakir et al., 2013). Sedangkan, penurunan berat segar badan buah yang dihasilkan oleh perlakuan A1 (penambahan EM4 2 mL/baglog) dan A4 (penambahan EM4 8 mL/baglog) diduga karena karbon dan nitrogen tidak terserap dengan baik (Andriyanto et al., 2019).

Tabel 2. Rerata berat segar badan buah jamur tiram dari perlakuan kendali suhu dan kelembaban

Kendali suhu dan kelembaban

Berat segar badan buah I (g)

B0 (terkendali secara konvensional)

107,5a

B1 (terkendali secara otomatis)

114,25b

Rerata

110,88

Keterangan:  Perbedaan

huruf pada nilai rata-rata

memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05).

Kendali suhu dan kelembaban lingkungan berpengaruh nyata terhadap berat segar badan buah jamur tiram. Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan B1 (lingkungan terkendali secara otomatis) menghasilkan berat segar badan buah tertinggi yaitu 114,25 g. Berdasarkan hasil uji BNT, perlakuan B1 (lingkungan terkendali secara otomatis) berbeda nyata dengan perlakuan B0 (lingkungan terkendali secara konvensional). Hal ini diduga kondisi suhu dan kelembaban pada lingkungan terkendali secara otomatis telah berada pada kodisi yang ideal bagi pertumbuhan jamur. Menurut Setiyono et al. (2013) aktivitas fisiologis jamur akan terganggu apabila suhu dan kelembaban selama pertumbuhan tidak berada pada kondisi ideal. Aktivitas fisiologis pada jamur tiram mempengaruhi hasil panen yang meliputi berat segar, jumlah tangkai, ukuran tudung, dan ukuran tangkai.

Jumlah Badan Buah

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa baik perlakuan penambahan EM4 maupun kendali suhu dan kelembaban berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap jumlah badan buah, sehingga interaksi kedua buah perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap jumlah badan buah. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan jumlah badan buah yang berbeda pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata jumlah badan buah pada interaksi kedua perlakuan bisa diamati pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata jumlah badan buah jamur tiram dari interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban

Perlakuan

A0

A1

A2

A2

A2

A2

B0

18

21

27

21

21

28

B1

24

22

21

21

21

18

Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan A5B0 (penambahan EM4 10 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara konvensional) menghasilkan jumlah badan buah tertinggi yaitu 28 buah, sedangkan jumlah badan buah terendah yaitu 18 buah dihasilkan oleh perlakuan A5B1 (penambahan EM4 10 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis). Jumlah badan buah pada perlakuan A1B0, A2B0, A3B0, A4B0, dan A5B0 cenderung mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan perlakuan A0B0 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara konvensional). Sedangkan, jumlah badan buah pada perlakuan A1B1, A2B1, A3B1, A4B1, dan A5B1 cenderung mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan perlakuan A0B1 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara otomatis).

Diameter Tudung

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa baik perlakuan penambahan EM4 maupun kendali suhu dan kelembaban berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap diameter tudung, sehingga interaksi kedua buah perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap diameter tudung. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan diameter tudung yang berbeda pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata diameter tudung pada interaksi kedua perlakuan bisa diamati pada Tabel 4 berikut.

Tabel 4. Rerata diameter tudung jamur tiram dari interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban

Perlakuan

A0

A1

A2

A2

A2

A2

B0

6,37

6,69

6,57

6,95

6,88

6,47

B1

6,75

5,56

6,92

6,79

5,99

6,82

Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan A3B0 (penambahan EM4 6 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara konvensional) menghasilkan diameter tudung tertinggi yaitu 6,95 cm, sedangkan diameter tudung terendah yaitu 5,56 cm dihasilkan oleh perlakuan A2B1 (penambahan EM4 2 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis). Diameter tudung pada perlakuan A1B0, A2B0, A3B0, A4B0, dan A5B0 mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan perlakuan A0B0 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara konvensional). Diameter tudung pada perlakuan A2B1, A3B1, dan A5B1 mengalami

peningkatan apabila dibandingkan dengan perlakuan A0B1 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara otomatis), akan tetapi mengalami penurunan pada perlakuan A1B1, A4B1.

Panjang Tangkai

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa baik perlakuan penambahan EM4 maupun kendali suhu dan kelembaban berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap panjang tangkai, sehingga interaksi kedua buah perlakuan berpengaruh (P>0,05) terhadap panjang tangkai. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi perubahan panjang tangkai yang berbeda pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata panjang tangkai pada interaksi kedua perlakuan bisa diamati pada Tabel 5.

Tabel 5. Rerata panjang tangkai jamur tiram dari interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban

Perlakuan

A0

A1

A2

A2

A2

A2

B0

4,8ab

4,4ab

4,3ab

4,2a

bc

4,6ab

B1

5,8de

6,3e

7,5f

5,6cd

6,5e

6de

Keterangan:

Perbedaan

huruf

pada

nilai

rata-rata

memperlihatkan adanya perbedaan yang nyata berdasarkan uji BNT (P<0,05)

Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan A0B0 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara konvensional) menghasilkan panjang tangkai yang lebih tinggi dari perlakuan A1B0, A2B0, A3B0, dan A5B0, akan tetapi lebih rendah dari perlakuan lainnya. Selain itu, perlakuan A3B1, A4B1, dan A5B5 cenderung menghasilkan panjang tangkai yang lebih rendah dari pada perlakuan A2B1 (penambahan EM4 4 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis). Penurunan panjang tangkai ini diduga karena penambahan EM4 meningkatkan kandungan unsur nitrogen pada media tanam, sehingga terjadi penurunan pH media tanam. Menurut Kusumaningrum et al. (2017), media tanam dengan kondisi pH yang tidak ideal dapat menghambat proses metabolisme pada jamur tiram. Selain itu, suhu dan kelembaban dengan lingkungan terkendali secara konvensional diduga tidak berada pada kisaran yang ideal sehingga turut menghambat proses pertumbuhan jamur (Devi et al., 2018).

Berdasarkan hasil uji BNT, perlakuan A2B1 (penambahan EM4 4 ml/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis) berbeda nyata dengan semua perlakuan. Hal ini disebabkan penambahan EM4 mampu meningkatkan kandungan unsur nitrogen yang dihasilkan dari proses fiksasi bakteri penambat N (Sari dan Prayudyaningsih, 2015). Menurut Draski dan Ernita (2013), nitrogen merupakan unsur hara makro yang sangat

dibutuhkan jamur selama dalam proses pertumbuhan. Lingkungan terkendali secara otomatis mampu meningkatkan panjang tangkai diduga karena terdapat kandungan karbondioksida (CO2) yang tinggi pada bagian dalam prototipe kumbung jamur yang dihasilkan oleh proses respirasi jamur tiram. Akumulasi karbondioksida yang terlalu berlebihan dapat mengakibatkan pemanjangan pada tangkai jamur serta bentuk tudung yang tidak normal (Afief et al., 2015).

Umur Panen Pertama

Hasil analisis keragaman memperlihatkan bahwa baik perlakuan penambahan EM4 maupun kendali suhu dan kelembaban berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap umur panen pertama, sehingga interaksi kedua buah perlakuan tidak berpengaruh (P>0,05) terhadap umur panen pertama. Hal ini menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan umur panen pertama yang berbeda pada setiap perlakuan. Nilai rata-rata umur panen pertama pada interaksi kedua perlakuan bisa diamati pada Tabel 6.

Tabel 6. Rerata umur panen pertama jamur tiram dari interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban

Perlakuan  A0    A1    A2    A2    A2

B0     24    24    25    25    2226

B1     24    23    24    24    2324

Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan A4B0 (penambahan EM4 8 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara konvensional) menghasilkan umur panen pertama tercepat yaitu selama 22 hari, sedangkan umur panen pertama terlama yaitu selama 26 hari dihasilkan oleh perlakuan A5B0 (penambahan EM4 10 mL/baglog dan lingkungan terkendali secara konvensional). Umur panen pertama pada perlakuan A0B0 (tanpa EM4 dan lingkungan terkendali secara konvensional) cenderung lebih cepat apabila dibandingkan dengan perlakuan A2B0, A3B0, dan A5B0, akan tetapi perlakuan A0B0 memiliki umur panen pertama yang sama dengan A1B0, A0B1, A2B1, A3B1, dan A5B1 yaitu selama 24 hari. Perlakuan A1B1 dan A4B1 memiliki umur panen yang lebih cepat dari pada perlakuan A0B0 yakni selama 23 hari.

KESIMPULAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dapat ditarik kesimpulan bahwa perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan kelembaban memiliki pengaruh nyata terhadap berat segar badan buah dan panjang tangkai. Interaksi perlakuan penambahan EM4 dan kendali suhu dan

kelembaban berpengaruh nyata terhadap panjang tangkai, akan tetapi tidak berpengaruh kepada parameter berat segar badan buah, jumlah badan buah, diameter tudung, dan umur panen pertama. Penambahan EM4 4 ml/baglog dan lingkungan terkendali secara otomatis merupakan interaksi perlakuan yang menghasilkan karakteristik fisik jamur tiram terbaik. Karakteristik fisik yang dihasilkan yaitu berat segar badan buah 125,8 g, jumlah badan buah 21 buah, diameter tudung 6,92 cm, panjang tangkai 7,5 cm, dan umur panen pertama 24 hari.

Saran

Berdasarkan perolehan data dari parameter pengamatan maka disarankan dalam merancang desain prototipe kumbung jamur tiram dengan lingkungan terkendali secara otomatis perlu mempertimbangkan beberapa faktor penting lainnya seperti kebutuhan cahaya matahari dan sirkulasi udara, sehingga dapat tercipta kondisi lingkungan budidaya jamur tiram yang ideal. Selain itu, konsentrasi penambahan EM4 sebanyak 4 ml/baglog dianjurkan pada fermentasi media tanam.

DAFTAR PUSTAKA

Afief, M. F., Lahay, R. R., & Siagian, B. (2015). Respon Pertumbuhan dan Produksi Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus) Terhadap Berbagai Media Serbuk Kayu dan Pemberian Pupuk NPK. Jurnal Online Agroekoteknologi, 3(4), 1381–1390.

Andriyanto, A., Budiarti, R. S., & Subagyo, A. (2019). Pengaruh Penggunaan Effective Microorganism 4 (EM4) Pada Budidaya

Jamur Merang (Volvariella volvaceae) Menggunakan Media Tandan Kosong Kelapa Sawit. Jurnal Biologi UNAND,  7(1), 59.

https://doi.org/10.25077/jbioua.7.1.59-68.2019

BPS Provinsi Bali. (2019). Statistik Hortikultura Provinsi Bali 2019. BPS Provinsi Bali.

Cikarge, G. P.,  & Arifin, F. (2018). Oyster

Mushrooms Humidity Control Based on Fuzzy Logic by Using Arduino ATMega238 Microcontroller. Journal of Physics: Conference Series,    1140(1),    0–12.

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1140/1/012002

Devi, N. S., Erwanto, D., & Utomo, Y. B. (2018). Perancangan Sistem Kontrol Suhu dan

Kelembaban Ruangan pada Budidaya Jamur Tiram Berbasis IoT. Multitek Indonesia, 12(2),                                     104.

https://doi.org/10.24269/mtkind.v12i2.1331

Draski, H., & Ernita, E. (2013). Pengaruh Jenis Media dan Dosis Fosfor Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih ( Pleurotus ostreotus ). Jurnal Dinamika Pertanian, XXVIII, 203–210.

Duryatmo, S., Apriyanti, R. N., Angkasa, S., Raharjo, A. A., Rizkika, K., Rahimah, D. S., Titisari, A., Setyawan, B., Vebriansyah, R., Fadhilah, R., Nugroho, H., & Awaludin, M. (2014). Pacu Produksi Jamur Tiram. PT Trubus Swadaya.

Fadilah, R., Kamelia, L., & Effendi, M. R. (2019). Sistem Otomasi dan Monitoring Pertumbuhan Jamur Tiram Putih Berbasis IFTTT. SENTER: Seminar Nasional Teknik Elektro, November 2019, 601–610.

Gunawan, Y. I. (2017). Pengaruh Volume EM4 (Effective Microorganism) dan Periode Panen Pada Pengomposan Media Tanam Serbuk Kayu Sengon Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Universitas Brawijaya.

Hendri, Y., Samingan, & Thomy, Z. (2016). Pengaruh Variasi Jenis Dan Komposisi Substrat Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). Jurnal Edubio Tropika, 4(1), 19–23.

Iskandar, D., Wijayanto, B., & Puspitasari, S.

(2019). Sistem Otomatisasi Kumbung Jamur Berbasis Raspberry PI. JISKA (Jurnal Informatika Sunan Kalijaga),  3(2),  73.

https://doi.org/10.14421/jiska.2018.32-01

Kusumaningrum, I. K., Zakia, N., & Nilasari, C. (2017). Pengaruh Derajat Keasaman (pH) Media Tanam dan Waktu Panen pada Fortifikasi Selenium Jamur Tiram Putih (Pleurotus ostreatus). JC-T (Journal CisTrans): Jurnal Kimia Dan Terapannya, 1(1), 30–34.

https://doi.org/10.17977/um026v1i12017p030

Mudakir, I., Hastuti, U. S., Rohman, F., & Gofur, A. (2013). Pengaruh Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Campuran Media Tanam Terhadap Produktivitas dan Kandungan Gizi Jamur Tiram Coklat ( Pleurotus cystidiosus ). Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi

FKIP UNS, 76–80.

Neville, F., Ardianto, R., Viktaria, V., Budihalim, V., & Sari, I. J. (2018). Pengaruh Intensitas Cahaya dan Kadar Sukrosa Terhadap Pertumbuhan Jamur Tiram di Tangerang Selatan. Biodidaktika: Jurnal Biologi Dan Pembelajarannya, 13.

Nugroho, A., Asyroh, M. F. K., Pangestu, A., & Wulandari, B. (2018). Pengatur Suhu dan Kelembaban Kumbung Jamur Otomatis. Elinvo (Electronics, Informatics, and Vocational   Education),   3(2),    48–53.

https://doi.org/10.21831/elinvo.v3i2.20347

Sari, R.,   & Prayudyaningsih, R. (2015).

Rhizobium: Pemanfaatannya Sebagai Bakteri Penambat Nitrogen. Info Teknis EBONI, 12(1), 51–64.

Setiyono, Gatot, & Ademarta, R. (2013). Pengaruh Ketebalan dan Komposisi Media Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jamur Merang. Agritrop Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 1(1), 47–53.

http://jurnal.unmuhjember.ac.id/index.php/A GRITROP/article/view/668/538

Suryani, T., & Carolina, H. (2017). Pertumbuhan Dan Hasil Jamur Tiram Putih Pada Beberapa Bahan Media Pembibitan. Bioeksperimen: Jurnal Penelitian Biologi,   3(1),   73.

https://doi.org/10.23917/bioeksperimen.v3i1.3 674

Syahyuti, & Sayaka, B. (2020). Bisnis Jamur Tiram Tetap Eksis di Tengah Pandemi. https://pse.litbang.pertanian.go.id/ind/index.p hp/covid-19/berita-covid19/471-bisnis-jamur-tiram-tetap-eksis-di-tengah-pandemi

Tesfaw, A., Tadesse, A., & Kiros, G. (2015). Optimization of oyster (Pleurotus ostreatus) mushroom cultivation using locally available substrates and materials in Debre Berhan, Ethiopia. Journal of Applied Biology & Biotechnology,         3(01),         15–20.

https://doi.org/10.7324/jabb.2015.3103

Yulliawati, T. (2016). Pasti Untung dari Budi Daya Jamur. AgroMedia Pustaka.

328