Studi Pengemasan Plastik Polipropilen Terperforasi Terhadap Mutu Kesegaran Asparagus (Asparagus officinalis L) Selama Penyimpanan Dingin
on
JURNAL BETA (BIOSISTEM DAN TEKNIK PERTANIAN Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana http://ojs.unud.ac.id/index.php/beta
Volume 8, Nomor 2, September, 2020
Studi Pengemasan Plastik Polipropilen Terperforasi terhadap Kesegaran Asparagus (Asparagus officinalis L) Selama Penyimpanan Dingin
Study of Perforated Polypropylene Plastic Packaging on the Freshness of Asparagus Asparagus officinalis L) During Cold Storage
I Made Agastya Kertadana, Ida Ayu Rina Pratiwi Pudja*, Pande Ketut Diah Kencana
Program Studi Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian,Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia
*E-mail:rinapratiwi@unud.ac.id
Abstrak
Asparagus merupakan sayuran yang sangat mudah mengalami kerusakan fisik setelah dipanen. Untuk mempertahankan mutu kesegaran asparagus selama penyimpanan perlu pengemasan dan penyimpanan yang tepat. Penelitian ini bertujuan menganalisis dan menentukan jumlah perforasi terbaik dalam pengemasan asparagus menggunakan plastik polipropilen dengan ketebalan 0,0 mm. Asparagus dikemas dalam plastik polipropilen. Plastik kemudian dilubangi sebanyak 2, 4, 6, 8 dan 10 dengan paku diameter 5 mm, serta tanpa lubang. Seluruh perlakuan diulang sebanyak kali dan kemudian disimpan dalam lemari pendingin dengan suhu 6±2 oC. Hasil penelitian menunjukan bahwa plastik polipropilen terperforasi 2 lubang merupakan kemasan terbaik yang mampu mempertahankan susut bobot 41. %, tekstur 25. 668 N, warna (L 50.91, a 4.52, b 33.10), tingkat kesegaran 4 (segar), dan total padatan terlarut 9.4 °Brix asparagus selama penyimpanan.
Kata kunci: asparagus, pengemasan, plastik polipropilen, perforasi, penyimpanan dingin.
Abstract
Asparagus is a vegetable that is very vulnerable to get physical damage after being harvested. To maintain the quality of freshness of asparagus during storage, proper packaging and storage is needed. This research aims to analyze and determine the best amount of perforation in the packaging of asparagus using 0.0 mm polypropylene plastic thickness. First of all, Asparagus would be packaged in polypropylene plastic. Next step, the plastics would be perforated by 2, 4, 6, 8, 10 holes, and one specimen plastic would be left with no holes at all. This step was repeated times. Afterward, these samples would be stored in refrigerator with a temperature of 6±2 oC. The results showed that perforated polypropylene plastic with 2 holes is the best packaging because this type of polypropylene plastic was able to maintain weight 41. %, texture 25.3668 N, color (L 50.91, a 4.52, b 33.10), freshness 4 (fresh), and total dissolved solids 9.4 °Brix of asparagus during storage.
Keywords: asparagus, packaging, polypropylene plastic, perforation, cold storage.
PENDAHULUAN
Asparagus (Asparagus officinalis L) merupakan salah satu sayuran yang mudah mengalami kemunduran mutu seperti terjadinya proses pelayuan yang cepat. Salah satu penyebab terjadinya pelayuan adalah terjadinya proses transpirasi atau penguapan air yang tinggi melalui bukaan-bukaan alami seperti stomata, hidatoda dan lentisel yang tersedia pada permukaan dari produk sayuran. Seperti sayuran pada umumnya, asparagus setelah dipanen masih akan mengalami respirasi. Respirasi sangat berpengaruh besar terhadap mutu kesegaran produk sehingga akan berpengaruh dan menyebabkan adanya penurunan kualitas pada produk. Pengemasan dan penyimpanan yang tepat adalah salah satu cara untuk mempertahan-
kan mutu dan memperpanjang umur simpan dengan cara menghambat kerusakan yang terjadi. Pengemasan merupakan salah satu cara dalam memberikan kondisi sekeliling yang tepat bagi suatu produk dan dengan demikian membutuhkan pemikiran dan perhatian yang besar (Muchtadi, 1992).
Suhu rendah dan atmosfer yang terkendali dalam kemasan dapat bermanfaat untuk menjaga kualitas dan memperpanjang umur simpan sayuran segar. Macam-macam sayuran disimpan pada suhu rendah atau modifikasi atmosfer kemasan (MAP), atau dalam kombinasi keduanya (Ahn, et al, 2005; Jia et al, 2005). Roura et al (2000) menyatakan bahwa penyimpanan suhu rendah mengurangi laju respirasi dan penuaan, serta mikroorganisme pembusuk. Suhu penyimpanan optimal tergantung pada jenis
komoditas. Berkurangnya oksigen (O2) dan meningkatnya konsentrasi karbon dioksida (CO2) di atmosfer dapat dicapai dengan interaksi antara serapan O2 pernapasan dan produksi CO2 dari produk, dan dengan transfer gas dari film kemasan (Zigory dan Kader, 1988).
Pengemasan dengan plastik sudah sangat mendominasi industri makanan di Indonesia. Hal tersebut dikarenakan plastik memiliki kelebihan fisik jika dibandingkan dengan bahan pengemas lainnya. Pengemasan pada produk segar memiliki beberapa persyaratan anatara lain adalah memiliki permeabilitas yang tinggi terhadap gas, tembus pandang, didesain dengan baik sehingga transpirasi dari produk dapat diatur dan proses pelayuan dapat ditekan, serta memiliki perforasi pada plastik pengemas (Anggraini dan Permatasari, 2018). Pemberian perforasi pada plastik pengemas bertujuan untuk dapat mengurangi terjadinya kontak langsung antara produk dengan uap air, O2 dan CO2. Pengemasan plastik dengan jumlah perforasi yang tepat dapat membantu mengatur sisrkulasi uap air, O2 dan CO2 dengan lebih baik dan dapat menghambat penurunan mutu kesegaran produk.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan plastik polipropilen dengan ketebalan 0,03 mm, pada plastik polipropilen ini juga mendapatkan perlakuan yaitu dikemas tanpa lubang dan dilubangi sebanyak 2, 4, 6, 8, dan 10 lubang dengan diameter 5 mm yang disimpan pada suhu dingin (6oC±2). Dengan pengemasan plastik terperforasi yang tepat diharapkan dapat mempertahankan kesegaran dan menghambat kerusakan pada asparagus.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pascapanen, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada bulan Mei sampai Juni 2019.
Bahan dan Alat Penelitian
Bahan yang digunakan adalah asparagus jenis officinalis yang diperoleh dari kebun petani di Desa Pelaga Kecamatan Petang Kabupaten Badung, Bali. Bahan pengemas yang digunakan yaitu plastik pengemas jenis PP dengan 0 lubang dan diberi lubang terperforasi 2, 4, 6, 8, 10 dengan diameter 5 mm. Ketebalan plastik 0,03 mm, ukuran plastik 14 cm x 25 cm.
Alat yang digunakan adalah alat tekstur analyzer (pengukur kekerasan), sealer, timbangan, pisau,
colorimeter, parutan, paku, korek gas, lilin, show case dan refractometer.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan dikemas menggunakan jenis plastik PP terperforasi disimpan pada suhu dingin.
P0 = Kontrol
P1 = PP ketebalan 0,03 mm. 0 lubang disimpan pada suhu 6 ±2 oC
P2 = PP ketebalan 0,03 mm diberi lubang kecil 2 diameter 5 mm disimpan pada suhu 6 ±2 oC
P3 = PP ketebalan 0,03 mm diberi lubang kecil 4 diameter 5 mm disimpan pada suhu 6 ±2 oC
P4 = PP ketebalan 0,03 mm diberi lubang kecil 6 diameter 5 mm disimpan pada suhu 6 ±2 oC
P5 = PP ketebalan 0,03 mm diberi lubang kecil 8 diameter 5 mm disimpan pada suhu 6 ±2 oC
P6 = PP ketebalan 0,03 mm diberi lubang kecil 10 diameter 5 mm disimpan pada suhu 6 ±2 oC
Untuk setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali, sehingga akan diperoleh 3 x 7 = 21 unit percobaan dan dilakukan penyimpanan selama 0, 3, 6, 9, 12, dan 15 hari. Setiap perlakuan terdiri dari 4 batang asparagus memiliki panjang 22 cm – 23 cm dengan berat 40±5 gram. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya, dan apabila terdapat data berpengaruh signifikan atau sangat signifikan maka akan dilanjutkan dengan uji BNT (Beda Nyata Terkecil).
Pelaksanaan Penelitian
Penerimaan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah asparagus yang diperoleh dari petani di Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung, Provinsi Bali.
Sortasi
Asparagus disortasi sehingga diperoleh ukuran panjang 22 cm – 23 cm, dengan diameter yang seragam dimana asparagus berwarna hijau muda segar.
Perforasi
Plastik PP dengan ketebalan 0,03 mm dengan terperforasi 0 lubang, 2 lubang, 4 lubang, 6 lubang, 8 lubang, 10 lubang dengan diameter 5 mm. Melubangi plastik menggunakan paku dengan diameter 5 mm. Desain kemasan masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Gambar 1.
Pengemasan
Asparagus dikemas menggunakan plastik PP dengan ketebalan plastik 0,03 mm yang dikemas dengan 0
lubang, 2 lubang, 4 lubang, 6 lubang, 8 lubang dan 10 lubang dengan diameter lubang 5 mm. Plastik ditutup rapat dengan sealer untuk mencegah masuknya dan keluarnya gas O2 dan CO2 secara bebas.
Keterangan Gambar:
P1= 0 lubang, P2= 2 lubang, P3= 4 lubang, P4= 6 lubang, P5= 8 Lubang, P6= 10 lubang.
Diameter plastik = 14 cm x 25 cm
Plastik yang sudah di sealer = 24 cm
Diameter lubang = 5 mm, pemberian lubang terperforasi dikedua sisi plastik.
Jarak antar lubang = 4 cm
Gambar 1. Desain Kemasan Masing-masih Perlakuan
Penyimpanan
Asparagus yang telah dikemas dengan plastik PP sesuai perlakuan dimasukan ke dalam show case
dengan suhu 6 ±2 oC. Penyimpanan ini dilakukan selama 15 hari dan diamati setiap 3 hari sekali.
Parameter yang Diamati
Pada penelitian ini pengamatan dilakukan secara objektif dan subjektif terhadap kontrol maupun asparagus yang dikemas sesuai perlakuan pada hari ke-0, 3, 6, 9, 12, dan 15. Pengamatan secara objektif dilakukan terhadap susut bobot, tekstur, total padatan terlarut dan warna, sedangkan pengamatan dengan cara subjektif yaitu tingkat kesegaran dengan menguji tingkat kesegaran asparagus dilakukan dengan uji skala numerik, numerik pada skala skor yaitu 1 sampai 5.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Susut Bobot
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam didapatkan bahwa pengemasan dengan perlakuan terperforasi berpengaruh sangat signifikan terhadap susut bobot asparagus pada penyimpanan hari ke-3, 6, 9, 12, dan hari ke-15. Sedangkan hari ke-0 semua perlakuan tidak berpengaruh signifikan. Pengamatan hasil nilai rata-rata susut bobot terhadap asparagus disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil nilai rata-rata susut bobot asparagus (%) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol |
44.9 a |
37.3 a |
31.2 a |
27.6 a |
23.5 a |
20.2 a |
P1 (0 lubang |
44.9 a |
45.3 c |
46.3 e |
46.5 f |
47.1 e |
47.6 d |
P2 (2 lubang |
44.9 a |
44.3 c |
44.2 d |
43.5 e |
42.8 d |
41.3 c |
P3 (4 lubang |
44.9 a |
43.3 b |
42.1 c |
40.7 d |
39.0 c |
36.4 b |
P4 (6 lubang |
44.9 a |
42.7 b |
41.4 b |
39.9 b |
38.5 b |
36.3 b |
P5 (8 lubang |
44.9 a |
42.8 b |
41.7 c |
40.3 c |
38.7 b |
36.5 b |
P6 (10 lubang |
44.9 a |
41.6 b |
39.8 b |
38.5 b |
36.9 b |
35.2 b |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Dari hasil nilai rata-rata susut bobot asparagus (%) selama penyimpanan dingin seperti ditunjukan pada Tabel 3. pada hari ke-0 didapatkan bahwa tingkat susut bobot asparagus yang disimpan pada suhu dingin tidak berbeda nyata dari semua perlakuan, dengan persentase masing-masing susut bobot adalah 44,9 %. Penyimpanan asparagus dari hari ke-3 sampai hari ke-15 perlakuan P1 dikemas dengan plastik tanpa
perforasi menunjukan persentase susut bobot yang paling besar yaitu 47,6 %. Perlakuan P2, P3, P4, P5, P6 dari hari ke-3 sampai hari ke-15 mengalami penurunan, dengan persentase masing-masing susut bobot adalah 41,3 %, 36,4 %, 36,3 %, 36,5 % dan 35,2 %. Grafik susut bobot pada pengamatan asparagus dapat dilihat pada Gambar 2.

—♦— P0 (kontrol
—■— P1 (0 lubang
—⅛- P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
P4 (6 lubang
—•— P5 (8 lubang
---1---P6 (10 lubang
0
3Waktu P6enyimpan9an (Hari1)2
15
Gambar 2. Grafik perubahan susut bobot asparagus selama penyimpanan.
Gambar 2. menunjukan persentase susut bobot asparagus selama penyimpanan. Perbedaan jumlah perforasi pada kemasan menghasilkan susut bobot asparagus berbeda pula. Perlakuan P0 (kontrol) menyebabkan semakin lama penyimpanan susut bobot semakin menurun, susut bobot terendah hingga hari ke-15 dengan persentase susut bobot sebesar 20,2 %. Hal ini terjadi dikarenakan pada kontrol tidak ada perlindungan antara produk dengan lingkungan sehingga laju respirasi dan transpirasi berlangsung dengan cepat dan mengakibatkan semakin cepat kehilangan kadar air dalam produk. Perlakuan P1 kemasan plastik tanpa perforasi menyebabkan susut bobot semakin besar hingga hari ke-15 dengan persentase sebesar 47,6 %. Perlakuan P2 dari hari ke-0 sampai hari ke-15 perubahan susut bobot tidak turun drastis dengan jumlah persentase sebesar 41,3 %, sedangkan pada perlakuan P3, P4, P5 dan P6 menyebabkan susut bobot tidak jauh berbeda dengan jumlah persentase sebesar 36,4 %, 36,3 %, 36,5 % dan 35,2 %.
Perlakuan P1 semakin meningkan dikarenakan adanya permeabilitas terhadap uap air yang rendah menyebabkan air yang berada di dalam kemasan tidak dapat keluar sehingga air terakumulasi didalam
kemasan. Kadar air tersebut di pengaruhi oleh RH udara sekitarnya. Menurut Muchtadi (1989) jika kadar air rendah sedangkan RH di sekelilingnya tinggi maka akan terjadi penyerapan uap air dari udara sehingga bahan menjadi basah atau kadar airnya semakin meningkat sehingga mekakibatkan terjadinya penambahan berat suatu produk.
Asparagus yang dikemas dengan plastik terperforasi ataupun yang tidak dikemas mengalami penurunan susut bobot. Kehilangan susut bobot pada produk selama penyimpanan disebabkan karena sebagian air dalam jaringan produk akan menguap yang menyebabkan terjadinya pelayuan dan kekeringan. Ditambah lagi adanya penurunan susut bobot sebagaian besar dipengaruhi oleh proses penguapan air (Pan XC dan Sasanatayart, 2016).
Kekerasan (N)
Berdasarkan dari hasil analisis sidik ragam didapatkan bahwa jumlah perforasi pada kemasan berpengaruh sangat signifikan terhadap tekstur asparagus. Pengamatan hasil nilai rata-rata uji tekstur asparagus (N) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil nilai rata-rata uji tekstur asparagus (N) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol |
28.14 a |
24.63 a |
22.50 a |
19.86 a |
16.84 a |
14.87 a |
P1 (0 lubang |
28.14 a |
27.69 c |
25.13 b |
23.51 b |
21.02 c |
18.30 c |
P2 (2 luabang |
28.14 a |
27.99 d |
27.54 d |
26.86 f |
26.02 f |
25.36 g |
P3 (4 luabang |
28.14 a |
27.44 c |
26.59 c |
25.69 e |
24.94 e |
23.77 f |
P4 (6 luabang |
28.14 a |
27.18 b |
26.21 c |
24.99 d |
24.64 e |
22.95 e |
P5 (8 luabang |
28.14 a |
27.14 b |
25.97 b |
24.35 c |
22.81 d |
20.75 d |
P6 (10 luabang |
28.14 a |
26.88 b |
25.15 b |
22.93 b |
18.84 b |
16.80 b |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Pada Tabel 2. menunjukan bahwa penyimpanan hari ke-0 semua perlakuan tidak berbeda nyata. Pada penyimpanan hari ke-15 semua perlakuan sangat berbeda nyata. Asparagus yang disimpan pada suhu dingin P0 (kontrol) tingkat kekerasannya paling kecil dan sudah mengalami kerusakan dengan tingkat kekerasan 14,87 N. Pada perlakuan P1 (0 lubang) dengan tingkat kekerasan 18,30 N sudah mengalami kebusukan dikarenakan uap air yang semakin banyak mengendap dalam kemasan maka proses terjadinya pembusukan semakin cepat. Pada perlakuan P2 dari hari ke-0 sampai hari ke-15 tingkat kekerasan asparagus relatif menurun secara perlahan dengan tingkat kekerasan 25,36 N. Berbeda dengan perlakuan yang lainnya semakin banyaknya jumlah perforasi pada kemasan maka semakin cepat
mengakibatkan tekstur (kekerasan) asparagus menjadi lunak.
Zigory dan Kader (1988) menyatakan konsentrasi O2 terlalu rendah dan konsentrasi CO2 terlalu tinggi akan mengakibatkan tekstur menurun tidak normal sehingga akan terjadi pelunakan. Dalam pengamatan ini semakin sedikit jumlah lubang terperforasi maka semakin tinggi konsentrasi dan jumlah CO2 sehingga penghambatan aktifitas enzim menjadi semakin efektif. Proses kehilangan air dan pematangan yang terus berlanjut akan menyebabkan kandungan yang ada didalam asparagus akan semakin meningkat dan semakin lamanya waktu penyimpanan maka tekstur asparagus semakin menajadi lunak. Perubahan tekstur asparagus dapat dilihan pada Gambar 3.

Waktu Penyimpanan (Hari)
P0 (kontrol
P1 (0 lubang
P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
P4 (6 lubang
P5 (8 lubang
P6 (10 lubang
Gambar 3. Perubahan tekstur asparagus selama waktu penyimpanan.
Gambar 3. menunjukan perlakuan P2 (2 lubang) bahwa tingkat kekerasan asparagus mampu dipertahankan hingga hari ke-15 penyimpanan. Sedangkan pada perlakuan yang lain menunjukan tingkat kekerasan paling rendang dibandingkan dengan perlakuan P2 (2 lubang). Hal ini diduga laju transpirasi asparagus semakin meningkat pada saat proses penyimpanan. Muchtadi (1992) menyatakan proses pelunakan pada sayur berkaitan dengan adanya proses transpirasi, dimana dengan adanya proses transpirasi maka kandungan air yang ada di dalam sayur semakin berkurang sehingga sayur mengalami perubahan batang lemas, kemudian pembusukan tidak dapat dihentikan.
Total Padatan Terlarut (TPT)
Berdasarkan analisis sidik ragam didapatkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-
0, dan berpengaruh sangat signifikan hanya pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan hari ke-15. Tabel 3. Hasil nilai rata-rata TPT asparagus (°Brix) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 3. semua perlakuan tidak berbeda nyata pada hari ke-0. Tabel 3. menunjukan nilai total padatan terlarut pada perlakuan P2 (2 lubang) paling rendah dengan nilai TPT sebesar 9,4 °Brix. Perlakuan P1, P3, P4, P5, P6 menyebabkan nilai total padatan terlarut tidak jauh berbeda. Berbeda dengan P0 (kontrol) memiliki nilai total padatan terlarut paling tinggi sebesar 12,1 °Brix. Gambar 4. menunjukan kandungan total padatan terlarut semakin meningkat dari hari ke-0, 6, 9, 12, dan hari ke-15, tetapi berbeda dengan P0 (kontrol) pada hari ke-15 nilai total padatan terlarut semakin menurun. Meningkatnya nilai total padatan terlarut biasanya disertai dengan peningkatan nilai pH, berarti semakin tingginya nilai total padatan terlarut maka
jumlah asam yang dihasilkan produk akan semakin berkurang dengan meningkatnya suatu aktivitas metabolisme produk (Wills et al., 2004).
Jumlah perforasi pada kemasan berpengaruh terhadap TPT yang dihasilkan asparagus (Gambar 4). Perlakuan P2 (2 lubang) memiliki nilai TPT yang paling rendah, berbeda dengan perlakuan pada hari
ke-15 justru lebih besar. Pan XC dan Sasanatayart (2016) menyatakan semakin besar nilai TPT maka semakin banyak bakteri yang tumbuh dalam suatu produk. Hal ini menyebabkan bahan-bahan yang terkandung dalam produk lebih cepat terdegradasi akibat bakteri.
Tabel 3. Hasil nilai rata-rata TPT asparagus (°Brix) pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol) |
5.4 a |
8.6 c |
11.9 c |
12.9 d |
14.1 c |
12.1 d |
P1 (0 lubang) |
5.4 a |
6.4 a |
7.6 a |
8.7 b |
9.1 a |
10.4 b |
P2 (2 lubang) |
5.4 a |
6.3 a |
7.6 a |
8.5 a |
8.7 a |
9.4 a |
P3 (4 lubang) |
5.4 a |
6.7 a |
7.4 a |
9.3 b |
9.8 b |
11.1 c |
P4 (6 lubang) |
5.4 a |
6.6 a |
7.4 a |
9.5 c |
10.4 b |
11.1 c |
P5 (8 lubang) |
5.4 a |
6.8 b |
7.3 a |
9.3 b |
9.9 b |
10.4 b |
P6 (10 lubang) |
5.4 a |
6.8 b |
7.9 b |
9.9 c |
10.1 b |
11.7 c |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

Waktu Penyimpanan (Hari)
P0 (kontrol
P1 (0 lubang
P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
P4 (6 lubang
P5 (8 lubang
P6 (10 lubang
Gambar 4. Grafik perubahan total padatan terlarut selama penyimpanan
Warna
Pengukuran warna asparagus menggunakan alat colorimeter terdapap tiga standar warna yaitu, L, a dan b. Warna L menunjukan kecerahan warna, warna a menunjukan warna hijau atau merah, sedangkan warna b menunjukan warna kuning atau biru (Anon, 2008). Berdasarkan analisis sidik ragam, semua
perlakuan tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-0, sedangkan pada hari ke-3 sampai hari ke-15 semua perlakuan berpengaruh sangat signifikan. Hasil nilai rata-rata perubahan warna L asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Hasil nilai rata-rata perubahan warna L asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol) |
50.32 a |
53.03 b |
53.57 b |
54.07 c |
54.59 c |
55.21 d |
P1 (0 lubang) |
50.32 a |
50.83 a |
51.61 a |
51.98 b |
52.70 b |
54.05 c |
P2 (2 lubang) |
50.32 a |
50.10 a |
50.64 a |
50.66 a |
50.94 a |
50.91 a |
P3 (4 lubang) |
50.32 a |
50.51 a |
50.83 a |
51.41 b |
52.31 b |
52.69 b |
P4 (6 lubang) |
50.32 a |
51.78 b |
51.51 a |
52.15 b |
52.78 b |
53.37 b |
P5 (8 lubang) |
50.32 a |
52.37 b |
52.94 b |
53.08 c |
53.72 c |
54.28 c |
P6 (10 lubang) |
50.32 a |
52.55 b |
52.83 b |
53.38 c |
53.93 c |
55.19 d |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada kolom yang sama menunjukan nilai yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Dari Hasil nilai rata-rata perubahan warna L asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin ditunjukan pada Tabel 4. didapatkan bahwa semua perlakuan selama penyimpanan pada hari ke-3 sampai hari ke-15 adalah berpengaruh sangat nyata. Peningkatan warna L paling tinggi ditunjukan oleh asparagus yang tanpa di kemas P0 (kontrol) dan P6 (10 lubang), sedangkan warna L pada perlakuan P2 (2 lubang) tidak mengalami perubahan yang signifikan seperti yang terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5. menunjukan rata-rata perubahan nilai L lebih meningkat berarti semakin terang dan asparagus akan semakin menguning kemudian mengalami
kebusukan. Proses perubahan warna terjadi karena adanya traspirasi pada produk. Adanya proses transpirasi menyebabkan kandungan air yang ada dalam produk menjadi berkurang sehingga produk mengalami perubahan warna (menguning), kemudian pembusukan tidak dapat dihentikan (Muchtadi, 1992).
Pada perubahan warna a, hasil diagram sidik ragam menunjukan bahwa semua perlakuan pada hari ke-0 tidak berpengaruh signifikan. Sedangkan berpengaruh sangat signifikan pada hari ke-3, 6, 9, 12, dan 15. Hasil nilai rata-rata perubahan warna a asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat di lihat pada Tabel 5.

—•— P0 (kontrol
—■— P1 (0 lubang
—⅛- P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
—*— P4 (6 lubang
—•— P5 (8 lubang
---1---P6 (10 lubang
Waktu Penyimpanan (Hari)
Gambar 5. Grafik perubahan warna L selama penyimpanan
Tabel 5. Hasil nilai rata-rata perubahan warna a asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol |
4.38 a |
6.54 c |
5.40 a |
3.81 a |
3.50 a |
2.49 a |
P1 (0 lubang |
4.38 a |
4.75 a |
5.64 a |
4.38 a |
3.25 a |
2.41 a |
P2 (2 lubang |
4.38 a |
4.63 a |
4.63 a |
6.08 c |
4.98 b |
4.52 b |
P3 (4 lubang |
4.38 a |
4.69 a |
5.34 a |
4.91 b |
4.61 b |
4.02 b |
P4 (6 lubang |
4.38 a |
5.03 a |
6.17 b |
4.85 b |
3.71 a |
3.05 a |
P5 (8 lubang |
4.38 a |
5.00 a |
6.46 b |
4.13 a |
3.48 a |
3.01 a |
P6 (10 lubang |
4.38 a |
5.57 b |
6.58 b |
4.37 a |
3.60 a |
2.70 a |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05).
Hasil nilai rata-rata perubahan warna a asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin seperti ditunjukan pada Tabel 5. didapatkan bahwa perubahan warna a dari hari ke-0 sampai hari ke-15 dari semua perlakuan berbeda nyata. perubahan warna a dari perlakuan P0, P1, P3, P4, P5 dan P6 mengalami penurunan pada hari ke-9, sedangkan perlakuan P2 pada hari ke-9 mengalami peningkatan dan mulai menurun pada hari ke-12. Lebih jelasnya dapat dilihan pada Gambar 6.
Gambar 6. ditunjukan juga bahwa asparagus yang disimpan pada suhu dingin dengan perlakuan dikemas dengan kemasan terperforasi nilai warna a lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang tanpa dikemas atau P0 (kontrol). Nilai a lebih tinggi berarti asparagus semakin berwarna hijau, akibat dari adanya proses metabolisme yang terjadi dapat diperlambat sehingga warna asparagus tidak cepat berubah. Asgar (2018) menyatakan bahwa pada suhu penyimpanan yang lebih rendah dapat
mempertahankan warna hijau suatu produk dan pada suhu penyimpanan tinggi menyebabkan warna cepat berubah. Pada perubahan warna b, hasil diagram sidik ragam menunjukan bahwa perlakuan berpengaruh sangat signifikan terhadap asparagus pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15 dan tidak berpengaruh signifikan pada hari ke-0. Dari hasil uji benda nyata terkecil didapatkan bahwa pengaruh perlakuan pengemasan dengan lubang terperforasi pada hari ke-0 sampai hari ke-15 adalah sangat nyata. Dimana P0 memiliki nilai rata-rata terbesar, sedangkan nilai terkecil yaitu P2. Hasil nilai rata-rata perubahan warna b asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin bisa dilihat pada Tabel 6. Asparagus yang disimpan sesuai perlakuan, baik dikemas dengan lubang terperforasi memperoleh warna b lebih kecil dari pada yang di simpan dengan 0 lubang dan kontrol. Semakin tinggi rata-rata nilai b maka asparagus semakin berwarna lebih kuning.

—■— P1 (0 lubang
—⅛- P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
P4 (6 lubang
—•— P5 (8 lubang
---1---P6 (10 lubang
Waktu Penyimpanan (Hari)
—♦— P0 (kontrol
Gambar 6. Grafik perubahan warna a asparagus selama penyimpanan
Tabel 6. Hasil nilai rata-rata perubahan warna b asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol) |
34.25 a |
37.55 b |
37.88 c |
41.29 c |
41.08 b |
42.59 c |
P1 (0 lubang) |
34.25 a |
34.81 a |
35.38 a |
38.00 b |
36.03 a |
39.42 b |
P2 (2 lubang) |
34.25 a |
34.32 a |
34.75 a |
34.24 a |
33.82 a |
33.10 a |
P3 (4 lubang) |
34.25 a |
35.06 a |
35.99 a |
36.44 a |
37.79 b |
39.82 b |
P4 (6 lubang) |
34.25 a |
36.31 b |
36.40 b |
37.26 b |
38.53 b |
40.96 b |
P5 (8 lubang) |
34.25 a |
36.09 b |
36.96 b |
38.01 b |
39.05 b |
40.90 b |
P6 (10 lubang) |
34.25 a |
36.76 b |
37.17 b |
40.26 c |
39.28 b |
41.93 b |
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata (P>0,05).

—■— P1 (0 lubang
—⅛- P2 (2 lubang
P3 (4 lubang
—*— P4 (6 lubang
—•— P5 (8 lubang
---1---P6 (10 lubang
—♦— P0 (kontrol
Gambar 7. Perubahan warna b asparagus selama penyimpanan
Gambar 7. menunjukan perubahan warna b lebih cepat terjadi pada perlakuan P0 dan P6, perubahan warna b menurun pada hari ke-12 kemudian meningkat lagi di hari ke-15. Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa asparagus yang di simpan menggunakan plastik dengan terperforasi 2 lubang dapat memperlambat perubahan warna asparagus. Menurut Wills et al., (2004), hilangnya warna hijau biasanya bergabung dengan sintesa dan pembekuan pigmen berkisar antara kuning dengan merah. Warna kuning merupakan perpaduan antara warna kuning dan merah, sedangkan warna hijau merupakan perpaduan antara warna hijau dan putih. Gambar 7. menunjukan pada beberapa perlakuan terjadi peningkatan, dimana warna asparagus dalam perlakuan tersebut semakin menguning. Perubahan warna disebabkan adanya proses respirasi dan transpirasi pada saat penyimpanan, dan
mengakibatkan produk mengalami pelayuan (Samad, 2012).
Tingkat Kesegaran
Pengujian terhadap kesegaran asparagus dilakukan dengan uji skor. Dalam analisis statistik, skala skor ditransformasikan menjadi skala numerik. Rentangan numerik pada skala skor yaitu 1 sampai 5 (Soekarto, 1985). Hasil sidik ragam menunjukan bahwa semua perlakuan berpengaruh sangat signifikan pada hari ke-3, 6, 9, 12, 15, sedangkan pada hari ke-0 semua perlakuan ataupun kontrol tidak berpengaruh signifikan. Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin.
Perlakuan |
Hari Ke 0 |
Hari Ke 3 |
Hari Ke 6 |
Hari Ke 9 |
Hari Ke 12 |
Hari Ke 15 |
P0 (kontrol) |
5 a |
3 a |
1 a |
1 a |
1 a |
1 a |
P1 (0 lubang) |
5 a |
5 c |
4 b |
4 b |
3 c |
2 b |
P2 (2 lubang) |
5 a |
5 c |
5 c |
5 c |
4 d |
4 c |
P3 (4 lubang) |
5 a |
5 c |
4 b |
3 b |
3 c |
3 b |
P4 (6 lubang) |
5 a |
5 c |
4 b |
3 b |
2 b |
2 b |
P5 (8 lubang) |
5 a |
4 b |
4 b |
3 b |
2 b |
2 b |
P6 (10 lubang) |
5 a |
4 b |
4 b |
3 b |
3 b |
2 b |
yang tidak berbeda nyata (P>0,05)
Kesegaran asparagus pada penyimpanan hari ke-3 sudah mengalami perubahan bisa dilihat pada Tabel 9. dimana P0 (kontrol) sudah mulai munculnya kerutan pada batang asparagus. Pada hari ke-6, 9, 12, 15 skor tertinggi yauitu perlakuan P2 dengan jumlah plastik terperforasi 2 lubang. Perlakuan P4, P5, P6 dari hari ke-6 sampai hari ke 15 tidak ada perubahan yang berbeda nyata.
Hasil nilai rata-rata tingkat kesegaran asparagus pada berbagai perlakuan selama penyimpanan dingin pada Tabel 8. Menunjukan skor tingkat kesegaran tertinggi terdapat pada perlakuan P2 (2 lubang) dengan skala numerik 4 yaitu adanya perubahan warna, ujung/pucuk masih tertutup, batang asparagus masih terlihat kencang, aroma segar, hal ini disebabkan laju respirasi dan transpirasi berjalan lebih lambat, dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Semakin cepatnya proses respirasi dan transpirasi maka asparagus lebih cepat mengalami proses kehilangan air, berbeda dengan perlakuan P1 (0 lubang), diamana kemasan yang tidak diberi perforasi akan mengakibatkan produk cepat mengalami kerusakan karena terlalu tingginya konsentrasi CO2 (Zigory dan Kader, 1988). Selama penyimpanan tingkan kesegaran asparagus terus mengalami penurunan. Menurunnya tingkat kesegaran ditandai dengan munculnya kerutan pada batang asparagus, perubahan warna dari hijau muda segar menjadi kekuningan dan menjadi gelap atau mengalami proses pembusukan.
Pengemasan terperforasi dapat melindungi produk dari kehilangan tingkat kesegarannya, hal ini disebabkan karena pengemasan dengan plastic terperforasi dapat menghambat laju respirasi dan transpirasi sehingga laju kehilangan air dapat dihambat. Hilangnya kadar air dalam asparagus penyebab utama penurunan tingkat kesegaran yang dapat menyebabkan berkurangnya umur simpan,
Keterangan: Huruf yang sama dibelakang angka pada baris dan kolom yang sama menunjukan nilai rata-rata
akibat lainnya yang terjadi berkurangnya nilai susut bobot, mutu tektur, perubahan warna, kehilangan kandungan yang ada dalam produk. Kehilangan air merupakan penyebab utama kerusakan pada produk selama penyimpanan, banyaknya air yang hilang dipengaruhi oleh suhu dan udara dalam ruangan penyimpanan. Kehilangan tingkat kesegaran pada produk sangat berkaitan dengan daya tarik terhadap konsumen, dimana konsumen pasti akan memilih produk yang kenampakannya masih segar. Kehilangan air pada produk pascapanen merupakan hal yang serius jika tidak ditanggulangi, karena dapat menyebabkan produk tersebut berubah bentuk dan ukuran, seperti mengkerut atau layu. kesegaran ditandai dengan munculnya kerutan pada batang asparagus, perubahan warna dari hijau muda segar menjadi kekuningan dan menjadi gelap atau mengalami proses pembusukan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pengaruh kemasan plastik polipropilen terperforasi dengan 2 lubang dapat mempertahankan kesegaran asparagus sampai hari ke-15 dibandingkan asparagus yang dikemas dengan plastik 0, 4, 6, 8, 10 lubang.
Pengemasan menggunakan plastik polipropilen terperforasi sebanyak 2 lubang menunjukan pengemasan terbaik. Perlakuan tersebut mampu memperlambat kemunduran kesegaran sampai 15 hari dengan nilai perubahan susut bobot 41.3 %, tekstur 25.3668 N, total padatan terlarut 9.4 0Brix, warna L 50.91, a 4.52, b 33.10, dan skor tingkat kesegaran 4 (segar)
Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, untuk mempertahankan umur simpan dan kesegaran
asparagus maka perlu dilakukan pengemasan menggunakan plastik polipropilen dengan ketebalan 0.03 mm dengan plastik terperforari 2 lubang yang disimpan pada suhu dingin 6±2 °C.
DAFTAR PUSTAKA
Ahn, H. J., Kim, J. H., Kim, J. K., Kim, D. H., Yook, H. S., & Byun, M. W. (2005). Combined effects of irradiation and modified atmosphere packaging on minimally processed Chinese cabbage (Brassica rapa L.). Food Chemistry, 89(4), 589-597.
Anggraini, R., & Permatasari, N. D. (2018). Pengaruh Lubang Perforasi Dan Jenis Plastik Kemasan Terhadap Kualitas Sawi Hijau (Brassica Juncea L.). Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian, 14(3), 154-162.
Anonim. 2008. Direktorat Jendral Hortikultura. Departemen pertanian jakarta.
Asgar, A. (2018). Pengaruh Suhu Penyimpanan dan Jumlah Perforasi Kemasan Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Brokoli (Brassica oleracea var. Royal G) Fresh-Cut. Jurnal Hortikultura, 27(1), 127-136.
Jia, C. G., Xu, C. J., Wei, J., Yuan, J., Yuan, G. F., Wang, B. L., & Wang, Q. M. (2009). Effect of modified atmosphere packaging on visual quality and glucosinolates of broccoli florets. Food Chemistry, 114(1), 28-37.
Muchtadi, D. (1989). Aspek Biokimia dan Gizi dalam Keamanan Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor.
Muchtadi, D. (1992). Petunjuk laboratorium Fisiologi Pasca Panen Sayuran dan Buah-Buahan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor.
Pan, X. C., & Sasanatayart, R. (2016). Effect of plastic films with different oxygen transmission rate on shelf-life of fresh-cut bok choy (Brassica rapa var. chinensis). International Food Research Journal, 23(5).
Samad, M. Y. (2012). Pengaruh penanganan pasca panen terhadap mutu komoditas hortikultura. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia, 8(1).
Soekarto, S. T. (1985). Penilaian organoleptik: untuk industri pangan dan hasil pertanian. Bhratara Karya Aksara, Jakarta.
Wills, R., B. McGlasson, D. Graham and D. Joyce. 2004. Postharvest; An Introduction to the physiology and Handling of Fruit, Vegetable and Ornamentals. Universitas of New South Wales Press Ltd. Sydney.
Zagory, D., & Kader, A. A. (1988). Modified atmosphere packaging of fresh produce. Food Technol, 42(9), 70-77.
203
Discussion and feedback