Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat Dan Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Mahi-Mahi (Coryphaena hippurus)
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO
Volume 2, Nomor 2, Oktober 2017
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat Dan
Lama Perendaman Terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Mahi-Mahi (Coryphaena hippurus)
Puti Fauziyyah, N. L. Ari Yusasrini, Luh Putu Trisna Darmayanti Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana
Email: putifauziyyah22@gmail.com
Info Artikel
Diserahkan: 2 Agustus 2017
Diterima dengan revisi: 29 September 2017 Disetujui: 5 Oktober 2017
ABSTRACT
The aim of this research was to know the effect of acetic acid concentration and soaking time on characteristics of mahi-mahi (Coryphaena hippurus) fish skin gelatin and to know the right acetic acid concentration and soaking time to produce the best characteristics of gelatin. The design used in this research was completely randomized factorial design with the factors was concentration of acetic acid in three levels i.e 0,5%, 1%, 1,5% and soaking time in three levels i.e 12, 18 and 24 hours. Data were analyzed by analysis of variance, followed by Duncan Multiple Range Test (DMRT). The result of this research showed that the interaction between acetic acid concentration and soaking time had a very significant effect on yield, pH, gel strength, viscosity, lightness, moisture content, protein content and significant effect on ash content. The best characteristic of mahi-mahi fish skin gelatin at concentration of acetic acid 0,5% for 12 hours with yield of 26,38%, pH value 5,13, gel strength 107,12 bloom, viscosity 16,40 cP, lightness 29,77, water content 8,47%, ash content of 1,11%, and protein content of 90,4%.
Key Words: Gelatin, Mahi-mahi Fish Skin, Acetic Acid
PENDAHULUAN
Gelatin merupakan salah satu jenis protein yang diperoleh dari kolagen alami yang terdapat dalam kulit dan tulang. Fungsi gelatin dalam industri pangan cukup banyak antara lain sebagai pembentuk gel, penstabil, pengemulsi, pengental, pembentuk busa, pembentuk kristal, pelapis, perekat, pengikat air, dan penjernih (Ward dan Courts, 1977).
Menurut Kareem dan Rajeev (2009) sumber produksi gelatin dunia adalah 46% berasal dari kulit babi, 29,4% kulit sapi, 23,1% berasal dari tulang dan 1,5% berasal dari sumber lain. Gelatin yang berasal dari babi atau sapi dapat menimbulkan kekhawatiran bagi golongan tertentu. Selain itu, adanya wabah penyakit sapi gila dan antraks juga menimbulkan kekhawatiran terhadap gelatin yang berasal dari sapi. Untuk mengatasi masalah tersebut dan mengurangi ketergantungan impor terhadap
gelatin, perlu dikembangkan gelatin yang berasal dari sumber lain, salah satunya adalah ikan. Menurut Surono et al., (1994) tulang dan kulit ikan sangat potensial sebagai sumber gelatin karena mencakup 10-20 % dari total berat tubuh ikan. Selain itu, ikan merupakan salah satu sumber kolagen yang aman dan murah. Salah satu jenis ikan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan gelatin adalah ikan mahi-mahi. Ikan mahi-mahi (Coryphaena hippurus) mengandung berbagai nutrisi terutama protein. Di Bali, umumnya permintaan ikan mahi-mahi dalam bentuk filet, loin, dan steak. Salah satu limbah dari ikan mahi-mahi yang mengandung kolagen adalah kulit yang dapat dimanfaatkan untuk memproduksi gelatin, sehingga diharapkan dapat mengurangi ketergantungan terhadap impor gelatin dan sumber alternatif gelatin yang aman, murah dan halal.
Gelatin dapat diperoleh melalui proses asam dan basa. Proses asam lebih disarankan karena asam
Puti Fauziyyah, N. L. Ari Yusasrini, Luh Putu Trisna Darmayanti. 2017. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat dan Lama Perendaman terhadap Karakteristik Gelatin Kulit Ikan Mahi-Mahi (Coryphaena hippurus). Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. Vol. 2, No. 2 (2017) hal 248-257
mampu mengubah serat kolagen tripel heliks menjadi rantai tunggal (Hasdar, 2012). Jenis asam yang digunakan pada proses produksi gelatin akan sangat berpengaruh terhadap rendemen, kekuatan gel, dan viskositas yang dihasilkan. Prayitno (2007) mengemukakan bahwa asam asetat dapat menghasilkan kolagen yang merupakan dasar dari pembentukan gelatin serta aman dan tidak korosif. Zhou dan Regenstein (2005) juga melaporkan bahwa kekuatan gel gelatin dari proses asam menggunakan asam asetat lebih tinggi dibanding asam sulfat dan asam sitrat namun rendemen gelatin dari proses tersebut lebih rendah. Selain jenis asam, faktor lain yang juga berpengaruh terhadap karakteristik gelatin adalah lama perendaman. Menurut Setiawati (2009) semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama perendaman akan menghasilkan rendemen gelatin kulit ikan kakap merah yang semakin tinggi, tetapi pada lama perendaman tertentu, rendemen, kekuatan gel dan viskositas turun sejalan dengan meningkatnya kosentrasi asam asetat.
Setiap ikan memiliki kandungan asam amino yang berbeda pada kulitnya. Asam amino jenis hidroksiprolin dan prolin dapat mempengaruhi kekuatan gel karena asam amino tersebut merupakan penstabil gel gelatin sehingga diperlukan konsentrasi asam dan lama waktu perendaman yang berbeda pada setiap jenis ikan untuk menghasilkan gelatin dengan karakteristik terbaik. Oleh karena itu, penggunaan asam asetat dengan konsentrasi dan lama waktu perendaman yang berbeda diharapkan mampu menghasilkan gelatin kulit ikan mahi-mahi dengan karakteristik terbaik.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ikan-mahi-mahi yang diperoleh dari Pasar Ikan Kedonganan, Badung. Bahan yang digunakan untuk perendaman gelatin adalah asam asetat PA sedangkan bahan yang digunakan untuk analisis adalah aquades, H2SO4, NaOH 50%, HCl, tablet Kjeldahl, asam borat, dan indikator PP.
Alat-alat yang digunakan yang digunakan antara lain pisau dan gunting, waskom, toples, timbangan analitik, kertas saring, batang
pengaduk, termometer, oven, tanur, labu Kjeldahl, Erlenmeyer, pH meter, gelas beaker, gelas ukur, loyang, blender, waterbath, texture analyzer TA.XT Plus, viskometer, pipet volumetrik, cawan, dan botol ukuran kecil.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini diawali dari preparasi kulit ikan mahi-mahi yaitu kulit ikan dicuci dan dibersihkan dari sisik, sisa daging dan kotoran lainnya. Selanjutnya kulit ikan dipotong dengan ukuran 2x3 cm. Kulit ikan mahi-mahi kemudian direndam dalam larutan asam asetat sesuai perlakuan dengan perbandingan kulit dan larutan asam asetat adalah 1:4. Kulit ikan dicuci dengan air mengalir hingga pH kulit ikan mencapai 5-6. Kulit ikan ditambahkan aquades dengan perbandingan 1:3 dan diekstraksi menggunakan waterbath dengan suhu 80oC selama 3 jam. Kulit ikan disaring dengan kertas saring untuk memisahkan kulit ikan dan larutan gelatin. Larutan gelatin dikeringkan menggunakan oven dengan suhu 50oC selama 48 jam. Lembaran gelatin yang diperoleh dihancurkan hingga menjadi kristal-kristal kecil. Gelatin disimpan di dalam botol kecil.
Variabel yang Diamati
Variabel yang diamati meliputi rendemen (Sudarmadji et al., 1997), nilai pH (Apriyantono et al., 1989), kekuatan gel (British Standar 757, 1975), viskositas (British Standar 757, 1975), kecerahan (Soekarto, 1990), kadar air dengan metode pengeringan (Sudarmadji et al., 1997), kadar abu dengan metode pengabuan kering (Sudarmadji et al., 1997), kadar protein dengan metode mikro-kjeldhal (Sudarmadji et al., 1997).
Rancangan Percobaan
Rancangan pada penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) pola Faktorial dengan dua faktor yaitu konsentrasi asam asetat dan lama perendaman. Faktor pertama yaitu konsentrasi asam asetat terdiri atas 3 taraf yaitu 0,5%), 1%, 1,5% sedangkan faktor kedua yaitu lama perendaman terdiri atas 3 taraf yaitu 12 jam, 18 jam, 24 jam. Perlakuan ini diulang sebanyak 2 kali sehingga diperoleh 18 unit percobaan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis terhadap rendemen, nilai pH, kekuatan gel, viskositas, kecerahan, kadar air, kadar abu, kadar protein adalah sebagai berikut:
Rendemen
Rendemen merupakan salah satu cara untuk mengetahui apakah metode yang digunakan dalam penelitian ini efektif dalam hal menghasilkan gelatin. Hasil rendemen gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 1.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 1. Rendemen gelatin kulit ikan mahi-mahi (%) pada perlakuan konsentrasi asam asetat
dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap rendemen gelatin kulit ikan mahi-mahi. Rendemen tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 26,38% dan rendemen terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 18,18%.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat yang digunakan menyebabkan larutan asam asetat masuk ke dalam struktur kulit sehingga kulit ikan menjadi semakin menggembung dan menyebabkan kulit ikan semakin hancur sehingga gelatin akan terlarut dalam larutan perendaman dan akan ikut terbuang pada saat
proses pencucian dengan air mengalir. Semakin lama perendaman maka nilai rendemen juga cenderung menurun. Menurunnya nilai rendemen yang dihasilkan disebabkan oleh banyaknya jaringan fibril kolagen yang rusak dengan meningkatnya waktu perendaman sehingga jumlah komponen kolagen yang terlarut dalam asam lebih tinggi (Azara, 2017).
Nilai pH
Nilai pH gelatin merupakan salah satu parameter yang penting dalam standar mutu gelatin. Menurut Astawan dan Aviana (2002) nilai pH gelatin akan sangat berpengaruh terhadap aplikasi gelatin pada produk pangan. Nilai pH gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 2.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 2. Nilai pH gelatin kulit ikan mahi-mahi pada perlakuan konsentrasi asam dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai pH gelatin kulit ikan mahi-mahi. Nilai pH tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 5,13 dan nilai pH terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 4,7.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama perendaman maka nilai pH gelatin kulit ikan mahi-mahi yang dihasilkan akan semakin rendah. Pada proses perendaman terjadi proses swelling menyebabkan sisa larutan asam terserap dalam kolagen yang mengembang dan
terperangkap di dalam jaringan fibril kolagen sehingga pada proses pencucian tidak mudah tercuci dan ikut terekstraksi sehingga akan mempengaruhi tingkat keasaman gelatin (Azara, 2017).
Kekuatan Gel
Kekuatan gel sangat penting dalam penentuan perlakuan yang terbaik dalam proses pembuatan gelatin, karena salah satu sifat penting gelatin adalah mampu mengubah cairan menjadi padatan atau mengubah bentuk sol menjadi gel yang bersifat reversibel. Hasil kekuatan gel gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 3.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 3. Kekuatan gel gelatin kulit ikan mahi-mahi pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
terhadap kekuatan gel gelatin kulit ikan mahi-mahi. Kekuatan gel gelatin tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5%
dengan lama perendaman 12 jam sebesar 107,12 bloom dan kekuatan gel terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 43,71 bloom. Kekuatan gel yang dihasilkan telah sesuai dengan standar gelatin Tipe A yaitu 50,0-300 bloom.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat dan semakin lama perendaman maka kekuatan gel gelatin kulit ikan mahi-mahi yang dihasilkan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan terjadinya proses pemutusan rantai polimer asam amino dengan bertambahnya konsentrasi asam sehingga ikatan antara molekul-molekul polimer penyusun kolagen terpecah menjadi rantai monomer asam amino yang sangat pendek dan akan mengalami kerusakan sehingga berat molekul rendah dan menyebabkan proses pembentukkan gel berkurang (Sompie et al.,
2012). Semakin lama perendaman juga menghasilkan kekuatan gel yang cenderung menurun. Hal ini dikarenakan semakin lama asam asetat berinteraksi dengan kolagen, maka menyebabkan terputusnya rantai polimer asam amino sehingga ikatan antara molekul polimer penyusun kolagen terpecah dan mengalami kerusakan sehingga berat molekul rendah dan menyebabkan proses pembentukkan gel berkurang (Sompie et al., 2012).
Viskositas
Viskositas merupakan sifat fisik gelatin yang penting setelah kekuatan gel. Menurut Schrieber dan Garies (2007) viskositas merupakan kemampuan menahan dari suatu cairan untuk mengalir. Hasil viskositas gel gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 4.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 4. Viskositas gelatin kulit ikan mahi-mahi (cP) pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap viskositas gelatin kulit ikan mahi-mahi. Gambar 5 menunjukkan bahwa viskositas tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 16,4 cP. Viskositas terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 8.4 cP.
Menurut Peranginangin et al (2007), semakin tinggi konsentrasi asam maka struktur rantai asam amino semakin terbuka yang menyebabkan pemotongan rantai asam amino semakin banyak
sehingga dihasilkan rantai yang lebih pendek dan berat molekul kolagen akan menjadi berkurang yang berakibat rendahnya nilai viskositas. Semakin lama perendaman juga menyebabkan semakin rendahnya viskositas. Hal ini terjadi karena semakin lamanya asam asetat berinteraksi dengan kolagen maka menyebabkan semakin banyak rantai asam amino yang terpotong sehingga rantai asam amino semakin pendek dan berat molekul kolagen berkurang yang berakibat rendahnya nilai viskositas.
Kecerahan
Kecerahan gelatin merupakan salah satu parameter yang penting dalam standar mutu
gelatin. Menurut BSN (1995) salah satu sifat fisik gelatin adalah transparan, tidak berwarna hingga kuning pucat. Kecerahan gelatin diukur
dengan nilai L. Nilai L merupakan tingkat kecerahan gelatin yang menyatakan tingkat gelap sampai terang dengan kisaran 0-100 (Soekarto, 1990). Hasil nilai L gelatin dapat dilihat pada Gambar 5.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 5. Nilai L gelatin kulit ikan mahi-mahi pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman.
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap nilai L gelatin. Nilai L tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 29,77 sedangkan nilai L terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 12,72.
Tingkat kecerahan gelatin dipengaruhi oleh adanya reaksi pencoklatan. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap reaksi pencoklatan pada gelatin adalah pH. pH yang semakin menjauhi pH netral akan menyebabkan warna gelatin menjadi gelap. Semakin kuat konsentrasi larutan asam akan menghasilkan warna yang semakin gelap, hal ini dimungkinkan terjadi karena reaksi pemutusan ikatan peptida berlangsung sangat cepat sehingga struktur kolagen mengalami kerusakan. Saat proses hidrolisis terjadi pemutusan ikatan peptida oleh enzim protease yang menghasilkan gugus amina
yang merupakan prekursor reaksi maillard, dimana pada keadaan ini gugus amina protein bereaksi dengan gugus aldehid atau keton dari gula pereduksi yang menghasilkan warna yang semakin gelap. Retno (2012) melaporkan juga bahwa suhu yang semakin tinggi menyebabkan reaksi akan semakin cepat sehingga warna gelatin yang dihasilkan semakin gelap karena adanya kerusakan pada kolagen. Selain itu gelatin tipe A dengan pH sekitar 4,8-5 merupakan pH yang tepat untuk menghidrolisis kolagen agar menghasilkan mutu gelatin yang baik (Retno, 2012).
Kadar Air
Kadar air pada gelatin akan berpengaruh terhadap daya simpan, hal ini disebabkan kandungan air pada gelatin berkaitan dengan aktivitas metabolisme yang terjadi selama gelatin tersebut disimpan. Hasil kadar air gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 6.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 6. Kadar air gelatin kulit ikan mahi-mahi (%) pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyatav(P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar air gelatin kulit ikan mahi-mahi. Kadar air tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 10,79 % sedangkan kadar air terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 8,62%.
Proses perendaman merupakan proses penggembungan dimana larutan asam asetat akan masuk ke dalam sel dan menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan hidrogen pada rantai peptida. Semakin tinggi konsentrasi asam maka akan menyebabkan ion H+ dari larutan asam berinteraksi dengan kolagen dimana sebagian ikatan hidrogen dalam tropokolagen akan terhidrolisis menghasilkan rantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur triple heliksnya sehingga terjadinya penggembungan yang lebih besar terhadap kulit
dan menyebabkan banyak kandungan pelarut masuk ke dalam struktur kulit. Semakin lama perendaman akan menyebabkan semakin lamanya waktu kontak ion H+ dengan kulit yang menyebabkan semakin meningginya kadar air karena ikatan hidrogen dalam tropokolagen akan terhidrolisis menghasilkan rantai-rantai tropokolagen yang mulai kehilangan struktur triple heliksnya sehingga akan terjadinya penggembungan yang lebih besar terhadap kulit dan menyebabkan banyak pelarut masuk ke dalam kulit.
Kadar Abu
Abu adalah zat organik yang tidak ikut terbakar dalam proses pembakaran zat organik. Nilai kadar abu suatu bahan pangan menunjukkan besarnya jumlah mineral yang terkandung dalam suatu bahan pangan tersebut (Apriyantono, 1989). Hasil kadar abu gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 7.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
■ 24 Jam
Gambar 7. Kadar abu gelatin kulit ikan mahi-mahi pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh nyata (P<0,05).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kadar abu gelatin kulit ikan mahi-mahi. Kadar abu tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 2,37% sedangkan kadar abu terendah diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 1,08%.
Semakin tinggi konsentrasi asam asetat maka kadar abu juga meningkat, hal ini dimungkinkan terjadi karena makin tinggi konsentrasi asam asetat maka makin banyak ion CH3COO- yang mengikat ion logam sehingga makin banyak
terbentuk kompleks dengan logam. Semakin lama perendaman juga menyebabkan semakin meningkatnya kadar abu, hal ini dimungkinkan karena semakin lamanya asam asetat kontak dengan kulit ikan, semakin banyak ion CH3COO- yang mengikat ion logam sehingga makin banyak terbentuk kompleks dengan logam. (Eastoe dan Leach, 1977 dalam Fahrul, 2005).
Kadar Protein
Gelatin salah satu jenis protein konversi yang dihasilkan melalui proses hidrolisis. Hasil analisis kadar protein gelatin kulit ikan mahi-mahi dapat dilihat pada Gambar 8.

■ 12 Jam
■ 18 Jam
24 Jam
Gambar 8. Kadar protein gelatin kulit ikan mahi-mahi pada perlakuan konsentrasi asam asetat dan lama perendaman
Keterangan: Notasi yang berbeda menunjukan perlakuan berpengaruh sangat nyata (P<0,01).
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa interaksi antara konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap kadar protein gelatin kulit ikan mahi-
mahi. Kadar protein tertinggi diperoleh pada perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dengan lama perendaman 12 jam sebesar 90,4% sedangkan kadar protein terendah diperoleh pada
perlakuan konsentrasi asam asetat 1,5% dengan lama perendaman 24 jam sebesar 80,46%.
Semakin tinggi konsentrasi asam akan menyebabkan semakin menyusutnya serabut kolagen dan terjadi proses pemutusan rantai polimer asam amino sehingga ikatan antara molekul-molekul polimer penyusun kolagen terpecah menjadi rantai monomer asam amino yang sangat pendek dan akan mengalami kerusakan (Sompie et al,. 2012). Semakin lama perendaman juga menyebabkan semakin menyusutnya serabut kolagen dan terjadi proses pemutusan rantai polimer asam amino sehingga ikatan antara molekul-molekul polimer penyusun kolagen terpecah menjadi rantai monomer asam amino yang sangat pendek dan akan mengalami kerusakan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: interaksi konsentrasi asam asetat dan lama perendaman berpengaruh sangat nyata terhadap rendemen, nilai pH, kekuatan gel, viskositas, intensitas warna, kadar air, kadar protein dan berpengaruh nyata terhadap kadar abu gelatin kulit ikan mahi-mahi. Perlakuan yang menghasilkan rendemen, nilai pH, kekuatan gel, viskositas, kecerahan, kadar air, kadar abu, dan kadar protein gelatin kulit ikan mahi-mahi terbaik adalah perlakuan konsentrasi asam asetat 0,5% dan lama perendaman 12 jam dengan rendemen 26,38%, nilai pH 5,13, kekuatan gel 107,12 bloom, viskositas 16,4 cP, kecerahan 29,77, kadar air 8,47%, kadar abu 1,08%, dan kadar protein 90,4%.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai eliminasi bau amis dan bau asam pada gelatin kulit ikan mahi-mahi agar lebih mudah diaplikasikan kedalam suatu produk serta analisis logam berat pada gelatin kulit ikan mahi-mahi. Perlu dilakukan pula penelitian mengenai aplikasi gelatin kulit ikan mahi-mahi pada berbagai produk pangan.
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono, A.,D. Fardiaz., N.L Puspitasari.,S. Yasni., dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. IPB Press, Bogor.
Astawan, M. dan T. Aviana. 2002. Pengaruh Jenis Larutan Perendaman Serta Metode Pengeringan terhadap Sifat Fisik, Kimia, dan Fungsional Gelatin dari Kulit Cucut. Seminar Nasional PATPI, Malang.
Azara, R. 2017. Pembuatan dan Analisis Sifat Fisikokimia Gelatin dari Limbah Kulit Ikan Kerapu (Ephinephelus Sp.). J. Rekapangan. 11(1): 62-69.
Badan Standardisasi Nasional. SNI 063735. 1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin. Dewan Standarisasi Nasional, Jakarta.
British Standar 757. 1975. Sampling and Testing of Gelatins.
Estoe, J.E., dan A.A. Leach. 1977. Chemical Constitution of Gelatin. Di dalam Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga) dan Karakteristiknya Sebagai Bahan Baku Industri Farmasi. Fahrul. Tesis. Sekolah Pascasarjana. IPB, Bogor.
Hasdar, M. 2012. Karakteristik Edible Film yang Diproduksi dari Kombinasi Gelatin Kulit Kaki Ayam dan Soy Protein Isolate. Tesis. Fakultas Peternakan, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kareem, A.A dan B. Rajeev, B. 2009. Fish Gelatin: Properties, Challenges and Prospects as an Alternative to Mammalian Gelatins. Journal of Food Hydrocolloids. 23 (3): 563-576
Prayitno. 2007. Ekstraksi Kolagen Cakar Ayam dengan Berbagai Jenis Larutan Asam dan Lama Perendaman. Animal Production. 9 (2) : 99 – 104
Peranginangin, R. 2007. Teknologi Ekstraksi Gelatin Secara Asam dari Kulit Ikan Sebagai Bahan Pangan dan Farmasi. Prosiding Simposium Nasional Hasil Riset Kelautan dan Perikanan. Hal. 377–392.
Retno, D. T., 2012. Pembuatan Gelatin dari Tulang Ayam Boiler dengan Proses Hidrolisa. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Sains dan Teknologi. Universitas Pembangunan Nasional, Yogyakarta.
Schrieber, R., dan H. Gareis. 2007. Gelatine Handbook, Theory and Industrial Practice,
WILEY-VCH Verlag GmbH & Co.KGaA, Weinheim.
Setiawati, I. H. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan Kakap Merah (Lutjanus sp.) Hasil Proses Perlakuan Asam. Skripsi. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Simanjuntak, B. 2013. Pengolahan Kolagen Kulit Ikan Nila Merah. Balai Besar Penelitian Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan, Jakarta.
Soekarto, S. 1990. Dasar-dasar Mutu dan Standarisasi Mutu Pangan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sompie, M., Triatmojo, S., Pertiwiningrum , A., dan Prananto, Y. 2012. Pengaruh Umur Potong dan Konsentrasi Larutan Asam Asetat terhadap Sifat Fisik dan
KimiaGelatin Kulit Babi. Jurnal Sains Peternakan. Vol. 10 (2): 15-22.
Sudarmadji, S., B. Haryono, dan Suhardi. 1997. Prosedur Analisa untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.
Surono., N. Djazuli., D. Budiyanto., Widarto., Ratnawati,. U.S. Aji., A.M. Suyuni, dan Sugiran. 1994. Penerapan Paket Teknologi Pengolahan Gelatin dari Ikan Cucut. Laporan BBMHP, Jakarta.
Ward A.G dan A. Courts. 1977. The Science and Technology of Gelatin. Academic Press, New York.
Zhou, P dan J.M. Regeinstein. 2005. Effects of Alkaline and Acid Pretreatments on Alaska Pollock Skin Gellatin Extraction. Journal of Food Science. Vol. 70 (6): 392396.
262
Discussion and feedback