Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bubuk Kunyit (Curcuma domestica Val.)
on
JurnalIlmiahTeknologiPertanian AGROTECHNO
Volume 2, Nomor 2, Oktober 2017
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bubuk Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Lutfi Suhendra
Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Universitas Udayana Email: lutfi_s@unud.ac.id
Info Artikel
Diserahkan: 28 Juli 2017
Diterima dengan revisi: 12 September2017 Disetujui: 29 September 2017
ABSTRACT
This study aims to find out the effect of the concentration of solution and drying temperature in the process of turmeric extraction and to find out the same for producing extract with optimal rendemen and antioxidant activity. The experiment used completely random design and the factorial pattern with the first factor being the solution concentration which consisted of 6 levels, that is, in the concentration of 0%, 30%, 50%, 70%, and 90%. The second factor was the drying temperature which consisted of three levels, they are: 40oC, 50oC, and 60oC with two time repetition. In the examination of the antioxidant activity of turmeric extract, the following tests were done: total phenol (Julkunen-Tito method), the ability of capturing free radical diphenylpikrihidrazil (DPPH), ferry thiosianat method (FTC), and thobarbituric acid method (TBA). The results showed that the concentration of solution and drying temperature affects all parameters under observation, except for the rendemen that is not affected by solution concentration, and there was interaction of treatment in all the parameters observed. Test of FTC and TBA showed that there was antioxidant activity in the turmeric extract where it was able to inhibit the formation of peroxide and malonaldehyde in the oxidization reaction of fatty acid. The turmeric extract with the optimal antioxidant activity was obtained at the treatment of concentration 50% at the temperature of 60oC with the rendemen value of 7.92%, the total amount of phenol 2.82% and the value of DPPH of 1.13%.
Kata Kunci : Curcuma domestica Val., antioxidant, radical scavenging, extraction, temperature
PENDAHULUAN
Kunyit mengandung senyawa kimia yaitu minyak atsiri dan kurkuminoid yang mengandung senyawa kurkumin dan turunannya. Hasil penelitian Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro) menyatakan bahwa kandungan kurkumin rimpang kunyit rata-rata 10,92 % (Rukmana,1994). Senyawa-senyawa kurkumi-noid tersebut diketahui mempunyai potensi sebagai antioksidan, anti-inflammatory, anti kanker, anti mutagen, hipokolesterolemik dan untuk penyembuhan penyakit hepatitis (Safitriani, 2005). Kurkumin sangat disukai oleh industri-industri yang berbahan baku rempah-rempah yang dimanfaatkan pada
industri makanan, industri tekstil, industri farmasi dan obat-obatan (Purseglove et al., 1981 dalam Widyastuti, 1995). Sifat-sifat minyak curcumin merupakan bahan antioksidan dan anti bakteri (Rismunandar, 1996).
Senyawa antioksidan dari bahan-bahan alami mendapat perhatian sangat besar, disebabkan karena antioksidan alami lebih aman dalam penggunaan. Berbeda dengan senyawa antioksidan sintetik apabila digunakan dalam waktu yang lama dan dalam dosis tinggi dapat menyebabkan mutagenetik dan karsiogenetik. Antioksidan alami dapat diperoleh diantaranya dari rempah-rempah (Hall, 2001). Antioksidan alami telah banyak diteliti dan terbukti mempunyai kemampuan antioksidan yang
Lutfi Suhendra. 2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Bubuk Kunyit (Curcuma domestica Val.) .Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. Vol. 2, No. 2 (2017) hal. 238-247
tinggi seperti cathechin pada teh, curcumanoid pada kunyit, β-caroten pada worteldan gingerol pada jahe (Kikuzaki dan Nakatani, 1993 ) Kurkuminoid merupakan senyawa polifenol, senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetika, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol adalah sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari ion-ion logam yang rusak. Kelompok tersebut sangat mudah larut dalam air dan lemak, serta dapat bereaksi dengan vitamin C dan E (Hernani dan Rahardjo, 2005).
Proses pembuatan ekstrak kunyit, mulai dari pemanenan sampai bubuk sangat memungkinkan terjadinya degradasi kurkumi-noid dan mengalami penurunan aktivitas antioksidan karena proses penggunaan suhu tinggi saat pengeringan, hal ini sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lee et al. (1986) pada ekstrak jahe dengan pemanasan pada suhu 100 0C selama 10 menit, secara nyata mengurangi kandungan antioksidan hampir 20 % nya. Menurut Buescher dan Yang,(1990); Price dan Buescher,(1996) dalam Saftriani (2005) stabilitas kurkuminoid terbatas dan mudah mengalami kerusakan akibat adanya cahaya, panas, oksigen dan peroksida.
Dalam pembentukan bubuk kunyit faktor yang perlu diperhatikan agar mendapatkan aktivitas antioksidan yang tinggi adalah jenis pelarut, konsentrasi dan suhu pengeringan. Pelarut yang digunakan dalam mengekstrak kurkuminoid dari kunyit adalah etanol dan air. Menurut Majeed et al. (1995) dalam Saftriani (2005) etanol dan aseton merupakan pelarut yang baik bagi kurkuminoid, penggunan pelarut etanol lebih aman digunakan untuk bahan pangan.
Tujuan penelitian ini untuk mengetahui konsentrasi pelarut dan suhu pengeringan yang tepat agar diperoleh ekstrak kunyit dengan aktivitas antioksidan dan rendemen yang optimal, sehingga dapat digunakan sebagai bahan pangan yang baik bagi tubuh. Diharapkan dari penelitian ini dapat memberikan informasi manfaat ekstrak kunyit dan proses pengolahan yang tepat sehingga produk yang dihasilkan mampu memberi nilai tambah bagi kesehatan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Analisa Pangan Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Jl. PB Sudirman, Denpasar. Waktu pelaksanaan penelitian dimulai dari September – Nopember 2006.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu rimpang kunyit (Curcuma domestica Val.) varietas lokal yang diperoleh dari Desa Sulangai, Kabupaten Badung. Bahan kimia yang digunakan adalah minyak kedelai (Sunripe), tiobarbituric acid dari Merck, buffer fosfat, etanol dari Brathaco Chemical, Folin ciocalteu phenol dari Merck, asam gallat dari Sigma, sodium karbonat dibeli dari Merck, Butylated Hidroxy Taluene (BHT) dari Brathaco Chemical, radikal DPPH (2,2-dhiphenil-1-picryldhydrazyl radical) dibeli dari Sigma, ferry thiosianat dari Merck, potasium phosphate dari Sigma, ammonium thiosianat dari Merck, TCA dari Merck.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan pada penelitian menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) pola faktorial dengan dua kali ulangan. Faktor 1 adalah konsentrasi pelarut dan faktor 2 adalah suhu pengeringan dengan perbandingan 1:1 antara kunyit dengan pelarut.
Faktor 1: Konsentrasi pelarut etanol (K) terdiri dari 6 level yaitu :
K 1: Konsentrasi etanol 0%
K2 : Konsentrasi etanol 10%
K3 : Konsentrasi etanol 30%
K4 : Konsentrasi etanol 50%
K5 : Konsentrasi etanol 70%
K6 : Konsentrasi etanol 90%
Faktor 2: Suhu pengeringan (S) terdiri dari 3 level yaitu :
-
S1 : Suhu pengeringan 40oC
-
S2 : Suhu pengeringan 50oC
-
S3 : Suhu pengeringan 60oC
Masing-masing percobaan dilakukan ulangan 2 kali,sehingga diperoleh 36 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan sidik ragam. Apabila terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan maka analisis dilanjutkan
dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) (Sugandi dan Sugiarto, 1994).
PelaksanaanPenelitian
Rimpang kunyit segar dicuci, kemudian dikeringkan dan ditimbang. Selanjutnya diirisiris lalu diblanching sekitar 3 menit dengan suhu 80oC, setelah itu kunyit dihancurkan dengan blender. Setelah halus kunyit diekstrak dengan etanol 0%, 10%, 30%, 50%, 70%, 90% selama satu jam. Kunyit yang telah diekstrak lalu disaring menggunakan kain saring sehingga diperoleh sari kunyit.
Sari kunyit yang dihasilkan kemudian dimasukkan ke dalam oven dengansuhu 40oC,50oC dan60oC sampai bahan menjadi kering, lalu hasil kunyit yang telah dioven ditumbuk dan diayak dengan alat ayakan yang berukuran 60 mesh sehingga dihasilkan bubuk kunyit. Diagram alir proses pembuatan bubuk ekstrak kunyit dapat dilihat pada Gambar 1.
Parameter
Parameter yang diamati adalah penentuan total fenol ekstrak kunyit (metode Julkunen-Tiito, 1985), penentuan kemampuan menangkap radikal bebas DPPH (Yun, 2001), pengujian aktivitas antioksidan dengan metode ferry thiosianat (FTC) (Kikuzaki dan Nakatami, 1993) yang dimodifikasi, pengujian aktivitas antioksidan dengan metode TBA (Kikuzaki dan Nakatami, 1993) yang dimodifikasi.
Rimpangkunyit
Gambar 1. Diagram alir pembuatan bubuk ekstrak kunyit
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen Bubuk Kunyit
Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan suhu pengeringan berpengaruh sangat nyata (P<0,01)dan konsentrasi berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap rendemen ekstrak kunyit. Interaksi yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada pada Tabel 1.
Tabel 1. Nilai persentase rendemen ekstrak kunyit pada perlakuan konsentrasi dan suhu
Suhu (S) |
KonsentrasiPelarutEtanol (K) |
Rerata | |||||
0% (K1) |
10% (K2) |
30% (K3) |
50% (K4) |
70% (K5) |
90% (K6) | ||
40oC (S1) |
4.493abc |
4.495abc |
4.389abc |
4.357abc |
4.071ab |
3.438a |
4.207A |
50oC (S2) |
6.456abc |
5.182abc |
5.376abc |
5.046abc |
4.340ab |
4.773abc |
5.196A |
60oC (S3) |
8.653c |
8.121bc |
8.566c |
7.829abc |
7.425abc |
7.307abc |
7.984B |
Rerata |
6.534A |
5.933A |
6.111A |
5.744A |
5.279A |
5.173A |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan
perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
Pada interaksi rata-rata rendemen pada Tabel 1 diketahui hasil rendemen yang terbesar terdapat pada K1S3 dan K3S3yaitu sebesar 8,6538% dan 8,5668%. Pada Gambar 2 dan 3 menunjukkan
grafik pengaruh konsentrasi pelarut dan suhu pengeringan terhadap rendemen pada ekstrak bubuk kunyit.
Gambar 2. Grafik pengaruh konsentrasi pelarut terhadap rendemen ekstrak bubuk kunyit
Gambar 3. Grafik pengaruh suhu pengeringan terhadap rendemen ekstrak kunyit
Berdasarkan gambar diatas terlihat bahwa pada konsentrasi etanol ekstrak kunyit cenderung menunjukkan semakin rendah dengan semakin meningkatnya konsentrasi pelarutterhadap rendemen. Rendemen tertinggi terdapat pada konsentrasi 0% (aquades) hal ini kemungkinan disebabkan senyawa dalam bahan selain
kurkuminoid seperti karbohidrat, protein dan mineral yang larut dalam air ikut terekstrak dan tidak ikut menguap saat dikeringkan dengan oven.
Total Fenol Ekstrak Bubuk Kunyit
Hasil analisis sidik ragammenunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01),terhadap kadar polifenol ekstrak kunyit. Interaksi yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada hasil analisis sidik ragam pada Tabel 2.
Lama pengeringan ekstrak kunyitpada suhu 40oCadalah 18 jam,50oC adalah 14 jam dan60oC adalah 10 jam sehingga ekstrak kunyit dihasilkan memiliki kadar air antara 8-9%. Nilai rendemen tertinggi diperoleh pada suhu pengeringan 60oC, hal ini disebabkan waktu pengeringan yang singkat menyebabkan kerusakan dan penguapan senyawa fenol atau senyawa lain yang terkandung pada ekstrak lebih sedikit. Konsentrasi pelarut ternyata tidak berpengaruh terhadap rendemen ekstrakkunyit hal ini disebabkan pada konsentrasi etanol yang meningkat menyebabkan banyak komponen yang larut dalam etanol tersebut seperti beberapa jenis minyak atsiri, namun komponen ini akan menguap lagi pada saat pengeringan. Hasil serupa juga ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan Safitriani (2005) dengan menggunakan ekstrak etanol pada simplisia temulawak.
Tabel 2. Nilai persentase total fenol ekstrak kunyit pada perlakuan konsentrasi dan suhu
Suhu (S) |
KonsentrasiPelarutEtanol (K) |
Rerata | |||||
0% (K1) |
10% (K2) |
30% (K3) |
50% (K4) |
70% (K5) |
90% (K6) | ||
40oC (S1) |
1.806 c |
3.250 j |
1.250 b |
1.126 b |
2.303efg |
2.164 de |
1.983 A |
50oC (S2) |
2.498fgh |
1.873 c |
2.836i |
1.829 c |
0.597 a |
2.232ef |
1.978 A |
60oC (S3) |
1.922 cd |
2.524gh |
0.790 a |
2.819i |
2.641 hi |
1.835 c |
2.089 B |
Rerata |
2.075 C |
2.549 D |
1.625 A |
1.925 B |
1.847 B |
2.077 C |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
Berdasarkan Tabel 2 rerata perlakuan suhu menunjukkan, kadar polifenol tertinggi diperoleh pada suhu 60 oC. Hal ini disebabkan, pada proses tersebut penguapannya paling singkat sehingga senyawa yang mengandung
polifenol tidak banyak hilang atau rusak. Rerata perlakuan konsentrasi pelarut menunjukkan kadar polifenol tertinggi terdapat pada konsentrasi 10%. Hal ini berarti sifat kelarutan fenol pada ekstrak kunyit lebih cenderung
bersifat polar, sehingga pada konsentrasi etanol yang kecil (10%) banyak senyawa fenol yang larut. Interaksi pada kedua perlakuan menunjukkan total fenol tertinggi diperoleh pada kombinasi perlakuan K2S1 yaitu sebesar 3,250%. Hal ini kemungkinan disebabkan titik didih senyawa fenol dalam ekstrak kunyit rendah sehingga pada pengeringan suhu rendah (40oC) senyawa fenol yang menguap atau rusak lebih sedikit.
Gambar 4. Grafik pengaruh konsentrasi pelarut terhadap kadar total polifenol
Pada Gambar 4 dan 5 menunjukkan grafik pengaruh konsentrasi dan suhu pengeringan terhadap rata-rata polifenol pada ekstrak bubuk kunyit.
Menurut Tranggono et al. (2005) makin tinggi kadar antosianin (penelitian pada buah duwet yang masak) maka kadar polifenolrendah dan aktivitas antioksidanya tinggi
2.1

2.08
2.06
2.04
2.02
2
1.98
1.96
1.94
1.92
40

50
60
Suhu pengeringan (derajat celcius)
Gambar 5. Grafik pengaruh suhu pengeringan terhadap kadar total polifenol
Berdasarkan Gambar 4 dan 5 terlihat bahwa kecenderungan kadar polifenol meningkat pada suhu 60oC.Hal ini kemungkinan disebabkan waktu pengeringan yang relatifsingkat sehingga polifenol tidak banyak yang menguap. Padasuhu 40oC dan 50oC, rata-rata kadar polifenolnya rendahkemungkinan disebabkan waktu pengeringan relatif lama sehingga kebanyakan polifenolnya banyak menguap bersama etanol.
Aktivitas Antiradikal (Uji DPPH)
Hasil analisis sidik ragammenunjukkan bahwa perlakuan konsentrasi dan suhu berpengaruh sangat nyata (P<0,01),terhadap kemampuan menangkap radikal bebas DPPH ekstrak kunyit. Interaksi yang terjadi pada kedua perlakuan tersebut dapat dilihat pada hasil analisis sidik ragam pada Tabel 3.
Tabel 3. Nilai persentase aktivitas antiradikal ekstrak kunyit pada perlakuan konsentrasi dan suhu
Suhu (S) |
Konsentrasi Pelarut Etanol (K) |
Rerata | |||||
0% (K1) |
10% (K2) |
30% (K3) |
50% (K4) |
70% (K5) |
90% (K6) | ||
40oC (S1) |
1.097fgh |
1.105hi |
1.123ijk |
1.136klm |
1.148jk |
1.134ij |
1.124C |
50oC (S2) |
0.908bc |
0.816a |
0.924cd |
0.941d |
1.111gh |
1.100efg |
0.967A |
60oC (S3) |
1.163m |
1.154m |
1.134kl |
1.130k |
0.976d |
0.819a |
1.063B |
Rerata |
1.056BC |
1.025A |
1.061C |
1.069D |
1.078E |
1.018A |
Keterangan : Huruf yang sama di belakang nilai rata-rata pada baris dan kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata (P>0,05)
Kemampuan menangkap radikal bebas merupakan istilah lain untuk aktivitas antiradikal suatu senyawa, aktivitas ini diukur dengan nilai DPPH. Berdasarkan Tabel 3 rerata aktivitas antiradikal tertinggi terdapat pada suhu 40 oC. Data ini menunjukkan bahwa pada suhu pengeringan rendah senyawa polifenol yang
aktif sebagai antiradikal lebih tinggi jumlahnya, namun waktu pengeringan juga mempengaruhi aktivitas ini. Waktu pengeringan yang panjang menyebabkan aktivitasnya menurun. Hasil ini sesuai dengan penelitian Santosa et al. (2000) yang melaporkan bahwa pemanasan ekstrak jahe dalam air mendidih selama 20 atau 40
menit menunjukkan tidak berpengaruh terhadap penangkap radikal, namun pemanasan selama 60 menit pada kondisi sama aktivitas antioksidan menurun. Rerata perlakuan konsentrasi pelarut menunjukkan nilai DPPH tertinggi diperoleh dari perlakuan konsentrasi pelarut 70%. Kondisi ini menunjukkan bahwa aktivitas antiradikal tidak dipengaruhi oleh jumlah senyawa polifenol yang terkandung. Jumlah polifenol tinggi tidak otomatis mempunyai aktifitas antiradikal yang tinggi pula.
Pada interaksi konsentrasi dan suhu, aktivitas antioksidan tertinggi diperoleh pada perlakuan K1S3 dan K2S3 yaitu sebesar 1.163% dan 1.154%. Hal ini kemungkinan disebabkan senyawa antioksidan larut pada pelarut polar sehingga saat pengeringan tidak mudah menguap dan aktivitas antioksidannya tetap tinggi. Pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan grafik pengaruh konsentrasi pelarut dan suhu pengeringan terhadap daya kemampuan menangkap radikal bebas DPPH pada perlakuan konsentrasi dan suhu ekstrak bubuk kunyit.
Gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa pengaruh pelarut punya kecenderungan meningkatkan nilai DPPH sampai konsentrasi 70%, namun selanjutnya menurun. Hal ini berarti antiradikal ekstrak kunyit lebih bersifat non polar, artinya antiradikal dalam kunyit akan lebih banyak terekstrak dalam pelarut non polar.
Suhu dan waktu pengeringan berpengaruh terhadap nilai DPPH, pengeringan suhu 60 oC selama 10 jam ternyata nilai DPPH lebih besar dibanding suhu 50 oC selama 14 jam. Pada suhu 40oC menunjukkan nilai DPPH tertinggi tetapi waktu pengeringannya paling lama (18 jam), sehingga waktunya tidak efisien.
Pengukuran aktivitas antioksidan yang dilakukan dengan metode FTC bersasarkan terbentuknya peroksida yang merupakan hasil oksidasi asam linoleat dari minyak kedelai. Peroksida ini akan mengoksidasi ion ferro menjadi ferri, dan kemudian membentuk feritiosianat yang dapat diukur padasecara kuantitatif pada λ = 500 nm.
Gambar 6. Grafik pengaruh konsentrasi pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak bubuk kunyit
Gambar 7. Grafik pengaruh konsentrasi pelarut terhadap aktivitas antioksidan ekstrak bubuk kunyit
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kunyit dengan Metode Ferry Thiosianat
Hasil pengamatan pada aktivitas antioksidan pada metode uji feritiosianat (FTC) selama inkubasi, dapat dilihat pada Gambar 7:


Konsentrasi etanol 50%

Konsentrasi etanol 70%
1.400
1.200
1.000
0.800
f 0.600
0.400
0.200
0.000
—♦— 40 °C
—■— 50 °C
60 °C
Kontrol
BHT


Lama inkubasi (hari)
012345678
Lama inkubasi (hari)

Gambar 8. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit dengan metode FTC pada beberapa suhu
pengeringan
Pada Gambar 8 merupakan aktivitas antioksidan dengan perbedaan konsentrasi yang secara berturut-turut adalah konsentrasi 0%, 10%, 30%, 50%, 70% dan 90%. Berdasarkan grafik terlihat bahwa hasil pengamatan inkubasi pada kontrol (tidak diberi ekstrak kunyit) tertinggi, semakin lama semakin mengalami peningkatan. Hal ini berarti oksidasi asam lemak terus terjadi peningkatan sampai hari ke 8.Kemampuan BHT (antoksidan sintetik) untuk menurunkan oksidasi asam lemak sangat besar sehingga terlihat paling rendah dari perlakuan yang lainnya. Gambar 8 menunjukkan bahwa pada konsentrasi 50 oC dengan suhu 60 oC hampir
mendekati BHT. Hal ini disebabkan oleh aktivitas antioksidan yang tinggi dapat menurunkan terbentuknya peroksida dalam reaksi oksidasi asam lemak yang terjadi pada masa inkubasi. Dapat disimpulkan bahwa ekstrak kunyit dapat menghambat oksidasi asam lemak.
Kikuzaki dan Nakatami(1993) melaporkan bahwa aktivitas antioksidan pada ekstraksi dan fraksi jahe diukur menggunakan pengukuran FTC dengan metode TBA pada konsentrasi 0,02% dalam larutan etanol cair. Selama proses oksidasi, peroksida berangsur-angsur terpecah menjadi senyawa-senyawa dengan molekul
kecil. Nilai absorbansi rendah berindikasi level tinggi pada aktivitas antioksidan.
Aktivitas Antioksidan Ekstrak Kunyit dengan Metode TBA
Untuk mengetahui kemampuan antioksidan menghambat laju reaksi pembentukan malonaldehid acid (MDA) pada proses oksidasi
lipida digunakan uji thiobarburic acid (TBA). Hasil pengamatan pada aktivitas antioksidan pada metode uji thiobarburic acid (TBA) selama inkubasi.Hasil pengamatan pada aktivitas antioksidan pada metode uji thiobarburic acid (TBA)selama inkubasi, dapat dilihat pada Gambar 9 di bawah ini:






Gambar 9. Aktivitas antioksidan ekstrak kunyit dengan metode TBA pada beberapa suhu pengeringan
Pada Gambar 9 merupakan aktivitas antioksidan dengan perbedaan konsentrasi yang secara berturut-turut adalah konsentrasi 0%, 10%, 30%, 50%, 70% dan 90%. Makin besar absorbans pada pengujian TBA, makin kecil
aktivitas antioksidan yang disuplementasikan pada asam linoleat. Berdasarkan keenam grafik dibawah menunjukkan penambahan ekstrak kunyit mampu menghambat pembentukan MDA. Hal ini terlihat dari perbandingan kontrol
(tidak diberi ekstrak kunyit) dengan beberapa perlakuan ekstrak kunyit. Dari Gambar grafik dapat dilihat pada perlakuan dengan konsentrasi etanol 90% dan suhu pengeringan 60 oC hampir mendekati BHT (antioksidan sitetik). Hal ini disebabkan pada perlakuan tersebut aktivitas antioksidan mampu menghambat terbentuknya MDA yang terjadi pada masa inkubasi. Penelitian yang dilakukanZakaria et al. (2002) dengan menggunakan pelarutair dan diklorometanamempunyai aktivitas antioksidan yang serupayaitu terbukti mempunyai kemampuan dalam menghambat pembentukan MDA.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :
-
1. Konsentrasi pelarut dan suhu pengeringan berpengaruh terhadap aktivitas antioksidan, kecuali rendemen tidak dipengaruhi oleh konsentrasi pelarut, dan terjadi interaksi perlakuan pada semua parameter yang diamati.
-
2. Proses ekstraksi yang optimumuntuk
menghasilkan ekstrak kunyit adalah proses ekstraksi dengan konsentrasi pelarut etanol 50% dan suhu pengeringan 60oC selama 10 jam waktu pengeringan. Ekstrak kunyit hasil proses ini mempunyai rendemen 7.82%, jumlah total fenol 2,82%, kemampuan aktivitas antiradikal DPPH 1,13% dan mempunyai aktivitas tinggi dalam menghambat proses oksidasi lemak.
DAFTAR PUSTAKA
Hall, C.2001. Sources of Natural Antioxidant: Oil Seed, Nuts, Legumes, Animal Product and Microbial Sourcs in Pokorny, J., yanishlieva, N. dan Gordon, M. (ed.), Antioxidant in Food Practical Application. CRC Press, New York.
Hernani dan M. Rahardjo. 2005. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. PenebarS wadaya, Jakarta.
Julkunen-Tiitto, R.1985. Phenolic Constutuens in the leaves of Northen Willows: methods for the analysis of Certain
Ohenolics. J. Agic. Food. Chem. 33:213217.
Kikuzaki, H. dan N. Nakatami.1993. Antioxidant Effects of Some Ginger Constituents. J. Food science. 58 (6):1407-1410.
Lee, Y.B., Y.S. Kimdan C.R. Ashmore. 1986 Antioxidant Property in GingerRhizome and Its Application to Meat Products. J. Food Science. 51(1):20-23.
Rukmana, R. 1994. Kunyit. Penerbit Kanisius, Jogjakarta.
Rismunandar. 1996. Rempah-Rempah
Komoditi Indonesia. Sinar Baru
Algesindo, Bandung.
Saftriani R.R.2005. Potensi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza) Sebagai Sumber Antioksi dan Alami. Tesis Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta.
Santosa, U., Sukardi dan S.Anggrahani. 2000. Pengaruh Pemanasan Terhadap Daya Tangkap Radikal Ekstrak Beberapa Macam Rimpang. Seminar Nasional Industri Pangan.
Sugandi, E. dan Sugiarto.1994. Rancangan Percobaan Teori dan Aplikasi. Andi Offset, Yogjakarta.
Tranggono, Lydia, N. L. Suparmo dan S. Sri. 2005. Perubahan Aktivitas Antioksidan, Kadar Antosianin Dan Polifenol Pada Beberapa Tingkat Kemasakan Buah Duwet (Syzygium cumini). Majalah Ilmu dan Teknologi Pertanian, Vol. 25, No.4 th 2005. Universitas Gadjah Mada, Jogjakarta.
Widyastuti. 1995. Mempelajari Pengaruh Perbandingan Serbuk Kunyit (Curcuma domestica Val.) Dengan Pelarut dan Lama Ektraksi Terhadap Produksi Kurkumin. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Yun, L.2001. Free Radical Scavenging Properties of Conjugated Linoic Acids. J. of Agric. and Food Chem. 49:3452-3456.
Zakaria, F.R., T.S. Aisyah dan M.Deddy, 2002. Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Diklhorometana dan Air Jahe (Zingiber officinale Roscoe) pada Asam Linoleat.
Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, Vol. XIII, No.2 th 2002.
246
Discussion and feedback