Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2017

ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023

Pemanfaatan Bekatul Jagung dan Ragi Cap Jago untuk Pembuatan Ragi Tempe dan Karakteristik Tempe yang Dihasilkan

Utilization of Corn Bran and Yeast Cap Jago on Tempe Yeast Production and Tempe Characteristics Produced

Fika Amaliyah, Ni Wayan Wisaniyasa, Ni Luh Ari Yusasrini

Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi pertanian, Universitas Udayana Email:wisaniyasa@unud.ac.id

Info Artikel

Diserahkan:   28 Juli 2017

Diterima dengan revisi:   12 September2017

Disetujui:   29 Oktober 2017

ABSTRACT

This study aims to determine the exact concentration of Cap Jago tempe yeast on corn bran substrate that is able to produce tempe yeast with the most total mold and to know the concentration of tempe yeast with corn bran substrate which produce tempe with the best characteristic. The study consisted of 2 step each of which used a complete randomized design. The first step is to addition concentration of Cap Jago tempe yeast are 5%, 10%, 15%, 20% and 25% with 3 replications to obtain 15 experimental units. The second step to applied selected inoculum with corn bran substrate on soybean with concentration 0.05%, 0.075%, 0.10%, 0.125% and 0.15%. Tempe that produced was tested by sensory evaluation. The best concentration determination based on the result of effectiveness index test. Tempe with the best sensory evaluation then analyzed. The result of research showed that the best concentration of Cap Jago tempe yeast was 20%. The best concentration of selected tempe yeast was 0.05% with criteria were yellowish white color, typical tempe aroma, typical tempe flavor, cohesive texture, water content 60.50% , ash content 1.02%, protein content 16.90%, fat content 20.23% and carbohydrate content 1.35%.

Keywords: tempe yeast, Cap Jago tempe yeast, corn bran, tempe

PENDAHULUAN

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe lebih mudah dicerna oleh tubuh.

Fermentasi pada tempe membutuhkan ragi atau inokulum tempe. Tanpa ragi tempe, kedelai yang difermentasi akan menjadi busuk (Sarwono, 2005). Ragi tempe merupakan kumpulan spora kapang yang memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu yang dihasilkan. Jenis kapang yang memegang peranan utama dalam pembuatan

tempe adalah Rhizopus oligosporus dan Rhizopus oryzae, sedangkan jenis kapang lain yang juga terdapat adalah Rhizopus stolonifer dan Rhizopus arrhizus (Koswara, 1992).

Ragi tempe yang sering digunakan oleh masyarakat adalah yang berbentuk bubuk. Beberapa pembuat tempe di daerah Pasirian Kabupaten Lumajang membuat ragi tempe bubuk berbahan dasar ragi tempe bubuk yang di jual di pasaran (ragi Cap Jago) dan bekatul jagung sebagai substrat. Penggunaan ragi Cap Jago memiliki kekurangan yaitu penggunaan jangka waktu yang lebih lama untuk menghasilkan tempe dengan tekstur yang kompak.

Beberapa cara untuk memperbaiki hal ini sudah banyak dilakukan, salah satunya adalah dengan

Fika Amaliyah, Ni Wayan Wisaniyasa, Ni Luh Ari Yusasrini. 2017. Pemanfaatan Bekatul Jagung dan Ragi Cap Jago untuk Pembuatan Ragi Tempe dan Karakteristik Tempe yang Dihasilkan. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian AGROTECHNO. Vol. 2, No. 2 (2017) hal. 231-237


memanfaatkan bekatul jagung sebagai substrat dalam pembuatan ragi tempe. Bekatul jagung merupakan hasil sampingan dari proses penggilingan jagung menjadi beras jagung. Pemanfaatan bekatul jagung di daerah Pasirian Kabupaten Lumajang kebanyakan sebagai makanan ternak. Kandungan gizi yang terkandung dalam bekatul jagung cukup tinggi terutama karbohidrat sehingga dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ragi tempe yang bertujuan untuk meningkatkan nilai ekonomi dari bekatul jagung. Selain itu pembuatan ragi tempe dengan substrat bekatul juga untuk mengurangi biaya produksi karena bekatul jagung merupakan bahan yang murah dan mudah didapatkan.

Pemanfaatan bekatul jagung dalam pembuatan ragi tempe oleh masyarakat di daerah Pasirian Kabupaten Lumajang sudah banyak dilakukan, akan tetapi masih belum diketahui pasti berapa konsentrasi penambahan ragi Cap Jago yang terbaik. Penentu kualitas ragi adalah konsentrasi spora yang aktif karena hal ini dapat mempengaruhi kemampuan ragi dalam memfermentasi kedelai. Konsentrasi mikroba pada media fermentasi akan mempengaruhi jumlah sel yang hidup dan aktif (Hidayat et al., 2009). Oleh karena itu perlu diketahui berapa konsentrasi ragi Cap Jago yang terbaik untuk pembuatan ragi tempe. Ragi tempe yang dihasilkan kemudian diaplikasikan pada kedelai dan perlu diketahui konsentrasi penambahan ragi tempe yang tepat sehingga didapatkan tempe dengan karakteristik terbaik.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian ini adalah di Laboratorium Pengolahan Pangan, Mikrobiologi Pangan, Rekayasa Proses dan Pengendalian Mutu serta Analisis Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan selama 6 bulan dari bulan Februari 2017 sampai Juli 2017.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan adalah kedelai yang didapat dari pasar Badung, bekatul jagung yang didapat dari pasar Pasirian, inokulum tempe Cap Jago yang didapat dari pasar Pasirian Lumajang, tablet Kjeldahl, H2SO4 pekat, NaOH 50%, HCl

0,1 N, aquades, asam borat, phenolphtalin (PP), heksan, alkohol, pepton water dan media PDA. Peralatan yang digunakan untuk analisis diantaranya adalah kompor gas, panci, plastik 0,5 kg, timbangan, sendok, tisu, ayakan 80 mesh, aluminium foil, destilator, desikator, timbangan analitik (Shimadzu),  oven (Cole Parmer

Stableterap), cawan  porselin, erlenmeyer

(Phyrex),  tanur pengabuan, tabung reaksi

(Phyrex), vorteks, kertas saring, labu Kjeldahl, labu takar (Phyrex), gelas piala, pipet tetes, cawan petri, pipet volum, gelas beker (Phyrex), biuret, pemanas, batang pengaduk, autoclave, pipet mikro, inkubator, soxhlet, ruang asam dan gelas ukur (Phyrex).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini dilakukan dengan 2 tahap. Tahap pertama adalah pembuatan ragi tempe dengan substrat bekatul jagung menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi penambahan ragi Cap Jago yang terdiri dari 5 level yaitu 5 %, 10 %, 15 %, 20 % dan 25 %. Masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga diperoleh 15 unit perlakuan. Variabel yang diamati adalah jumlah kapang dari ragi tempe yang dihasilkan. Dari perlakuan yang diberikan dicari perlakuan yang menghasilkan ragi tempe terbaik dengan mencari total kapang terbanyak. Setelah didapatkan perlakuan terbaik maka dilanjutkan dengan tahap kedua yaitu aplikasi ragi tempe terbaik pada pembuatan tempe menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan konsentrasi ragi tempe yang terdiri dari 5 level yaitu 0,05 %, 0,075 %, 0,1%, 0,125% dan 0,15%. Tempe yang diperoleh kemudian diuji sifat sensoris, penentuan konsentrasi terbaik berdasarkan hasil uji sifat sensoris dan uji indeks efektivitas (De Garmo, 1984). Tempe dengan hasil terbaik kemudian dianalisis proksimat meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat.

Variabel yang diamati

Pada tahap pertama variabel yang diamati adalah total kapang dari ragi tempe dengan substrat bekatul. Penentuan ragi tempe terbaik berdasarkan hasil tertinggi dari total kapang ragi tempe dengan substrat bekatul jagung. Pada tahap kedua variabel yang diamati adalah uji sifat sensori tempe yang dihasilkan meliputi rasa, aroma, warna, tekstur dan penerimaan

keseluruhan yang melibatkan 15 panelis. Terhadap hasil uji sifat sensori yang didapatkan dilakukan uji indeks efektivitas (De Garmo, 1984), dengan melibatkan 5 responden yaitu dosen Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan yang dianggap kompeten untuk itu. Hasil terbaik berdasarkan uji indeks efektivitas kemudian dilanjutkan dengan pengujian kandungan gizinya meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat

Pelaksanaan Penelitian

Proses Pembuatan Ragi Tempe dengan Substrat Bekatul Jagung

Proses pembuatan ragi tempe dengan substrat bekatul mengikuti metode Hidayat et al., (2009) yang telah dimodifikasi yaitu bekatul jagung 500 g diberi air sebanyak 100 ml dengan merata. Bekatul jagung dikukus sampai matang (40 menit) dengan suhu ± 900C. Bekatul yang sudah matang diangkat kemudian didinginkan. Setelah dingin, bekatul jagung diberi ragi Cap Jago dengan konsentrasi penambahan 5 %, 10 %, 15 %, 20 % dan 25 %. Bekatul jagung dibungkus dengan plastik PE 0,5 kg yang sudah dilubangi terlebih dahulu sebanyak 16 lubang. Bekatul jagung diinkubasi pada suhu 28 – 300C selama 2 hari. Dikeringkan dengan oven pada suhu 450C selama 6 jam dan dihaluskan kemudian diayak dengan ayakan 80 mesh. Ragi tempe dengan substrat bekatul jagung siap digunakan.

Proses Pembuatan Tempe Menggunakan Ragi Tempe dengan Substrat Bekatul Jagung Terpilih

Pembuatan tempe dilakukan dengan menggunakan ragi tempe dengan substrat bekatul terpilih yang mengikuti metode Cahyadi (2006) yang telah dimodifikasi, proses pembuatannya yaitu kedelai 1 kg direbus selama 1 jam dengan suhu ± 900C kemudian kulit ari kedelai dipisahkan dan direndam air dengan perbandingan kedelai dan air sebesar 1:3 selama 12 jam. Kedelai direbus lagi selama 1 jam dengan suhu ± 900C. Kedelai ditiriskan dan didinginkan. Setelah dingin kedelai diberi inokulum tempe dengan substrat bekatul jagung terpilih dengan konsentrasi 0,05 %, 0,075 %, 0,10%, 0,125% dan 0,15% dengan 3 kali ulangan. Kedelai dibungkus dengan plastik PE 0,5 kg yang sudah dilubangi terlebih dahulu

sebanyak 16 lubang. Kedelai diinkubasi pada suhu 28 – 300C selama 2 hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada penelitian ini bekatul jagung dan ragi Cap Jago dimanfaatkan pada proses pembuatan ragi tempe lalu dianalisis total kapang dari ragi tempe yang dihasilkan, kemudian ragi tempe dengan substrat bekatul jagung ini dimanfaatkan untuk membuat tempe dan dilakukan evaluasi sensoris (rasa, aroma, warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan) pada tempe untuk mengetahui konsentrasi penambahan inokulum dengan substrat bekatul jagung terbaik. Tempe yang mendapatkan hasil evaluasi sensoris terbaik kemudian dianalisis proksimat meliputi kadar air, abu, protein lemak dan karbohidrat.

Total kapang

Penelitian tahap pertama adalah untuk menentukan konsentrasi penggunaan ragi Cap Jago pada substrat bekatul jagung yang menghasilkan ragi tempe dengan total kapang terbanyak. Data dari total kapang ragi tempe dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1.

Data total kapang ragi tempe dengan substrat bekatul jagung

Perlakuan konsentrasi penambahan ragi tempe Cap Jago

Total kapang (CFU/g

5%

5,60 x 105

10%

5,87 x 106

15%

6,82 x 106

20%

7,92 x 106

25%

4,22 x 106

Berdasarkan Tabel. 2 dapat dilihat bahwa total kapang tertinggi adalah pada penggunaan konsentrasi ragi Cap Jago sebesar 20% yaitu 7,92 x 106 CFU/g. Hasil ini lebih tinggi daripada total kapang dari ragi Cap Jago sendiri yaitu 6,1 x 106 CFU/g. Hal ini membuktikan bahwa substrat bekatul jagung sangan berpotensi untuk digunakan dalam pembuatan ragi tempe.

Kenaikan total kapang terjadi pada penggunaan konsentrasi ragi tempe Cap Jago sampai 20% dan pada perlakuan ke-5 pada penggunaan konsentrasi ragi tempe Cap Jago sebesar 25 terjadi penurunan. Hal ini sesuai dengan Buckle (1987), bahwa pertumbuhan populasi

mikroorganisme tidak selamanya terjadi secara eksponensial, apabila jumlah mikroorganisme telah mencapai maksimum maka pertumbuhan tidak lagi mengalami kenaikan, melainkan cenderung menurun dan akhirnya terhenti. Kenaikan total kapang dipengaruhi oleh jumlah konsentrasi ragi Cap Jago yang diberikan, semakin tinggi konsentrasi penambahan ragi Cap Jago akan semakin tinggi total kapang.

Evaluasi Tempe

Evaluasi Sensoris

Tahap kedua dari penelitian ini adalah pembuatan tempe menggunakan inokulum tempe dengan substrat bekatul yang terbaik.

Tabel 2.

Nilai rata-rata uji sensori skor dan hedonik tempe

Pada penelitian tahap kedua ini diberikan perlakuan konsentrasi penambahan inokulum tempe dengan substrat bekatul jagung, konsentrasi yang digunakan adalah 0,05%, 0,075%, 0,10%, 0,125% dan 0,15%. Tempe yang dihasilkan kemudian kemudian di evaluasi sensoris (rasa, aroma, warna, tekstur dan penerimaan keseluruhan) untuk mengetahui konsentrasi penambahan inokulum dengan substrat bekatul jagung terbaik. Tempe yang mendapatkan hasil terbaik kemudian dianalisis kandungan gizinya. Data nilai rata-rata uji sensori skor dan hedonik tempe dapat dilihat pada Tabel 2.

Perlakuan konsentrasi ragi

Sensori Skor

Sensori Hedonik

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Warna

Aroma

Rasa

Tekstur

Penerimaan

Keseluruhan

0,05%

3,7a

4,1a

4,0a

3,9a

4,3b

4,3b

4,1a

4,3a

4,5c

0,075%

3,3a

3,8a

3,9a

3,7a

3,7a

4,1ab

4,1a

3,8a

4,3bc

0,1%

3,2a

3,6a

3,8a

3,8a

3,6a

3,8ab

3,7a

3,9a

3,9ab

0,125%

3,3a

3,5a

3,7a

3,4a

3,7a

4,0ab

3,7a

3,6a

3,7a

0,15%

2,9a

3,5a

3,6a

3,7a

3,7a

3,6a

3,7a

3,5a

4,0ab

Keterangan : - PK adalah Penerimaan Keseluruhan

Warna

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ragi tempe terhadap warna tempe berpengaruh nyata (P<0,05) pada uji hedonik dan tidak berpengaruh nyata (P>0,05) pada uji skoring. Penilaian panelis terhadap warna untuk uji hedonik dengan nilai tertinggi terdapat pada perlakuan konsentasi inokulum 0,05% dengan nilai 4,3 (suka), sedangkan untuk uji skoring nilai warna berkisar 2,9 (agak kuning) sampai 3,7 (putih kekuningan). Warna dari tempe dipengaruhi oleh miselium yang tumbuh pada permukaan tempe, penambahan inokulum tempe sebanyak 0,05% menghasilkan tempe dengan pertumbuhan miselium yang merata sehingga panelis menyukai warna putih kekuningan yang dihasilkan.

Aroma

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ragi tempe terhadap

aroma tempe berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Penilaian panelis terhadap aroma untuk uji hedonik berkisar 3,6 (suka) sampai 4,3 (suka), tempe yang mendapatkan hasil terbaik adalah tempe dengan penambahan ragi tempe 0,05% sedangkan yang terendah adalah pada penambahan 0,15%. Sedangkan untuk uji skoring nilai aroma berkisar 3,5 (khas tempe) sampai 4,1 (khas tempe). Aroma tempe yang khas terutama ditentukan oleh pertumbuhan kapang dan pemecahan komponen-komponen dalam kedelai menjadi senyawa yang lebih sederhana yang bersifat volatil seperti amonia, aldehid, dan keton (Shurtleff dan Aoyagi, 1979). Rasa

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ragi tempe terhadap rasa tempe tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Penilaian panelis terhadap rasa untuk uji hedonik berkisar 3,7 (suka) sampai 4,1 (suka), sedangkan untuk uji skoring nilai rasa berkisar 3,6 (khas tempe) sampai 4,0 (khas tempe). Rasa tempe

diperoleh dari hasil proses fermentasi karbohidrat, protein, dan lemak dalam bahan yang digunakan sehingga menghasilkan rasa yang khas (Oktafiani, 2001).

Tekstur

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ragi tempe terhadap tekstur tempe tidak berpengaruh nyata (P>0,05). Penilaian panelis terhadap tekstur untuk uji hedonik berkisar 3,5 (suka) sampai 4,3 (suka), sedangkan untuk uji skoring nilai tekstur berkisar 3,4 (agak kompak) sampai 3,9 (kompak). Menurut Susanto (1999), tekstur (kekerasan) tempe dipengaruhi oleh pertumbuhan miselia yang merata dan pesat yang akan menutupi permukaan tempe, sehingga memberikan tekstur yang kokoh. Penambahan ragi tempe sebanyak 0,05% menhasilkan tempe dengan pertumbuhan miselium yang merata sehingga panelis menyukai tekstur kompak yang dihasilkan.

Penerimaan Keseluruhan

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan penambahan ragi tempe terhadap penerimaan keseluruhan tempe sangat berpengaruh nyata (P<0,01). Penilaian panelis

terhadap penerimaan keseluruhan yang terbaik terdapat pada perlakuan konsentasi inokulum 0,05% yaitu 4,5 (suka). Hal tersebut dikarenakan secara keseluruhan pengaruh konsentrasi penambahan ragi tempe dengan substrat bekatul jagung pada pembuatan tempe dapat menghasilkan tempe dengan warna yang putih kekuningan, tekstur yang kompak, aroma dan rasa yang khas tempe.

Uji indeks efektivitas

Uji indeks efektivitas dilakukan untuk mengetahui perlakuan terbaik. Dari penelitian ini uji indeks efektivitas dilakukan untuk mengetahui konsentrasi penambahan ragi tempe terpilih yang terbaik. Dari uji yang sudah dilakukan diketahui bahwa perlakuan konsentrasi terbaik penambahan ragi tempe dengan substrat bekatul jagung pada pembuatan tempe adalah pada perlakuan penambahan ragi tempe 0,05%. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

Perlakuan penambahan ragi tempe terbaik adalah sebanyak 0,05% yang kemudian dilanjutkan dengan pengujian dari kandungan gizi tempe yaitu kadar air, abu, protein, lemak dan karbohidrat. Data hasil penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 3. Pemilihan perlakuan terbaik dengan uji indeks efektivitas.

Parameter

inokulum tempe dengan substrat bekatul jagung

0,05 %%

00,075 %%

0,10%

0,125%

0,15%.15%

Warna

0,23

0,11

0,09

0,11

0,00

Aroma

0,25

0,12

0,04

0,00

0,00

Rasa

0,23

0,14

0,18

0,00

0,14

Tekstur

0,29

0,22

0,14

0,07

0,00

Jumlah

1,00

0,59

0,46

0,19

0,14

Ranking

I

II

III

IV

V

Tabel 4. Kandungan gizi tempe dari ragi tempe dengan substrat bekatul jagung.

Kriteria Uji

Kandungan gizi (%)

Kadar air

60,50

Kadar abu

1,02

Kadar protein

16,90

Kadar lemak

20,23

Kadar karbohidrat

1,35

Tempe yang mendapatkan hasil terbaik dari evaluasi sensoris yaitu tempe dengan penambahan ragi tempe sebanyak 0,05%. Tempe kemudian diuji kandungan gizinya. Kadar air

tempe dihasilkan adalah 60,50% dan sesuai dengan SNI tempe yaitu maksimal 65%. Kadar air merupakan banyaknya air yang terkandung dalam bahan yang dinyatakan dalam satuan

persen. Kadar air juga merupakan karakteristik yang sangat penting dalam bahan pangan karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut (Haryanto, 1992). Kadar abu tempe yang dihasilkan adalah 1,02%, sesuai dengan SNI tempe yaitu maksimal 1,5%. Kadar abu adalah suatu bahan yang menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang dapat menguap. Semakin besar kadar abu suatu bahan makanan, menunjukkan semakin tinggi mineral yang dikandung oleh makanan tersebut (Ningrum, 1999). Kadar protein tempe yang dihasilkan adalah 16,90%, sesuai dengan SNI tempe yaitu minimal 16%. Protein adalah senyawa organik komplek yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida serta mengadung atom karbon, nitrogen, oksigen, hydrogen, sulfur, fosfor, besi dan mineral lain (Khomsan, 2003). Kadar lemak tempe yang dihasilkan adalah 20,23%, sesuai dengan SNI tempe yaitu minimal 10%. Lemak merupakan salah satu lipida. Salah satu sifat yang khas golongan lipida adalah daya larutannya dalam pelarut organik (seprti ether, benzene, kloroform) atau sebaliknya ketidak larutannya dalam pelarut air. Jadi bekatul jagung dapat dimanfaatkan untuk pembuatan ragi tempe karena dapat menghasilkan tempe yang sesuai dengan standar.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan ragi Cap Jago pada substrat bekatul jagung yang menghasilkan ragi tempe dengan total kapang terbanyak adalah 20% dan penambahan ragi tempe dengan substrat bekatul jagung yang menghasilkan tempe terbaik adalah 0,05% yang menghasilkan tempe dengan karakteristik terbaik dengan kriteria warna putih kekuningan, aroma khas tempe, rasa khas tempe, tekstur kompak, kadar air 60,50%, kadar abu 1,02%, kadar protein 16,90%, kadar lemak 20,23% dan kadar karbohidrat 1,35%.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian diatas penambahan ragi Cap Jago yang tepat adalah sebanyak 20% pada bekatul jagung dalam proses pembuatan inokulum tempe dan penambahan ragi tempe

dengan substrat bekatul jagung yang tepat sebanyak 0,05% pada pembuatan tempe.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2009. SNI 01-3144-2009 Tentang Syarat Mutu Tempe. Badan Standarisasi Nasional. Jakarta : BSN.

Buckle, B. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan oleh Hari Purnama dan Adiono. UI Press, Jakarta

Cahyadi, W. 2006. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara. Bandung.

De Garmo, E. D., W. G. Sullivan and J. R. Canada. 1984. Engineering Economics. Mc. Millan Publishing Company. New York.

Haryanto, B. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta : Kanisius

Hidayat, N., Wignyanto., S. Suhartini dan N. A. Noranita. 2009. Produksi Inokulum Tempe dari Kapang R.oligopsorus dengan Substrat Limbah Industri Keripik Singkong. Jur. Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya. Makalah Seminar Nasional Hasil-Hasil Penelitian. Malang.

Khomsan, A. 2003. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Koswara, S.  1992.  Teknologi  Pengolahan

Kedelai. Pustaka Sinar Harapan. Jakarta.

Ningrum,  E.  N.  1999.Kajian Teknologi

Pembuatan Tepung Ubi Jalar Instan Kaya Pro-Vitamin . Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. IPB. Bogor

Oktafiani, N. 2001. Pengaruh Macam Varietas Kedelai terhadap Mutu Tempe Selama Penyimpanan Suhu Beku. Jurusan THP-FTP Universitas Brawijaya, Malang.

Sarwono. 2005. Membuat Tempe dan Oncom. Penebar Swadaya. Jakarta.

Shurtleff, W. and A. Aoyagi. 1979. The Book of Tempeh. Harper and Row, New York

Sukardi, Wignyanto dan I. Purwaningsih. 2008. Uji Coba Penggunaan Inokulum Tempe dari Kapang Rhizopus oryzae dengan Substrat Tepung Beras dan Ubi Kayu pada Unit Produksi Tempe Sanan Kodya

Malang. Jurnal Teknologi Pertanian 9 (3) : 207-215

Susanto, T. 1999. Rekayasa Perbaikan Teknologi Pembuatan Tempe Kedelai dan

Pengembangannya pada Industri Tempe Generasi Kedua dan Ketiga. Rangkuman Hasil Penelitian. Lembaga Penelitian. Universitas Brawijaya, Malang.

237