Pengaruh Lama Pengeringant terhadap Kandungan Vitamin C pada Varietas Cabai Rawit Merah, Keriting, Dorset Naga dan Carolina Reaper
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 3, Nomor 1, April 2018
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kandungan Vitamin C pada Varietas Cabai Rawit Merah, Keriting, Dorset Naga dan Carolina Reaper
The Effect Of Drying Periods on Vitamin C Contents of Rawit Merah, Keriting, Dorset Naga and Carolina Reaper Varieties of Chili
Rachmmad Setyawibawa, Atmiral Ernes dan Eko Sutrisno
Program Study Teknologi Hasil Pertanian, Fakultas Teknik, Universitas Islam Majapahit
Email: raspeppermojokerto@gmail.com
Abstrak
Cabai merupakan tanaman yang memiliki komponen antioksidan yang tinggi, seperti asam askorbat, total fenol, dan pigmen karotenoid. Vitamin C dikenal dengan asam askorbat, merupakan vitamin yang larut air dan diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan dalam tubuh. Pengukuran kandungan vitamin C penting dilakukan, untuk mengetahui kandungan vitamin C pada bubuk cabai. Metode yang digunakan untuk mengetahui kandungan vitamin C dengan menggunakan uji iodimetri. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) Two Way-ANOVA dengan taraf signifikansi 5%. Dalam penelitian ini terdapat 2 variabel perlakuan. Variable pertama adalah 4 varietas cabai yaitu cabai rawit merah, keriting, dorset naga dan carolina reaper. Variable kedua adalah lama pengeringan, dengan 3 level pengeringan yaitu 6 jam, 7 jam dan 8 jam. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai rerata tertinggi vitamin C pada R1 (Cabai rawit merah) selama T3 (8 jam) sebesar 4,5 %, kadar air 1,959 gram dengan rendemen 20,6 % dan rerata terendah vitamin C pada R1 (Cabai rawit merah) selama T1 (6 jam) sebesar 1,2 %, kadar air 1,971 gram dengan rendemen 20,2 %.
Kata kunci: Varietas cabai, Lama pengeringan, Vitamin C
Abstract
Chili is a plant which has high antioxidant contents, such as ascorbic acid, total phenol and carotenoid pigments. Vitamin C is known as ascorbic acid, a vitamin-water soluble and is necessary for growth and repair of tissues in the body. The of vitamin C analyzes is important, to know the content of vitamin C in the chili powder. The method used to determine the vitamin C content by using iodimetry analyzes methods. The research design used was Complete Randomized Design (RAL) Two Way-ANOVA with significancy level of 5%. In this research, there are 2 variables. The first variable is 4 varieties of chili, which are : red rawit, keriting, dorset naga and carolina reaper. The second variable is the duration drying, with 3 drying levels of 6 hours, 7 hours and 8 hours. Based on the results of the research, the highest average value of vitamin C is in R1 (rawit merah) for T3 (8 hours of drying) : which was 4.5%, water content 1,959 gram with yield of 20,6% and the average of vitamin C at R1 (rawit merah) for T1 (6 hours of drying) is 1.2%, with water content of 1.971 grams with a yield of 20.2%.
Keywords: Chili Varieties, Drying, Vitamin C
PENDAHULUAN
Cabai sebagai salah satu kebutuhan pokok memiliki kelemahan yaitu mudah rusak. Kerusakan pada cabai dapat berasal dari cabai itu sendiri maupun dari faktor yang bukan berasal dari cabai tersebut. Sehingga petani tidak berani ambil resiko untuk menyimpan hasil panen cabainya karena sifat cabai yang mudah rusak (Barus, 2009). Deasy (2003) menyatakan bahwa, pengolahan pasca panen seperti pengawetan agar
kerusakan pada cabai dapat diperkecil dan menjamin ketersediaan cabai pada saat terjadi kelangkaan cabai segar, sehingga dapat meningkatkan nilai tambah dan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat khususnya petani dan pelaku usaha.
Teknologi pengolahan pasca panen merupakan alternatif untuk meningkatkan umur simpan melalui pengeringan yang dapat menjangkau pasaran yang lebih luas dan lebih terjamin ketersediaannya jika dibutuhkan dalam waktu singkat (Barus, 2009).
Setyawibawa, Rachmmad, Atmiral Ernes dan Eko Sutrisno. 2018. Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Kandungan Vitamin C pada Varietas Cabai Rawit Merah, Keriting, Dorset Naga dan Carolina Reaper. Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian Agrotechno, Vol. 3, No. 1, 2018. Hal. 263-268
Metode pengeringan cabai yang masih jarang dilakukan petani saat ini hanya merupakan upaya penyelamatan produksi. Masih jarang petani yang memang mengkhususkan diri sebagai produsen cabai kering. Padahal harga cabai kering jauh lebih mahal dari cabai segar. Selain itu, resiko kerusakan cabai kering jauh lebih kecil dari cabai segar. Cabai kering juga lebih tahan lama disimpan sehingga toleransi waktu pemasarannya lebih besar.
Cabai tinggi vitamin C dan merupakan sumber beta karoten, kalium, asam folat dan serat (Prior, 2003). Menurut Hernani dan Rahardjo (2006) kandungan vitamin C pada cabai hijau enam kali lebih tinggi dari pada jeruk sedangkan kandungan vitamin A dua kali lebih tinggi dari pada wortel. Vitamin C atau asam askorbat sensitive terhadap pengaruh luar yang menyebabkan kerusakan seperti suhu, konsentrasi gula, garam, pH, oksigen, enzim dan katalisator logam (Andarwulan dan Sutrisno, 1992). Suhu tinggi dapat mengakibatkan oksidasi pada vitamin C sebab bahan makanan mengalami pengeringan, sehingga pada saat bahan pangan kehilangan kadar air yang menyebabkan vitamin C ikut kedalam masa air tersebut (Desrosier, 1988).
Penelitian sebelumnya yang dilakukan Sebayang (2016), pada penelitian cabai rawit merah suhu pengeringan 50°C dan lama pengeringan 12 jam, hasil penelitian kadar vitamin C menunjukkan 13,75 mg/100 gr. Lease dalam Rajput dan Paruleker (1998) menyatakan bahwa temperature pengeringan 65°C menyebabkan peningkatan mutu, warna dan rasa pedas. Pada temperature 65°C waktu yang digunakan untuk proses pengeringan berkisar 12 jam dan untuk cabai yang dipotong-potong membutuhkan waktu 6 jam. Pada pengeringan temperature 48,8°C diperlukan waktu 36 jam untuk mendapatkan cabai kering dengan kadar air 8,9 %. Pengeringan pada temperature 79,4°C selama 6 jam menghasilkan kadar air 7,9 % tetapi warna cabai merah dan nilai kepedasan yang dihasilkan rendah. cabai merah yang dibelah pengeringannya lebih cepat dibandingkan dengan cabai yang dikeringkan dalam bentuk utuh. Untuk menghasilkan kadar air 5 - 8 % cabai merah utuh yang dikeringkan pada suhu membutuhkan waktu. Menurut Departemen kesehatan (1990) suhu terbaik pengeringan cabe adalah 60°C. Pengeringan dilakukan sampai kadar air cabe kurang dari 9 % (7 - 8 %). Interaksi suhu, metode pembelahan dan lama pengeringan berpengaruh terhadap kandungan vitamin C.
Kebutuhan rasa pedas pada pola konsumsi pangan masyarakat menjadikan peluang dalam menciptakan dan mengembangkan formulasi baru pengeringan cabai menggunakan beberapa varietas cabai dengan meminimalisir hilangnya kandungan vitamin C yang tinggi untuk dijadikan produk kering yang efektif.
Oleh karena itu penelitian ini mencoba untuk mengetahui perlakuan pendahuluan (berbagai varietas cabai) pada pengeringan cabai dengan menggunakan oven modifikasi (reduse, reuse and recycle) harga murah dan mudah dibuat, dengan perlakuan waktu yang berbeda untuk mengetahui kandungan vitamin C yang optimal untuk meminimalkan penurunan kualitas cabai bubuk akibat pengeringan.
METODE PENELITIAN
Tempat dan waktu
Penelitian ini dilakukan di Laboraturium Teknologi Hasil Pertanian (THP), Fakultas Teknik, Universitas Islam Majapahit, Mojokerto.
Alat dan bahan
Peralatan yang digunakan meliputi oven modifikasi, blender merk CB-289-G produk dari Cosmos, timbangan digital merk MH-Series produk dari POCKET SCALE, mangkok, baskom, gunting, piring, plastic, telenan, sendok, pisau, baki, ayakan, thermometer, pipet tetes, pipet volume, gelas ukur, tabung reaksi, cawan petri, Erlenmeyer dan buret.
Bahan yang digunakan adalah 4 varietas cabai rawit merah, keriting, Dorset naga dan Carolina reaper, asam sulfat (H2SO4) 1%, iodium 1 %, vitamin C, kanji, aquadest, tissue, alcohol 70%.
Rancangan penelitian
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan analisa statistik menggunakan ANOVA dua jalur (Two Way-ANOVA). Dilanjutkan dengan perhitungan menggunakan ANOVA dengan taraf signifikansi 5%. Dalam penelitian ini terdapat 2 variable perlakuan. Perlakuan pertama adalah 4 varietas cabai rawit, keriting, dorset naga dan carolina reaper. Variable perlakuan kedua adalah lama pengeringan dengan 3 level perlakuan, yaitu 6, 7 dan 8 jam pengeringan. Dengan 3 kali pengulangan, ditambah control 4 buah cabai, maka total diperoleh 40 perlakuan penelitian.
Varietas cabai yang digunakan ada 4 yaitu :
R1 : Rawit merah
R2 : Keriting
R3 : Dorset naga
R4 : Carolina reaper
Pengelompokkan pada perlakuan waktu yang akan diberikan dalam suhu 60°C yaitu :
T1 : dikeringkan selama 6 jam
T2 : dikeringkan selama 7 jam
T3 : dikeringkan selama 8 jam
Prosedur kerja
Sortasi dan Pencucian
Masing – masing varietas cabai dipilih yang bentuk fisiknya bagus, berwarna merah dan besarnya standart, kemudian dibuang tangkainya. Selanjutnya cabai tersebut dicuci bersih untuk menghilangkan sisa kotoran dan ditimbang masing – masing 20 gram.
Pembelahan
Masing – masing varietas cabai dibelah menjadi 4 bagian dengan menggunakan pisau dan biji cabai tetap diikutkan dalam proses pengeringan.
Pengeringan
Tahap pengeringan menggunakan oven modifikasi dan dilakukan pada suhu 60°C dengan perlakuan beberapa lama pengeringan. Cabai yang telah dibersihkan pada tahap persiapan, kemudian di timbang dan diletakkan pada masing-masing selembar alas dari aluminium foil, lalu proses pengeringan dimulai. Kadar air bahan dimonitor selama pengeringan. Pengukuran kadar air dilakukan untuk menentukan kadar air basah, kering dan bubuk.
Penggilingan
Penggilingan cabai kering dilakukan dengan blender yang biasa digunakan untuk menghaluskan bumbu. Proses penggilingan ini dilakukan satu kali untuk setiap sample.
Analisa data
Pengamatan dan pengumpulan data meliputi kadar air, rendemen dan uji kandungan vitamin C.
Kadar air
Prosedur awal sebelum mengukur kadar air dilakukan dengan menimbang cawan dan di oven selama 15 menit, ditempatkan pada desikator modifikasi selama 5 menit ditimbang dan diulang sampai berat cawan konstan. Selanjutnya penentuan kadar air basis basah dengan menimbang 3 gram masing-masing varietas cabai kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven modifikasi pada temperature 105°C selama 1 jam. Kemudian sample masing-masing dikeluarkan dari oven diletakkan pada desikator modifikasi dan ditimbang sampai berat konstan.
Rendemen
Rendemen sering dijadikan sebagai acuan indicator mutu secara kuantitatif dari suatu proses pengolahan pangan. Selain bertujuan untuk mengawetkan, pengeringan juga bertujuan untuk mengurangi volume dan berat produk (Estiasih dan Ahmadi, 2011). Melalui
cara pengeringan ini biasanya kadar air dapat menurun mencapai 60 – 70 % sehingga menghasilkan nilai rendemen yang rendah.
Berat akhir produk
Rendemen = —------:---— x IOO
Berat awal produk
Vitamin C
Persiapan larutan asam sulfat (H2SO4) 1%. Sebagai control awal vitamin C menggunakan tablet vitamin C ipi digerus dan ditimbang sebanyak 50 mg kemudian di encerkan dengan aquadest dalam volume 100 ml, di pipet sebanyak 5 ml ke dalam erlemeyer, diteteskan dengan larutan kanji (indicator 0,5 %) sebanyak 10 tetes dan dititrasi dengan iodium 1%. Perhitungan vitamin C dengan iodine yaitu pada setiap 1 ml 0,01 N iodine ekuivalen dengan 0,88 mg asam askorbat
BexV titran x 1OO%
Vit. C (%) =--------------------
massa
HASIL DAN PEMBAHASAN
Vitamin C
Hasil pengujian pada bubuk cabai 4 varietas yakni R1, R2, R3 dan R4 dengan lama pengeringan T1, T2 dan T3, menunjukkan bahwa kandungan tertinggi terdapat pada R4 selama T2 (7 jam) pada ulangan 1 yakni 5,3 % / 50 mg dan terendah sebesar 0,9 % / 50 mg ada di R1 selama T1 (ulangan 2 dan 3), R2 selama T1 (ulangan 1), R1 selama T2 (ulangan 2 dan 3), R1 selama T3 (ulangan 1) dan R2 selama T2 (ulangan 1). Hasil kandungan vitamin C dapat di lihat pada Tabel 1. Proses difusi dalam pengeringan pada oven modifikasi mengakibatkan perpindahan suatu zat pada ruang oven terhadap berat 4 varietas cabai, mengakibatkan vitamin C mengalami penyederhanaan dari bentuk komplek diubah menjadi bentuk yang lebih sederhana (Laila, 2008). Semakin lama pengeringan maka kandungan vitamin C juga mengalami penurunan. Dalam penelitian ini, tinggi rendahnya kandungan vitamin C Menurut Counsell dan Hornig (1981), kadar vitamin C dapat berbeda karena pengaruh beberapa faktor seperti varietas, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan yang terakhir adalah tempat tumbuh. Selain itu, proses pengolahan seperti pemotongan dan lamanya waktu pengolahan dapat mempengaruhi kadar vitamin C dalam bahan pangan seperti buah-buahan.
Tabel 1
Hasil penguijian vitamin C.
Lama
Varietas
Kadar Vit. C (%)
Ulangan 1 |
Ulangan 2 |
Ulangan 3 |
Rerata | ||
T1 |
R1 |
1,8 |
0,9 |
0,9 |
1,2 |
R2 |
3,5 |
0,9 |
1,8 |
2,1 | |
R3 |
1,8 |
2,6 |
1,8 |
2,1 | |
R4 |
1,8 |
1,8 |
2,6 |
2,1 | |
T2 |
R1 |
1,8 |
0,9 |
0,9 |
3,6 |
R2 |
2,6 |
1,8 |
1,8 |
2,1 | |
R3 |
1,8 |
1,8 |
1,8 |
1,8 | |
R4 |
5,3 |
2,6 |
2,6 |
3,5 | |
T3 |
R1 |
0,9 |
1,8 |
1,8 |
4,5 |
R2 |
3,5 |
0,9 |
1,8 |
2,1 | |
R3 |
2,6 |
1,8 |
3,5 |
2,6 | |
R4 |
3,5 |
2,6 |
3,5 |
3,2 |
Kadar air
Hasil pengujian pada kadar air bubuk cabai 4 varietas yakni R1, R2, R3 dan R4 hasil pengeringan oven modifikasi bersuhu 60ºC dalam perlakuan T1 (6 jam), T2 (7 jam) dan T3 (8 jam), menunjukkan bahwa
kandungan kadar air bubuk cabai tertinggi terdapat pada R4 selama T2 (ulangan 3) yakni 2,643 gram dan terendah ada di R1 selama T3 (ulangan 1) sebesar 1,741 gram. Hasil kandungan kadar air dapat di lihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian kadar air
Lama |
Varietas |
Kadar air (gram) | |||
Ulangan 1 |
Ulangan 2 |
Ulangan 3 |
Rerata | ||
T1 |
R1 |
1,853 |
1,886 |
2,174 |
1,971 |
R2 |
1,823 |
2,270 |
2,046 |
2,046 | |
R3 |
2,118 |
2,173 |
2,342 |
2,211 | |
R4 |
1,937 |
2,389 |
2,562 |
2,296 | |
T2 |
R1 |
1,763 |
2,281 |
1,974 |
2,006 |
R2 |
2,026 |
2,321 |
2,577 |
2,308 | |
R3 |
2,102 |
2,630 |
2,339 |
2,357 | |
R4 |
2,243 |
2,572 |
2,643 |
2,486 | |
T3 |
R1 |
1,741 |
1,986 |
2,150 |
1,959 |
R2 |
1,990 |
2,372 |
2,292 |
2,318 | |
R3 |
2,278 |
2,305 |
2,614 |
2,399 | |
R4 |
2,292 |
2,489 |
2,489 |
2,465 |
Pada suhu (60oC) dan lama pengeringan T1, T2 dan T3 dalam ruang penyimpanan (oven modifikasi) berpengaruh terhadap laju kehilangan air. kelembapan relatif (RH) mempengaruhi laju transpirasi dan respirasi yang terjadi pada cabai. Dalam proses respirasi mengeluarkan H2O (air) sebagai produk samping. Hal ini dapat mempercepat laju kehilangan air pada cabai. Semakin besar laju transpirasi maka akan semakin banyak air yang akan di uapkan sehingga kandungan air dalam cabai semakin sedikit. Kadar air suatu bahan berpengaruh terhadap
banyaknya air yang diuapkan dan lamanya proses pengeringan (Taib dkk, 1988).
Dalam penelitian ini, tinggi rendahnya kandungan kadar air bubuk cabai dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni suhu oven modifikasi, komposisi bahan pengering, kelembapan, metode pembelahan, fisik cabai dan varietas cabai.
Rendemen
Hasil pengeringan oven modifikasi terlihat bahwa beban pengeringan berpengaruh pada saat pengeringan
dengan metode oven modifikasi. Pengujian rendemen pada bubuk cabai 4 varietas 1, R2, R3 dan R4 hasil pengeringan oven modifikasi bersuhu 60ºC dalam perlakuan waktu T1 (6 jam), T2 (7 jam) dan T3 (8 jam), menunjukkan bahwa rendemen tertinggi adalah
varietas R2 pada waktu T2 (ulangan 1) sebesar 24,9 % / 20 gram dan terendah adalah varietas R3 pada waktu T2 dan T3 (ulangan 2 dan 3) sebesar 16,5 % / 20 gram. Hasil rendemen dapat di lihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Hasil pengujian rendemen
Lama |
Varietas |
Rendemen (%) | |||
Ulangan 1 |
Ulangan 2 |
Ulangan 3 |
Rerata | ||
T1 |
R1 |
20,3 |
20,5 |
19,8 |
20,2 |
R2 |
24,3 |
23 |
23,5 |
23,6 | |
R3 |
16,8 |
18,1 |
17,6 |
17,5 | |
R4 |
18,3 |
17,8 |
18,5 |
18,2 | |
T2 |
R1 |
22,2 |
20,7 |
21,9 |
21,6 |
R2 |
24,9 |
23,8 |
24,1 |
24,3 | |
R3 |
16,5 |
18,3 |
17,1 |
17,3 | |
R4 |
20,2 |
17,9 |
19,5 |
19,2 | |
T3 |
R1 |
21 |
19,7 |
21,1 |
20,6 |
R2 |
22,2 |
23,1 |
21,9 |
22,4 | |
R3 |
16,5 |
19,2 |
17,1 |
17,6 | |
R4 |
18,6 |
18,7 |
17,9 |
18,4 |
Pada 4 varietas cabai R1, R2, R3 dan R4, suhu yang sama (60oC) dan lama pengeringan (T1,T2 dan T3) bahan yang dikeringankan akan memiliki berat yang berbeda-beda. Semakin rendah kadar air suatu bahan, maka rendemen yang dihasilkan juga akan semakin rendah. Pengeringan oven modifikasi pada suhu (60oC) menyebabkan laju kehilangan air semakin cepat, sehingga memudahkan difusi air keluar dari cabai saat pengeringan dan akan menguapkan air pada proses pengeringan, sehingga produk akan kering secara optimal. Kadar air bubuk cabai dapat meningkatkan rendemen bubuk cabai.
Rerata vitamin C, kadar air dan rendemen bubuk cabai
Hasil pengujian rata-rata pada 4 varietas yakni R1, R2, R3 dan R4 dengan lama pengeringan T1, T2 dan T3, berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh nilai rata-rata tertinggi vitamin C pada R1 selama T3 (8 jam) sebesar 4,5 % dengan kadar air 1,959 gram dan rata-rata terendah R1 selama T1 (6 jam) sebesar 1,2 % dengan kadar air 1,971 gram. Hasil pengujian rerata Tabel 4
Hasil pengujian rerata vit.C, kadar air dan rendemen
vitamin C, kadar air dan rendemen dapat di lihat pada Tabel 4.
Pengaruh yang signifikan dari perlakuan interaksi varietas cabai dan lama pengeringan pada suhu 60oC terhadap vitamin C, kadar air dan rendemen bubuk cabai berhubungan dengan tahapan – tahapan, perlakuan pembelahan atau pemotongan dan varietas cabai yang digunakan. terdapat perbedaan karena pengaruh beberapa faktor seperti varietas, pengolahan, suhu, masa pemanenan dan yang terakhir adalah tempat tumbuh (Counsell dan Hornig. 1981). Sekitar setengah dari kandungan vitamin C akan rusak akibat pemanasan. Jumlah kandungan vitamin C yang hilang tergantung dari cara pemanasan yang dilakukan, diikuti kandungan kadar air dan rendemen. Konsentrasi vitamin C yang paling tinggi pada buah-buahan segar terdapat pada kulitnya, sedangkan pada daging buah dan biji memiliki konsentrasi vitamin C rendah (Karadeniz et al, 2005).
Varietas
Lama
R1 R2 R3 R4
Vit Kadar Rendemen Vit Kadar Rendemen Vit Kadar Rendemen Vit Kadar Rendemen
C air C air C air C air
T1 |
1, |
1,971 |
20,2 |
2,1 |
2.04 |
23,6 |
2, |
2,211 |
17,5 |
2,1 |
2,296 |
18,2 |
2 |
6 |
1 | ||||||||||
T2 |
3, |
2,006 |
21,6 |
2,1 |
2,30 |
24,3 |
1, |
2,357 |
17,3 |
3,5 |
2,486 |
19,2 |
6 |
8 |
8 | ||||||||||
T3 |
4, |
1,959 |
20,6 |
2,1 |
2,31 |
22,4 |
2, |
2,399 |
17,6 |
3,2 |
2,465 |
18,4 |
5 |
8 |
6 |
Kesimpulan
-
1. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan lama pengeringan cabai terhadap kandungan vitamin C pada varietas cabai rawit merah, keriting, dorset naga dan carolina reaper.
-
2. Terdapat pengaruh yang signifikan dari lama pengeringan cabai terhadap kadar air bubuk cabai pada varietas rawit merah selama 7 jam yaitu 10,03%, untuk varietas keriting selama 8 jam yaitu 11,59 %, untuk varietas dorset naga selama 8 jam yaitu 11,99% dan untuk varietas carolina reaper selama 7 jam yaitu 12,43%.
-
3. Tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari perlakuan lama pengeringan cabai terhadap rendemen pada varietas cabai rawit merah, keriting, dorset naga dan carolina reaper.
Daftar pustaka
Andarwulan Nuri dan Soetrisno Kaswari. 1992. Kimia Vitamin. Bogor: Rajawali Press.
Barus Mia Valentina. 2009. Studi tentang pengetahuan dan tatacara pengelolaan petani cabai di Desa Batu Karang, Kecamatan Payung, Kabupaten Karo (skripsi). Medan: Program Sarjana, Universitas Sumatera Utara.
Counsell, J.N., dan Hornig, D.H. 1981. Vitamin C. London: Applied Science Publishers. Hal. 123124.
Deasy Widya. 2003. Proses produksi dan karakterisasi tepung biji mangga jenis arumanis (Mangifera indica L.) [skripsi]. Bogor: Program Sarjana, Institut Pertanian Bogor.
Desrosier, N. W. 1998. Teknologi Pengawetan Pangan. Penerjemah M. Muljohardjo. Jakarta: UI-Press.
Departemen kesehatan. 1990. Bahan tambahan makanan. Depkes Dirjen POM No.
772/Menkes/PER/IX/88
Estiasih Teti dan Kgs, Ahmadi. 2011. Teknologi Pengolahan Pangan. Jakarta: Bumi Aksara.
Hernani dan Rahardjo, Mono. 2002. Tanaman Berkhasiat Antioksidan. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Karadeniz F, Burdurlu HS, Koca N, Soyer Y. 2005. Antioxidant activity of selected fruits and vegetable grown in Turkey. Turk J Agric For 29: 297-303.
Prior R.L. 2003. Fruits and vegetables in the prevention of cellular oxidative damage. Am J Clin Nutr, 78 (3): 570s-578s.
Rajput, J.C. and Y.R. Parulekar. 1998. Handbook of Vegetable Science and Teknology: Production, Composition, Storage and Processing. Edited by D.K Salunkhe and S.S. Kadam. Marcel Dekker, Inc., New York.
Sebayang Nico Saputra. 2016. Kadar air dan vitamin C pada proses pembuatan tepung cabai (Capsicum annum L). Jurnal Biotik, 4(2): 100120.
Taib Gunarif, Said Gumbira dan Wiratmaja Sutedja. 1988. Operasi Pengeringan pada Pengolahan Hasil Pertanian. Jakarta: Mediayatama Sarana Perkasa.
268
Discussion and feedback