Analisis Emisi Gas Buang dari Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tahu di Perusahaan XYZ Denpasar
on
Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian
AGROTECHNO
Volume 9, Nomor 1, April 2024
ISSN: 2503-0523 ■ e-ISSN: 2548-8023
Analisis Emisi Gas Buang dari Daur Hidup (Life Cycle Assessment) Produk Tahu di Perusahaan XYZ Denpasar
Analysis of Exhaust Gas Emission (Life Cycle Assessment) of Tofu Product at XYZ Company Denpasar
Abstract
One of the MSMEs in Denpasar, namely the XYZ company, produces tofu on a home scale located among residential areas. The production capacity is 100 kg of soybeans per day, which also generates liquid waste, gas emissions, and solid waste. The issue faced by the tofu industry is the inability to manage these waste and emissions due to limited capital and knowledge. The purpose of this research is to identify the emissions of gas pollutants from tofu production and analyze their environmental impact. Life Cycle Assessment (LCA) helps the company in measuring the environmental burden resulting from the product's entire life cycle. In this research, the scope used is gate-to-gate, meaning the analysis refers to gas emissions generated by all stages of tofu production in the factory, from soaking to packaging. The results of this research show that the XYZ company generates gas emissions equivalent to 0.56 kg CO2e/production from the soaking process, 6.74 kg CO2e/production from the grinding process, and 134.4 kg CO2e/production from the boiling process. It also produces a yield of 8.48%, indicating that the production process in the company is not efficient. The total gas emissions resulting from a single production cycle are equivalent to 488.94636 kg CO2e or 1.47 kg CO2e/kg of tofu. XYZ Tofu Company in Denpasar is a small contributor to carbon emissions, but it is important to anticipate its long-term impact through production efficiency and emission control. Recommended efforts include minimizing the use of wood powder and vinegar, machine maintenance, installing air filters, and planting carbon-absorbing plants around the factory.
Keyword: Gas emissions, life cycle assessment, tofu products
Abstrak
Salah satu UMKM di Denpasar, yaitu perusahaan XYZ memproduksi tahu pada skala rumahan yang terletak di antara pemukiman masyarakat. Kapasitas produksinya ialah 100 kg kedelai/hari, yang mana dihasilkan pula limbah cair, emisi gas buang, dan onggok. Permasalahan yang dihadapi industri tahu adalah ketidakmampuan dalam mengolah limbah dan emisi tersebut karena minimnya modal dan pengetahuan. Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi emisi gas buang dari produksi tahu dan menganalisis dampaknya terhadap lingkungan. Life Cycle Assessment (LCA) membantu perusahaan dalam mengukur beban lingkungan yang diakibatkan dari daur hidup produk. Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan yakni gate-to-gate, atau analisis mengacu pada emisi gas buang yang ditimbulkan oleh seluruh tahapan pembuatan tahu di pabrik, mulai dari perendaman hingga pengemasan. Hasilnya, penelitian ini menunjukkan bahwa perusahaan XYZ menghasilkan emisi gas buang berupa karbon dioksida setara 0,56 kg CO2e/produksi dari proses perendaman, 6,74 kg CO2e/produksi dari proses penggilingan, dan 134,4 kg CO2e/produksi dari proses perebusan. Dihasilkan pula rendemen sebesar 8,48% yang mengindikasikan bahwa proses produksi dalam perusahaan belum efisien. Total emisi gas buang yang diakibatkan dalam satu kali produksi yakni setara 488,94636 kg CO2e atau 1,47 kg CO2e/kg tahu. Perusahaan tahu XYZ Denpasar adalah salah satu kontributor kecil penghasil emisi karbon, namun sangat penting mengantisipasi dampak jangka panjangnya melalui efisiensi produksi dan penanggulangan emisi. Upaya yang disarankan seperti meminimalisasi penggunaan serbuk kayu dan cuka, perawatan mesin, membuat penyaring udara, serta penanaman tanaman penyerap emisi karbon di sekitar pabrik.
Kata kunci: Emisi gas, penilaian daur hidup, produk tahu
PENDAHULUAN
Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) adalah kegiatan ekonomi rakyat yang mampu meningkatkan 65,53% Produk Domestik Bruto (PDB) negara, serta dapat menyerap 97,30% pekerja Indonesia (Hanim & Noorman, 2018). Namun, industri kecil seringkali
menjadi penyumbang sampah karena taraf efisiensi energi dan penggunaan teknologi yang minim (Cervantes et al., 2018). Emisi karbon adalah salah satu polutan yang dihasilkan oleh UMKM, dalam komposisi atmosfer global, karbon dioksida (CO2) berkontribusi sebesar 80% dalam menyebabkan ketidakseimbangan iklim di bumi (Nahas et al.,
2021). CO2 ialah Gas Rumah Kaca (GRK) yang memerangkap dan menyerap sinar inframerah matahari, menyebabkan suhu di bumi meningkat sehingga terjadi perubahan iklim (Tontowi et al., 2014). Sunarti et al (2020) mencatat, Indonesia telah menyumbang emisi CO2 sebesar 638.452 Gg CO2e dari kegiatan pemakaian energi, proses industri, konsumsi produk, limbah serta emisi sembarangan. Salah satu UMKM di Denpasar, yaitu perusahaan XYZ memproduksi tahu pada skala rumahan yang terletak di antara pemukiman masyarakat. Berdasar atas komunikasi pribadi (2023) bersama pihak perusahaan, rata-rata kapasitas produksi yakni 100 kg kedelai/hari. Pengolahan kedelai menjadi tahu melalui tujuh tahapan, yaitu perendaman, penggilingan, perebusan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan dan pengemasan. Dari pengamatan di lapangan, dihasilkan emisi gas buang karena penggunaan mesin pompa air dan penggiling kedelai yang menggunakan listrik. Selain itu, adanya bahan bakar berupa serbuk kayu pada proses perebusan juga mengakibatkan emisi gas buang. Industri tahu menghasilkan jejak karbon sebesar 1,7 kg CO2e/kg tahu, yang mana 60% nilai tersebut terbentuk akibat proses perebusan menggunakan kayu bakar (Sahirman & Ardiansyah, 2014). Selain itu, pemanfaatan energi oleh industri juga menghasilkan 68% emisi GRK di dunia, yang mana 42% dari jumlah emisi tersebut adalah CO2 akibat penggunaan listrik (International Energy Agency, 2015).
Upaya dalam meminimalisasi emisi gas buang terhadap perubahan iklim dapat dicapai dengan efisiensi energi dan mitigasi pada sumber-sumber emisi itu sendiri. Salah satu strategi yang dapat dilakukan ialah menakar jumlah emisi yang dihasilkan pada proses produksi oleh industri. Life Cycle Assessment (LCA) adalah perhitungan hulu ke hilir dari penggunaan material dan energi suatu daur hidup, serta analisisnya terhadap dampak lingkungan (Hawari, 2021). Dalam penelitian ini, batasan yang digunakan yakni gate-to-gate, atau analisis mengacu pada seluruh tahapan produksi tahu di pabrik seperti perendaman hingga pengemasan. Nilai beban lingkungan diketahui melalui penggunaan inputoutput, misalnya bahan baku, energi, limbah maupun emisi yang diakibatkan. Penilaian daur hidup produk membantu perusahaan dalam mengukur bagaimana aktivitas produksi mempengaruhi lingkungan, sehingga kemudian terbangun kesadaran, kepatuhan dan strategi pengelolaan polusi yang maksimal (Pujianto et al., 2022). Industri tahu dipilih karena produksinya selalu diminati, selaras dengan emisi yang dihasilkan terhadap lingkungan. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi dan
menganalisis emisi gas buang pada daur hidup produk tahu, serta dampaknya terhadap lingkungan.
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada perusahaan tahu XYZ di Denpasar. Analisis data dilakukan di Laboratorium Lingkungan Industri serta Teknik dan Manajemen Industri, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana pada Bulan Juni hingga Agustus 2023.
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan sesuai dengan kerangka penilaian dampak lingkungan dari daur hidup produk (Life Cycle Assessment) yang berfokus pada emisi gas buang industri tahu. Tahapan penelitian ini yakni mendefinisikan tujuan dan ruang lingkup, inventarisasi, penilaian dampak lingkungan dan interpretasi hasil. Software OpenLCA seri 1.11.0 digunakan untuk memodelkan daur hidup tahu dalam lingkup gate-to-gate dan metode IPCC 2013 GWP 100a. Hasil dari analisis data menggunakan software tersebut adalah nilai perubahan iklim dengan satuan kg CO2e.
Variabel yang Diamati
Penelitian ini berfokus pada emisi gas buang dari kegiatan produksi tahu pada perusahaan XYZ di Denpasar dan dampaknya terhadap lingkungan yang mengacu pada Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) 2006 (Nugrahayu et al., 2017). Adapun variabel yang diamati adalah sebagai berikut:
Emisi CO2 Listrik
Pembuatan tahu melibatkan mesin giling yang dioperasikan karena adanya energi listrik. Proses ini menghasilkan emisi berupa karbon dioksida (CO2) yang dalam penilaian dampak lingkungan menjadi salah satu indikator pencemaran udara. Rumus perhitungan emisi penggunaan listrik yaitu: Emisi CO! = W ×
FE
...…………………………..….....(1)
W = daya mesin × waktu pemakaian...................................... …………………...….……...…..(2)
Keterangan:
Emisi CO2 : Emisi CO2 penggunaan listrik (kg
CO2)
W : Jumlah konsumsi energi listrik
(kWh)
FE : Faktor emisi listrik wilayah Bali
(0,817 kg CO2/kWh)
Daya mesin : Kebutuhan listrik oleh mesin (kWh)
Waktu pemakaian: Lama mesin beroperasi (jam)
Emisi CO2 Pembakaran Serbuk Kayu
Pemasakan bubur kedelai dilakukan menggunakan tungku tradisional dengan serbuk kayu sebagai bahan bakar. Pembakaran ini menghasilkan emisi karbondioksida yang berkontribusi besar terhadap pencemaran udara. Rumus perhitungan emisi karbon dioksida pembakaran serbuk kayu yaitu:
Emisi CO2 = FC × CEF ×
NCF.........................................................
……………………….…(3)
Keterangan:
Emisi CO2 : Jumlah emisi CO2 pembakaran serbuk kayu (kg CO2)
FC : Jumlah bahan bakar yang digunakan (kg)
CEF : Carbon Emission Factor (112.000 kg CO2/TJ)
NCV : Net Colorific Value (15 TJ/Gg)
Rendemen
Rendemen adalah besarnya perbandingan input dan output dari suatu kegiatan produksi. Nilai ini
menunjukan efektivitas konversi bahan baku menjadi produk yang dihasilkan. Adapun rumus rendemen (Syamsul et al., 2020) yaitu:
Rendemen =
jumlah produk yang dihasilkan (kg)
^ τ~r^, ; ; ; r ; z ×
jumlah bahan baku yang digunakan (kg)
100%.......................................................................(
4)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tujuan dan Ruang Lingkup
Tujuan Life Cycle Assessment (LCA) pada perusahaan tahu XYZ di Denpasar yakni mengidentifikasi dan menganalisis emisi gas buang dari daur hidup produk tahu dan dampaknya terhadap lingkungan. Adapun ruang lingkup yang ditentukan pada penilaian dampak lingkungan ialah gate-to-gate, yang mana analisis akan berfokus pada seluruh penggunaan bahan baku, proses, alat, serta hasilnya berupa produk, sisa hasil samping, limbah, dan emisi di pabrik. Adapun batasan sistem analisis daur hidup produk tahu yakni seperti Gambar 1.



Gambar 1
1. Sistem batasan analisis daur hidup tahu perusahaan XYZ Denpasar
Perusahaan tahu XYZ melakukan tujuh proses pengolahan bahan baku kedelai menjadi produk tahu, yakni perendaman, penggilingan, perebusan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan dan pengemasan. Selama proses berlangsung, air dan cuka menjadi bahan tambahan sehingga tahu dapat terbentuk. Adanya energi listrik dan serbuk kayu juga memudahkan kedelai dalam proses penggilingan dan perebusan, namun menghasilkan emisi gas buang yang mencemari udara. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan asumsi untuk mengatasi
kompleksitas sistem produksi, seperti memperkirakan massa kedelai setelah perendaman, sari kedelai, limbah cair dan uap air juga diperoleh melalui studi literatur seperti jurnal dan buku.
Inventarisasi Pembuatan Tahu
Inventarisasi dilakukan berdasarkan pengamatan dan perhitungan langsung terhadap massa penggunaan bahan baku, air, energi, limbah dan emisi dalam satuan kilogram (kg) dan kilowatt hour (kWh). Pengukuran dan pencatatan ini mencakup seluruh tahapan produksi pembuatan tahu di perusahaan
XYZ. Adapun inventarisasi pada masing-masing proses adalah seperti Tabel 1.
Tabel 1. Inventarisasi pembuatan tahu perusahaan XYZ denpasar | |||
Input |
Output |
Jumlah |
Satuan |
Kedelai |
100 |
kg | |
Air |
673,84 |
kg | |
Cuka |
357,12 |
kg | |
Serbuk |
80 |
kg | |
kayu | |||
Listrik |
8,95 |
kWh | |
Limbah |
609,28 |
kg | |
cair | |||
Onggok |
80,64 |
kg | |
Cuka |
170,24 |
kg | |
Emisi |
141,7 |
kg | |
CO2e |
Perusahaan tahu XYZ melakukan tujuh proses pengolahan bahan baku kedelai menjadi produk tahu, yakni perendaman, penggilingan, perebusan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan dan pengemasan. Selama proses berlangsung, air dan cuka menjadi bahan tambahan sehingga tahu dapat terbentuk. Adanya energi listrik dan serbuk kayu juga memudahkan kedelai dalam proses penggilingan dan perebusan, namun menghasilkan emisi gas buang yang mencemari udara. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan asumsi untuk mengatasi kompleksitas ystem produksi, misalnya memperkirakan jumlah limbah cair yang diakibatkan oleh proses perendaman dan pengepresan kedelai.
Penilaian Dampak Lingkungan dari Emisi Gas Buang Pembuatan Tahu
Hasil kalkulasi penilaian dampak lingkungan yakni daur hidup produk tahu oleh perusahaan XYZ Denpasar pada batasan gate-to-gate menyebabkan emisi gas buang setara 488,94636 kg CO2e. Adapun kontribusi masing-masing proses seperti pada Tabel 2.
Tabel 2. Kontribusi proses pembuatan produk tahu terhadap perubahan iklim
Proses |
Jumlah (%) |
Perendaman |
7,02 |
Penggilingan |
18,93 |
Perebusan |
51,14 |
Penyaringan |
0,44 |
Penggumpalan |
21,75 |
Pencetakan |
0,57 |
Pengemasan |
0,15 |
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa empat proses yang menyumbang emisi gas buang tertinggi
yakni perebusan, penggumpalan, penggilingan dan perendaman.
Rendemen
Efisiensi produksi yang diperoleh melalui perhitungan rendemen diperoleh sebesar 8,48% per produksi. Rendemen pada tahu dipengaruhi oleh jenis kedelai, rasio kedelai dan air, suhu dan pH cuka, serta pH tahu saat tercetak (Yuwono, 2007). Hasil rendemen yang diharapkan ialah sebesar mungkin, atau mendekati 100% (Fatmah et al., 2022). Nilai rendemen perusahaan XYZ Denpasar menunjukan proses produksi belum efisien, yang mana lebih banyak limbah daripada produk yang dihasilkan.
Interpretasi Hasil Analisis
Analisis dampak lingkungan pada software OpenLCA menunjukan bahwa pembuatan tahu oleh perusahaan XYZ Denpasar dengan batasan gate-to-gate mengakibatkan emisi gas buang setara 488,94636 kg CO2e/produksi. Adanya input berupa 100 kg kedelai, 673,84 kg air dan 375,12 kg cuka untuk menghasilkan 96 kg tahu menjadi inventarisasi dari dampak lingkungan yang diperoleh. Nilai tersebut lebih kecil dibandingkan dengan penelitian Lolo et al. (2021) yang menyatakan daur hidup produk tahu cradle-to-gate dengan kapasitas 350 kg kedelai/produksi menyebabkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) setara 4.026,078 kg CO2e/produksi. Perbedaan nilai dikarenakan penelitian pembanding tersebut mengambil sistem batasan yang lebih luas sehingga berpengaruh terhadap kapasitas produksi yang lebih tinggi, seperti jumlah bahan baku dan bahan bakar. Akibatnya jumlah limbah dan emisi yang dihasilkan pun menjadi lebih tinggi.
Pohon kontribusi menjelaskan proses yang menyumbang emisi gas buang paling besar adalah perebusan, yakni 51,14%. Tahap ini menggunakan 80 kg serbuk kayu dan menciptakan emisi gas 134,4 kg CO2e. Setiap 1 kg kayu memiliki 50% karbon, 6% hidrogen, 0,20 – 0,50% abu, 0,04 – 0,10% nitrogen, serta sisanya merupakan oksigen (Trihadi, 2003 dalam Billah, 2009). Menurut Lobert et al. (1991) dalam Ambika (2010), pembakaran biomassa seperti kayu akan menghasilkan emisi CO2 sebesar 63% dan sisanya adalah uap air. Hal tersebut karena saat pembakaran, kandungan karbon (C) yang tinggi mengalami reaksi oksidasi dengan 21% oksigen (O2) di ruang bakar dan kemudian menghasilkan CO2 (Ridhuan et al, 2018). Proses tersebut mengakibatkan massa emisi CO2 menjadi tinggi akibat penggabungan massa molekul C dan O (Herlambang et al., 2017). Selain itu, perebusan terdiri atas 404 kg kedelai halus yang memiliki kandungan 40,5% protein dan 22,2% karbohidrat (Snyder & Kwon, 1987 dalam Dwinaningsih, 2010). Menurut
Kaswinarni, 2007, protein dan karbohidrat masing-masing memiliki 50% dan 40% unsur C, yang mana dalam keadaan aerobik juga dapat terurai oleh O2 dan menghasilkan CO2.
Penggumpalan menjadi tahapan kedua terbesar yang memberikan kontribusi perubahan iklim, yaitu sejumlah 21,75%. Adanya input-output berupa cuka masing-masing sebesar 357,12 kg dan 170,24 kg mengakibatkan emisi gas buang. Menurut Amalia et al. (2022), cuka kedelai (CH3COOH) yang merupakan limbah cair tahu mengandung 25 – 50% karbohidrat. Amilum di dalam karbohidrat terdiri atas amilopektin sebanyak 80 – 90% dan amilosa sejumlah 10 – 20%. Berdasar atas Nugroho (2010), kandungan tersebut mengalami hidrolisis dan kemudian menghasilkan glukosa. Yeast Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi glukosa tersebut menjadi etanol dengan produk samping berupa CO2.
Bakteri asam asetat, yakni Acetobacter aceti akan memfermentasi etanol menjadi asam asetat yang digunakan sebagai cuka kedelai pada proses penggumpalan selanjutnya (Wusnah et al., 2018). Cuka memiliki kandungan karbon yang tinggi, yakni sebanyak 40%. Oleh karena bak penampungan cuka di perusahaan XYZ dalam kondisi terbuka, cuka dapat mengalami oksidasi sehingga mengakibatkan gas CO2 dan H2O. Oksidasi inilah yang menghasilkan CO2 dalam jumlah yang tinggi (over oxidation) dan berpotensi menurunkan kadar asam asetat pada cuka tersebut (Effendi, 2002). Reaksi oksidasi dapat dilihat saat permukaan cuka pada bak penampungan dipenuhi gelembung-gelembung udara (Ester et al., 2021). Selain itu, sari kedelai yang digunakan sebesar 388,64 kg kemudian dikentalkan sehingga massanya menjadi 405,28 kg memiliki kandungan protein serta karbohidrat, yang dalam keadaan aerobik dapat terurai oleh O2 sehingga menghasilkan CO2 (Kaswinarni, 2007).
Penggilingan menjadi proses ketiga dengan nilai 18,93% dan perendaman menjadi proses keempat dengan jumlah 7,02% yang menghasilkan emisi gas buang karena penggunaan energi listrik. Konsumsi energi listrik pada proses penggilingan untuk mesin penggiling yaitu 5,5 kWh dan mesin pompa air 2,76 kWh. Mesin penggiling mengakibatkan emisi gas buang setara 4,49 kg CO2e dan mesin pompa air 2,25 kg CO2e. Sedangkan pada proses perendaman, terdapat energi listrik mesin pompa air sebesar 0,69 kWh yang kemudian menghasilkan emisi gas buang setara 0,56 kg CO2e. Nilai emisi listrik dapat lebih kecil dari daya yang digunakan karena mesin listrik adalah teknologi yang bermanfaat untuk mengurangi emisi, serta dapat meningkatkan efisiensi bahan bakar pada pembangkit listrik (Marzuki, 2009). Mesin bertenaga listrik mampu mengonversi energi
listrik menjadi torsi mekanis secara maksimal untuk menghasilkan efisiensi emisi (Mujianto et al., 2014). Selain itu, terdapat 200 kg kedelai hasil rendam yang digiling menjadi 404 kg kedelai halus pada tahap penggilingan. Serta 100 kg kedelai yang direndam menjadi 200 kg kedelai hasil perendaman. Oleh karena diolah dalam kondisi terbuka, emisi gas buang seperti CO2 dapat tercipta akibat penguraian C oleh O2 (Kaswinarni, 2007).
Kontribusi proses lain terhadap perubahan iklim seperti pencetakan 0,57%, penyaringan 0,44%, dan pengemasan 0,15%. Pencetakan menghasilkan 309,28 kg limbah cair, penyaringan mengakibatkan 80,64 kg onggok, sedangkan pengemasan terdiri atas produk tahu 96 kg. Menurut Amalia et al. (2022), limbah cair tahu mengandung 25 – 50% karbohidrat dan 40 – 60% protein. Sedangkan onggok tahu terdiri atas 13,7% karbohidrat dan 21,30% protein, serta produk tahu sendiri memiliki 1,9% karbohidrat dan 8 – 12% protein (Saputra et al., 2018). Pada perusahaan XYZ, limbah cair tahu secara langsung dibuang ke sungai, limbah padat disimpan dalam kantong plastik tertutup, dan produk tahu dikemas pada jirigen terbuka.
Kondisi aerobik mengakibatkan kandungan karbon, hidrogen, oksigen dan nitrogen pada karbohidrat serta protein dapat diurai oleh mikroorganisme sehingga menghasilkan CO2 dan H2O. Tetapi, ekosistem sungai yang telah tercemar mengakibatkan jumlah oksigen terlarut di dalam air menjadi sedikit, sehingga mikroorganisme membutuhkan waktu lama untuk mengurai bahan organik dan emisi gas buang yang dihasilkan bersifat minim (Arifin, 2012). Saat keadaan anaerobik, produk yang dihasilkan berupa emisi gas CH4. Namun, onggok dengan kandungan air yang minim akan menghambat pertumbuhan dan kerja mikroorganisme metanogen untuk menghasilkan metana. Karena air digunakan sebagai media transfer nutrisi ke seluruh bagian bahan (Fusvita, 2015).
Seluruh proses pembuatan oleh perusahaan XYZ Denpasar memberikan kontribusi terhadap emisi gas buang akibat pemakaian bahan baku dan bahan bakar. Menurut PLN (2021), jika emisi gas buang perusahaan XYZ Denpasar dibandingkan dengan jumlah emisi Gas Rumah Kaca (GRK) Indonesia di tahun 2021, yakni 259,1 juta ton CO2e mengindikasikan perusaahaan tersebut merupakan salah satu kontributor kecil dalam emisi GRK. Tetapi, emisi gas buang berupa CO2 yang lepas sembarangan ke udara memiliki umur tinggal hingga puluhan ribu tahun di atmosfer dan akan berpotensi terus meningkatkan temperatur bumi (Mutia, 2020).
Upaya Minimalisasi Emisi Gas Buang pada Daur Hidup Tahu
Upaya untuk meminimalisasi dampak jangka panjang emisi gas buang tersebut dapat dilakukan langkah perbaikan seperti menggunakan bahan bakar substitusi terhadap serbuk kayu. Misalnya menggukanan briket biomassa dan biogas limbah cair tahu yang memiliki nilai kalor lebih tinggi, nyala tahan lama dan minim emisi (Fitriana & Febrina, 2021). Selain itu dapat menggunakan Sari Air Laut sebagai koagulan pengganti cuka, yang mana bahan tersebut menghasilkan emisi karbon yang minim karena hanya dibutuhkan sedikit dalam penggumpalan kedelai (Lolo et al., 2021). Penggunaan mesin bertenaga listrik juga memerlukan perawatan agar efisiensinya dapat terjaga. Saat mesin mampu bekerja dalam waktu singkat dan menghasilkan volume bahan tinggi, bahan bakar yang dibutuhkan menjadi sedikit serta emisi yang dihasilkan terhadap lingkungan juga bersifat minim (Kartikasari, 2009). Penyaring udara pada cerobong asap pabrik dengan menggunakan serat berpori dan pelarut pembahasah berupa NaOH juga penting untuk memurnikan polutan berbahaya dalam industri tahu (Harihastuti, 2010). Termasuk menanam tanaman Sanseviera sp yang mampu menyerap emisi karbon dalam jumlah tinggi dan dapat tumbuh sebagai tanaman hias yang tidak memerlukan ruang besar (Rosha et al., 2013).
KESIMPULAN
Daur hidup produk tahu perusahaan XYZ di Denpasar menghasilkan emisi gas buang berupa karbon dioksida (CO2) yang diperoleh melalui penggunaan bahan baku dan energi. Inventarisasi emisi menyatakan proses perendaman berkontribusi setara 0,56 kg CO2e/produksi, penggilingan 6,74 kg CO2e/produksi, serta perebusan yakni 134,4 kg CO2e/produksi. Efisiensi produksi di perusahaan XYZ Denpasar sebesar 8,48% dari perhitungan rendemen. Nilai tersebut menunjukan tahapan produksi belum efisien karena lebih banyak limbah dibandingkan produk yang dihasilkan. Analisis dampak lingkungan dari daur hidup produk tahu gate-to-gate menunjukkan bahwa dihasilkan emisi gas buang setara 488,94636 kg CO2e/produksi atau 1,47 kg CO2e/kg tahu. Perusahaan tahu XYZ merupakan salah satu sumber kecil penghasil emisi gas buang bagi lingkungan jika dibandingkan dengan jumlah emisi GRK Indonesia di tahun 2021. Emisi yang dihasilkan tetap harus diminimalisasi untuk mengantisipasi dampak emisi karbon jangka panjang.
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, R. N., Devy, S. D., Kurniawan, A. S., Hasanah, N., Salsabila, E. D., Ratnawati, D. A., Fadil, F. M., Syarif, N. A. & Aturdin, G. A. (2022). Potensi limbah cair tahu sebagai pupuk
organik cair di rt. 31 kelurahan lempake kota samarinda. Jurnal Pengabdian Masyarakat Universitas Mulawarman, 1(1), 36 – 41. https://doi.org/10.32522/abdiku.v1i1
Ambika, M. (2010). Studi analisa karakteristik gas CO2 hasil pembakaran kayu dengan proses fast burning dan slow burning. Skripsi. Universitas Brawijaya.
Arifin, F. (2012). Uji kemampuan Chlorella sp. sebagai bioremidiator limbah cair tahu. Skripsi. Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim.
Astari, R. G. (2012). Studi jejak karbon dari aktivitas pemukiman di Kecamatan Pademangan Kotamadya Jakarta Utara. Skripsi. Universitas Indonesia.
Budi, R. F. S. & Suparman. (2013). Perhitungan faktor emisi CO2 pltu batubara dan pltn. Jurnal Pengembangan Energi Nuklir, 15(1), 1 – 8.
Billah, M. (2009). Bahan bakar alternatif padat (bbap) serbuk gergaji kayu. Surabaya: UPN Press.
Cervantes, M., Copeland, H., & Žarnic, Ž. (2018). Accelerating the development and diffusion of low-emissions innovations. Organisation for Economic Co-operation and Development.
Dwinaningsih, E. A. (2010). Karakteristik kimia dan sensori tempe dengan variasi bahan baku kedelai/beras dan penambahan angkak serta variasi lama fermentasi. Skripsi. Universitas Sebelas Maret.
Effendi, M. S. (2002). Kinetika fermentasi asam asetat (vinegar) oleh bakteri Acetobacter aceti b127 dari etanol hasil fermentasi limbah cair pulp kakao. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 13(2), 125 – 135.
Ester, S. R., Mukarlina & Rahmawati. (2021). Aktivitas bakteri asam asetat dalam proses pembuatan cuka daging pisang mas (Musa acuminata, L.). Protobiont Journal, 10(1), 22 – 32.
Fitriana, W., & Febrina, W. (2021). Analisis potensi briket bio-arang sebagai sumber energi terbarukan. Jurnal Teknik Pertanian Lampung, 10(2), 147. https://doi.org/10.23960/jtep-
l.v10i2.147-154
Fusvita, L. (2015). Pengaruh variasi konsentrasi konsorsium bakteri hidrolitik dan waktu fermentasi terhadap produksi biogas dari campuran bahan baku kompos dengan kotoran sapi. Skripsi. Universitas Airlangga.
Hanim, L & Noorman. (2018). Umkm (usaha mikro kecil dan menengah) dan bentuk-bentuk usaha. Universitas Islam Sultan Agung.
Harihastuti, N., Widiasa, I. N., Djayanti, S., Harsono, D., & Sari, I. R. J. (2010). Pengurangan emisi
CO2 pada gas buang boiler dengan teknologi absorpsi melalui membran serat berpori. Jurnal Riset Industri, 4(1), 57 – 66.
Hawari, N. A. (2021). Life cycle assessment (lca) untuk rantai pasok agroindustri perkebunan kelapa sawit. Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Herlambang, S., Rina, S, Purwono, B. S. & Sutino, H. T. (2017). Biomassa sebagai sumber energi masa depan. Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat
Ilfathoniyah, A. (2023). Waktu fermentasi asam asetat oleh isolat acetobacter aceti pada substrat produk residu tumbuhan gracilaria sp. Universitas Islam Malang.
International Energy Agency. (2015). CO2 emissions from fuel combustion highlights 2015. http://www.iea.org/t&c
Kartikasari, C. T. (2009). Analisis efisiensi dan efektifitas penggunaan mesin produksi pada cv. harapan baru surakarta. Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Kaswinarni, F. (2007). Kajian teknis pengolahan limbah padat dan cair industri tahu studi kasus industri tahu tandang semarang, sederhana kendal dan gagak sipat boyolali. Universitas Diponegoro.
Lolo, E. U, Gunawan, R. I., Krismani, A. Y., & Pambudi, Y. S. (2021). Penilaian dampak lingkungan industri tahu menggunakan life cycle assessment (studi kasus: pabrik tahu sari murni kampung krajan, surakarta). Journal Serambi Engineering, 4(4), 2337 – 2347.
Marzuki. (2009). Efisiensi mesin dan analisis biaya teknologi mobil hybrid. Aceh: Politeknik Negeri Lhokseumawe.
Mujianto, A., Nizam, M., & Inayati. (2014). Seri kendaraan hibrida plug in untuk siklus berkendara di perkotaan. Jawa Tengah: Universitas Sebelas Maret.
Mutia, F. (2020). Studi penyerapan emisi karbon dioksida (CO2) kendaraan bermotor di jalur hijau jalan dr. soetomo kota surabaya. Universitas Airlangga.
Nahas, A. C., Indriani, R., Utami, A. I. D., Faisal, F., Bakri, I. A. A., Saputra, H. I., Arif, M. A., Asnia, M., & Rivaniputra, R. (2021). Kondisi rumah kaca global periode januari 1980 – maret 2021 dan Indonesia periode januari 2004 – april 2021. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
Nugrahayu, Q., Nurjannah, N. K., & Hakim, L. (2017). Estimasi emisi karbon dioksida dari sektor permukiman di kota yogyakarta
menggunakan ipcc guidelines. Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan 9(10), 25 – 36
Nurhidajah & Suyanto, A. (2012). Kadar kalsium dan sifat organoleptik tahu susu dengan variasi jenis bahan penggumpal. Jurnal Pangan dan Gizi, 3(5), 39 – 48.
Perusahaan Listrik Negara. (2021). Emisi gas rumah kaca (grk) per jenis bahan bakar di indonesia. Jakarta: Perusahaan Listrik Negara.
Pujianto, T., Bunyamin, A., & Wafiyyah, S. (2022). Pengukuran kinerja green manufacturing pada industri tahu sumedang untuk meningkatkan kinerja terhadap lingkungan menggunakan GSCOR dan LCA. Jurnal Teknologi Industri Pertanian, 16(2), 221–233.
https://doi.org/10.21107/agrointek.v16i2.1083 1
Ridhuan, K., Irawan, D., Zanaria, Y., & Adi, N. (2018). Pengaruh cara pembakaran pirolisis terhadap karakteristik dan efisiensi arang dan asap cair yang dihasilkan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Metro.
Rosha, P. T., Fitriyana, M. N., Ulfa, S. F., & Dharminto. (2013). Pemanfaatan sansevieria tanaman hias penyerap polutan sebagai upaya mengurangi pencemaran udara di kota semarang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa, 3(1), 1 – 6.
Sahirman, S. & Ardiansyah. (2014). Perkiraan carbon footprint industri tahu Banyumas – langkah awal menuju industri hijau. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Pendidikan Sains, 5(1), 344 – 348.
Subekti, S. (2011). Pengolahan limbah cair tahu menjadi biogas sebagai bahan bakar alternatif. Prosiding Seminar Nasional Sains dan Teknologi 2.
Sunarti, Sunaryo, F. K., Prasetyo, B. E., Kurniadi, C. B., Setiadi, I., Rabbani, Q., Fajarwati, P. A., & Hernawati, S. (2020). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Syamsul, E. S., Anugerah, O., & Supriningrum, R. (2020). Penetapan rendemen ekstrak daun jambu mawar (syzygium jambos l. alston) berdasarkan variasi konsentrasi etanol dengan metode maserasi. Jurnal Riset Kefarmasian Indonesia, 2(3), 147 – 157.
Tontowi, Sutriati, A., & Sofia, Y. (2014). Model sistem pengurangan emisi gas rumah kaca dari waduk dan rawa gambut. Kementerian Pekerjaan Umum.
Wahyudi, J. (2017). Penerapan life cycle assessment untuk menakar emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari aktivitas produksi tahu. The 6th University Research Colloquium, 475 – 480.
Yuwono, S. S. (2007). Analisis faktor-faktor penentu rendemen dan tekstur tahu di industri tahu yang menggunakan koagulan whey terfermentasi. Malang: Universitas Brawijaya.
8
Discussion and feedback