Jurnal Ilmiah Teknologi Pertanian

AGROTECHNO

Volume 9, Nomor 1, April 2024

ISSN: 2503-0523 e-ISSN: 2548-8023

Pengaruh Konsentrasi Natrium Hidroksida terhadap Karakteristik Selulosa Mikrobia dari SCOBY

Effect of Sodium Hydroxide Concentration on the Characteristics of Microbial Cellulose from SCOBY

Balia Dwiki Yusuf Fachriza, I Wayan Arnata*, Luh Putu Wrasiati

Program Studi Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Udayana, Badung, Bali, Indonesia

*Email: arnata@unud.ac.id

Abstract

Microbial cellulose is cellulose produced from a fermentation process involving bacteria and yeast, which has excellent potential as an alternative raw material to replace synthetic fibers. This research aims to determine the effect of NaOH on the characteristics of microbial cellulose and determine the concentration of NaOH that produces the best characteristics of microbial cellulose. This research used a randomized block design with varying treatment concentrations of NaOH consisting of 6 levels, namely (0%, 5%, 10%, 15%, 20%, and 25% w/v . Each treatment was grouped into three based on the microbial cellulose production time, so 18 experimental units were obtained. The variables observed were thickness, tensile strength, elongation at break, elasticity, and thickness expansion. The data obtained was analyzed for diversity and continued with the Least Significant Difference Test. The research results showed that the concentration of NaOH significantly affected the tensile strength, elongation at break, elasticity and swelling but had no significant effect on the thickness of microbial cellulose. NaOH concentration of 15% (w/v produces the best characteristics of microbial cellulose with a tensile strength value of 39.63 ± 1.33 MPa; elongation at break is 6.43 ± 0.35%; elasticity is 607.98 ± 26.26 Mpa and thickness expansion is 126.19 ± 2.06%.

Keywords: cellulose, microbial, kombucha, NaOH

Abstrak

Selulosa mikrobia adalah selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi dengan melibatkan bakteri dan yeast, memiliki potensi yang besar sebagai bahan baku alternatif pengganti serat sintetis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh NaOH terhadap karakteristik selulosa mikrobia dan menentukan konsentrasi NaOH yang menghasilkan karakteristik selulosa mikrobia terbaik. Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan perlakuan variasi konsentrasi NaOH yang terdiri dari 6 taraf yaitu (0%; 5%; 10%; 15%; 20%; 25% b/v . Masing-masing perlakuan dikelompokkan menjadi 3 berdasarkan waktu pembuatan selulosa mikrobia sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Variabel yang diamati yaitu ketebalan, kuat tarik, perpanjangan saat putus, elastisitas, dan pengembangan tebal. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH berpengaruh nyata terhadap terhadap nilai kuat tarik, perpanjangan saat putus (elongation at break , elastisitas dan pengembangan tebal (swelling , namun berpengaruh tidak nyata terhadap ketebalan selulosa mikrobia. Konsentrasi NaOH 15% (b/v menghasilkan karakteristik selulosa mikrobia terbaik dengan nilai kuat tarik 39,63±1,33 Mpa; perpanjangan saat putus yaitu 6,43±0,35%; elastisitas 607,98±26,26 Mpa dan pengembangan tebal yaitu 126,19±2,06%.

Kata kunci: Selulosa, mikrobia, kombucha, NaOH

PENDAHULUAN

Serat alam merupakan serat yang banyak didapatkan dari tumbuh-tumbuhan, atau dari proses fermentasi yang melibatkan bakteri dan yeast memiliki potensi yang besar dan sudah banyak digunakan sebagai bahan baku alternatif pengganti serat sintetis (Rajeshkumar et al., 2016). Umumnya, selulosa diperoleh dari tumbuh-tumbuhan atau lignoselulosa terutama pada kayu dan kapas. Selain itu, sumber

selulosa potensial untuk dikembangkan adalah selulosa mikrobia yang belum banyak diaplikasikan. Salah satu contohnya adalah selulosa dari kombucha yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan media air teh sebagai sumber mikronutrien (Felasih, 2010).

Kombucha adalah minuman hasil fermentasi teh manis yang ditambahkan biakan yang mengandung bakteri dan yeast atau disebut symbiotic culture of bacteria and yeast (SCOBY). Selama ini, hasil

fermentasinya lebih banyak memanfaatkan cairan tehnya sebagai minuman fungsional (Primiani et al., 2018; Coelho et al., 2020; Khamidah Antarlina, 2020), sedangkan fraksi biomassanya berupa selulosa relative masih jarang dimanfaatkan. Miranda et al. (2016) menyatakan, bahwa selulosa kombucha mempunyai bentuk massa gelatinosa atau menyerupai agar-agar biofilm putih yang mirip nata de coco. Selulosa diketahui dapat diproduksi dari beberapa bakteri yaitu Acetobacter, Agrobacterium, Alcaligenes, Pseudomonas, Rhizobium, dan Sarcina (El-Saied et al., 2004). Bakteri penghasil selulosa yang dilaporkan paling efisien adalah Acetobacter xylinum (Czaja et al., 2004 ; Klemm et al., 2006). Selulosa bakterial memiliki keunggulan antara lain kemurnian tinggi, derajat kristalinitas tinggi, kekuatan tarik tinggi, elastis, dan terbiodegradasi dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan (Crops, 2015).

Menurut Costa et al. (2017) dan Dima et al. (2017), selulosa yang disintesis oleh bakteri memiliki struktur molekul yang identik dengan selulosa tumbuhan. Namun, selulosa bakteri seperti selulosa kombucha memiliki tingkat kemurnian, polimerisasi, kristalinitas, kekuatan tarik, penyerapan air, kapasitas retensi air, kemampuan adaptasi biologis yang lebih tinggi, porositas, menawarkan biokompatibilitas, biodegradabilitas, ketahanan thermal yang tinggi dan terbarukan. Oleh karena keunikan sifat yang dimiliki selulosa bakteri, para peneliti mulai banyak memodifikasi aplikasi selulosa bakteri (Coelho et al., 2020). Saat ini, meskipun selulosa mikrobia dinilai lebih unggul dibandingkan dengan selulosa yang berasal dari tumbuhan tetapi masih perlu diperbaiki struktur dan kekuatannya sehingga dapat diaplikasikan dalam bidang yang lebih luas. Secara umum, karakteristik dari serat alami memiliki kelemahan antara lain bersifat hidrofilik, daya serap air tinggi, kurang reaktif, dan kurang kompatibel dengan matriks polimer, sehingga mempengaruhi karakteristik mekanik komposit (Sanam, 2022). Kelemahan karakteristik serat alam ini dapat diperbaiki dengan memodifikasi permukaan serat.

Berbagai upaya telah dilaporkan untuk modifikasi struktur dan permukaan guna memperbaiki karakteristik dari selulosa, diantarannya alkalisasi, asetilasi, akrilasi, dan alkalisasi dengan potasium permanganat. Namun, di antara metode ini, metode alkalisasi lebih populer dan banyak diterapkan karena lebih murah dan memiliki dampak negatif yang lebih rendah terhadap lingkungan daripada metode modifikasi kimia lainnya. Metode alkalisasi juga telah dilaporkan meningkatkan daya rekat antara serat alam dan matriks komposit. Selain itu, perlakuan alkali juga dilaporkan sangat efektif dalam meningkatkan kemurnian serat dengan cara

mendegradasi pengotor serat dari sisa-sisa fermentasi seperti, sisa sukrosa, bakteri yang masih hidup, dan sisa metabolisme dari bakteri. Beberapa peneliti telah melaporkan kondisi proses alkalisasi pada serat diantaranya alkalisasi serat Coccinia grandis dengan perlakuan perendaman pada konsentrasi NaOH 5% dapat meningkatkan kekuatan tarik komposit dari 273,0 menjadi 316,3 MPa dan stabilitas termal dari 213,4 °C hingga 220,6 °C (Senthamaraikannan Kathiresan, 2018). Penggunaan larutan NaOH 4M pada selulosa mikrobia menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 248 Mpa, perpanjangan saat putus 33,9%, serta elastisitas sebesar 10 Mpa (Younesi et al., 2019). Selulosa mikrobia dari gluconacetobacter xylinum yang diberi perlakuan alkalisasi NaOH 10% menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 1,18 MPa (Mckenna et al., 2009). Pada penelitian Gustian et al. (2006) menyatakan lembaran nata de coco yang diberi perlakuan alkalisasi NaOH 2% dan 5% (b/v) menghasilkan nilai swelling masing-masing berkisar antara 61,18 – 91,22% dan 77,14 – 109,46%.

Hasil-hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakukan konsentrasi alkalisasi pada berbagai jenis bahan sangat bervariasi dan menghasilkan karakteristik selulosa dan kompositnya sangat berbeda-beda. Sementara itu, proses modifikasi dengan metode alkalisasi pada variasi konsentrasi NaOH pada selulosa mikrobia kombucha belum diketahui secara optimal. Dengan demikian, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh NaOH terhadap karakteristik selulosa mikrobia dan menentukan konsentrasi NaOH yang menghasilkan karakteristik selulosa mikrobia terbaik.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Proses pembuatan selulosa mikrobia, uji pengembangan tebal, dan uji ketebalan dilakukan di Laboratorium Biokimia dan Nutrisi Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Uji Kekuatan tarik, perpanjangan saat putus, elastisitas dilakukan di laboratorium Pasca Panen Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Udayana. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Mei 2023.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdiri dari bahan baku dan bahan kimia. Bahan baku yang digunakan adalah teh hijau (merek Djenggot), sukrosa, air (Aqua), aquades, sukrosa (Rose Brand), kecambah kedelai, symbiotic culture of bacteria and yeast (SCOBY) yang diperoleh dari (Wikikombucha). Bahan kimia yaitu NaOH, dan asam asetat 98% (v/v) yang diperoleh dari Saba Kimia.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pisau, cutter, talenan, saringan teh, panci, kompor gas, karet gelang, gelas ukur (pyrex), gelas beaker (IWAKI), batang pengaduk, pengaduk kayu, kain kasa, pH meter (Mediatech), TDS meter (Mediatech), oven, timbangan analitik (shimadzu), plastik klip, blender dan toples keran ukuran 10 liter, toples plastik wadah fermentasi dengan ukuran panjang 25 cm dan tinggi 10 cm, termometer. Alat uji yang digunakan yaitu mikrometer (0-25 x 0,01 mm), alat uji mekanik selulosa mikrobia berdasarkan ASTM D638 (Automatic System Tester Machine) (Texture Analizer XT.Plus).

Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan memperlakukan faktor konsentrasi NaOH yang terdiri dari 6 taraf yaitu 0 % b/v, 5% b/v, 10% b/v, 15% b/v, 20% b/v, 25% b/v. Masing-masing taraf dikelompokan menjadi 3 berdasarkan waktu proses fermentasi sehingga diperoleh 18 unit percobaan. Data yang diperoleh dianalisis keragamannya dan jika perlakuan berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji BNT menggunakan software Microsoft Excel 2019. Penentuan perlakuan terbaik berdasarkan nilai kekuatan tarik, elastisitas, dan swelling tertinggi dari semua hasil perlakuan.

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan selulosa mikrobia mengikuti penelitian dari Alfarisi et al. (2021). Pembuatan selulosa mikrobia dalam sekali produksi yaitu sebanyak 2 L. Proses pembuatan diawali ekstrak teh hijau ditambahkan dengan sukrosa 200 g lalu diaduk menggunakan pengaduk kayu. Sebanyak 700 mL air ditambahkan. Setelah itu sebanyak 100 mL ekstrak kecambah kedelai ditambahkan dan diaduk hingga rata. Apabila sudah rata sebanyak 200 mL starter kultur mikrobia ditambahkan dan diaduk kembali.

Wadah fermentasi disiapkan lalu bahan dipindahkan ke dalam wadah fermentasi menggunakan keran yang terdapat pada toples homogenisasi. Wadah fermentasi ditutup menggunakan kain kasa dan diikat menggunakan karet. Fermentasi dilakukan selama 15 hari untuk memperoleh selulosa mikrobia. Selanjutnya proses alkalisasi menggunakan NaOH ini mengacu pada penelitian Arnata et al. (2022) dengan modifikasi pada penggunaan selulosa yang menggunakan selulosa mikrobia. Perlakuan alkali menggunakan larutan NaOH dengan berbagai konsentrasi yaitu 0% b/v (kontrol), 5% b/v, 10 % b/v, 15% b/v, 20% b/v dan 25% b/v. Selulosa dipotong-potong dengan ukuran berukuran 15 cm x 7 cm, kemudian ditambahkan dengan 100 mL larutan NaOH sesuai dengan perlakuan, dipanaskan pada suhu 50oC selama 10 menit, dan diaduk. Selanjutnya serat dibilas dengan larutan asam asetat 1% (v/v) untuk menetralkan pH (6.0) dan menghilangkan sisa larutan NaOH yang masih menempel. Kemudian selulosa dikeringkan menggunakan oven pada suhu 50±2oC selama 24 jam untuk menghasilkan serat termodifikasi.

Variabel yang Diamati

Variabel yang diamati yaitu ketebalan (Permatasari et al., 2018), kuat tarik (Tensile Strength) (Lailyningtyas et al., 2020), perpanjangan saat putus (Elongation at Break) (Setiani et al., 2013), elastisitas (Modulus Young) (Harsojuwono, 2018), pengembangan tebal (Swelling).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ketebalan

Hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa variasi konsentrasi NaOH berpengaruh tidak nyata terhadap ketebalan selulosa mikrobia yang dihasilkan (p>0,05). Nilai ketebalan yang dihasilkan berisar antara 0,14±0,01 - 0,16±0,01 mm yang dapat dilihat pada Tabel 1.

saat putus selulosa mikrobia

Tabel 1. Nilai rata-rata hasil uji ketebalan, kuat tarik dan uji

NaOH (%)

Ketebalan (mm)

Kuat Tarik (MPa)

Perpanjangan Saat Putus (%)

0

0,15 ± 0,01a

15,64 ± 1,13e

9,43 ± 0,74ab

5

0,15 ± 0,01a

26,38 ± 1,53c

8,83 ± 0,41bc

10

0,14 ± 0,01a

33,46 ± 0,78b

7,08 ± 0,06d

15

0,15 ± 0,01a

39,63 ± 1,33a

6,43 ± 0,35d

20

0,16 ± 0,01a

22,13 ± 1,58d

8,12 ± 0,15c

25

0,16 ± 0,01a

8,95 ± 0,17f

9,91 ± 0,08a

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukan perbedaan tidak signifikan (p>0,05) dengan uji BNT 5% (n=3)

Perlakuan 0%, 5%, 10%, 15%, 20%, dan 25% menghasilkan ketebalan yang relatif sama dan tidak berbeda nyata pada setiap perlakuannya. Rata-rata

selulosa mikrobia kering memiliki ukuran yang sama karena air yang terkandung pada selulosa menghilang dan yang tertinggal hanya serat. Pada umumnya tebal

selulosa mikrobia kering hanya dipengaruhi oleh aktivitas bakteri yang meliputi konsentrasi sukrosa, lama fermentasi dan sumber nutrisi yang digunakan saat proses fermentasi. Namun proses alkalisasi menggunakan NaOH yang dilakukan tidak berpengaruh pada ketebalan selulosa kering (Lavoine et al., 2012). Pada penelitian Yasa et al. (2020) menyatakan selulosa yang dialkalisasi menggunakan NaOH tidak berpengaruh pada ketebalan selulosa kering akan tetapi berpengaruh terhadap sifat fisik yang berupa warna selulosa yang lebih cerah, permukaan lebih halus dan lebih sedikit kerutan, serta sifat mekanik terutama pada kekuatan tarik, dan elongasi yaitu sebesar 30,95 MPa, dan 3,25%.

Kuat Tarik (Tensile Strength)

Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selulosa mikrobia dari variasi perlakuan alkalisasi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap kuat tarik selulosa mikrobia. Nilai kuat tarik selulosa mikrobia berkisar antara 8,95±0,2 -39,63±1,3 MPa yang merujuk pada Tabel 1. Kuat tarik merupakan tegangan maksimum yang mampu ditahan oleh selulosa mikrobia ketika diregangkan dan atau ditarik. Tabel 1 menunjukkan bahwa konsentrasi NaOH 15% menghasilkan selulosa dengan nilai kekuatan tarik tertinggi yaitu sebesar 39,63±1,3 MPa yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada selulosa yang dialkalisasi dengan konsentrasi NaOH 25% menghasilkan nilai kekuatan tarik terendah sebesar 8,95 ± 0,2 MPa. Konsentrasi NaOH ditingkatkan dari 0-15%, menyebabkan nilai kuat tarik selulosa meningkat. Namun, jika konsentrasi NaOH lebih dari 15%, berakibat nilai kuat tarik selulosa menurun. Proses alkalisasi menggunakan NaOH 15% menghasilkan nilai kuat tarik tertinggi disebabkan oleh pengurangan mobilitas antar molekuler sehingga kuat tarik selulosa meningkat. Hal ini juga berdampak pada jarak antar molekul semakin rapat, setelah selulosa melalui proses pengeringan (Rahayu

Eli Rohaeti, 2014). Hal tersebut juga dikarenakan perlakuan alkali (NaOH) dapat memperbaiki ikatan serat dengan matrik sehingga menaikkan nilai sifat mekanis dari komposit selulosa mikrobia. Namun perlakuan konsentrasi alkali (NaOH) yang tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada unsur selulosa sehingga serat menjadi rapuh dan mudah putus. Hal ini didukung oleh pernyataan Nurfajri Arwizet (2019) yang menyebutkan bahwa kadar larutan NaOH yang tinggi dan waktu perlakuan yang lebih lama dapat menyebabkan kerusakan pada unsur selulosa. Hal serupa juga disampaikan oleh Diharjo, (2008) yaitu perlakuan NaOH yang lebih lama pada serat dapat menyebabkan kerusakan pada unsur selulosa, akibatnya serat dengan perlakuan alkali

terlalu lama mengalami degradasi kekuatan yang signifikan. Kondisi ini ditunjukan oleh selulosa mikrobia yang diberi perlakuan alkalisasi pada konsentrasi 25% justru memiliki nilai kuat tarik terendah. Meskipun zat pengotor pada selulosa mampu dibersihkan, akan tetapi serat yang terkandung di dalamnya mengalami degradasi bersamaan dengan menghilangnya pengotor pada selulosa mikrobia (Arnata et al., 2022). Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Mckenna et al. (2009) yang menyatakan selulosa mikrobia dari gluconacetobacter xylinum dengan perlakuan konsentrasi alkalisasi NaOH 10% menghasilkan nilai kuat tarik sebesar 1,18 ± 0,26 MPa.

Perpanjangan Saat Putus (Elongation at Break) Berdasarkan Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selulosa mikrobia dari variasi perlakuan alkalisasi berpengaruh sangat nyata nyata (p<0,01) terhadap perpanjangan saat putus selulosa mikrobia yang dihasilkan. Nilai perpanjangan saat putus selulosa mikrobia yang dihasilkan berkisar antara 6,43±0,3 - 9,91±0,3% yang dapat dilihat pada Tabel 1. Perpanjangan saat putus (elongation at break) adalah persentase pertambahan panjang sampel selulosa mikrobia kering dari awal penarikan hingga putus. Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan alkalisasi menggunakan NaOH 25% menghasilkan nilai perpanjangan saat putus tertinggi sebesar 9,91±0,3%. Sementara pada konsentrasi NaOH 15% menghasilkan nilai perpanjangan putus terendah sebesar 6,43±0,3%. Perlakuan alkalisasi NaOH pada konsentrasi 25% dengan 0% menghasilkan selulosa mikrobia dengan nilai perpanjangan saat putus tertinggi yang tidak berbeda nyata yang berkisar antara 9,91±0,3 – 9,43 ± 0,74%. Perlakuan 0% dan 5% menghasilkan nilai rata-rata perpanjangan saat putus yang tidak berbeda nyata yaitu berkisar antara 9,43±0,74 - 8,83±0,41%. Pada konsentrasi NaOH 10% dan 15% menghasilkan nilai rata-rata perpanjangan saat putus relatif rendah tidak berbeda nyata yang berkisar antara 7,08±0,6 - 6,43±0,3%. Hal tersebut dikarenakan proses alkalisasi menggunakan NaOH mengakibatkan peregangan pada rantai polimer sehingga jarak antar rantai selulosa semakin renggang dan memudahkan pergerakan antar molekul, akibatnya nilai persen perpanjangan saat putus dari selulosa meningkat (Afif et al., 2018). Keregangan   pada rantai   polimer tersebut

menghasilkan   peningkatan   fleksibilitas dan

ekstensibilitas selulosa, sehingga gaya intermolekul antara rantai polimer yang berdekatan menjadi lemah (Pamela et al., 2017). Hasil penelitian Rahayu. (2014) menunjukan selulosa mikrobia mempunyai nilai elongasi sebesar 19,59% yang menjadi nilai elongasi tertinggi diantara perlakuan lainnya. Lebih

lanjut dijelaskan bahwa pengurangan mobilitas molekuler dapat menurunkan nilai elongasi, akan tetapi mampu meningkatkan nilai kuat tarik selulosa mikrobia karena jarak antar molekul semakin rapat.

Elastisitas (Modulus Young)

Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selulosa mikrobia dari variasi perlakuan

alkalisasi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap elastisitas selulosa mikrobia yang dihasilkan. Nilai elastisitas selulosa mikrobia yang dihasilkan berkisar antara 90,37±1,02 -607,98±26,26 MPa yang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Nilai rata-rata uji elastisitas dan swelling pada selulosa mikrobia kering

Kosentrasi NaOH (%)

Elastisitas (MPa)                   Pengembangan tebal (%)

0

5

10

15

20

25

166,63 ± 18,82 e                          63,89 ± 2,41 e

301,11 ± 25,99 c                        73,81 ± 2,06 d

472,86 ± 7, 32 b                        111,67 ± 1,44 b

607,98 ± 26,26 a                        126,19 ± 2,06 a

259,20 ± 19,50 d                        130,36 ± 6,44 a

90,37 ± 1,02 f                           92,13 ± 6,85 c

Keterangan: Nilai rata-rata yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada setiap kolom menunjukan perbedaan yang nyata pada taraf kesalahan (p>0,05) dengan uji BNT 5% (n=3)

Tabel 2 menunjukkan bahwa selulosa mikrobia yang diberi perlakuan alkalisasi pada konsentrasi NaOH 15% menghasilkan nilai elastisitas rata-rata tertinggi sebesar 607,98±26,26 Mpa yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Pada selulosa mikrobia yang dialkalisasi dengan konsentrasi NaOH 25% menghasilkan nilai elastisitas terendah sebesar 90,37±1,02 MPa. Hal ini dapat terjadi dikarenakan dengan tingginya kuat tarik serta proses alkalisasi yang diberikan pada sampel yang mengakibatkan elongasinya menjadi kecil sehingga nilai modulus young tinggi (Wahyudi et al., 2020). Selulosa mikrobia yang dialkalisasi dengan konsentrasi NaOH 25% menghasilkan nilai elastisitas terendah sebesar 90,37±1,02 Mpa.

Proses alkalisasi yang dilakukan pada selulosa mengakibatkan selulosa menjadi lebih kaku hal ini menandakan pada selulosa mikrobia yang dialkalisasi menggunakan NaOH terjadi interaksi molekular yang lebih besar. Tingkat kekakuan selulosa bakteri dapat diketahui melalui penentuan modulus young. Jika nilai modulus young semakin tinggi, maka selulosa mikrobia tersebut akan semakin kaku (Rohaeti Rahayu, 2012). Pada penelitian Chen et al. (2021) menyatakan selulosa mikrobia yang diberi perlakuan alkalisasi dengan konsentrasi NaOH 8% menghasilkan nilai elastisitas (modulus young) tertinggi yaitu sebesar 7,23 ± 1,25 MPa.

Uji Pengembangan Tebal (Swelling)

Berdasarkan hasil analisis keragaman menunjukkan bahwa selulosa mikrobia dari variasi perlakuan alkalisasi berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap nilai pengembangan tebal yang dihasilkan. Nilai swelling selulosa mikrobia yang dihasilkan berkisar antara 63,89±2,41 - 130,36±6,44% (Tabel

2). Persentase penyerapan air terendah dari selulosa mikrobia dengan perlakuan konsentrasi 0% menghasilkan nilai penyerapan air sebesar 63,89±2,41%. Nilai ini berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sementara itu, perlakuan alkalisasi NaOH pada konsentrasi 20% dan 15% menghasilkan selulosa mikrobia dengan nilai pengembangan tebal (swelling) relatif tinggi yang tidak berbeda nyata yang berkisar antara 130,36±6,44 - 126,19±2,06%. Hal itu disebabkan oleh selulosa mikrobia dengan perlakuan alkalisasi 20% dan 15% mempunyai kemurnian relatif lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lainnya, sehingga selulosa mikrobianya memiliki lebih banyak gugus hidroksil (OH) bebas relatif lebih berlimpah. Gugus hidroksil berfungsi sebagai penyerap air yang baik atau mengikat air agar terperangkap pada selulosa mikrobia (Hasyim et al., 2018). Kandungan gugus hidroksil yang relatif tinggi di dalam struktur molekul selulosa mikrobia menyebabkan sifat afinitas yang tinggi terhadap kelembaban sehingga mengarah pada pembentukan sifat hidrofilik (Faruk et al., 2012).

Pada Tabel 2 menunjukkan perlakuan alkalisasi NaOH dengan konsentrasi 10% dengan 25%, 5%, 0% menghasilkan nilai swelling yang relatif rendah yang berbeda nyata berkisar antara 63,89±2,41 -111,67±1,44%. Hal tersebut dikarenakan pada konsentrasi dibawah 15% cenderung memiliki tingkat kemurnian selulosa yang kecil dan diatas konsentrasi 20% selulosa akan mengalami kerusakan kristalinitas, sehingga memiliki daya serap yang rendah dibandingkan dengan perlakuan 20% dan 15%. Trend nilai yang semakin menurun tersebut dipengaruhi oleh tingkat kerapatan antar daerah

mikrofibril. Sehingga mengakibatkan daerah mikrofibril selulosa mikrobia lebih susah dimasuki air dan nilai swelling menurun (Gustian et al., 2006). Namun pada penelitian Gustian et al. (2006) penyerapan air oleh lembaran nata de coco kering yang hanya dicuci dengan NaOH 2% (b/v) memiliki derajat swelling berkisar antara 61,18 – 91,22% lebih kecil dibandingkan dengan nilai swelling pada lembaran nata de coco yang dihasilkan dari proses alkalisasi NaOH 5% (b/v) yaitu berkisar 77,14 – 109,46%.

KESIMPULAN

Variasi konsentrasi NaOH berpengaruh nyata terhadap kuat tarik (tensile strength), perpanjangan saat putus (elongation at break), elastisitas (modulus young) dan pengembangan tebal (swelling) akan tetapi tidak dengan nilai ketebalan selulosa mikrobia kering.

Konsentrasi NaOH 15% (b/v) menghasilkan selulosa mikrobia terbaik dengan karakteristik nilai kuat tarik 39,63 ± 1,33 Mpa ; perpanjangan saat putus yaitu 6,43 ± 0,35; elastisitas 607,98 ± 26,26 Mpa dan pengembangan tebal (swelling) yaitu 126,19 ± 2,06 %.

SARAN

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui formulasi baru dengan lama waktu pada saat proses perendaman selulosa menggunakan NaOH agar nilai kuat tarik, elastisitas dan pengembangan tebal yang dihasilkan lebih optimal, serta formulasi penambahan nutrisi selai kecambah kedelai.

DAFTAR PUSTAKA

Afif, M., Wijayati, N., Mursiti, S. (2018). Pembuatan dan karakterisasi bioplastik dari pati biji alpukat-kitosan dengan plasticizeafifr sorbitol. Indonesian Journal of Chemical Science, 7(2), 103–109.

Alfarisi, C. D., Zahrina, I., Mutamima, A. (2021). Pembuatan nata de cassava dari limbah cair tapioka dengan menggunakan sumber nitrogen alami yang berbeda. Jurnal Ilmiah Pertanian, 17(2), 93–100.

Arnata, I. W., Harsojuwono, B. A., Hartiati, A., Anggreni, A. A. M. D., Sartika, D. (2022). Effect of alkaline concentration treatments on the chemical, physical, and thermal characteristics of cellulose from tapioca solid waste. Journal of Fibers and Polymer Composites, 1(2), 117–130.

Chen, S. Q., Meldrum, O. W., Liao, Q., Li, Z., Cao, X., Guo, L., Zhang, S., Zhu, J., Li, L. (2021). The influence of alkaline treatment on the mechanical and structural properties of

bacterial cellulose. Carbohydrate Polymers, 271(July),                           118431.

https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2021.118431

Coelho, R. M. D., Almeida, A. L. de, Amaral, R. Q. G. do, Mota, R. N. da, Sousa, P. H. M. d. (2020). Kombucha: Review. International Journal of Gastronomy and Food Science, 22(July),                             100272.

https://doi.org/10.1016/j.ijgfs.2020.100272

Crops, B. (2015). Potensi in-vivo selulosa bakterial sebagai   nano-filler   karet elastmosfer

thermoplastics ( ETPS ). 14(2), 103–112.

Czaja, W., Romanovicz, D., Brown, R. malcolm. (2004). Structural investigations of microbial cellulose produced in stationary and agitated culture.   Cellulose,   11(3/4),   403–411.

https://doi.org/10.1023/b:cell.0000046412.119 83.61

El-Saied, H., Basta, A. H.,   Gobran, R. H. (2004).

Research progress in friendly environmental technology for the production of cellulose products (Bacterial   cellulose   and its

application). Polymer - Plastics Technology and Engineering,    43(3),    797–820.

https://doi.org/10.1081/PPT-120038065

Faruk, O., Bledzki, A. K., Fink, H. P., Sain, M. (2012). Biocomposites reinforced with natural fibers: 2000-2010. Progress in Polymer Science,         37(11),         1552–1596.

https://doi.org/10.1016/j.progpolymsci.2012.0 4.003

Felasih, E. (2010). Pemanfaatan selulosa bakteri polivinil alkohol (PVA) hasil iradiasi (hidrogel) sebagai matriks topeng masker wajah. 4. https://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/12 3456789/2414

Gustian, I., Sutanto, T. D., Adfa, M. (2006). Efek perendaman larutan alkali terhadap prilaku film kertas dari nata de coco yang dimodifikasi. Jurnal G, 2(1), 126–129.

Hasyim, U. H., Yansah, N. A., Nuris, M. F. (2018). Sebagai matriks komposit serat alam dengan perbandingan alkalisasi Naoh dan KOH. E -Journal UMJ, 15(3), 1–7.

Khamidah, A., Antarlina, S. S. (2020). Opportunities of Kombucha drinking as a functional food. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian, 14(2), 184–200.

Klemm, D., Schumann, D., Kramer, F., Heßler, N., Hornung, M., Schmauder, H. P., Marsch, S. (2006). Nanocelluloses as innovative polymers in research and application. Advances in Polymer     Science,    2 5(1),    49–96.

https://doi.org/10.1007/12_097

Lailyningtyas, D. I., Lutfi, M., Ahmad, A. M. (2020). Uji mekanik bioplastik berbahan pati

umbi ganyong (Canna edulis) dengan variasi selulosa asetat dan sorbitol. Jurnal Keteknikan

Pertanian Tropis Dan Biosistem, 8(1), 91–100. https://doi.org/10.21776/ub.jkptb.2020.008.01. 09

Lavoine, N., Desloges, I., Dufresne, A., Bras, J. (2012). Microfibrillated cellulose - Its barrier properties and applications in cellulosic materials: A review. Carbohydrate Polymers, 9 (2),                              735–764.

https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2012.05.026

Miranda, B., Lawton, N. M., Tachibana, S. R.,

Swartz, N. A., Hall, W. P. (2016). Titration and HPLC characterization of kombucha

fermentation: A laboratory experiment in food analysis. Journal of Chemical Education, 93(10),                        1770–1775.

https://doi.org/10.1021/acs.jchemed.6b00329

Pamela, V. Y., Syarief, R., Iriani, E. S., Suyatma, N. E. (2017). Karakteristik mekanik, termal dan morfologi film polivinil alkohol dengan penambahan nanopartikel ZnO dan asam stearat untuk kemasan multilayer. Jurnal Penelitian Pascapanen    Pertanian,    13(2),    63.

https://doi.org/10.21082/jpasca.v13n2.2016.63 -73

Primiani, C. N., Pujiati, Mumtahanah, M., Ardhi, W. (2018). Kombucha fermentation test used for various types of herbal teas. Journal of Physics: Conference    Series,   1 25(1).

https://doi.org/10.1088/1742-6596/1025/1/012073

Rahayu, T. (2014). Sifat mekanik selulosa bakteri dari air kelapa dengan penambahan kitosan. Jurnal Penelitian Saintek, 19(2), 1–13.

Rajeshkumar, G., Hariharan, V., Scalici, T. (2016). Effect of NaOH treatment on properties of phoenix Sp. Fiber. Journal of Natural Fibers,

13(6),                              702–713.

https://doi.org/10.1080/15440478.2015.113000

5

Rohaeti, E Rahayu, T. (2012). Sifat mekanik selulosa bakteri dengan media air kelapa dan gliserol sebagai material pemlastis. 3450.

Sanam, Hamid Abdillah, O. R. (2022). Analisis pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap kekuatan tarik dan penyerapan air komposit polymer blend berpenguat serat bambu. Jurnal Pendidikan Teknik Mesin Undiksha, 1 , 14–21. http://10.0.93.79/jptm.v10i2.51606

Senthamaraikannan, P., Kathiresan, M. (2018). Characterization of raw and alkali treated new natural cellulosic fiber from Coccinia grandis.L. Carbohydrate Polymers, 186, 332– 343.

https://doi.org/10.1016/j.carbpol.2018.01.072

Wahyudi, B., Bahrul, M., Kasafir, H., Rokhmat, M., Hidayat, T. (2020). Sintesis dan karakterisasi bioplastik dari pati talas dengan selulosa tandan kosong kelapa sawit. Seminar Nasional Teknik Kimia Soebardjo Brotohardjono   XVI,

1(September), 1–12.

Yasa, I. W. S., Basuki, E., Saloko, S., Handito, D. (2020). Sifat fisik dan mekanis lembaran kering selulosa bakteri berbahan dasar limbah hasil pertanian. Jurnal Ilmiah Rekayasa Pertanian Dan Biosistem,      8(1),      89–99.

https://doi.org/10.29303/jrpb.v8i1.170

Younesi, M., Wu, X., Akkus, O. (2019). Controlled mercerization of bacterial cellulose provides tunability of modulus and ductility over two orders of magnitude. Journal of the Mechanical Behavior of Biomedical Materials, 9 (November 2017),       530–537.

https://doi.org/10.1016/j.jmbbm.2018.11.005