Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.11, No.1, Mei 2023

E- ISSN: 2684-7728

Analisis Rantai Pasok dan Efisiensi Pemasaran Beras di Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah

Analysis of Supply Chain and Marketing Efficiency of Rice in Semarang Regency, Central Java Province

Anselina Sima*) Liska Simamora

Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian dan Bisnis, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, Jawa Tengah, Indonesia

*)Email: [email protected]

ABSTRACT

The aims and objectives of this research were: 1) to describe the rice supply chain in Semarang Regency, Banyubiru District, Kebumen Village and 2) to determine the efficiency of rice marketing that occurs in the rice supply chain. The type of research used is descriptive qualitative and quantitative. Qualitative descriptive is used to describe product flow, financial flow, and information flow, while quantitative is used to find out marketing margin and farmer's share. Data collection techniques used primary and secondary data types with purposive sampling for farmers and snowball sampling for distributors. Using a chain analysis approach as a way of knowing the rice supply chain in Banyubiru District, Kebumen Village. The data analysis technique used is farmer's share where the marketing margin aims to determine marketing efficiency. The results of the study showed a picture of the rice supply chain, namely farmers - traders - millers -wholesalers - consumers and were declared inefficient.

Keywords: Supply Chain, Marketing Efficiency, Farmer's Share

ABSTRAK

Tujuan dan penelitian ini adalah: 1) untuk mengetahui gambaran rantai pasok beras di kabupaten semarang, kecamatan banyubiru, desa kebumen dan 2) untuk mengetahui efisiensi pemasaran beras yang terjadi dalam rantai pasok beras. Jenis penelitan yang digunakan adalah deskriptif kualitatif dan kuantitataif. Deskriptif kualitatif digunakan untuk mengetahui gambaran dari aliran produk, aliran keuangan, dan aliran informasi sedangkan kuantitatif untuk mengatahui margin pemasaran dan farmer’s share. Teknik pengumpulan data menggunakan jenis data primer dan sekunder dengan pengambilan sampel secara purposive sampling untuk petani dan snowball sampling untuk pelaku distibusi. Menggunakan pendekatan analisi rantai sebagai cara mengatahui rantai pasok beras di Kecamatan banyubiru, Desa Kebumen. Teknik analisis data yang digunakan yaitu dan farmer’s share dimana margin pemasaran bertujuan mengetahui efisinesi pemasaran. Hasil penelitian menunjukan gambaran rantai pasok beras yaitu petani – pedagangang pengumpul – penggilingan – pedagang besar – konsumen dan dinyatakan tidak efisien.

Kata kunci: Rantai Pasok, Efisiensi Pemasaran, Farmer’s Share

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Beras merupakan makanan pokok hampir seluruh masyarakat Indonesia. Rata – rata konsumsi beras di Indonesia sebesar 111,58 kg/kap/tahun. Jumlah produksi beras nasional tahun 2018 sebesar 33,94 juta ton dan tahun 2019 sebesar 31,21 juta ton yang dapat dikatakan mengalami penurunan sebesar 2,63 juta ton (BPS,2017). Menurut (BPS,2017), Petani memiliki peranan yang sangat penting dalam proses produksi padi sawah. Biaya yang dikeluarkan petani per musim tanam sebesar Rp.18.514.840/ha. Penerimaan yang diperoleh dari usahatani padi sawah sebesar Rp.4.955.000/ha, sehingga pengeluaran dan pendapatan petani padi sawah mengalami kesenjangan.

Sepang (2017) tujuan pemerintah yaitu menyediakan pasokan beras yang stabil, tersedia sepanjang waktu, terdistribusi secara merata dan harga yang terjangkau. Hal ini menunjukkan bahwa perlu mengetahui gambaran rantai pasok dalam memenuhi permintaan konsumen akan pasokan beras secara efektif dan efisien, baik dari segi biaya, waktu dan proses.

Pelaku lainnya khususnya pelaku rantai distribusi dari produsen ke konsumen yaitu pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pedagang kecil. Setiap pelaku memiliki caranya tersendiri dalam menyalurkan beras kepada konsumen khususnya pada harga beli dan harga jual yang ditawarkan. Kegiatan tersebut membentuk suatu Rantai Pasok. Perbedaan harga beli dan harga jual di setiap pelaku pemasaran mengakibatkan informasi penyebaran harga yang tidak sama, sehingga keuntungan untuk setiap lembaga menjadi tidak seimbang.

Rantai pasok pertanian adalah proses yang mencangkup kegiatan budidaya, pengolahan, distribusi, pemasaran sehingga produk yang dihasilkan dapat sampai ke tangan konsumen (Sepang 2017).

Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu daerah yang memiliki beberapa sentra produksi beras. Kabupaten Semarang adalah salah satunya khususnya kecamatan banyubiru. Berdasrkan data luas panen padi sawah di Kabupaten Semarang Tahun 2019 khususnya kecamatan banyubiru seluas 2,302.00 ha dengan produksi sebesar 13,338.00 ton. Produksi beras yang dihasilkan bertujuan untuk menjaga stabilitas persediaan beras di Kabupaten Semarang. Stabilitas beras di Kabupaten Semarang seiring berjalannya waktu akan mengalami penurunan akibat jumlah lahan padi sawah yang semakin sempit yang berdampak pada berkurangnya produksi beras.

Maka dari itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran rantai pasok dan efisiensi pemasaran di Kecamatan Bayubiru, Desa Kebumen, Kabupaten Semarang.

METODE PENELITIAN

Penelitian berlokasi di Kabupaten Semarang, Kecamatan Banyubiru, Desa Kebumen. Penelitian dilaksanakan pada bulan Agustus - September 2021. Jenis penelitian yang diguanakan adalah desktiptif kualitatif dan kuantitatif. Teknik pengumpulan data menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan sekunder. Dengan metode pengambilan sampel petani dilakukan secara purposive sampling yaitu menetapkan sampel dengan kriteria luas lahan <0.5(kecil), 0,5(sedang) dan >0,5(luas). Snowball sampling digunkan untuk mengidentifikasi memilih dan mengambil sampel dalam suatu jaringan atau rantai hubungan yang menerus (Nurdiana, 2014). Mengunakan pendekatan analisis rantai pasok dalam pengukuran variable dan margin pemasaran dalam analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi, Identitas Responden

Secara administratif Desa Kebumen merupakan desa yang masuk dalam wilayah Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semaran, provinsi Jawa Tengah. Berbatasan dengan lereng/puncak dengan garis lintang 7.3292 (Latitude), garis bujur 110.4392 (Longlitud) dan ketinggian sebesar 487 (meter). Dilihat dari batasan daerahya desa kebumen cocok menjadi tempat bercocok tanaman, hal tersebut sejalan dengan mayoritas penduduknya berprofesi sebagi petani dan beternak sebagai pekerjaan sampingannya. Komuditas tanaman yang di Desa Kebumen merupakan tanaman pangan yaitu padi.

Hasil penelitian yang dilakukan terdapat 2 reseponden petani dengan luas lahan masing – masing 5000 ha dan 6000 ha. Pedagang pengumpul 2 responden, penggilingan 2 responden, pedagang besar 2 responden, dan konseumen 2 responden sehingga total responden dalam penelitian ini sebanyak 10 responden.

Gambaran Rantai Pasok

Rantai pasok merupakan keselurhan proses produksi dari kegiatan budidaya, pengolahan, distribusi, pemasaran hingga produk yang dihasilkan ke tangan konsumen. Dimana struktur rantai pasok menjelaskan hubungan antara stakeholder yang terlibat dan perannya serta seluruh aliran informasi, produk, dan uang. (Purwandoko, 2018). Adapun pola rantai pasok berdasarkan hasil olah data primer sebagai berikut :

Gambar 1. Rantai pasok I dan II

Pada pola rantai pasok di atas yaitu petani sebagai pemasok utama, kemudian pedagang pengumpul membeli, kemudian ke peenggilingan, selanjutnya ke pedagang besar dan berakhir di konsumen. Pada rantai pasok di atas terdapat tiga aliran yaitu aliran produk, aliran informasi, dan aliran keuangan.

  • 1.    Aliran Produk

Aliran produk atau barang menurut Nurfadilah (2017) adalah aliran yang melibatkan arus produk fisik dari pemasok sampai konsumen melalui rantai. Pemasok utama yaitu petani kemudian pelaku rantai pasok lainnya yaitu pengepul dan pedangang hingga ke konsumen.

Sejalan dengan pernyataan diatas rantai pasok I dan II di Desa Kebumen, kecamatan Banyubiru yaitu melalui petani sebagai pemasok utama. Selanjutnya dijual ke pedagang pengumpul sekaligus melakukan penebasan di lahan. Setelah melakukan penebasan pedagang pengumpul kemudian menjual ke penggilingan. Pihak penggilinagn melakukan proses penjemuran gabah hingga kering yang selanjutnya akan digiling dan dikemas ke dalam karung. Setelah proses penggilingan selesai, pihak penggilingan akan mendistirbusikan beras ke pedagang besar disekitar Desa Kebumen dan Kecamatan Banyubiru. Pedagang besar membeli dari penggilingan. Pedagang besar akan menjual beras dalam bentuk kemasan 5kg, 10 kg dan eceran. Rantai pasok beras berakhir dikonsumen yang tinggal di daerah Desa Kebumen dan Kecamatan Banyubiru.

Penelitaian terdahulu yang dilakukan oleh Asmawati, 2018 dimana terdapat 4 tingkatan pelaku dalam rantai pasok I yang dimiliki. Rantai pasok tersebut dimulai dari petani – penggilingan – pedagang besar – konsumen. Dilihat dari rantainya bahwa petani merupakan pemasok utama.

  • 2.    Aliran Informasi

Menurut Paramita, 2019 aliran informasi adalah komponen yang sangat penting guna pencapaian tujuan rantai pasok. Informasi yang baik antara pelaku rantai pasok dapat menciptakan suatu hubungan yang baik, sehingga meningkatkan kepercayaan dalam menjalankan hubungan kerjasama.

Aliran informasi yang terjadi pada petani dan pedagang pengumpul merupakan aliran informasi mengenai harga gabah. Sejalan dengan penelitian Salsabila (2014), bahwa aliran informasi yang terjadi pada petani dan pedagang pengumpul yaitu mengenai harga gabah dan permintaan gabah. Pedagang pengumpul mendapatkan infromasi berdasarkan harga pasar.

Pedagang pengumpul dan penggilingan dimana aliran informasi yang terjadi mengenai harga gabah dan kualitas bulir. Penggiligan dan pedagang besar aliran informasi yang terjadi yaitu mengenai harga beras, jenis beras, kualitas bulir dan permintaan beras. Harga jual dipenggilingan sedikit naik dikarenakan terdapat proses pengeringan dan penggilingan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Sepang (2017), dimana bentuk informasi antara penggilingan dengan pedagang besar yaitu informasi jumlah beras yang diproduksi, harga jual, jenis beras dan perkiraan waktu untuk sampai ke tangan pembeli. Sedangankan informasi ditingkat pedagang besar dengan konsumen yaitu tentang harga jual beras, jenis beras, dan kebutuhan beras oleh konsumen.

  • 3.    Aliran Keuangan

Menurut Sepang (2017) aliran keuangan dalam rantai pasok berupa uang pembayaran atas produk yang dijual pada mitranya. Aliran keuangan tersebut terdiri dari komponen biaya serta keuntungan yang diterima oleh setiap mata rantai yang terlibat dan mengalir dari hulu ke hilir.

Aliran keuangan yang terjadi di Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang berdasarkan gambar pada rantai pasok I dan II dimana uang harus dibayarkan oleh pedagang pengumpul kepada petani. Proses pembayaran dilakuian secara tunai tetapi ada fase dimana biasanya pedagang pengumpul melakukan pembayaran setengah diawal saat panen dan sisanya dibayarkan setelah gabah dijual kepenggiling untuk melihat kualitas beras yang dibeli oleh pedagang pengumpul. Aliran keuangan penggilingan ke pedangan pengumpul juga dilakukan secara tunai. Pada tingkat penggilingan terdapat biaya yang dikeluarkan diantaranya biaya tenaga kerja, pembungkusan dan lainnya dimana pembayaran dilakukan secara tunai kepada pedagang pengumpul. Tingkat pedagang besar juga mengeluarkan biaya yaitu biaya bungkus dan transportasi, proses pemyaran juga dilakukan secara tunai kepada penggilingan. Tingkat konsumen yaitu aliran keuangan terjadi secara langsung di tempat dengan sistem pembayaran tunai.

Sesuai hasil penelitian Wibawa (2016) tentang manajemen rantai pasok jamur tiram di Kota Denpasar, dimana aliran finansialnya sistem pembayaran yang dilakukan oleh seluruh pihak yang terlibat dalam rantai pasok dengan cara membayar tunai. Hampir tidak ada pihak-pihak yang terlibat di dalam rantai pasok melakukan pembayaran setelah jamur tiram terjual. Hasil analisis di atas juga sesuai dengan penelitian ini dimana setiap rantai pasok melakukan pembayarna secara tunai. Hal tersebut berlandaskan kurangnya pemahaman teknologi dalam proses pembayaran dari pelaku rantai pasok yang terkait.

Komponen Biaya dan Margin Pemasaran

Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dapat dilihat bahwa kegiatan pemasaran merupakan proses penyaluran produk dari produsen ke konsumen. Proses tersebut membuthkan beberapa tahapan untuk sampai kepada konsumen. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Mubyarto (1989) dalam Ariwibowo (2013), dimana pemasaran produk pertanian membutuhkan proses yang lebih panjang bila dibandingkan dengan pemasaran produk non pertanian.

Tabel 1. Komponen biaya, keuntungan, dan margin pemasaran di Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang 2021

No

Lembaga Pemsaran II

Rantai Pasok II (Rp/Kg)

Persentase Biaya (%)

1

Petani

a) Harga Jual

4000

0

2

Pedagang Pengumpul a) Harga Beli

4000

0

b) Biaya Tenaga Kerja Panen

50

20,32

Angkut

50

20,32

c) Biaya transportasi

126

51,21

d) Biaya bongkar muat

20

8,13

e) Harga jual

6000

0

Total biaya

246

100

Keuntungan

1754

0

Margin

2000

0

3

Penggilingan

a) Harga beli

6000

0

b) Biaya tenaga kerja

1) Penjemuran

50

31,25

2) Penggilingan

50

31,25

3) Pengangkutan

40

25

c) Biaya Transportasi

20

12,5

d) Harga jual

9000

0

Total biaya

160

100

Keuntungan

2840

0

Margin

3000

0

4

Pedagang besar

a) Harga beli

9000

0

b) Biaya transportasi

130

37,14

c) Biaya bongkar muat

40

11,42

d) Biaya kemasan

100

28,57

e) Biaya tenaga kerja

80

22,85

f) Harga jual

11000

0

Total biaya

350

100

Keuntungan

1650

0

Margin

2000

0

5

Konsumen

a) Harga beli

11000

0

Total biaya

756

0

Total keuntungan

6244

0

Total margin

7000

0

Sumber: Data primer diolah 2022

Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa total biaya pada rantai pasok I pada Rantai Pasok pedagang pengumpul meliputi biaya transportasi dan bongkar muat dengan total biaya sebesar Rp. 235,-/kg. Pada penggilingan total biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.300,-/kg yang meliputi biaya tenaga kerja (pengakutan dan penjemuran) dan biaya transportasi. Pedagang besar mengelurkan biaya sebesar Rp. 815, biaya yang dikeluarkan oleh pedagang besar meliputi biaya transportasi, biaya bongkat muat, biaya kemasan, dan biaya tenaga kerja. Sehingga pada konsumen akhir harga yang dibayarkan sebesar Rp.11.000,-/kg. Pada rantai pasok I total keuntungan yang didapatkan sebesar Rp.5.650,-/kg. Maring pemasaran pada rantai pasok I sebesar Rp. 7.000.

Pada rantai pasok I pola distirbusi yang terdapat pada penelitian ini dapat dilihat bahwa petani langsung menjual kepada pedagang pengepul dengan sistem tebasan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Ariwibowo (2013) bahwa penjualan dengan sistem tebasan merupakan cara pembelian yang tidak transparan, dimana petani menjual hasil panen mereka di sawah tanpa mengetahui jumlah produksi padi dari hasil panen. Petani tidak melakukan pemanenan, pemanenan dilakukan oleh pedagang pengumpul setelah ada kesepakatan harga pembelian. sehingga dapat disimpulkan bahwa dalam rantai pasok I harga penjualan padi yang diterima petani dengan sistem tebasan relative rendah yaitu Rp.4000 per kilogram. Serta dilihat dari tingkatan pelaku yang begitu panjang. Menurut Cahyono (2005) bahwa rantai pemsaran yang pendek akan efisien karena harga yang diperoleh petani produsen lebih tinggi dan harga ditingkat konsumen lebih rendah.

Berdasarkan pernyatan di atas serta total margin yang ada, rantai pasok I dinyatakan tidak efisien.

Pada rantai pasok II terdapat kesamaan dengan rantai pasok I hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah

Tabel 2. Komponen biaya, keuntungan, dan margin pemasaran di Desa Kebumen, Kecamtan Banyubiru, Kabupaten Semarang

No

Lembaga Pemsaran II

Rantai Pasok II (Rp/Kg)

Persentase Biaya (%)

1

Petani

a) Harga Jual

4000

0

2

Pedagang Pengumpul a) Harga Beli

4000

0

b) Biaya Tenaga Kerja Panen

50

20,32

Angkut

50

20,32

c) Biaya transportasi

126

51,21

d) Biaya bongkar muat

20

8,13

e) Harga jual

6000

0

Total biaya

246

100

Keuntungan

1754

0

Margin

2000

0

3

Penggilingan

a) Harga beli

6000

0

b) Biaya tenaga kerja

1) Penjemuran

50

31,25

2) Penggilingan

50

31,25

3) Pengangkutan

40

25

c) Biaya Transportasi

20

12,5

d) Harga jual

9000

0

Total biaya

160

100

Keuntungan

2840

0

Margin

3000

0

4

Pedagang besar a) Harga beli

9000

0

b) Biaya transportasi

130

37,14

c) Biaya bongkar muat

40

11,42

d) Biaya kemasan

100

28,57

e) Biaya tenaga kerja

80

22,85

f) Harga jual

11000

0

Total biaya

350

100

Keuntungan

1650

0

Margin

2000

0

5

Konsumen

a) Harga beli

11000

0

Total biaya

756

0

Total keuntungan

6244

0

Total margin

7000

0

Sumber: Data primer diolah 2022

Berdasarkan skema gambar dan tabel diatas, dapat diketahui panjangnya saluran distribusi yang ada di Desa Kebumen memicu tingginya disparitas antara harga beras di tingkat petani dan konsumen. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ariwibowo (2013) bahwa banyaknya pelaku dalam tataniaga akan menyebabkan besarnya biaya distribusi (marjin pemasaran yang tinggi). Hal tersebut juga sejalan dengan yang dikemukakan oleh Syahza (2003) bahwa keadaan tersebut cenderung memperkecil bagian yang diterima petani dan memperbesar biaya yang harus dibayarkan konsumen.

Total biaya yang dikeluarkan dalam saluran II yaitu Rp.756,-. Dimana total biaya yang dikeluarkan oleh pedagang pengumpul sebesar Rp.245,- per kilogramnya yang mencangkup biaya tenaga kerja (panen dan angkut), biaya transportasi, dan biaya bongkar muat. Pada penggilingan sebesar Rp.160,- per kilogramnya mencangkup biaya tenaga kerja (penggilingan, penjemuran, dan pengangkutan) dan biaya transportasi. Pedagang besar mengeluarkan biaya sebesar 350,- per kilogramnya yang mencangkup biaya transportasi, biaya bongkar muat, biaya kemasan dan biaya tenaga kerja.

Pada Tabel 2 menginformasikan bahwa total marjin pemasaran yang ada pada rantai pasok II sebesar Rp.7000 per kilogramnya. Margin yang diterima oleh petani ke pedagang pengumpul sebesar Rp.2.000 per kilogram. Pedagang pengumpul ke penggilingan

memiliki nilai marjin sebesar Rp.3.000 per kilogram. Penggilingan kepada pedagang besar memiliki nilai marjin sebesar Rp.2.000. Pedagang besar kepada konsumen sebesar Rp.2.000. Sehingga total marjin padarantai pasok II sebesar Rp.7.000,-.

Efisiensi Pemasaran Dan Margin Pemasaran

Menurut Asmawati (2018) efisiensi pemasaran adalah suatu sistem pemasaran yang dinyatakan efektif dan efisien jika sistem tersebut mampu menyediakan insentif bagi pelaku yang terlibat didalamnya. Menjadi acuan mengambil keputusan para pelaku atau stakeholder yang terlibat sehingga tepat sasaran dan efisien.

Menurut Soekarwati (2002) dalam Awaludin (2017) pemasaran dinyatakan efisien jika EP<5% dan tidak efisian maka nilai EP>5%. Berdasarkan hasil hitung di atas ranntai pasok I dan II dinyatakan tidak efisien dengan nilai EP 12,35% dan 7.1%. Dapat disimpulkan bahwa semakin kecil margin pemasaran maka semakin efisien pemasaran tersebut. Hal tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan Asmawati, 2018 yaitu persentase efisiensi saluran I sebesar 14,3% dan saluran pemsaran II sebesar 12,4 %. Semakin kecil persentase yang diperoleh, maka kegiatan pemasaran semakin efisien. Apabila dilihat pada total margin pemasaran pun, margin saluran pemasaran pertama yaitu Rp.3.933,- dan saluran pemasaran II yaitu Rp.3.033,

Sedangkan untuk farmer’s share yang berfungsi untuk mengetahui keterlibatan setiap pelaku rantai pasok. Hasil analisis margin pemasaran sebesar 36,36% dikedua rantai pasok. Berdasarkan kaidah keputusan Downey dan Erickson (1992) FS <40% dinyatakan tidak efisien. Share harga dinyatakan tidak efisien akibat banyaknya pelaku rantai pasok yang terlibat sehingga harga di tingkat konsumen berbeda. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspasari, 2017 yang hasilnya menyatakan bahwa banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat akan menentukan perbedaan harga ditingkat konsumen. Semakin banyaknya lembaga pemasaran yang ikut terlibat dalam proses penyampaian komoditas bunga mawar potong, maka akan semakin tinggi perbedaan harga ditingkat konsumen yang menyebabkan share yang diterima oleh petani menjadi semakin kecil.

Sedangkan untuk farmer’s share yang berfungsi untuk mengetahui keterlibatan setiap pelaku rantai pasok. Hasil analisis margin pemasaran sebesar 36,36% dikedua rantai pasok. Berdasarkan kaidah keputusan Downey dan Erickson (1992) FS <40% dinyatakan tidak efisien. Share harga dinyatakan tidak efisien akibat banyaknya pelaku rantai pasok yang terlibat sehingga harga di tingkat konsumen berbeda. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Puspasari, 2017 yang hasilnya menyatakan bahwa banyaknya lembaga pemasaran yang terlibat akan menentukan perbedaan harga ditingkat konsumen. Semakin banyaknya lembaga pemasaran yang ikut terlibat dalam proses penyampaian komoditas bunga mawar potong, maka akan semakin tinggi perbedaan harga ditingkat konsumen yang menyebabkan share yang diterima oleh petani menjadi semakin kecil.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Adapun kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan di Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang adalah sebagai berikut :

  • 1.    Gambaran rantai pasok di Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang yaitu Petani – Pedagang Pengumpul – Penggilingan – Pedagang Besar -Konsumen.

  • 2.    Rantai pasok yang terdapat di Desa Kebumen, Kecamatan Banyubiru, Kabupaten Semarang dinyatakan tidak efisien.

Saran

Adapun hal yang harus diperhatikan yaitu sebaiknya petani memanfaatkan kelompok tani yang ada di Desa Kebumen sehingga mampu melakukan kerjasama denga mitra – mitra yang ada di luar Desa Kebumen. Jika hal tersebut dapat dilakukan maka secara tidak langsung akan meningkatkan nilai beras dan memutus aliran rantai pasok yang membuat ke tidak efisiennya rantai pasok dan aliran yang terdapat di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawati. 2018. Analisis Efisiensi Pemasaran Beras Di Kelurahan Apala, Kecamatan Barebbo, Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan. Fakultas Pertanian. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Ariwibowo, A. 2013. “Analisis Saluran Pemasaran Komoditas Padi dan Beras di Kecamatan Pati Kabupaten Pati”. Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Awaludin, dkk. 2017. Analisis Pemasaran Gabah Di Kecamatan Kubu Kabupaten Rokan Hilir. JOM Faperta. 4(2).

Badan Pusat Statistik. 2017. Kajian Konsumsi Bahan Pokok 2017. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

Paramita, Yulita Siska, dkk. 2019. Analisis Rantai Pasok Tomat Di Kecamatan Sukau Kabupaten Lambpung Barat. JIIA. 7(4).

Puspasari, Ernita Dian, dkk. 2017. Analisis Efisiensi Pemasaran Bunga Mawar Potong (Studi Kasus Di Desa Gunungsari, Kecamatan Bumiaji, Kota Batu). Jurnal Ekonomi Pertanian Dan Agribisnis (JEPA). 1(2).

Nurdiana, Nina. 2014. Teknik Sampling Snowball Dalam Penelitian Lapangan. Jurnal ComTech. 5(2). Hal.1110 - 1118.

Nurfadilah, Andi Putruanisa. 2017. Analisis Rantai Pasok Dan Rantai Nilai Pada Jeruk Pamelo. Program Studi Agribisnis. Universitas Hasanuddin. Makassar.

Salsabila Marsela Shetira, dkk. 2014. Analisis Manajemn Rantai Pasok (Supply Chain Management) Padi Pascapanen Di Pabrik Beras Sukoreno Makmur Kecamatan Kalisat. Berkah Ilmia Pertanian. 1(1).

Sepang, Gaby Yosefanny, dkk. 2017. Manajemen Rantai Pasko Beras Di Kecamatan Kotamobagu Selatan, Kota Kotamobagu. Jurnal Agri-SosioEkonomi Unsrat. 13(1A).

Wibawa, Made Satria, dkk. 2016. Manajemen Rantai Pasok Jamur Tiram Di Kota Denpasar. Jurnal Manajemen Agribisnis. 4(1).

Sima dan Simamora,…|28