Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.11, No.1, Mei 2023

E- ISSN: 2684-7728

Optimalisasi Potensi Wisata Melalui Pengembangan Klaster di Pulau Wangi-Wangi Kabupaten Wakatobi

Optimalitation of Tourism Potential Through Cluster Development in Wangi-Wangi Island Wakatobi Regency

Malinda Noviarini*)

Ma’mun Sarma Yusman Syaukat

Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB, Jawa Barat, Indonesia

*)Email : [email protected]

ABSTRACT

The tourism sector cover many related businesses, so for its development needs to pay attention with interrelationships between businesses in unity. The connection between businesses form tourism clusters can increase the competitiveness of Wangi-wangi Island, Wakatobi Regency as one of the tourist destination priority. The Wakatobi Regency Government needs to take an appropriate role related to policy formulation in order to accommodate the expectations of the community as tourism business actors. The main purpose of this study is to examine how the strategy of the Wakatobi Regency Government in developing the tourism sector on Wangi-wangi Island, Wakatobi Regency. The types of data used are primary data and secondary data. Data analysis used Likert scale gap analysis, SWOT, and QSPM. The results of the gap analysis show that the determinants of the condition of the related and supporting industries have the highest negative gap value. The SWOT analysis produces five alternative strategies, which are then selected using QSPM analysis, where the best strategy was that the Wakatobi Regency Government needed to conduct incentive training for business actors in accordance with tourism market demand in Wangi-wangi Island.

Keywords: Tourism, Tourism Destination Competitiveness, Cluster, SWOT, QSPM

ABSTRAK

Sektor pariwisata mencakup banyak usaha terkait, sehingga pengembangannya perlu dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antar usaha dalam satu kesatuan. Keterkaitan antar usaha membentuk klaster wisata dapat meningkatkan daya saing Pulau Wangi-wangi, Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu destinasi tujuan wisata prioritas. Pemerintah Kabupaten Wakatobi perlu mengambil peranan yang sesuai terkait perumusan kebijakan agar dapat mengakomodir harapan masyarakat sebagai pelaku usaha pariwisata. Tujuan utama penelitian ini adalah mengkaji bagaimana strategi Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam mengembangkan sektor pariwisata di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Analisis data menggunakan analisis kesenjangan skala likert, SWOT, dan QSPM. Hasil analisis kesenjangan menunjukkan bahwa determinan kondisi industri terkait dan pendukung memiliki nilai kesenjangan negatif tertinggi. Analisis SWOT

menghasilkan lima alternatif strategi, yang kemudian dipilih menggunakan analisis QSPM, dimana strategi terbaik adalah Pemerintah Kabupaten Wakatobi perlu melakukan pelatihan insentif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata.

Kata kunci : Pariwisata, Daya Saing Destinasi Wisata, Klaster, SWOT, QSPM

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pariwisata adalah suatu aktivitas yang kompleks dan mempunyai berbagai komponen seperti ekonomi, ekologi, politik, sosial, budaya (Suwena dan Widyatmaja 2017). Pariwisata berperan dalam perolehan devisa, kesempatan berusaha, pemerataan pendapatan, meningkatkan pendapatan nasional, serta mendorong pertumbuhan pembangunan wilayah (Yoeti, 2008). Pariwisata merupakan sektor yang mengalami perkembangan dilihat dari peningkatan kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sebelum terdampak pandemi Covid-19. Data jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2010-2019 dicantumkan pada Gambar 1.

Gambar 1. Data jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Indonesia pada tahun 2010-2019

Sumber: BPS (2019)

Kementerian Pariwisata Republik Indonesia menetapkan sepuluh destinasi pariwisata prioritas untuk pemerataan pariwisata di Indonesia, dimana Wakatobi merupakan salah satu wilayah yang dipilih dan terkenal dengan keindahan wisata lautnya karena terletak pada pusat segitiga karang dunia. Pulau Wangi-wangi merupakan pusat administrasi di Kabupaten Wakatobi, dan merupakan pulau dengan fasilitas wisata terlengkap dengan jumlah unit wisata terbanyak di Kabupaten wakatobi. Data jenis fasilitas wisata di Kabupaten Wakatobi pada setiap pulau pada tahun 2021 dicantumkan pada Tabel 1.

Tabel 1. Jenis Fasilitas Wisata di Kabupaten Wakatobi pada Setiap Pulau Tahun 2021 (dalam unit)

No

Jenis Usaha

Pulau

Jumlah

Wangi-wangi

Kaledupa

Tomia

Binongko

1

Akomodasi

38

11

13

5

67

2

Restoran/ rumah makan

77

7

7

5

96

3

Tour & travel

11

1

1

0

13

4

Dive center

13

5

5

0

23

5

Salon dan Spa

17

2

1

8

28

6

Toko Souvernir

17

0

2

0

19

7

Karoke  dan  Hiburan

12

0

2

1

15

Malam

8

Homestay

71

59

65

51

246

9

MICE

2

0

0

0

2

10

Gelanggang Olahraga

2

0

1

0

3

Jumlah Total

261

85

97

70

511

Sumber: Dinas Pariwisata (2021)

Pengembangan pariwisata saat ini mulai menjadi salah satu program unggulan dalam pembangunan daerah (Rusyidi dan Fedryansah 2018). Program “peningkatan daya saing destinasi dan industri pengolahan pariwisata, termasuk wisata alam, yang didukung penguatan rantai pasok” merupakan salah satu program prioritas pembangunan Wakatobi yang diusung Bupati dan Wakil Bupati terpilih periode 2021-2026. Pengukuran daya saing diperlukan sebagai dasar pemetaan kondisi pariwisata di Wakatobi saat ini, hasil pemetaan dapat digunakan sebagai acuan atas perbaikan-perbaikan yang perlu dilakukan. Model analisis berlian Porter dapat digunakan untuk mengukur daya saing suatu negara ataupun wilayah. Menurut Saraswati et al. (2019) dalam konteks pariwisata, model keunggulan kompetitif Porter dapat digunakan sebagai strategi dalam pengembangan kawasan pariwisata yang berdaya saing di pasar pariwisata.

Pengelolaan pariwisata perlu dilakukan secara sinergis dengan memperhatikan keterkaitan antar usaha untuk mendapatkan nilai tambah atas suatu barang ataupun jasa yang ditawarkan. Menurut Porter (1990) konsep klaster industri terbukti mempunyai pengaruh yang kuat, tidak seperti pengelompokkan secara tradisional seperti jenis industri atau sektor yang identik dengan intervensi dan subsidi, konsep klaster berfokus pada produktivitas dan keterkaitan antar perusahaan/ usaha. Klaster melibatkan pemerintah, perusahaan, pemasok dan institusi lokal pada agenda tujuan bersama yang konstruktif serta dapat diterapkan. Budiharsono (2018) menyatakan bahwa salah satu penyebab kegagalan program-program pembangunan berbasis kawasan yang telah dilaksanakan pada masa lalu adalah program tersebut tidak mengikuti arah baru pembangunan negara/ wilayah/ daerah dari Porter, khususnya tidak didesain untuk meningkatkan daya saing dan tidak berbasis Klaster.

Sektor pariwisata memerlukan perhatian dari pada pemangku kepentingan di Kabupaten Wakatobi terutama di pulau Wangi-wangi yang merupakan pulau tempat tersentralisasinya usaha pariwisata. Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengkaji strategi Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi dalam mengembangkan sektor pariwisata di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Tujuan khusus dari penelitian ini yaitu: (1) Menganalisis kondisi daya saing sektor pariwisata berdasarkan model Berlian

Porter di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi, (2) Menganalisis potensi pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi, dan (3) Merumuskan rekomendasi strategi dalam pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dimulai pada bulan Februari sampai dengan bulan Mei 2022 di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder. Data sekunder diperoleh dari publikasi Pemerintah Kabupaten Wakatobi dan Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. Data primer diperoleh melalui wawancara mendalam menggunakan panduan pertanyaan serta pengisian kuesioner.

Penyampaian kuesioner kepada responden yang dipilih dengan sengaja(purposive sampling). Teknik ini digunakan untuk meminimalkan adanya bias, dimana responden yang dipilih dalam penelitian ini merupakan orang-orang yang memahami serta terlibat langsung dalam pengambilan keputusan tentang hal yang diteliti.

Metode analisis data pada penelitian ini mencakup analisis kesenjangan menggunakan analisis kesenjangan skala likert, analisis Strengths Weaknesses Oportunities Threats (SWOT), dan analisis Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Metode analisis yang digunakan disesuaikan dengan masing-masing tujuan penelitian yang ingin dicapai. Metode analisis data dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Metode Analisis Data

Tujuan

Metode Analisis Data

Alat Analisis Data

Sumber Data

Menganalisis daya saing sektor pariwisata berdasarkan model berlian Porter

Menganalisis potensi pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster

Analisis Kesenjangan dengan Skala likert 1-5 menggunakan 20 indikator dalam mengukur 4 determinan pada model Berlian Porter. Pengukuran daya saing diadaptasi dari Travel & Tourism Competitiveness Index (2019), Penelitian Dwyer et al. (2003), dan Penelitian Estevao et al. (2018)

SWOT terkait penyusunan alternatif strategi dalam pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster.

Kuesioner skala likert dengan responden semua Ketua Pokdarwis di Pulau Wangi-wangi

Kuesioner dan panduan pertanyaan (wawancara) dengan responden Kepala Dinas/ Badan atau eselon 3 yang mewakili Dinas Pariwisata, Bappeda, dan Sekda Kabupaten Wakatobi

Merumuskan rekomendasi strategi dalam pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster

QSPM terkait pengambilan keputusan atas alternatif strategi

Kuesioner dengan responden Kepala Dinas/ Badan atau eselon 3 yang mewakili Dinas Pariwisata, Bappeda, dan Sekda Kabupaten Wakatobi

Nilai kesenjangan (gap) dalam penelitian ini merupakan selisih nilai skala likert, yaitu hasil pengurangan antara daya saing wisata saat ini atau aktual (perfromance) dan tingkat daya saing wisata yang diharapkan perlu untuk dikembangkan (importance). Hasil pengukuran kesenjangan daya saing wisata akan memetakan kesenjangan bernilai negatif terbesar pada empat determinan model berlian Porter, determinan tersebut menjadi fokus dalam perumusan strategi pengembangan wisata di Kabupaten Wakatobi. Indikator yang digunakan dalam pengukuran kesenjangan daya saing dicantumkan dalam Tabel 3.

Tabel 3. Indikator pengukuran kesenjangan daya saing

Pernyataan Daya Saing Wisata

Sumber

Determinan

Indikator (Tingkat)                         Rujukan

Kondisi Strategi perusahaan, struktur dan persaingan

Intensitas persaingan usaha, dukungan kebijakan pemerintah

dalam pengembangan wisata, etika bisnis pelaku usaha wisata,  Estevao et al.

upaya pelaku usaha untuk memuaskan pelanggan, dan upaya    (2018)

pemerintah dalam menarik investasi luar.

Daya tarik aset alam, kualitas infrastruktur transportasi,         Estevao et a.

Kondisi faktor

kualitas pelatihan SDM, tenaga kerja yang terspesialisasi,                an

serta keberadaan budaya dan sejarah yang dilindungi.

Tuntutan turis atas kualitas, variasi akomodasi wisata,citra      Dwyer et al.

Kondisi permintaan lokal

turis atas kualitas wisata wakatobi, ketersediaan bisnis jasa      (2003) dan

dalam mengakomodir turis, dan kesesuaian produk wisata       Estevao et al.

dengan preferensi turis                                         (2018)

Kondisi Industri terkait dan pendukung

Kerjasama antar usaha besar dan usaha kecil, ketersediaan

sentra usaha, ketersediaan usaha pendukung sektor pariwisata,   Estevao et al.

ketersediaan pemasok yang berkualitas, ketersediaan rantai      (2018)

nilai dalam pariwisata

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kondisi Daya Saing Sektor Pariwisata di Pulau Wangi-wangi

Menurut Esterhuizen et al. (2008) Daya saing adalah kemampuan suatu industri untuk bersaing dengan sukses untuk mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan dalam lingkungan global selama biaya imbangnya lebih rendah dari penerimaan sumber daya yang digunakan. Menurut Porter (1990) terdapat empat determinan yang berdiri sendiri-sendiri dan berfungsi sebagai suatu sistem dalam mendorong atau menghalangi terbentuknya keunggulan kompetitif, keempat determinan tersebut adalah: (1) Kondisi faktor, (2) Kondisi permintaan lokal, (3) Industri terkait dan pendukung, serta (4) Strategi perusahaan, struktur dan persaingan. Porter (1990) menambahkan dua variabel yaitu peran kesempatan dan peran pemerintahan. Peran kesempatan menciptakan diskontinuitas yang memungkinkan pergeseran posisi kompetitif. Peran pemerintahan dapat mempengaruhi dan dipengaruhi oleh keempat determinan.

Menurut Boronenko (2014) model berlian Porter mencerminkan dasar metodologis untuk menentukan peran klaster dalam pengembangan daya saing daerah. Menurut Michael (2008) pariwisata adalah mengenai lokasi, dimana berbagai aktivitas terpisah bergabung untuk menciptakan pengalaman yang ingin dikonsumsi oleh turis. Formasi klaster dalam

bidang pariwisata mempunyai potensi menjadi pendorong efektif untuk pertumbuhan regional.

Keberhasilan pembangunan industri pariwisata tergantung dari baik atau buruknya kualitas kegiatan perencanaan pembangunan (Colina 2016). Kebijakan pemerintah mempunyai peranan penting dalam memelihara dan memperkuat klaster (Porter 1990). Peranan yang dapat diambil Pemerintah dalam peningkatan klaster dalam model Berlian Porter dapat dilihat pada Gambar 2.

  • -    Mengorganisir departemen pemerintah yang relevan disekitar klaster

  • -    Berupaya fokus untuk menarik investasi asing disekitar klaster

  • -    Fokus promosi untuk eksport disekitar klaster

  • -    Menghilangkan hambatan untuk terciptanya persaingan lokal

    • -    Menciptakan pendidikan khusus dan program pelatihan

    • -    Membangun upaya penelitian universitas lokal pada teknologi yang terkait dengan klaster

    • -    Mendukung pengumpulan dan kompilasi informasi terkait klaster

    • -    Menambah hal-hal terspesialisasi terkait transportasi, komunikasi, dan infrastrukur lainnya



  • -    Membuat perampingan standar peraturan yang pro inovasi yang mempengaruhi klaster untuk: (a) mengurangi ketidakpastian atas peraturan, (b) merangsang adopsi awal atas produk dan teknologi baru, dan (c) mendorong adanya peningkatan

  • -    Mensponsori tes mandiri, sertifikasi produk, dan peringkat jasa untuk klaster produk/ jasa

  • -    Mendukung pengumpulan dan kompilasi informasi terkait klaster

  • -    Bersikap sebagai pembeli modern/ canggih atas klaster produk/ jasa

  • -    Mensponsori forum untuk menghadirkan semua partisipan pada klaster

  • -    Meningkatkan upaya terkait klaster untuk menarik pemasok dan penyedia jasa dari lokasi lainnya

Gambar 2. Peranan Pemerintah dalam peningkatan klaster Sumber: Porter (2000)

Obyek wisata yang ada perlu dikelola dengan baik oleh Pemerintah Daerah melalui kerjasama yang erat dengan masyarakat lokal. Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) merupakan usaha masyarakat terkait wisata yang dibina oleh Dinas Pariwisata secara berkelompok. Kategori wisata yang dikembangkan oleh Pokdarwis di Pulau Wangi-wangi diantaranya adalah: Wisata bahari, kuliner, Home Stay, penenunan, produksi souvenir, wisata alam, wisata budaya, dan wisata religi (Dinas Pariwisata 2019). Terdapat tujuh Pokdarwis yang sudah terbentuk di Pulau Wangi-wangi dari total lima belas Pokdarwis di Kabupaten Wakatobi pada Tahun 2021. Analisis tingkat kesenjangan daya saing dikembangkan berdasarkan persepsi responden, yaitu para ketua Pokdarwis di Pulau Wangi-wangi. Hasil analisis kesenjangan antara antara daya saing wisata saat ini atau aktual (perfromance) dan tingkat daya saing wisata yang diharapkan perlu untuk dikembangkan (importance) dicantumkan pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil analisis kesenjangan daya saing pariwisata di Pulau Wangi-wangi

Determinan

Nilai kondisi daya saing saat ini

Nilai kondisi daya saing yang diharapkan

Nilai Kesenjangan

Kondisi Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan

3,69

4,06

-0,37

Kondisi Faktor

3,71

4,26

-0,55

Kondisi Permintaan Lokal

3,89

4,34

-0,45

Kondisi Industri Terkait dan Pendukung

3,40

4,17

-0,77

Sumber: Data primer (2022) diolah

Berdasarkan Tabel 4 dapat diketahui bahwa terdapat kesenjangan yang bernilai negatif untuk semua determinan dalam model berlian Porter, dimana kesenjangan paling tinggi terdapat pada determinan kondisi industri terkait dan pendukung. Determinan tersebut menggambarkan kehadiran atau ketiadaan dari pemasok dan industri terkait sektor pariwisata di Pulau Wangi-wangi yang dapat bersaing dalam lingkup internasional. Keberadaan pemasok yang berkualitas dalam suatu klaster dapat meningkatkan daya saing suatu produk pariwisata. Menurut Porter (1990) peran pemasok dalam meningkatkan daya saing adalah pemasok membantu pelaku usaha dalam memahami metode dan peluang baru untuk menerapkan teknologi baru.

Usaha pariwisata di Kabupaten Wakatobi mayoritas merupakan jenis usaha masyarakat yang memiliki sumber daya manusia dan modal yang terbatas, sehingga keluaran berupa produk barang ataupun jasa yang dihasilkan sulit untuk dapat bersaing secara internasional. Peran pemerintah Kabupaten dibutuhkan dalam upaya meningkatkan kualitas produk usaha masyarakat.

Analisis Potensi Pengembangan Sektor Pariwisata berbasis Klaster di Pulau Wangi-wangi

Kabupaten Wakatobi sebagai satu dari sepuluh destinasi wisata prioritas memiliki potensi wisata yang dapat dikembangkan. Peranan yang dapat diambil oleh Pemerintah Kabupaten Wakatobi untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata melalui pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung berdasarkan teori berlian Porter adalah sebagai berikut (Porter 2000):

  • 1.    Mensponsori forum untuk menghadirkan semua partisipan pada klaster

  • 2.    Meningkatkan upaya terkait klaster untuk menarik pemasok dan penyedia jasa dari lokasi lainnya

  • 3.    Menetapkan orientasi klaster zona perdagangan bebas, kawasan industri dan pemasok.

Pemerintah dapat mejalankan peran yang diembannya dengan baik melalui perencanaan yang matang, oleh sebab itu perlu disusun suatu strategi agar tujuan yang ada dapat tercapai. Analisis SWOT merupakan alat analisis yang dapat digunakan dalam penyusunan strategi, dimana altenatif strategi tersebut dibuat dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi sebagai basis analisisnya. Pemetaan kuadran SWOT dilakukan berdasarkan dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi Tahun 2021-2026, dokumen Rencana Strategis (Renstra) Dinas

Pariwisata 2021-2026, dan diperkuat melalui kuisioner terbuka serta wawancara mendalam dengan responden eselon 3 yang mewakili Dinas Pariwisata dan Bappeda Kabupaten Wakatobi.

Faktor internal mempengaruhi terbentuknya kekuatan dan kelemahan, faktor ini menyangkut kondisi yang ada di dalam setiap unit kerja pemerintah daerah dalam menerapkan kebijakan di sektor pariwisata, di mana faktor tersebut dapat dikendalikan secara langsung oleh pemerintah daerah kabupaten wakatobi. Faktor eksternal memengaruhi terbentuknya peluang dan ancaman, di mana faktor ini menyangkut dengan kondisi-kondisi yang terjadi di luar unit kerja pemerintah daerah seperti pemerintah pusat, instansi vertikal, legislatif, maupun pihak luar lainnya, di mana pemerintah daerah tidak dapat mengontrol dan mengintervensi secara langsung.

Faktor kekuatan merupakan faktor dari dalam Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang dapat mempermudah upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung. Faktor-faktor internal yang menjadi kekuatan (strengths) adalah: (1) Tingginya perhatian Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam memajukan sektor Pariwisata, (2) Pemerintah Kabupaten Wakatobi mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam menjalin Kerjasama, (3) Kemampuan Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam melaksanakan pelatihan kepada binaannya relatif tinggi, dan (4) Pendanaan dari Pemerintah Daerah yang diperlukan untuk kepentingan pembangunan di sektor pariwisata tersedia dan cukup memadai.

Faktor kelemahan merupakan faktor dari dalam Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang dapat menghambat upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung. Faktor-faktor internal yang menjadi kelemahan (weakness) adalah: (1) Pemerintah Kabupaten Wakatobi mengalami keterbatasan data dan dokumen teknis terkait perencanaan, monitoring dan evaluasi kegiatan, (2) Kualitas dan kuantitas SDM Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang terbatas termasuk dalam hal perencanaan pembangunan daerah, (3) Masih kurangnya SDM Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) khususnya terkait promosi dan pemasaran secara digital, dan (4) Pemerintah Kabupaten Wakatobi kesulitan dalam menciptakan konsistensi antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program pembangunan Pariwisata.

Faktor peluang merupakan faktor dari luar Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang dapat mempermudah upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung. faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang (opportunity) adalah: (1) Adanya pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat untuk mendukung sektor Pariwisata di Kabupaten Wakatobi, (2) Tingginya minat wisatawan akan produk ekowisata, kuliner dan ekonomi kreatif khususnya kain tenun dari Kabupaten Wakatobi, (3) Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan, pengembangan penanaman modal daerah dan penelitian, (4) Relatif berfungsinya organisasi dan lembaga yang berkaitan langsung dengan Pariwisata (FTKP, PHRI, BPPD, ASITA, Pokdarwis), dan (5) Adanya Program Integrated Tourism Masterplan.

Faktor ancaman merupakan faktor dari luar Pemerintah Kabupaten Wakatobi yang dapat menghambat upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri

terkait dan pendukung. Faktor-faktor eksternal yang menjadi ancaman (threats) adalah: (1) Akses transportasi khususnya penerbangan komersial dan infrastruktur yang dibangun oleh masyarakat masih terbatas, (2) Keterbatasan jumlah dan kualitas sarana dan fasilitas wisata yang dikelola oleh masyarakat lokal, (3) Harga kamar dan biaya perjalanan yang masih cukup tinggi, (4) Kualitas promosi wisata secara digital yang dilakukan oleh para pemilik usaha di sektor pariwisata dirasakan masih rendah

Pembobotan Internal Factor Analysis System (IFAS) dan External Factor Analysis System (EFAS)

Setelah menentukan faktor-faktor yang telah dikelompokkan menjadi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman, tahapan selanjutnya adalah memberikan bobot untuk masing-masing faktor yang dilakukan untuk menunjukkan posisi masing–masing faktor. Hal yang perlu diperhatikan dalam menentukan pembobotan adalah terkait total bobot terhadap faktor-faktor baik internal maupun eksternal adalah 1.00 karena dianggap sebagai satu kesatuan yang utuh. Bobot tersebut kemudian dikalikan dengan ratingnya yaitu rata-rata hasil penilaian responden. Tabel 5 memperlihatkan secara rinci hasil pembobotan IFAS sementara hasil pembobotan EFAS dirincikan pada Tabel 6.

Tabel 5. Pembobotan Internal Factors Analysis System (IFAS)

No.

Faktor-faktor kunci internal

Bobot

Rating

Skor bobot

Kekuatan (S)

1.

Tingginya perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi di sektor pariwisata

0,10

4,00

0,38

2.

Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam menjalin Kerjasama dengan para pemegang kepentingan di sektor pariwisata

0,10

3,00

0,29

3.

Kemampuan Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi dalam melaksanakan pelatihan kepada binaannya

0,10

3,67

0,36

4.

Pendanaan yang diperlukan untuk kepentingan perencanaan pembangunan dan daerah tersedia dan cukup memadai

0,10

4,00

0,46

Total Kekuatan

0,4

1,49

Kelemahan (W)

1.

Keterbatasan data dan dokumen teknis terkait perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan

0,15

3,33

0,50

2.

Kualitas dan kuantitas SDM Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi yang terbatas termasuk dalam hal perencanaan pembangunan daerah

0,15

4,00

0,58

3.

Masih kurangnya SDM Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi yang menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya terkait promosi dan pemasaran secara digital

0,15

4,00

0,61

4.

Kesulitan dalam menciptakan konstensi antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program pembangunan pariwisata

0,15

4,00

0,60

Total Kelemahan

0,6

2,28

Total internal

1,00

3,77

Selisih internal (S-W)

-0,79

Sumber: Data primer (2022) diolah

Berdasarkan hasil pembobotan IFAS untuk faktor internal di atas diperoleh nilai akhir kekuatan adalah sebesar 1,49 lebih kecil dibandingkan dengan bobot kelemahan yaitu 2,28 dimana terdapat selisih internal sebesar 0,79. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi mempunyai kelemahan lebih besar dibandingkan dengan kekuatannya dalam upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung di lokasi penelitian.

Tabel 6. Pembobotan Eksternal Factors Analysis System (EFAS)

No.

Faktor-faktor kunci eksternal

Bobot

Rating

Skor

Bobot

Peluang (O)

1.

Adanya pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat untuk mendukung sector pariwisata di Kabupaten Wakatobi

0,08

3,67

0,29

2.

Tingginya minat wisatawan akan produk ekowisata, kuliner dan ekonomi kreatif khusunya kain tenun dari Kabupaten Wakatobi

0,08

3,33

0,26

3.

Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan, pengembangan, penanaman modal daerah dan penelitian

0,14

4,00

0,55

4.

Relatif berfungsinya organisasi dan Lembaga yang berkaitan langsung dengan pariwisata (FTKP, PHRI, BPPD, ASITA, IIPI, Pokdarwis)

0,09

3,33

0,31

5.

Adanya Program Integrated Tourism Masterplan

0,13

4,00

0,54

Total peluang

0,52

1,94

Ancaman (T)

1.

Akses transportasi dan infrastuktur masih terbatas

0,12

3,33

0,39

2.

Keterbatasan jumlah dan kualitas sarana dan fasilitas wisata

0,13

3,33

0,42

3.

Harga kamar dan biaya perjalanan yang masih cukup tinggi

0,10

3,33

0,34

4.

Kualitas promosi wisata secara digital dirasakan masih rendah

0,13

3,67

0,48

Total ancaman

0,48

1,64

Total eksternal

1,00

3,58

Selisih eksternal

0,3

Sumber: Data primer (2022) diolah

Berdasarkan Tabel 6, hasil analisis eksternal menunjukkan bobot skor peluang adalah sebesar 1,94. Nilai peluang tersebut lebih besar dibandingkan dengan bobot ancamannya yaitu sebesar 1,64. Selisih eksternal antara peluang dan ancaman adalah sebesar 0,3. Hal tersebut menunjukkan bahwa Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi mempunyai peluang yang lebih besar dibandingkan ancamannya dalam upaya pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung di lokasi penelitian.

Perumusan Alternatif Strategi

Rumusan strategi SWOT terdiri dari empat kuadran dengan landasan dasar memanfaatkan kekuatan dan peluang, serta meminimalisir kelemahan dan ancaman. Pencocokan (matching) internal dan eksternal adalah faktor kesuksesan dalam membuat strategi alternatif yang sesuai. Tujuan tahap pencocokan bukanlah untuk memilih atau menentukan strategi yang terbaik, tidak semua strategi yang dikembangkan dalam matriks SWOT akan dipilih untuk diimplementasikan. Tujuan tahap pencocokan adalah

menghasilkan strategi alternatif yang layak (David dan David 2016). Rumusan strategi Pemerintah Daerah dalam pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung dicantumkan pada Tabel 7.

Tabel 7. Perumusan alternatif strategi Pemerintah Daerah Wakatobi dalam pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi

Eksternal- Internal

Kekuatan (S)

Kelemahan (W)

Tingginya perhatian Pemkab Wakatobi (S1)

Pemkab Wakatobi mempunyai kemampuan dan kewenangan dalam menjalin Kerjasama (S2)

Kemampuan Pemkab Wakatobi dalam melaksanakan pelatihan kepada binaannya (S3) Pendanaan untuk kepentingan pembangunan di sektor pariwisata tersedia dan cukup memadai (S4)

Keterbatasan data dan dokumen perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan (W1)

Kualitas dan kuantitas SDM Pemkab yang terbatas termasuk dalam perencanaan pembangunan daerah (W2) Masih kurangnya SDM Pemkab Wakatobi yang menguasai Teknologi Informasi dan Komunikasi khususnya terkait promosi dan pemasaran digital (W3) Kesulitan dalam menciptakan konstensi antara perencanaan, penganggaran dan pelaksanaan program pariwisata (W4)

Peluang (O)

Strategi S-O

Strategi W-O

Pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat (O1)

Tingginya minat wisatawan akan produk ekowisata, kuliner dan ekonomi kreatif khususnya kain tenun (O2)

Dukungan Pemerintah Pusat dan Provinsi terhadap pelaksanaan perencanaan pembangunan, pengembangan, penanaman modal daerah dan penelitian (O3) Relatif berfungsinya organisasi dan Lembaga yang berkaitan langsung dengan pariwisata (O4)

Integrated Tourism Masterplan (O5)

Pelatihan intensif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata (S1, S2, S3, S4, O1, O2)

Optimalisasi

Lembaga dan wadah pariwisata melalui pelaksanaan forum bersama (S1, S2, S4, O4, O5)

Aktif mengikuti diklat dan sosialisasi terkait program perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan pembangunan daerah termasuk dengan mengundang narasumber (W1, W2, W4, O3)

Ancaman (T)

Strategi S-T

Strategi W-T

Akses transportasi dan infrastruktur yang dibangun masyarakat masih terbatas (T1) Keterbatasan jumlah dan kualitas sarana dan fasilitas wisata yang dikelola masyarakat lokal (T2)

Harga kamar dan biaya perjalanan yang masih cukup tinggi (T3)

Kualitas promosi wisata digital oleh para pelaku usaha masih rendah (T4)

Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur untuk mendukung sektor pariwisata (S1, S2, S4, T1, T2, T3)

Melibatkan konsultan IT terkait program promosi dan pemasaran sektor pariwisata secara digital (W3, T4)

Sumber: Data primer (2022) diolah

Rekomendasi Strategi dalam Pengembangan Sektor Pariwisata Berbasis Klaster di Pulau Wangi-wangi

Pengambilan keputusan atas alternatif strategi yang disusun dalam matriks SWOT dilakukan menggunakan QSPM. Strategi yang memiliki tingkat kemenarikan tertinggi merupakan strategi yang akan diprioritaskan dalam tahap keputusan. Tingkat kemenarikan ditentukan oleh STAS (Sum Total Attractiveness Score). Hasil analisis QSPM atas strategi optimalisasi potensi wisata berbasis klaster di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi dicantumkan dalam Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Analisis QSPM atas alternatif strategi pembentukan ataupun peningkatan klaster pada determinan industri terkait dan pendukung di Pulau Wangi-wangi Kabupaten Wakatobi

No

Strategi

STAS

Peringkat

1

Pelatihan intensif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata

7,29

1

2

Optimalisasi Lembaga dan wadah pariwisata melalui pelaksanaan forum bersama

7,09

3

3

Aktif mengikuti diklat dan sosialisasi terkait program perencanaan, monitoring, dan evaluasi kegiatan pembangunan daerah termasuk dengan mengundang narasumber

7,13

2

4

Peningkatan kualitas dan kuantitas infrastruktur untuk mendukung sektor pariwisata

6,69

5

5

Melibatkan konsultan IT terkait program promosi dan pemasaran sektor pariwisata secara digital

7,06

4

Sumber: Data primer (2022) diolah

Berdasarkan hasil analisis QSPM pada Tabel 8 dapat dilihat bahwa strategi terbaik yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Wakatobi adalah memberikan pelatihan intensif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata. Menurut Budiharsono (2018) pengembangan SDM merupakan pendorong utama inovasi. Kapasitas daerah untuk mendukung proses pembelajaran dan inovasi merupakan sumber utama keunggulan kompetitif. Investasi pada modal manusia tidak hanya bisa mendorong terciptanya inovasi tetapi juga asimilasi inovasi yang sering diproduksi di tempat lain.

Pelatihan diperlukan dalam peningkatan kualitas SDM yang bermanfaat untuk menarik investasi luar termasuk dalam menarik pemasok dan penyedia jasa dari lokasi lainnya. Menurut Porter (1990) peran pemasok dalam meningkatkan daya saing adalah pemasok membantu pelaku usaha dalam memahami metode dan peluang baru untuk menerapkan teknologi baru. Pelaku usaha mendapatkan akses cepat ke informasi, ide dan wawasan baru, serta inovasi yang dilakukan oleh pemasok.

SIMPULAN DAN SARAN

Hasil pengukuran kesenjangan daya saing wisata mengidentifikasi kesenjangan bernilai negatif terbesar diantara empat determinan model berlian Porter berada pada determinan kondisi industri terkait dan pendukung. Untuk meningkatkan daya saing sektor pariwisata berbasis pendekatan klaster pada determinan tersebut digunakan analisis SWOT dengan Pemerintah Kabupaten Wakatobi menjadi basis analisisnya, terdapat 5 (lima) alternatif

strategi dengan strategi terbaik berdasarkan analisis QSPM adalah memberikan pelatihan insentif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata.

Pelatihan intensif bagi para pelaku usaha sesuai dengan permintaan pasar pariwisata merupakan penerapan dari peran Pemerintah Kabupaten Wakatobi dalam pengembangan sektor pariwisata berbasis klaster di Pulau Wangi-wangi, yang bertujuan untuk meningkatkan daya saing saing sektor tersebut. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka hendaknya pelaksanaan pelatihan tidak hanya berfokus pada peningkatan keterampilan saja, tetapi dilakukan juga untuk cakupan yang lebih luas, seperti pelatihan terkait: peningkatan pengetahuan/ wawasan, akses permodalan hingga pemasaran, serta penciptaan inovasi pada sektor pariwisata.

DAFTAR PUSTAKA

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2019. Statistik Kunjungan 2019. Wisatawan Mancanegara Tahun 2019. Jakarta (ID): BPS.

Badan Pusat Statistik Republik Indonesia. 2021. Statistik Kunjungan Wisatawan Mancanegara Tahun 2020. Jakarta (ID): BPS.

Boronenko V. 2014. The Role of Clusters in Regional Competitiveness. First Edition. Saarbrücken (Germany): Lap Lambert Academic Publishing.

Budiharsono S. 2018. Membangun Keajaiban Wilayah Pedesaan. Bogor (ID): IPB Press.

Colina Y. 2016. Perencanaan dalam Pengembangan Wisata Daerah di Kabupaten Katingan. Reformasi. 6(1): 39-51.

David FR, David FR. 2016. Manajemen Strategik: Suatu Pendekatan Keunggulan Bersaing-Konsep. Volume ke-15. Puspasari N, Puspitasari LN, penerjemah. Jakarta (ID): Salemba Empat. Terjemahan dari: Strategic Manageent: A Competitive Advantage Approach, Concepts and Cases, 15th ed.

Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi 2019. Perubahan Rencana Strategis Dinas Pariwisata 2016-2021. Wangi-wangi (ID): Dinas Pariwisata.

Dinas Pariwisata Kabupaten Wakatobi. 2021a. Direktori Usaha Pariwisata Kabupaten Wakatobi Tahun 2021 . Wangi-wangi (ID): Dinas Pariwisata.

Esterhuizen D, Royen JV, Haese LD. 2008. An Evaluation of The Competitivenes Sector In South Africa. Edvanced Competitivenes Research. 16 (1): 31-46.

Michael EJ. 2008. Handbook of Research on Cluster Theory. Massachusetts (USA): Edward Elgar Publishing.

Porter ME. 1990. The Competitive Advantage of Nations. New York (USA): The Free Press.

Porter ME. 2000. Location, Competition, and Economic Development: Local Clusters in a Global Economy. Economic Development Quarterly. 14(15): 15-34. doi:

10.1177/089124240001400105.

Rusyidi B, Fedryansah M. 2018. Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat. Focus. 1(3): 155-165.

Saraswati E, Hatneny AI, Dewi AN. 2019. Implementasi Model Diamond Porter dalam Membangun Keunggulan Bersaing pada Kawasan Agrowisata Kebun Belimbing Ngringinrejo Bojonegoro. Jimmu. 4(2):108-132.

Suwena IK, Widyatmaja IGN. 2017. Pengetahuan dasar Ilmu Pariwisata. Bali (ID): Pustaka Larasan.

Yoeti OA. 2008. Ekonomi Pariwisata (Introduksi, Informasi, dan Implementasi). Jakarta (ID): PT. Kompas Media Nusantara.

Noviarini, et al, ...|143.