Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.11, No.1, Mei 2023

E- ISSN: 2684-7728

Hubungan Motivasi Petani dan Perilaku Petani dengan Dinamika Subak dalam Keberhasilan Teknologi Jajar Legowo 2:1 (Kasus di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar)

The Relationship Between Farmers' Motivation and Farmers' Behavior with Subak Dynamics in The Success of Technology Jajar Legowo 2:1

(Case in Subak Penginyahan, Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency)

Agung Prijanto*)

I Dewa Putu Oka Suardi

I Gede Setiawan

Fakultas Pertanian, Universitas Udayana, Bali, Indonesia

ABSTRACT

The technology of jajar legowo 2:1 is a technology issued by the Research and Development Agency a few years ago but dissemination of this technology is very difficult in subaks throughout the province of Bali. The Penginyahan subak is a subak that has implemented the 2:1 row legowo technology since 2011 where the area is 57 hectares with around 90 members, all of which have been applied in each planting season. This study aims to determine the relationship between the motivation of farmers and the dynamics of subak and to determine the behavior of farmers with the dynamics of subak in the success of the technology of jajar legowo 2:1. The motivation of farmers to be studied includes social motivation, economic motivation, ecological motivation and physiological motivation. Farmer behavior includes knowledge, attitudes, skills and actions. Subak dynamics refers to 8 indicators of group dynamics. The research was conducted in December 2020 - May 2021 in Subak Penginyahan, Puhu Village, Payangan District, Gianyar Regency with a survey method. The number of respondents is 50 people. The data were analyzed using the Partial Least Square Structural Equation Model (SEM PLS). The results showed from the Structural Equation Model Partial Least Square (SEM-PLS) that 1) the motivation of farmers has a significant relationship with the dynamics of subak, 2). The behavior of farmers has a significant relationship with the dynamics of subak in the success of the technology of jajar legowo 2:1.

Keywords: Farmer Motivation, Farmer Behavior, Subak Dynamics, Jajar Legowo 2:1

ABSTRAK

Teknologi jajar legowo 2:1 merupakan teknologi yang dikeluarkan oleh Badan Litbang beberapa tahun yang lalu tetapi diseminasi teknologi ini sangat sulit di subak-subak se

Provinsi Bali. Subak Penginyahan merupakan subak yang sudah menerapkan teknologi jajar legowo 2:1 sejak tahun 2011 dimana luas areal 57 Ha dengan anggota sekitar 90 orang sudah semua menerapkan di setiap musim tanamnya. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi petani dengan dinamika subak serta menganalisis hubungan perilaku petani dengan dinamika subak dalam keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1. Motivasi petani yang akan diteliti meliputi motivasi sosial, motivasi ekonomi, motivasi ekologi dan motivasi fisiologi. Perilaku petani meliputi pengetahuan, sikap, ketrampilan dan tindakan. Dinamika subak mengacu pada 8 indikator dinamika kelompok. Penelitian dilakukan pada Desember 2020 – Mei 2021 di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar dengan metode survei. Jumlah responden 50 orang. Data dianalisis dengan Model Persamaan Struktural Partial Least Square (SEM-PLS). Hasil penelitian menunjukkan dari model Persamaan Struktural Partial Least Square (SEM-PLS) bahwa 1) motivasi petani mempunyai hubungan yang signifikan dengan dinamika subak, 2). Perilaku petani mempunyai hubungan yang signifikan dengan dinamika subak dalam keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1.

Kata Kunci : Motivasi Petani, Perilaku Petani, Dinamika Subak, Jajar Legowo 2:1.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Teknologi tanam sistem jarwo 2:1 telah direkomendasikan oleh Balitbangtan sebagai salah satu paket teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) agar diterapkan petani, karena mampu memberikan keuntungan buat petani, antara lain : 1. Sistem Jarwo dapat menambah populasi tanaman padi sekitar 30% 2. Dengan adanya barisan kosong akan mempermudah pelaksanaan pemeliharaan, pemupukan dan pengendalian hama penyakit tanaman yaitu dilakukan melalui barisan kosong/ lorong. 3. Tanam dengan sistem jarwo ini dapat mengurangi kemungkinan serangan hama dan penyakit terutama hama tikus, karena hama tikus kurang suka tinggal dilahan yang terbuka, disamping itu dilahan yang relative terbuka kelembaban juga akan menjadi lebih rendah sehingga perkembangan penyakit dapat ditekan. 4. Menghemat pupuk karena yang dipupuk hanya bagian tanaman dalam barisan. 5. Dengan menerapkan tanam sistem jarwo akan menambah kemungkinan barisan tanaman untuk mengalami efek tanaman pinggir dengan memanfaatkan sinar matahari secara optimal bagi tanaman yang berada pada barisan pinggir. Karena semakin banyak intensitas matahari yang mengenai tanaman, maka proses metabolisme terutama fotosintesis tanaman yang terjadi di daun akan semakin tinggi sehingga akan didapatkan kualitas tanaman yang lebih baik ditinjau dari segi pertumbuhan dan hasil.

PTT adalah pendekatan dalam budidaya tanaman dan berperan penting dalam meningkatkan produksi padi dalam beberapa tahun terakhir. Keberhasilan program P2BN (Peningkatan Produksi Beras Nasional) yang diimplementasikan sejak 2007 tentu tidak dapat dipisahkan dari pengembangan PTT padi sawah. Untuk mempertahankan swasembada beras yang telah berhasil diraih kembali pada tahun 2008, Badan Litbang Pertanian terus berupaya mengembangan inovasi teknologi padi dengan pendekatan PTT. Pengelolaan tanaman dan sumber daya terpadu (PTT) merupakan inovasi baru untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam peningkatan produktivitas. Teknologi

intensifikasi bersifat spesifik lokasi, tergantung pada masalah yang akan diatasi. Komponen teknologi PTT ditentukan bersama-sama petani melalui analisis kebutuhan teknologi (Kementerian Pertanian, 2015). Komponen teknologi yang diterapkan dalam PTT dikelompokkan ke dalam teknologi dasar dan pilihan. Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk diterapkan di semua lokasi padi sawah. Penerapan komponen pilihan disesuaikan dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat.

Peningkatan produksi padi nasional dewasa ini bertumpu pada upaya peningkatan produktivitas karena perluasan areal pada lahan baru menghadapi berbagai kendala teknis dan sosial-budaya. Peningkatan produksi padi melalui Program Peningkatan Produksi Beras Nasional (P2BN) diupayakan melalui penerapan teknologi dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman (dan Sumber Daya) Terpadu (PTT). Konsep ini diyakini mampu mendukung pencapaian produksi yang tinggi sesuai dengan potensi genetik tanaman dengan memperhatikan faktor lingkungan dan pengelolaan tanaman.

Upaya peningkatan produksi padi menghadapi banyak tantangan yang harus diatasi, seperti kondisi iklim yang makin sulit diprediksi, ancaman konversi lahan yang masih tinggi yang berakibat semakin menurunnya luas lahan sawah, ketersediaan air yang semakin terbatas (Pasandaran et al. 2004, Rachman dan Kariyasa 2002), berkurangnya tenaga kerja di pedesaan, masalah dalam penyaluran pupuk, pestisida yang semakin mahal dan terbatas, pencetakan sawah baru yang tersendat. Sarasutha, et al. (2000) melaporkan produksi padi secara nasional cenderung menurun karena adanya pelandaian produksi (levelling off). Karena itu, seluruh teknologi yang tersedia saat ini perlu digunakan untuk mencapai dan memelihara tingkat produktivitas yang tinggi tanpa mengabaikan kelestarian lingkungan.

Keberhasilan suatu teknologi tergantung pada petani kooperator pelaksana begitu juga pada teknologi jajar legowo 2:1 yang diterapkan di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar, dimana subak ini sudah menerapkan secara bersama seluruh areal sawah dan semua anggota subak sehingga keuntungan sudah sangat dirasakan oleh petani anggota subak. Dari uraian diatas maka peneliti perlu melakukan suatu penelitian tentang hubungan motivasi petani dan perilaku petani dengan dinamika subak dalam keberhasilan penerapan teknologi jajar legowo 2:1.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan motivasi petani dengan dinamika subak serta menganalisis hubungan perilaku petani dengan dinamika subak dalam keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1 di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2020 hingga bulan Mei 2021. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara purposive (sengaja) dengan

pertimbangan 1). Kecamatan Payangan mempunyai merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Gianyar sebagai penghasil padi dengan luas lahan sebesar 1,625,59 Ha dengan produksi beras 20.592 Ton sehingga sangat berpotensi dalam pengembangan teknologi dalam meningkatkan produksi dan produktivitas padi. 2). Subak Penginyahan memiliki alokasi tanam jajar legowo paling banyak di Kecamatan Payangan dan telah menerap sistem tanam jajar legowo 2:1 diseluruh wilayah subak dan setiap musim tanam, Terdapat sampel sebanyak 50 orang. Metode analisis data yang digunakan adalah Model Persamaan Struktural Partial Least Square (SEMPLS).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Petani

Karakteristik petani dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu karakter demografi, karakter sosial ekonomi dan karakter sosial budaya (Agunggunanto 2011). Variabel umur, pendidikan dan jumlah tanggungan keluarga termasuk dalam karakter demografi. Variabel luas lahan garapan dan pendapatan termasuk karakter sosial ekonomi. Variabel pekerjaan/matapencaharian petani dan kelembagaan termasuk dalam karakter sosial budaya. Karakteristik petani berupa umur, pendidikan formal, rata-rata jumlah anggota keluarga dan luas penguasaan lahan.

Umur/Usia

Umur petani adalah salah satu faktor yang berkaitan erat dengan kemampuan petani dalam melakukan setiap kegiatan tanam jajar legowo 2:1 yang ada di Subak Penginyahan. Berdasarkan hasil kuisiner didapatkan responden 60% berada diumur diatas 51 tahun dan 40% berada diantara umur 31-50 tahun responden 0% secara rinci dapat terlihat pada Gambar 1 dibawah ini.

  • Gambar 1. Tingkat usia petani

Berdasarkan Gambar 1 bahwa responden petani lebih banyak diatas umur 51 tahun dimana menurut Soekartawi (2006) bahwa kondisi umur petani yang lebih tua bisa mempunyai kemampuan berusahatani yang konservatif dan lebih mudah lelah. Walaupun berusia tua semangat petani responden sangat aktif dalam setiap menjawab pertanyaan dari kuisioner yang disodorkan dan juga sangat aktif dalam mengikuti setiap kegiatan subak seperti pesangkepan, gotong royong, dll.

Pendidikan

Pendidikan petani adalah lamanya waktu yang ditempuh oleh petani dalam mengenyam jenjang pendidikan formal disekolah. Petani responden di Subak Penginyahan paling banyak 48% berada pada jenjang Sekolah Dasar (SD), 20% berada pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dam 18 % berada pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP). Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.

Berdasarkan Gambar 2 distribusi responden berdasarkan pendidikan bahwa responden yang ada di Subak Penginyahan ini akan mempengaruhi daya kreatifitas dalam berpikir, bertindak dan adopsi inovasi teknologi baru. Dimana menurut Soekartawi (2006) bahwa pendidikan formal yang dimiliki petani akan menunjukkan tingkat pengetahuan serta wawasan yang luas untuk petani menerapkan apa yang diperolehnya untuk meningkatkan usahataninya. Hal ini mengindikasikan apabila petani responden Subak Penginyahan hanya mengandalkan pendidikan formalnya maka petani akan cenderung lambat mengadopsi inovasi teknologi baru termasuk jajar legowo 2:1.

Lama Berusahatani

Lama berusahatani adalah peristiwa yang pernah dialami oleh petani dalam hal berusahatani padi melalui panca inderanya. Lama berusaha tani menunjukkan sebanyak 19 orang sekitar 38% berpengalaman di 11-20 tahun, 15 orang sekitar 30% berpengalaman di lebih 31 tahun dan 14 orang sekitar 28% berpengalaman antara 21-30 tahun. Secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar 3. Berdasarkan Gambar 3 bahwa petani responden di Subak Penginyahan termasuk petani yang berpengalaman dalam kegiatan usahatani akan lebih mudah menerapkan inovasi teknologi baru dari pada petani pemula atau petani baru. Menurut Soekartawi (2006) mengungkapkan pengalaman seseorang dalam berusahatani berpengaruh dalam menerima inovasi dari luar. Hal ini berbeda pada petani yang ada di Subak Penginyahan walaupun sudah banyak berpengalaman dalam berusahatani tetapi petani responden sangat proaktif dengan teknologi-teknologi baru yang dikenalkan terutama teknologi yang dapat meningkatkan pendapatan petani.

Luas Lahan

Luas lahan adalah jumlah seluruh lahan garapan sawah (sakap, sewa maupun milik sendiri) yang diusahakan petani di Subak Penginyahan untuk melaksanakan budidaya padi. Petani responden Subak Penginyahan sebanyak 26 orang sekitar 52% memiliki lahan sebesar 11-30 Are, 23 orang sekitar 46% dan 1 orang sekitar 2% dimana kebanyakan lahan yang dimiliki merupakan lahan garapan sawah milik sendiri. Dimana selain lahan garapan sawah yang ditanami padi juga ada sebagian petani yang mempunyai tegalan atau bahkan sawah yang ditanami oleh tanaman pisang yang dipanen daunnya saja sehingga bisa juga menopang kebutuhan keluarga petani responden yang ada di Subak penginyahan. Secara rinci dapat dilihat pada Gambar 4 dibawah ini :

Berdasarkan Gambar 4 menunjukkan bahwa distribusi responden dengan luas lahan yang digarap akan mempengaruhi produksi padi maupun pendapatan petani. Hal ini menunjukkan bahwa luas garapan yang terbatas tentu akan mengejar efisiensi biaya usahatani. Petani cenderung kesulitan untuk meningkatkan produksi, pendapatannya dan membeli lahan untuk memperluas lahan garapan karena terbatasnya modal yang dimiliki

sehingga teknologi jajar legowo 2:1 sangat cocok dikembangkan dalam mengupayakan efisiensi biaya produksi dan meningkatkan pendapatan petani.

Motivasi Petani

Variabel Motivasi Petani disusun dari empat unsure/indicator yaitu motivasi ekonomi (ME), motivasi ekologi (MEK), motivasi fisiologi (MF) dan motivasi social (MS). Berdasarkan hasil evaluasi model pengukuran (outer model) dengan menggunakan teknik algorithm semua indicator memperoleh nilai loading > 0,50 seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Unsur-unsur reflektif variabel motivasi petani

Motivasi Type (a)       SE      P value

MS

0.772

Reflect

0.105

<0.001

ME

0.650

Reflect

0.110

<0.001

MEK

0.854

Reflect

0.102

<0.001

MF

0.790

Reflect

0.104

<0.001

Sumber Data: Hasil analisa data, 2021

Dalam aplikasinya, variabel motivasi petani yang menunjukkan nilai paling kuat adalah motivasi ekologi (MEK) dengan nilai outer loading sebesar 0,854. Hal ini dikarenakan semakin tinggi penerapan teknologi jajar legowo 2:1 maka ekologi lingkungan sekitar sawah akan terjaga juga. Sedangkan untuk indicator paling lemah adalah motivasi ekonomi (ME) dengan nilai outer loading sebesar 0,650 dimana ini menunjukkan bahwa kekuatan subak sudah merupakan organisasi social yang sangat kuat sehingga anggota didalam subak belum mengarah pada orientasi bisnis dimana semua hasil panen digunakan untuk mencukupi kebutuhan keluarga saja dan tidak dijual penebas atau tengkulak.

Perilaku Petani

Variabel Perilaku Petani terdapat 4 unsur/indicator yang memenuhi criteria sebagai indicator reflektif yaitu pengetahuan (P), sikap (S), ketrampilan (K) dan Tindakan (T) dengan nilai outer loading masing-masing seperti terlihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Unsur-unsur reflektif variabel perilaku petani

Perilaku

Type (a)

SE

P value

P

0.770

Reflect

0.105

<0.001

S

0.776

Reflect

0.105

<0.001

K

0.808

Reflect

0.104

<0.001

T

0.747

Reflect

0.106

<0.001

Sumber Data: Hasil analisa data, 2021

Tabel 2 menunjukkan nilai paling kuat adalah indicator Ketrampilan (K) dengan nilai outer loading sebesar 0,808 dimana ketrampilan petani responden sangat bagus dalam menerima 11 komponen pengelolaan tanaman terpadu (PTT) padi sawah dalam teknologi jajar legowo 2:1 karena terbukti dapat meningkatkan produksi dan pendapatan petani responden. Indicator yang paling lemah adalah tindakan (T) dengan nilai outer loading sebesar 0,747. Petani responden Subak Penginyahan sudah semua menerima teknologi jajar legowo 2:1 tetapi untuk pengolahan tanah dengan traktor dan tanam jajar legowo 2:1 dengan tenaga tanam jadi terdapat seka tanam dan seka pengolahan tanah untuk membantu petani dalam usahataninya dengan penerapan teknologi jajar legowo 2:1.

Dinamika Subak

Variabel Dinamika Subak terdapat 8 unsur/indicator yang digunakan tetapi hanya ada tujuh unsur/indicator yang memenuhi persyaratan untuk dimasukkan, satu unsur/indicator yaitu tekanan kelompok (TK2) yang tidak dimasukkan karena mempunyai nilai yang sangat lemah < 0,50. Ketujuh unsure/indicator tersebut seperti terlihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Unsur-unsur reflektif variabel dinamika subak

Dinamika

Type (a)

SE

P value

TK

0.796

Reflect

0.104

<0.001

KK

0.857

Reflect

0.102

<0.001

SK

0.825

Reflect

0.103

<0.001

FTK

0.806

Reflect

0.104

<0.001

PPK

0.766

Reflect

0.105

<0.001

SNK

0.770

Reflect

0.105

<0.001

EK

0.832

Reflect

0.103

<0.001

Sumber Data: Hasil analisa data, 2021

Tabel 3 menunjukkan bahwa dari ketujuh unsur/indikator yang mempunyai nilai paling kuat adalah kekompakan kelompok (KK) dengan nilai outer loading sebesar 0,857, dimana subak sangat kompak dalam mengambil suatu keputusan dilakukan secara musyawarah bersama dalam pesangkepan termasuk dalam penerapan teknologi jajar legowo 2:1 yang lebih menguntungkan petani dengan peningkatan produksi dan pendapatan petani. Indicator yang paling lemah adalah pengembangan & pemeliharaan klp (PPK) dengan nilai outer loading sebesar 0,766, dimana subak dengan pergantian klian subak di bulan Januari 2021 membuat suasana kelompok jadi menyesuaikan kembali dengan klian subak yang baru belum mempunyai suatu rencana kegiaran untuk pengembangan dan pemeliharaan kelompok.

Hubungan Antar Variabel

Dalam penelitian ini pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan Warp PLS versi 7.0. Perlakuan menggunakan metode rata-rata dalam analisis yang diaplikasikan dengan menerapkan metode uji evaluasi model dan koefisien. Evaluasi model terdiri dari evaluasi model pengukuran (outer model) dan structural (inner model) sedangkan evaluasi koefisien terdiri dari evaluasi koefisien jalur indicator dan structural. Secara lebih rinci tahapan pengujian SEM-PLS dapat dijabarkan sebagai berikut.

Analisis Uji Validitas

Evaluasi pengukuran ini dilakukan untuk memeriksa validitas dan reliabilitas indikator-indikator yang mengukur konstruk atau variable laten. Dalam penelitian ini ada tiga variable laten diantarannya Motivasi Petani (X1), Perilaku Petani (X2) dan Dinamika Subak (X3) terhadap Keberhasilan Teknologi Jajar Legowo 2:1 (Y) sesuai Gambar 5. dimana pengukuran dengan indikatif reflektif sehingga dalam evaluasi model pengukuran dilakukan dengan memeriksa convergent dan discriminant validity dari indicator serta composity reliability. Gambar 5 menunjukkan model struktur antar variabel dengan beberapa indikator yang sudah disusun dalam penelitian ini.

Gambar 5. Model Struktural Antar Variabel

Uji validitas dari suatu variabel penelitian dapat dilakukan dengan cara melihat dari convergen validity dan discriminant validity. Convergen validity dari model pengukuran dengan refleksif indikator dinilai berdasarkan korelasi antara item score atau component score dengan construct score yang dihitung dengan PLS (Ghozali, 2014). Ukuran refleksif individual dikatakan tinggi apabila berkorelasi lebih dari 0,70 dengan konstruk atau variabel yang ingin diukur. Menurut Chin (1998, dalam Ghozali, 2014) untuk penelitian tahap awal dari pengembangan skala pengukuran nilai loading 0,5 sampai 0,6 dianggap cukup. Pada penelitian ini untuk menguji validitas konvergen adalah dengan minimal nilai loading factor diatas 0,65 pada masing-masing indikator untuk memenuhi convergent validity dan discriminat validity. Sehingga, nilai loading factor dibawah 0,65 akan dieliminasi.

  • 1.    Uji Convergent Validity

Tabel 4. Hasil pengujian outer model

Konstruk

Indikator

Nilai Outer Model

Motivasi Petani

Motivasi Sosial

0,772

Motivasi Ekonomi

0,650

Motivasi Ekologi

0,854

Motivasi Fisiologi

0,790

Perilaku Petani

Pengetahuan

0,770

Sikap

0,776

Ketrampilan

0,808

Tindakan

0,747

Dinamika Subak

Tujuan Kelompok

0,796

Kekompakan Kelompok

0,857

Struktur Kelompok

0,825

Fungsi Tugas Kelompok

0,806

Pengembangan    dan   Pemeliharaan

0,766

Kelompok

Suasana Kelompok

0,770

Efektivitas Kelompok

0,832

Tekanan Kelompok

0,403

Sumber Data: Hasil kuesioner penelitian (diolah), 2021

Berdasarkan hasil outer loading pada tabel 4, ada satu indikator pada variabel dinamika kelompok/subak dengan indicator tekanan kelompok dimana dengan nilai loading factor 0,403. Berdasarkan nilai tersebut, maka dari indikator dieliminasi untuk mencapai nilai convergent validity dan discriminant validity diatas 0,5 dianggap valid. Nilai outer loading dapat mengetahui kontribusi setiap indikator terhadap variabel, dengan nilai tertinggi menunjukkan indikator tersebut memiliki korelasi yang kuat dalam suatu variabel laten.

  • 2.    Uji Discriminant Validity

Pengujian validitas diskriminan dengan pendekatan berdasarkan nilai Average Variance Extracted (AVE). Pada pengujian validitas deskriminan, nilai akar kuadrat AVE dari suatu variabel laten dibandingkan dengan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya. Nilai akar kuadrat AVE dari setiap variabel laten, lebih besar dibandingkan nilai korelasi antara variabel laten tersebut dengan variabel laten lainnya. Apabila syarat tersebut sudah terpenuhi, maka dapat disimpulakan bahwa telah memenuhi syarat validitas diskriminan. Tabel 5 merupakan hasil pengujian validitas diskriminan variabel penelitian.

Tabel 5. Hasil pengujian discriminant validity

Konstruk

Nilai AVE

Nilai √AVE

Motivasi Petani

0,593

0,770

Perilaku Petani

0,601

0,775

Dinamika Subak

0,653

0,808

Sumber Data: Hasil kuesioner penelitian (diolah), 2021

Berdasarkan Tabel 5 keempat variabel memiliki nilai AVE diatas 0,5 dan nilai √AVE pada masing-masing variabel lebih tinggi daripada korelasi antar variabel lainnya. Hal ini berarti pengujian validitas diskriminan dengan √AVE menunjukkan bahwa seluruh variabel diatas dikatakan baik atau valid.

Analisis Uji Realibilitas

Uji reliabilitas konstruk diukur dengan dua kriteria yaitu, composite reliability dan cronbach’s alpha dari blok indikator yang mengukur konstruk. Konstruk dapat dinyatakan reliabel apabila nilai composite reliability dan cronbach’s alpha diatas 0,70. Pada penelitian ini, apabila nilai composite reliability dan crobach alpha > 0,70 pada uji reliabilitas, maka dapat dikatakan seluruh variabel telah memenuhi reliabilitas variabel yang baik.

  • 1.    Uji Composite Reliability dan Cronbach Alpha

Tabel 6. Hasil pengujian composite reliability dan cronbach alpha

Konstruk

Composite

Reliability

Cronbach Alpha

Motivasi Petani

0,852

0,767

Perilaku Petani

0,858

0,779

Dinamika Subak

0,929

0,911

Sumber Data: Hasil kuesioner penelitian (diolah), 2021

Tabel 6 menunjukkan hasil pengujian reliabilitas variabel penelitian. Seluruh variabel dalam penelitian ini menunjukkan nilai cronbach’s alpha maupun composite reliability sama sama >0,70 yang berarti dapat dikatakan bahwa seluruh variabel dalam penelitian ini telah memenuhi reliabilitas variabel yang baik.

Kelayakan Model Persamaan Struktural

Sholihin dan Ratmono (2013) menyatakan bahwa ukuran kelayakan model persamaan struktural menggunakan WarpPLS menyangkut koefisien determinasi (R2), reliabilitas instrumen, validitas diskriminan, full colinearity test, dan validitas prediktif (Q2). Tabel 7 menunjukkan hasil uji kelayakan model persamaan struktural (goodness of fit) pada penelitian ini.

Tabel 7. Goodness of fit persamaan struktural

Kriteria

Goodness of Fit

Variabel

Motivasi Petani

Perilaku Petani

Dinamika Subak

R-Squared

-

-

0,827

Composite

0,852

0,858

0,929

Reliability Cronbach’s Alpha Average

0.767

0,779

0,911

Variance

Extracted

0,593

0,601

0,653

Full Colinearity VIF

2,227

3,306

4,450

Q-Squared

-

-

0,842

Sumber Data : Hasil kuesioner penelitian (diolah), 2021

Berdasarkan Tabel 7 memperlihatkan bahwa koefisien determinasi (R- Squared) sebesar 0,827 menunjukkan bahwa variabel dinamika subak di subak Penginyahan dapat dijelaskan sebesar 82,7% oleh variabel motivasi petani dan perilaku petani yang tergolong moderat (Ghozali, 2014). Adapun koefisien determinasi (R-Squared) sebesar 0,903 menunjukkan bahwa variabel Keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1 dapat dijelaskan sebesar 90,3% oleh variabel motivasi petani, perilaku petani dan dinamika subak yang tergolong moderat (Ghozali, 2014).

Q-Squared (Stoner-Geisser Coefficient) merupakan ukuran non parametrik yang diperoleh dari algoritma blindfolding yang digunakan untuk penilaian validitas prediktif atau relevansi dari sekumpulan variabel laten prediktor pada variabel kriterion. Sebuah model yang baik harus memiiki nilai Q-Squared > 0 atau harus memiliki validitas prediktif lebih besar dari nol. Tabel 7 menunjukkan Q- Squared sebesar 0,606 dan 0,657 > 0 yang berarti bahwa estimasi model yang dianalisis menunjukkan validitas prediktif yang baik.

Full Colinearity VIF merupakan hasil pengujian kolinearitas penuh yang meliputi multikolinearitas vertikal dan lateral. Sebuah model struktural yang baik memiliki nilai Full Colinearity VIF < 3,3 dan ditolelir sampai < 5 sehingga model bebas dari masalah kolinearitas (Sholihin dan Ratmono, 2013). Tabel 7 menunjukkan nilai Full Colinearity VIF semua variabel dalam model pengukuran lebih rendah dari 3,3 dan lebih render dari 5 yang berarti model yang diajukan bebas dari masalah kolinearitas.

Model Persamaan Struktural Penelitian

Hubungan Motivasi Petani, Perilaku Petani dan Dinamika Subak terhadap Keberhasilan Teknologi Jajar Legowo 2:1 di Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar dimodelkan menjadi suatu model persamaan struktural yang akan dianalisis dengan menggunakan analisis SEM PLS dengan menggunakan software WarpPLS 7.0. Gambar 6 menunjukkan hasil analisis output model persamaan struktural penelitian.

Gambar 6. Model persamaan struktural

Pada model ini terdapat empat variabel yaitu variabel motivasi petani yang di refleksikan oleh 4 indikator, variabel perilaku petani yang direfleksikan dengan 4 indikator, variabel dinamika subak yang direfleksikan dengan 8 indikator dan variabel keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1 yang direfleksikan oleh lima indikator. Output model persamaan struktural yang dikembangkan setelah dilakukan analisis melalui proses bootstrapping.

Tabel 8. Pengaruh langsung variabel eksogenus terhadap endogenus

Hipotesis

Var. Eksogenus > Endogenus

Path Coefficie nt

Effect Size

Standar Error

P Value

H1

Motivasi Petani > Dinamika

0,513

0,396

0,116

<0,01

Subak

H2

Perilaku Petani > Dinamika

0,546

0,431

0,115

<0,01

Subak

Sumber Data : Hasil kuesioner penelitian (diolah), 2021

Tabel 8 menyajikan pengaruh kelima hipotesis didukung secara nyata oleh hasil analisis model struktural yang sudah diukur. Hasil pengaruh langsung variabel eksogenus terhadap variabel endogen jika taraf signifikansi 5% (0,05), maka Ho ditolak jika nilai p-value <0,05 atau hipotesis dapat diterima. Berdasarkan kelima hipotesis tersebut, terdapat dua hipotesis yang ditolak yaitu hubungan motivasi petani terhadap keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1 dan hubungan dinamika subak terhadap keberhasilan teknologi jajar legowo 2:1

Hubungan Motivasi Petani dengan Dinamika Subak dalam Keberhasilan Teknologi Jajar Legowo 2:1

Berdasarkan Tabel 8 pengujian hipotesis yang pertama (H1), maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi petani mempunyai hubungan sangat positif dan signifikan dinamika subak di subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan yang ditunjukkan oleh nilai path coefficient 0,513 (positif), nilai effect size 0,396 (besar), nilai standar error 0,116 dan nilai p-value sebesar <0,01. Maka H0 ditolak, yang berarti H1 diterima.

Apabila disimak lebih dalam maka indikator-indikator pembentuk variabel motivasi petani berpengaruh positif dan signifikan (p<0,01 dan outer loading >0,65) dalam 4 indikator dari 21 indikator pengukuran. Empat indikator yang berpengaruh sangat signifikan tersebut berturut-turut berdasarkan nilai outer loading dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu motivasi ekologi (0,854), motivasi fisiologi (0,790), motivasi social (0,772) dan motivasi ekonomi (0,650).

Motivasi ekologi merupakan hal yang sangat penting dalam keberlanjutan ekosistem yang ada dilingkungan sawah, dengan penerapan teknologi PTT jajar legowo 2:1 sangat berperan untuk menjaga keberlanjutan produksi padi dengan memperhatikan kesehatan tanah dan tanaman sehingga dapat memberikan hasil yang baik. 11 komponen PTT (penggunaan benih varietas unggul bermutu, penggunaan benih bermutu dan berlabel, pemupukan berdasarkan kebutuhan tanaman dan unsur hara, pengendalian hama dan penyakit dengan pendekatan PHT, pengaturan populasi tanaman, pemberian bahan organic, penanaman bibit muda (kurang dari 21 hari), pengolahan tanah, menanam bibit 1-3 batang per rumpun, panen tepat waktu dan perontokan gabah segera mungkin) dalam teknologi jajar legowo sangat mendukung sekali dalam kelestaian lingkungan hidup. Hasil observasi dilapangan ditunjukkan bahwa subak sangat konsisten dalam penerapan 11 komponen PTT selalu menggunakan benih berlabel yang terjamin merupakan varietas unggul bermutu, pemupukan juga selalu dilakukan sesuai anjuran petugas dinas setempat PPL sesuai dosis rekomendasi dan menggurangi penggunaan pupuk kimia yang berlebihan lebih mengutamakan pemberian bahan organik dari kotoran ternak, penanganan hama dan penyakit juga selalu menggunakan konsep PHT dimana disesuaikan dengan kebutuhan dan menghindari pemakaian pestisida kimia.

Motivasi fisiologi dimana kemauan yang mendorong petani anggota subak menerapkan teknologi jajar legowo 2:1 dengan baik sehingga hasil produksi padi meningkat tujuannya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga (pangan, sandang dan papan), dari observasi dilapangan menunjukkan bahwa petani sangat berkomitmen dan konsisten dalam menerapkan teknologi jajar legowo 2:1 untuk meningkatkan taraf hidup keluarganya.

Motivasi sosial merupakan kemauan yang mendorong petani anggota subak dalam menerapkan teknologi jajar legowo 2:1 dengan tujuan untuk mendapatkan kepercayaan dan pengakuan dari lingkungan sekitarnya, dimana hasil observasi dilapangan teknologi jajar legowo 2:1 ini digunakan oleh petani anggota subak dalam membangun hubungan social didalam subak maupun diluar subak, melalui teknologi jajar legowo 2:1 dijadikan sarana belajar antara anggota subak dalam menjaga konsistensi subak dan juga dijadikan penguatan anggota subak untuk berbagi ilmu tentang penerapan teknologi jajar legowo 2:1 kepada petani diluar subak yang membutuhkan informasi dan pembelajaran teknologi ini.

Dengan nilai outer loading paling kecil dari 3 indikator lain dimana motivasi ekonomi merupakan kemauan petani dalam menerapkan teknologi jajar legowo 2:1 dengan tujuan menambah penghasilan rumah tangga, hasil observasi dilapang memang tujuan anggota subak hanya memenuhi kebutuhan rumah tangga saja ini dapat dilihat dari hasil padi yang diproduksi tidak untuk dijual tetapi fokus untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga sehingga terbebas dari tengkulak dengan permainan harganya.

Oleh sebab itu hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi petani anggota Subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar sangat berpengaruh positif terhadap dinamika subak, terkait dengan komitmen dan konsistensi subak sehingga keputusan-keputusan apapun di Subak selalu dilakukan dengan musyawarah bersama semua anggota Subak melalui pesangkepan rutin maupun yang isidental yang diselengggarakan subak tergantung dari kebutuhan subak. Anggota subak dilibatkan secara langsung untuk menentukan semua kegiatan yang ada di Subak.

Menurut Yuseffin, et. All (2014) bahwa motivasi petani dalam mengikuti kelompok tani meliputi 2 motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Adapun indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah a). Intrinsik (1) prestasi (2) penghargaan (3) tanggung jawab (4) kesempatan maju. b) ekstrinsik (1) kompensasi (2) status (3) supervisi (4) kompetisi. Motivasi petani dalam tanggung jawab karena rasa tanggung jawab petani setelah bergabung semakin tinggi terhadap usahatani yang petani lakukan. Kesempatan maju setelah bergabung ke kelompok tani petani menjadi lebih sejahtera.

Prestasi karena tidak semua petani yang mendapatkan prestasi setelah bergabung ke kelompok tani. Kemudian penghargaan karena tidak semua petani yang mendapatkan penghargaan dalam kelompok tani. Jadi bergabungnya petani ke kelompok tani dibentuk oleh dinas perkebunan bukan karena keinginan sendiri sehingga motivasi ekstrinsiknya lebih besar dari pada motivasi intrinsiknya. Jadi secara keseluruhan kelompok tani terbentuk dari campur tangan orang lain bukan dari inisiatif sendiri.

Menurut Idin, 2015, tingkat motivasi petani tersebut dipengaruhi secara langsung oleh persepsi dan kapasitas petani serta dipengaruhi secara tidak langsung oleh faktor karakteristik petani, dukungan pihak luar, peran penyuluh dan peran kelompok tani. Usaha meningkatkan motivasi petani dalam menerapkan sistem agroforestry dapat dilakukan dengan: a) meningkatkan kapasitas petani melalui pendidikan, pelatihan dan penyuluhan serta b) menguatkan persepsi petani melalui pembuatan demplot agroforestry dan studi banding praktik agroforestry.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa motivasi petani anggota Subak Penginyahan Dsa Puhu Kecamatan Payangan Kabupaten Gianyar sangat berpengaruh positif terhadap dinamika subak, terkait dengan keputusan-keputusan apapun di Subak selalu dilakukan dengan musyawarah bersama semua anggota Subak melalui pesangkepan rutin maupun yang isidental yang diselengggarakan subak tergantung dari kebutuhan subak. Anggota subak dilibatkan secara langsung untuk menentukan semua kegiatan yang ada di Subak.

Hubungan Perilaku Petani dengan Dinamika Subak dalam Keberhasilan Teknologi Jajar Legowo 2:1

Berdasarkan Tabel 8 pengujian hipotesis yang kedua (H2), maka dapat disimpulkan bahwa variabel perilaku petani mempunyai hubungan sangat positif dan signifikan dinamika subak di subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan yang ditunjukkan oleh nilai path coefficient 0,546 (positif), nilai effect size 0,431 (besar), nilai standar error 0,115 dan nilai p-value sebesar <0,01. Maka H0 ditolak, yang berarti H1 diterima.

Dari keempat indikator pembentuk variabel perilaku petani apabila disimak lebih dalam mempunyai hubungan positif dan signifikan (p<0,01 dan outer loading >0,65) dalam 4 indikator dari 21 indikator pengukuran. Empat indikator yang berpengaruh sangat signifikan tersebut berturut-turut berdasarkan nilai outer loading dari yang terbesar ke yang terkecil yaitu ketrampilan (0,808), Sikap (0,776), pengetahuan (0,770) dan tindakan (0,747).

Hal ini sesuai dengan proses adopsi teknologi yang disampaikan oleh Rogers (2003) dalam Putri (2011), yang menyatakan bahwa beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: 1) Tahap Pengetahuan (Knowledge) yaitu ketika seorang individu mulai mengenal adanya inovasi dan memperoleh berbagai pengertian tentang bagaimana fungsi/ kegunaan dari inovasi tersebut. Sebelumnya Mardikantor (1996) menyatakan bahwa adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku lain yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi“ yang disampaikan penyuluh. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekedar “tahu“, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dalam usaha taninya. Penerimaan inovasi tersebut biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetahuan, dan atau keterampilan.

Begitu juga untuk proses adopsi teknologi jajar legowo 2:1 yang ada di Subak Penginyahan berjalan sampai sekarang, keempat indikator dari pengetahuan, sikap, ketrampilan dan tindakan dimana hasil observasi dilapang menunjukkan bahwa petani sangat menguasai terkait penerapan 11 komponen PTT dalam teknologi jajar legowo 2:1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perilaku petani sangat pengaruh pada dinamika subak demi kemajuan subak petani rela untuk menerima teknologi-teknologi baru yang diberikan pemerintah walaupun tetap melalui pengujian terlebih dahulu.

Proses adopsi teknologi sesuai dengan Rogers (2003) dalam Putri (2011), yang menyatakan bahwa beberapa tahapan adopsi dari proses pengambilan keputusan inovasi mencakup: 1) Tahap Pengetahuan (Knowledge) yaitu ketika seorang individu mulai mengenal adanya inovasi dan memperoleh berbagai pengertian tentang bagaimana fungsi/ kegunaan dari inovasi tersebut. Sebelumnya Mardikantor (1996) menyatakan bahwa adopsi dalam proses penyuluhan pada hakekatnya dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku lain yang berupa pengetahuan (cognitive), sikap (affective), maupun keterampilan (psychomotoric) pada diri seseorang setelah menerima “inovasi“ yang disampaikan penyuluh. Penerimaan di sini mengandung arti tidak sekedar “tahu“, tetapi sampai benar-benar dapat melaksanakan atau menerapkannya dengan benar serta menghayatinya dalam kehidupan dalam usaha taninya. Penerimaan inovasi tersebut biasanya dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung oleh orang lain, sebagai cerminan dari adanya perubahan sikap, pengetahuan, dan atau keterampilan.

Begitu juga untuk proses adopsi teknologi jajar legowo 2:1 yang ada di Subak Penginyahan berjalan sampai sekarang, hasil penelitian ini menunnjukkan bahwa perilaku petani sangat pengaruh pada dinamika subak demi kemajuan subak petani rela untuk

menerima teknologi-teknologi baru yang diberikan pemerintah walaupun tetap melalui pengujian terlebih dahulu.

SIMPULAN

Dari hasil kajian didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

  • 1.    Karakteristik petani meliputi usia petani responden 60% berada diumur diatas 51 tahun dan 40% berada diantara umur 31-50 tahun responden 0%, tingkat pendidikan petani petani responden di Subak Penginyahan paling banyak 48% berada pada jenjang Sekolah Dasar (SD), 20% berada pada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA) dam 18 % berada pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP), Lama berusaha tani menunjukkan sebanyak 19 orang sekitar 38% berpengalaman di 11-20 tahun, 15 orang sekitar 30% berpengalaman di lebih 31 tahun dan 14 orang sekitar 28% berpengalaman antara 21-30 tahun dan petani responden Subak Penginyahan sebanyak 26 orang sekitar 52% memiliki lahan sebesar 11-30 Are, 23 orang sekitar 46% dan 1 orang sekitar 2% dimana kebanyakan lahan yang dimiliki merupakan lahan garapan sawah milik sendiri.

  • 2.    Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengujian hipotesis yang pertama (H1), maka dapat disimpulkan bahwa variabel motivasi petani mempunyai hubungan sangat positif dan signifikan dinamika subak di subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan

  • 3.    Pengujian hipotesis yang kedua (H2), maka dapat disimpulkan bahwa variabel perilaku petani mempunyai hubungan sangat positif dan signifikan dinamika subak di subak Penginyahan Desa Puhu Kecamatan Payangan.

DAFTAR PUSTAKA

Agunggunanto EY. 2011. Analisis kemiskinan dan pendapatan keluarga nelayan kasus di Kecamatan Wedung Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Indonesia. Jurnal Dinamika Ekonomi Pembangunan 1(1):50-58.

Ghozali, I. 2011. Structural Equation Modeling Metode Alternatif dengan Partial Least Square. Edisi 5. Semarang: Universitas Diponegoro.

Ghozali, I. 2014. Structural Equation Modeling Metode Alternative dengan Partial Least Squares (PLS). Semarang: Universitas Diponegoro.

Idin. 2015. Tingkat Motivasi Petani dalam Penerapan Sistem Agroforestry. Jakarta. Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 12 No. 2 Juni 2015, Hal. 1-11.

Mardikanto T, Sutarni S. 1996. Petunjuk penyuluhan pertanian. Surabaya: Usaha Nasional.

Pasandaran, E. Hermanto, 1995. “Pengelolaan Sistem Irigasi Hemat Air dalam Rangka Mempertahankan Swasembada Beras”. Makalah dalam Lokakarya Nasional Hemat Air, Bandung 27 - 29 Juni 1995.

Putri, N.I. 2011. Penerapan Teknologi Pertanian Padi Organik di Kampung Ciburuy(Studi kasus : Kecamatan Berastagi, Kabupaten Karo, Desa Ciburuy, Kecamatan Cibombong, Kabupaten Bogor). Skripsi. Fakultas Pertanian.Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sholihin, M. dan Ratmono, D. 2013. Analisis SEM-PLS dengan WarpPLS 3.0 untuk Hubungan Nonlinier dalam Penelitian Sosial dan Bisnis. Yogyakarta: CV. Andi Offset.

Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI-Press.

Yuseffin, et. al. 2013. Motivasi Petani Untuk Bergabung dalam Kelompok Tani Di Desa Pagaran Tapah Kecamatan Pagarantapah Darusalam Kabupaten Rokan Hulu. Jom Faperta Universitas Riau Vol 1 No 2 Oktober 2014.

Prijanto etal,...|18