Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.8, No.2, Oktober 2020

E- ISSN: 2684-7728

Analisis Komparasi Keunggulan Kompetitif Usaha Tani Padi Sawah dan Sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Comparative Analysis of Competitive Advantages of Rice Paddy and Oil Palm Farming in Mukomuko Regency, Bengkulu Province

Timbul Rasoki1)

Ana Nurmalia2)

Lina Asnamawati3)

  • 1    Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka Bengkulu, Indonesia 2 Fakultas Pertanian Universitas Dehasen Bengkulu, Indonesia

  • 3    Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Terbuka, Bogor, Jawa Barat Indonesia

Email: [email protected]1) [email protected]2) [email protected]3)

ABSTRACT

The conversion of lowland rice land to oil palm plantations has become a long debate because it is not in accordance with the vision and mission of Mukomuko Regency regarding food self-sufficiency, but in recent years there has been a change in the function of oil palm plantations to lowland rice. This is interesting to study because this phenomenon is considered unique when in other areas people flock to change the function of food land to oil palm plantations, on the other hand in Mukomuko District the community has shifted land functions from oil palm plantations to rice fields, even though so far the oil palm farming business . The location selection was carried out purposively and the determination of the respondents was carried out by the solvin method, which obtained 181 respondents. Collecting data using a survey method by distributing questionnaires to respondents. For data analysis using the private profit method and the private cost ratio. The results of the study explain private profitability and financial efficiency (private cost ratio). Where the private profitability of lowland rice (Private Profitability) is Rp. 38,173,833, - / Ut / Ha / Year - while for oil palm farming, the private profit is Rp. 28,308,303, - / Ut / Ha / Year. This means that when viewed from a private profit side, lowland rice is more competitive. However, if it is seen from the financial efficiency (Private Cost Ratio) of lowland rice farming, it is 0.31, while for oil palm farming it is 0.24 which means that the PCR values of lowland rice and oil palm farming are less than 1, so both of them have a level of competitive advantage and have competitiveness, when compared, the value of oil palm PCR <PCR for Paddy Paddy (024 <0.31) which means that in financial efficiency, oil palm farming is more efficient.

Keywords: competitive advantage, rice paddy, oil palm

ABSTRAK

Perluasan lahan perkebunan kelapa sawit melalui alih fungsi lahan padi sawah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit telah menjadi perdebatan panjang karena tidak sesuai dengan visi misi Kabupaten Mukomuko tentang kemandirian pangan, namun beberapa tahun belakangan terjadi alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit ke padi sawah. Hal ini menarik untuk diteliti karena fenomena ini dianggap unik saat di wilayah lain masyarakat berbondong bondong untuk mengalih fungsikan lahan pangan ke perkebunan sawit, sebaliknya di Kabupaten Mukomuko

masyarakat yang melakukan alih fungsi lahan dari perkebunan sawit ke padi sawah, padahal selama ini usaha tani kelapa sawit. Pemilihan Lokasi dilakukan yaitu secara purposive dan penentuan responden dilakukan dengan metode solvin yang mana diperoleh sebanyak 181 Responden. Pengumpulan data menggunakan metode survey dengan pembagian kuisioner kepada responden. Untuk analisa data menggunakan metode keuntungan privat dan privat cost Ratio. Hasil penelitian menjelaskan keuntungan privat (private profitability) dan efisiensi finansial (Private Cost Ratio). Dimana keuntungan privat padi sawah (private profitability) sebesar Rp. 38.173.833,-/Ut/Ha/Th - sedangkan untuk usaha tani kelapa sawit memperoleh keuntungan privat (private profitability) sebesar Rp.28.308.303,-/Ut/Ha/Th. Hal ini bermakna jika dilihat dari sisi keuntungan privat, maka padi sawah lebih kompetitif. Namun jika dilihat dari efisiensi finansial (private cost ratio) usaha tani padi sawah sebesar 0,31 sedangkan untuk usaha tani kelapa sawit sebesar 0,24 yang mana artinnya kedua nilai PCR usahatani padi sawah dan kelapa sawit yang di dapat lebih kecil dari 1, jadi keduanya memiliki tingkat keunggulan kompetitif dan mempunyai daya saing, jika dibandingkan maka nilai PCR kelapa sawit < PCR Padi Sawah (024<0,31) yang artinya secara efisiensi finansial usaha tani kelapa sawit lebih efisien.

Kata Kunci: keunggulan kompetitif, padi sawah, kelapa sawit

PENDAHULUAN

Usaha pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan tidak terlepas pada pembangunan sektor pertanian, sebagai wujud usaha peningkatan kesejahteraan rakyat yang masih sebagian besar berusaha di sektor pertanian. Dalam perencanaan, monitoring, dan evaluasi pelaksanaan pembangunan pertanian diperlukan adanya indikator yang obyektif, dapat dipercaya, dan relevan dengan keadaan sebenarnya (BPS, 2019). Pada tahun 2018, Indeks produksi perkebunan meningkat dari 124,91 (angka revisi menjadi 130,27 (angka sementara) atau naik sebesar 5,36 poin dari tahun 2017. Secara umum, indeks produksi perkebunan rakyat dan perkebunan besar masing-masing meningkat sebesar 0,77 dan 13,56 poin dari tahun sebelumnya. Berdasarkan komoditas, peningkatan indeks produksi terjadi pada komoditas kelapa, kelapa sawit, kopi, dan cengkeh. Sementara itu, komoditas karet, teh, tebu, dan tembakau mengalami penurunan indeks produksi (BPS, 2019). Secara nasional indeks produksi padi sawah dan kelapa sawit mengalami peningkatan.

Ancaman terhadap produksi pangan di Indonesia sangat kuat karena laju degradasi lahan pertanian yang luar biasa cepat, sementara rehabilitasi lambat Konversi lahan pertanian ke non pertanian mencapai 1580 hektar pertahun sementara pencetakan lahan pertanian tidak sampai 50 hektar per tahun. Kondisi ini diperparah dengan adanya kerusakan infrastruktur pertanian karena telah dimakan usia, seperti bangunan irigasi, jalan-jalan di pedesaan dan yang lainnya (Yuhry, 2011). Diperkirakan pada masa mendatang minyak kelapa sawit (CPO) masih akan menjadi produk yang banyak diminta pasar dunia. Hal ini mendorong pengembangan kelapa sawit di Indonesia yang meningkat pesat dalam dekade terakhir dengan mengkonversi lahan pangan, karena pendapatan uasahatani kelapa sawit yang lebih baik (Zakiah, 2012).

Perkebunan di Kabupaten Mukomuko terdiri dari perkebunan perusahaan dan perkebunan rakyat. Pada tahun 2017, luas lahan perkebunan di Kabupaten Mukomuko mencapai 116.171,50 hektar. Luas tanaman perkebunan kelapa sawit mencapai 104.184 hektar atau sekitar 89,68 persen dari total luas lahan perkebunan dengan tingkat produksi 350.633,28 ton

(BPS, 2018). Hal ini menjadi perdebatan selama bertahun tahun berbagai kalangan dikarenakan peningkatan perkebunan sawit yang secara terus menerus menggerus lahan yang yang diperuntukkan untuk pangan khususnya lahan padi sawah dan dianggap bertentangan dengan salah satu visi misi kabupaten mukomuko yaitu menjadi kabupaten yang mandiri pangan.

Namun beberapa tahun belakangan terjadi alih fungsi lahan perkebunan kelapa sawit ke padi sawah. Sekitar 370 hektar lahan perkebunan kelapa sawit dan rawa di wilayah Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, diubah menjadi sawah baru. Alih fungsi kebun kelapa sawit dan rawa di daerah ini selain untuk meningkatkan produksi beras juga dampak dari anjloknya harga buah kelapa sawit di Bengkulu, dalam beberapa tahun terakhir. Masyarakat tidak bergairah lagi mengembangkan sawit karena harganya anjlok, sehingga hasil panen sawit tidak bisa menutupi biaya operasional, terutama membeli pupuk yang harga terus merangkak naik (Usman, 2019).

Hal ini menarik untuk diteliti karena fenomena ini dianggap unik. Seperti yang telah diuraikan di atas bahwa di wilayah lain masyarakat berbondong bondong untuk mengalih fungsikan lahan pangan ke perkebunan sawit, sebaliknya di Kabupaten Mukomuko masyarakat yang melakukan alih fungsi lahan dari perkebunan sawit ke padi sawah, padahal selama ini usaha tani kelapa sawit dianggap menghasilkan nilai ekonomi yang lebih baik dibanding dengan tanaman pangan. Oleh sebab itu perlu dilakukan analisa komparasi keunggulan kompetitif usaha tani padi sawah dan sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian ini direncanakan dilaksanakan di Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu. Pemilihan Lokasi dilakukan yaitu secara purposive atau sengaja, karena Kabupaten Mukomuko merupakan wilayah yang memiliki perkebunan kelapa sawit yang sudah terdapat alih fungsi lahan dari lahan perkebunan sawit ke lahan padi sawah. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan maret hingga april 2020.

Pengambilan sample menggunakan rumus Slovin, Husein (2011) dengan rumus sebagai berikut :

N

  • 1    + Λ⅛2

Dimana:

n = Jumlah sampel

N = Populasi

e = Persentase kelonggaran ketidak telitian (5%)

Jumlah populasi yang akan diteliti telah ditentukan dengan jumlah sebanyak 331orang, maka dari data tersebut didapatkan ukuran sampel sebabgai berikut: n = 331/ [1 + 331(0,05)²] = 331/1.8275 =181.

Data skunder diperoleh dari hasil observasi lapangan menggunakan kuisioner. Data skunder diperoleh dari dinas pertanian dan BPS Kabupaten Mukomuko.

Metode Analisa Data Keunggulan Kompetitif menggunakan:

  • 1.    Analisis Keuntungan privat

Private Profitability (Keuntungan Privat), yaitu KP = Penerimaan pada tingkat harga private – (Total Cost Tradable + Total Cost non tradable). Dalam penelitian ini Keuntungan

privat secara matematis dapat di lihat dalam rumus dibawah ini yang diadopsi dari matrik PAM pada masing masing usaha tani padi sawah dan usaha tani kelapa sawit.

KP=PP-TB(1)

PP=Hp P(2)

TB=BIT+BINT(3)

  • 2.    Analisis Efisiensi Finansial

Private Cost Ratio (PCR), yaitu PCR = Total Cost Input non tradable / (Penerimaan pada tingkat Harga Private – Total Cost Input Tradable). Secara matematis dapat dilihat dalam rumus di bawah ini yang diadopsi dari matrik PAM ( Rachman dkk, 2004) :

PCR = BINT/(PP-BIT)............................................................................(4)

  • 3.    Analisis Keunggulan kompetitif

Keunggulan kompetitif dapat dilihat dari nilai keuntungan privat yang dihasilkan dari usahatani dan analisis finansial dari kegiatan usahatani tersebut. Usahatani mempunyai daya saing kompetitif yaitu pada saat nilai keuntungan privat lebih dari 0 (KP > 0) dan keunggulan finansial lebih kecil dari 1 (PCR < 1).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Wilayah

Penelitian ini dilaksanakan Di Kabupaten Mukomuko yang mana merupakan salah satu Kabupaten Di Provinsi Bengkulu. Secara geografis terletak pada 101o01’15,1” – 101o51’29,6” BT dan pada 02o16’32,0”-03o07’46,0” LS. Suhu udara Kabupaten Mukomuko berkisar antara 21,10 C hingga 34,60 C dengan curah hujan rata-rata 151,2 mm. Kabupaten mukomuko memiliki 15 kemacamatan sebagai berikut:

Tabel 1. data Luas Wilayah Kecamatan Kabupaten Mukomuko

Kecamatan

Luas Wilayah (Km2)

2017

Persentase Luas (Persen)

2017

Ipuh

195.99

4.73

Air Rami

116.42

2.81

Malin Deman

861.79

20.78

Pondok Suguh

555.11

13.39

Sungai Rumbai

335.97

8.10

Teramang Jaya

412.55

9.95

Teras Terunjam

84.40

2.04

Penarik

308.87

7.45

Selagan Raya

440.95

10.63

Kota Mukomuko

148.07

3.57

Air Dikit

87.89

2.12

XIV Koto

69.86

1.68

Lubuk Pinang

69.51

1.68

Air Manjunto

65.24

1.57

V Koto

393.72

9.50

Kabupaten Mukomuko

4 146.34

100

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2018

Kabupaten Mukomuko memiliki luas wilayah sebesar 4146,32 Km2. Kecamatan yang memiliki areal terluas adalah Kecamatan Pondok Suguh, seluas 555.11 KM2 atau 13,39 % dari keseluruhan luas Kabupaten Mukomuko. Sedangkan kecamatan dengan luasan tersempit adalah Kecamatan Air Majunto dengan luasan hanya 1,57% dari dari luasan Kabupaten mukomuko atau sebesar 65,24 Km2.(Badan Pusat Statistik, 2018).

Karakteristik Responden

Karatekteristik petani ini diidentifikasi dari hasil survey terhadap responden terhadap 181 petani yang melakukan alih fungsi lahan dari kelapa sawit ke padi sawah. Karakteristik yang akan dibahas adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, luas kepemilikan lahan.

Tabel.2 Karakteristik Responden

No

Karateristik Petani

Keterangan

Minimum

Maksimum

Rata - Rata

1.

Umur (Tahun)

27

60

43,5

2.

Pendidikan formal Umur (Tahun)

2

17

8,9

3.

Jumlah tanggungan keluarga (Orang)

3

6

4,5

4.

Luas areal sawah (Ha)

0,25

2

0,78

5.

Luas areal sawit (Ha)

0,5

7

1,75

Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat umur responden berkisar antara 27 tahun hingga 60 tahun dengan rata rata umur sebesar 43,5 tahun. Secara demografi umur responden tergolong umur produktif yaitu diantara 15-64 tahun. Menurut Hasyim (2016) Umur juga dapat dijadikan tolak ukur untuk melihat aktivas petani dalam bekerja.

Lama pendidikan yang ditempuh responden berkisar antara 2 tahun hingga 17 tahun dengan rata rata 8,9 tahun. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pendidikan petani dari tidak tamat SD hingga ada petani yang memiliki gelar sarjana. Menurut Arikunto (2013), dengan pendidikan yang tinggi dapat menambah kemampuan seseorang dalam berpikir, bersikap dan bertindak dalam mengambil keputusan. Hal yang sama disampaikan oleh Tambunan (2003) yang mana salah satu yang mempengaruhi keberhasilan usahatani adalan faktor pendidikan.

Jumlah tanggungan keluarga petani berkisar antara 3 sampai dengan 6 orang dengan rata rata 4,5 jiwa. Berdasarkan program pemerintah 2 anak cukup, ideal dari jumlah tanggungan keluarga adalah 3 orang, yakni suami/istri dan 2 orang anak. Jumlah tanggungan keluarga akan mempengaruhi motivasi kerja dan pengambilan keputusan, dikarenakan semakin banyak tanggungan maka semakin besar biaya hidup petani.

Kisaran luas areal yang dimiliki petani dalam menanam padi adalah 0,25 hingga 2 Ha, dengan rata rata 0,78 Ha. Untuk kisaran luas areal yang dimiliki petani dalam berkebun kelapa sawit adalah 0,5 hingga 7 Ha, dengan rata rata 1,75 Ha. Yang artinya petani lebih banyak mengalokasikan lahannya untuk berkebun kelapa sawit dibanding alokasi untuk bertanam padi sawah.

Analisa Keuntungan Privat

Penerimaan Usahatani Padi Sawah

Penerimaan usahatani padi sawah adalah hasil perkalian antara jumlah produksi padi sawah dengan harga jual. Penerimaan usahatani ini padi ini berbentuk hasil penjualan produksi yang di hasilkan petani padi. Untuk bisa mengetahui jumlah pendapatan petani maka kita harus mengetahui terlebih dahulu jumlah panen yang diperoleh dan harga yang mereka terima dalam penjualan padi. Rata-rata jumlah produksi, harga padi dan rata-rata penerimaan usahatani padi dilihat pada tabel berikut :

Tabel.3. Rata-rata Penerimaan Usahatani Padi Sawah per Tahun

Uraian

Rata-rata/Ut/Ha/Th

Produksi (Kg)

10.749,94

Harga Jual (Rp/Kg)

5.000

Penerimaan (RP)

53.749.742

Sumber: Data primer diolah, 2020

Dari hasil penelitian didapat jumlah rata-rata produksi usahatani padi sawah di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 10.749,94Kg/Ut/Ha/Th dan rata-rata harga jual padi sawah di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 5000/Ut/Ha/Th. Dari rata- rata produksi dan harga jual padi diperoleh rata-rata penerimaan usahatani padi sawah sebesar Rp. 53.749.742/Ut/Ha/Th. Semakin besar produksi padi yang dihasilkan maka penerimaan usahatani padi juga mengalami peningkatan, sebaliknya jika produksi usahatani padi mengalami penurunan maka penerimaan usahatani padi juga akan mengalami penurunan.

Keuntungan Privat Usahatani Padi Sawah

Keuntungan privat atau pendapatan usahatani padi sawah adalah besarnya hasil yang diterima dari hasil output dikurangi input atau biaya biaya yang digunakan dalam usahatani padi sawah. Dalam analisis usahatani, keuntungan privat digunakan sebagai 130ndicator penting karena merupakan sumber utama dalam mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari.

Tabel.4. Rata-rata Keuntungan Privat Usahatani Padi Sawah per Tahun

Uraian                          Rata-rata/Ut/Ha/Th

Penerimaan TR (Rp)                                                   53.749.742

Biaya TC (Rp)                                                        17.598.517

Keuntungan Privat (TR-TC)                                            36.151.207

Sumber: Data primer diolah, 2020

Dari tabel diatas dapat dilihat rata-rata penerimaan usahatani padi sawah di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 53.749.742/Ut/Ha/Th dari rata-rata penerimaan tersebut dikurangi oleh total biaya usahatani padi diperoleh pendapatan usahatani padi di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu adalah sebesar Rp. 17.598.517/Ut/Ha/Th. Terlihat dari tabel diatas rata-rata penerimaan lebih besar dari pada total biaya produksi, ini menunjukan bahwa usahatani padi yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu mengalami keuntungan dengan total sebesar Rp. 36.151.207/Ut/Ha/Th. Kegiatan usahatani padi di daerah penelitian lebih efisien menyebabkan hasil yang didapat lebih optimal dan mempunyai keuntungan privat.

Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit

Penerimaan merupakan hasil penjualan produksi yang di hasilkan dalam suatu usahatani. Penerimaan dapat diketahui dengan cara mengalikan jumlah produksi kelapa sawit dengan harga jual petani. Untuk mengetahui jumlah penerimaan petani maka kita harus mengetahui terlebih dahulu jumlah produksi yang diperoleh dan harga jual pada tingkat petani kelapa sawit. Rata-rata jumlah produksi kelapa sawit, harga jual kelapa sawit dan rata-rata penerimaan usahatani kelapa sawit dilihat pada tabel berikut :

Tabel. 5.Rata-rata Penerimaan Usahatani Kelapa Sawit per Tahun

Uraian

Rata-rata/Ut/Ha/Th

Produksi (Kg)

35.346,14

Harga Jual (Rp/Kg)

1080

Penerimaan (RP)

38.173.833

Sumber: Data primer diolah, 2020

Dari tabel diatas dapat dilihat jumlah rata-rata produksi usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 35.346,14/Ut/Ha/Th dan rata-rata harga jual kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 1080/Ut/Ha/Th. Dari rata- rata produksi kelapa sawit dan harga jual kelapa sawit per Kg diperoleh rata-rata penerimaan usahatani padi sawah sebesar Rp. 38.173.833/Ut/Ha/Th.

Keuntungan Privat Usahatani Kelapa Sawit

Keuntungan privat atau pendapatan usahatani kelapa sawit adalah besarnya hasil yang diterima dari hasil output dikurangi input atau biaya biaya yang digunakan dalam usaha tani kelapa sawit. Rata-rata penerimaan usahatani kelapa sawit, total biaya dan kentungan privat usahatani kelapa sawit dilampirkan dalam tabel berikut :

Tabel.6. Rata-rata Keuntungan Privat Usahatani Kelapa Sawit

Uraian

Rata-rata/Ut/Ha/Th

Penerimaan TR (Rp)

38.173.833

Biaya TC (Rp)

9.865.530

Keuntungan Privat (TR-TC)

28.308.303

Sumber: Data primer diolah, 2020

Terlihat dari tabel diatas rata- rata penerimaan usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 38.173.833/Ut/Ha/Th dan rata-rata total biaya usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 9.865.530/Ut/Ha/Th, untuk mendapatkan keuntungan privat adalah penerimaan usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu dikurangi dengan total biaya usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu dan didapatkan keuntungan privat dari usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu sebesar Rp. 28.308.303/Ut/Ha/Th. dari tabel diatas terlihat bahwa rata-rata penerimaan usahatani kelapa sawit lebih besar dari pada total biaya produksi brarti dapat disimpulkan bahwa usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu mengalami keuntungan.

Komparasi Keuntungan Privat Usahatani Padi Sawah Dan Usahatani Kelapa Sawit

Usahatani padi sawah mendapatkan keuntungan privat sebesar Rp. 36.151.207/Ut/Ha/Th. sedangkan usahatani kelapa sawit mendapatkan keuntungan privat sebesar Rp. 28.308.303/Ut/Ha/Th. Jadi dapat disimpulkan bahwa keuntungan privat yang didapatkan oleh usahatani padi sawah lebih besar dari pada keuntungan privat yang didapatkan usaha tani kelapa sawit. Hal ini sesuai dengan yang disampaikan oleh (Purba et al, 2019) yang mengemukakan perbedaan keuntungan privat yang diperoleh dari kedua usahatani ini. Terjadi perbedaan input –input yang digunakan pada kedua usahatani, terutama penggunaan tenaga kerja dan sarana usahatani.

Analisa Efisiensi Finansial

Usahatani Padi Sawah

Efisiensi finansial juga masih merupakan indikator keuntungan privat yang menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya domestik dan tetap kompetitif. Efisiensi finansial yang dilakukan oleh petani usahatani Padi di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu Dilihat pada tabel berikut :

Tabel.7. Rata-rata efisiensi usahatani padi sawah di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu

Uraian Penerimaan              Biaya Input                  Keuntungan

Tradable/Asing Non

Tradable/

Domestik

Harga Privat 53.749.742             1.247.320    16.351.190        36.151.207

Sumber: Data primer diolah, 2020

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan (A) sebesar Rp. 53.749.742/Ut/Ha/Th. Biaya tradable (B) sebesar Rp 1.247.320/Ut/Ha/Th, dan biaya non tradable (C) 16.351.190/Ut/Ha/Th. Diketahui bahwa rumus efisiensi finansial yaitu PCR = biaya non tradable/ (penerimaan – biaya tradable), maka efisiensi finansial yang di dapat sebesar 0,31, artinya setiap 0,31 satuan biaya domestik yang dicurahkan pada usahatani padi sawah menciptakan keunggulan atau daya saing untuk komoditi tersebut. Kondisi ini diartikan sebagai kemampuan usahatani untuk membayar biaya domestik dan tetap kompetitif, semakin kecil nilai efisiensi finansialnya, maka suatu usahatani semakin kompetitif.

Usahatani Kelapa Sawit

Efisiensi finansial juga masih merupakan indikator keuntungan privat yang menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya domestik dan tetap kompetitif. Efisiensi finansial yang dilakukan oleh petani usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu Dilihat pada tabel berikut.

Tabel.8. Rata-rata efisiensi usahatani kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi

Bengkulu

Uraian

Penerimaan

Biaya Input

Keuntungan

Harga Privat

38.173.833

Tradable/              Non

Asing Tradable/Domestik

753.200          9.112.330

28.308.303

Sumber: Data primer diolah, 2020

Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa rata-rata penerimaan (A) sebesar Rp. 38.173.833/Ut/Ha/Th. Biaya tradable (B) sebesar Rp 753.200/Ut/Ha/Th, dan biaya non tradable (C) 9.112.330/Ut/Ha/Th. Diketahui bahwa rumus efisiensi finansial yaitu PCR = biaya non tradable/ (penerimaan – biaya tradable), maka efisiensi finansial yang di dapat sebesar 0,24, artinya setiap 0,24 satuan biaya domestik yang dicurahkan pada usahatani kelapa sawit menciptakan keunggulan atau daya saing untuk komoditi tersebut. Kondisi ini diartikan sebagai kemampuan usahatani kelapa sawit untuk membayar biaya domestik dan tetap kompetitif, semakin kecil nilai efisiensi finansialnya, maka suatu usahatani semakin kompetitif.

Komparasi Efisiensi Finansial Usahatani Padi Sawah Dan Usahatani Kelapa Sawit

Berdasarkan hasil penelitian terhadap komparasi efisiensi finansial usahatani padi sawah dan kelapa sawit di Kabupaten Mukomuko Provinsi Bengkulu, Usahatani padi sawah mendapatkan nilai efisiensi finansial sebesar 0,31 sedangkan usahatani kelapa sawit mendapatkan nilai efisiensi finansial yang di dapat sebesar 0,24. Dari kedua besaran efisiensi finansial yang didapatkan oleh usahatani padi sawah dan usahatani kelapa sawit, usahatani kelapa sawit memiliki nilai efisiensi yang lebih kecil dari pada usahatani padi sawah yang artinya semakin kecil nilai efisiensi finansialnya, maka suatu usahatani semakin kompetitif. Di dalam efisiensi finansial ini usahatani kelapa sawit lebih efisien dibandingkan dengan usahatani padi sawah karena pada usahatani kelapa sawit memiliki biaya input yang lebih sedikit dari pada biaya input di usahatani padi sawah.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Keuntungan privat (Private Profitability) dan efisiensi finansial (Private Cost Ratio), dimana keuntungan privat padi sawah (Private Profitability) sebesar Rp. 38.173.833,-/Ut/Ha/Th -sedangkan untuk usaha tani kelapa sawit memperoleh keuntungan privat (Private Profitability) sebesar Rp.28.308.303,-/Ut/Ha/Th. Hal ini bermakna jika dilihat dari sisi keuntungan privat, maka padi sawah lebih kompetitif. Namun jika dilihat dari efisiensi finansial (Private Cost Ratio) usaha tani padi sawah sebesar 0,31 sedangkan untuk usaha tani kelapa sawit sebesar 0,24 yang mana artinya kedua nilai PCR usahatani padi sawah dan kelapa sawit yang di dapat lebih kecil dari 1, jadi keduanya memiliki tingkat keunggulan kompetitif dan mempunyai daya saing, jika dibandingkan maka nilai PCR kelapa sawit < PCR Padi Sawah (024<0,31) yang artinya secara efisiensi finansial usaha tani kelapa sawit lebih efisien.

Saran

Untuk mendukung visi dan misi Kabupaten Mukomuko dalam rangka swasembada pangan, maka masyarakat dapat di himbau untuk beralih fungsi dari sawit ke padi sawah dengan menjelaskan keuntungan privat setiap hektar lahan yang diperoleh padi sawah lebih besar dibanding dengan usaha tani kelapa sawit dan dengan tetap mengembangkan IPTEK agar penggunaan input pada padi sawah dapat lebih efisien.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, S. 2013. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

BPS 2018. Mukomuko Dalam Angka 2017. https://www.bps.go.id. Di akses pada tanggal 17 Januari 2020.

BPS 2019. Indikator Pertanian 2019. https://www.bps.go.id. Di akses pada tanggal 17 Januari 2020.

Husein, Umar. 2011. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis Ed Baru 7. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Purba, Et Al. 2019. Analisis Komparasi Pendapatan Usahatani Padi Sawah Dan Kelapa Sawit Di Kecamatan Geragai Kabupaten Tanjung Jabung Timur. Jiseb Vol. 22 No. 2 November 2019 Hal: 12 – 23.

Rachman, Benny., Pantjar Simatupang, dan Tahlim Sudaryanto. 2004. Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Padi. Prosiding Efisiensi dan Daya Saing Sistem Usahatani Beberapa Komoditas Pertanian di Lahan Sawah. Litbangtan RI. Bogor.

Sugiyono (2011). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif DAN R&D (cetakan ke- 14). Bandung: Alfabeta.

Tulus Tambunan, 2003. Perkembangan Sektor Pertanian di Indonesia, Beberapa Isu Penting. Ghalia Indonesia Jakarta.

Usman.2019. Ratusan Hektar Kebun Sawit di Mukomuko Diubah Jadi Sawah. https://www.beritasatu.com/nasional/540824/ratusan-hektar-kebun-sawit-di-mukomuko-diubah-jadi-sawah. Di akses pada tanggal 17 Januari 2020.

Zakiah, Ananto, E. 2012. Konflik Kepentingan Usahatani Pangan Dan Perkebunan. Di akses di www.litbang.pertanian.go.id. Pada Tanggal 27 Februari 2020

Rasoki, et al., Analisis…|134