Prospek Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Kabupaten Purwakarta
on
Jurnal Manajemen Agribisnis
Vol.8, No.2, Oktober 2020
E- ISSN: 2684-7728
Prospek Keberlanjutan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan di Kabupaten Purwakarta
Prospect of Sustainability Rural Agribusiness Business Development Programs In Purwakarta District
Lena Puspa Aswara*) Ma’mun Sarma Lukman M Baga
Fakultas Ekonomi Manajemen IPB, Jawa Barat, Indonesia
Email: [email protected]*)
ABSTRACT
The PUAP program is a facility to provide business fund for member of Farmers Group Association (Gapoktan). Purwakarta is one of the district in West Java that received the PUAP program. This study aims to identify the utilization of PUAP funds, analyze impact of PUAP, evaluate the assistance program, and formulate programs based on sustainability prospect of PUAP. This study used quantitative and qualitative descriptive analysis methods to farmers who received PUAP funds and who did not (NON PUAP). The results showed that the average total production input of PUAP farmers is greater than NON PUAP farmers. There is no significant difference between average total cost incurred by PUAP farmers and NON PUAP farmers. There is no significant difference between net income of PUAP farmers and NON PUAP farmers. The assistance program provide by agriculture extension, daily freelance agricultural extension workers (THL-TBPP), Farmer Partner Supervisors (PMT) and Saprodi Agents. The policy implications that can be formulated for the sustainability of the PUAP program in Purwakarta district are: 1) Development community food business institutions; 2) Regular funds for Food Security Sector; 3) Farmer welfare improvement program; 4) Empowerment of business development groups and processing of agriculture products; 5) Agriculture Product Marketing Improvement Program; 6) Assistance program for Rice Production escalation; 7) Enhancement capacity of agricultural extension workers.
Keywords: Evaluate assistance program, impact of PUAP program, sustainability
ABSTRAK
Program PUAP merupakan fasilitas bantuan modal bagi anggota Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Purwakarta adalah salah satu kabupaten di Jawa Barat yang menerima program PUAP. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi pemanfaatan dana PUAP, menganalisis dampak PUAP, mengevaluasi program bantuan, dan merumuskan program berdasarkan prospek keberlanjutan PUAP. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif untuk petani yang menerima dana PUAP dan yang tidak (NON PUAP). Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata total input produksi petani PUAP lebih besar daripada petani NON PUAP. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara total biaya rata-rata yang dikeluarkan oleh petani PUAP dan petani NON PUAP. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara pendapatan bersih petani PUAP dan petani NON PUAP. Program bantuan diberikan oleh penyuluh pertanian, penyuluh pertanian lepas lepas harian (THL-
TBPP), Pengawas Mitra Petani (PMT) dan Agen Saprodi. Implikasi kebijakan yang dapat dirumuskan untuk keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta adalah: 1) Pembinaan lembaga usaha pangan masyarakat; 2) DAK Reguler Bidang Pertanian Sektor Ketahanan Pangan (DAK 2019); 3) Program peningkatan kesejahteraan petani; 4) Pemberdayaan kelompok pengembangan usaha dan pengolahan hasil pertanian; 5) Program Peningkatan Pemasaran Produk Pertanian; 6) Pendampingan Kegiatan Peningkatan Produksi Tanaman Padi; 7) Peningkatan Kapasitas penyuluh pertanian.
Kata kunci: evaluasi program pendampingan, dampak program PUAP, keberlanjutan
PENDAHULUAN
Dalam rangka mengurangi jumlah penduduk miskin terutama yang tinggal di perdesaan, pemerintah telah melakukan berbagai macam program kegiatan. Pemberdayaan masyarakat menjadi basis utama dalam program yang digulirkan. Institusi yang berkembang dan tumbuh mengakar di masyarakat dapat banyak dijumpai di wilayah perdesaan. Dengan adanya institusi yang bermunculan tersebut, masyarakat disekitarnya diharapkan dapat lebih maju dan berkembang utamanya dalam hal pembangunan pertanian. Dalam rangka program pemberdayaan di bidang pertanian, seta meningkatkan efisiensi dan efektifitas program di perdesaan pemerintah tidak langsung memberikan bantuan kepada para petani secara perorangan tetapi melalui kelompok-kelompok tani yang dibentuk atas dasar kesamaan tujuan dan kesamaan jenis unit usaha yang dilakukan.
Upaya pemerintah mendorong usahatani ke arah yang lebih produktif, terus dilakukan melalui berbagai program pembangunan di perdesaan. Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan salah satu program yang dilakukan. Melalui program PUAP pemerintah memberikan Rp 100 juta kepada gabungan kelompok tani (Gapoktan) sebagai pelaksana PUAP untuk dijadikan mekanisme simpan pinjam bagi para anggotanya (Kementerian Pertanian, 2014).
Program PUAP merupakan upaya pemerintah dalam hal mendekatkan sumber pendanaan di wilayah perdesaan bagi petani melalui Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Sistem pendanaan yang diberikan berupa dana bergulir di tingkat anggota kelompok tani yang berada dalam keanggotaan Gapoktan yang sama. Kementerian Pertanian menggulirkan Program PUAP mulai tahun 2008 sampai dengan tahun 2016. Guna mencapai hasil optimal, tenaga penyuluh pertanian dan Penyelia Mitra Tani (PMT) diberikan wewenang untuk mendampingi Gapoktan. Dengan adanya program PUAP, pemerintah mengharapkan gapoktan dapat tumbuh menjadi lembaga ekonomi yang kepemilikan dan pengelolaannya dilakukan langsung oleh petani.
Pemanfaatan dana PUAP yang disalurkan oleh Gapoktan di tingkat petani digunakan sebagai tambahan modal pembelian input sarana produksi seperti pengadaan bibit, pupuk dan pestisida dalam usahatani. Namun demikian sebagian petani memanfaatkan dana PUAP sebagai cadangan usaha lain di luar pertanian. Menurut penelitian Septya (2013) dana PUAP yang diberikan kepada petani tidak sepenuhnya dimanfaatkan untuk pengembangan usaha, akan tetapi digunakan juga untuk konsumsi non pangan rumah tangga. Lemahnya pengawasan oleh tim pendamping dalam pelaksanaan program PUAP menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya penyimpangan dalam pemanfaatan dana PUAP. Oleh karena itu, diperlukan adanya perbaikan pola pendampingannya agar pemanfaatan dana PUAP oleh Gapoktan tepat sasaran
dan dimanfaatkan secara optimal oleh penerimanya.
Pada tahun 2016 Kementerian Pertanian tidak lagi menyelenggarakan program PUAP. Pembinaan dan bimbingan yang dilakukan oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) kepada Gapoktan penerima dana PUAP tetap harus dilaksanakan dengan pembebanan biaya dari Pemerintah Daerah. Namun demikian tidak semua daerah siap mengambil alih tanggung jawab tersebut. Padahal salah satu keberhasilan program PUAP adalah intensitas pengawasan dan pembinaan yang dilakukan baik oleh Penyuluh Pertanian maupun Penyelia Mitra Tani (PMT). Oleh sebab itu perlu adanya terobosan kebijakan dari Pemerintah Daerah terkait pengambilalihan tanggung jawab program PUAP darin Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah.
Salah satu kabupaten di Jawa Barat yang memiliki laju pertumbuhan penduduk kategori tinggi dengan rata-rata sebesar 2,28 % per tahun adalah Kabupaten Purwakarta. Penerima PUAP yang dialokasikan di Kabupaten Purwakarta salah satunya adalah kelompok petani padi sawah. Jumlah Gapoktan yang mendapatkan program PUAP hingga tahun 2016 di wilayah Kabupaten Purwakarta berjumlah 159 Gapoktan. Jumlah Gapoktan penerima dana BLM PUAP disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Gapoktan penerima dana PUAP di Kabupaten Purwakarta tahun 2008 – 2016
No |
Tahun |
Jumlah Gapoktan |
Jumlah Dana PUAP (Rp) |
1 |
2008 |
20 |
2.000.000.000 |
2 |
2009 |
15 |
1.500.000.000 |
3 |
2010 |
35 |
3.500.000.000 |
4 |
2011 |
22 |
2.200.000.000 |
5 |
2012 |
29 |
2.900.000.000 |
6 |
2013 |
35 |
3.500.000.000 |
7 |
2014 |
3 |
300.000.000 |
Total |
159 |
159.000.000.000 |
Sumber : Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta (2014)
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk: (1) Mengidentifikasi pemanfaatan dana PUAP yang dilakukan oleh petani di Kabupaten Purwakarta; (2) Menganalisis pengaruh dana PUAP terhadap peningkatan pendapatan petani padi sawah di Kabupaten Purwakarta; (3) Mengevaluasi pola pendampingan yang dilakukan oleh tim pendamping PUAP dalam hal penyaluran dana PUAP kepada Gapoktan; (4) Merumuskan penyusunan program berdasarkan prospek keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta.
METODOLOGI PENELITIAN
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang pertama berasal dari petani penerima dana PUAP melalui pengisian kuesioner. Sementara data primer yang kedua berasal dari para pelaku kebijakan yang ada di wilayah Kabupaten Purwakarta dan terkait dalam pelaksanaan program PUAP seperti Kepala Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, Ketua Tim teknis PUAP, Penyuluh Pertanian, Penyelia Mitra Tani dan ketua Gapoktan.
Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dan kuesioner dengan menggunakan teknik purposive sampling dan metoda analisis deskriptif kuantitatif terhadap karakteristik
petani di Kabupaten Purwakarta, khususnya di kecamatan Pondoksalam. Jumlah responden untuk studi ini adalah petani padi sawah dengan pembagian 50 orang petani penerima dana PUAP dan 50 orang petani yang tidak menerima dana PUAP (NON PUAP). Karakteristik petani yang dijadikan responden adalah petani lahan sempit dengan kepemilikan lahan < 0,3 hektar. Dalam rangka mengetahui besaran peningkatan pendapatan terhadap petani sampel, digunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) dan uji t untuk melihat perbedaan antara responden yang menerima dana PUAP dan yang tidak menerima dana PUAP (NON PUAP). Metode deskriptif kualitatif juga digunakan untuk mengevalusi pola pendampingan yang dilakukan terhadap program PUAP serta untuk mengetahui prospek keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta. Data sekunder berasal dari literatur yang berasal dari Kementerian Pertanian, Dinas Dinas Pertanian, Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, Badan Pusat Statistik dan sumber lain yang relevan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Untuk melihat karakteristik responden terdapat beberapa kriteria yang dijadikan acuan antara lain usia, tingkat Pendidikan, pengalaman bertani dan status kepemilikan lahan. Kriteria usia responden dibagi menjadi empat kelompok yaitu kelompok usia 20-40 tahun, kelompok 41-60 tahun, dan kelompok usia 61-80 tahun. Hasil penelitian dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Gambar 1.
Usia Responden Petani PUAP
61-80
20-40 28%
41-60 52%
Usia Responden Petani NON PUAP
Gambar 1. Sebaran petani responden menurut golongan umur
Rentang usia responden yang ditunjukan pada Gambar 1 menunjukkan bahwa petani yang menerima PUAP dan NON PUAP didominasi oleh petani yang berusia 41-60 tahun dengan nilai 52% pada petani PUAP dan 62% pada petani NON PUAP. Sementara pada rentang usia muda (20-40 tahun) pada petani PUAP jumlahnya lebih banyak dibandingkan pada responden petani NON PUAP. Hal ini memperlihatkan adanya kecenderungan regenerasi petani, hal ini bernilai positif karena pada fase usia ini secara psikologis masih taraf belajar dan mau mendengarkan informasi dan teknologi baru dalam berusahatani. Sementara pada pada responden petani NON PUAP, rentang usia lanjut 61-80 tahun yang cenderung tergolong bukan usia produktif, lebih banyak dibandingkan dengan responden petani PUAP. Fase usia ini, umumnya dalam melakukan usahatani cenderung mengaplikasikan yang sudah didapatnya secara turun temurun dan sulit untuk melakukan pembaharuan atau mengadopsi teknologi yang baru.
Pendidikan yang dimiliki oleh petani responden baik PUAP dan NON PUAP kebanyakan setingkat sekolah dasar (SD). Sebanyak 66% responden petani PUAP hanya lulus SD, dan pada petani NON PUAP sebesar 90%. Selebihnya adalah responden dengan tingkat pendidikan
lanjutan setara Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ataupun Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA). Keragaan tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Gambar 2.
Menurut Todaro dan Smith (2006), pertumbuhan dan pembangunan yang berkelanjutan sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan yang dimiliki. Kemampuan untuk menyerap teknologi modern dan juga pengembangan kapasitas seseorang dibentuk oleh seberapa tinggi tingkat pendidikannya. Petani yang memiliki tingkat pendidikan rendah memiliki kualitas yang kurang memadai untuk mengembangkan usaha agribisnis.
SLTA 18%
/Sarjana 2%
SLTP 14%
SD 66%
SLTP 2% /Sarjana
Gambar 2. Keragaan petani responden menurut tingkat pendidikan
Menurut Azhara (2014), kualitas tenaga kerja dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Tenaga kerja yang berkualitas akan bekerja lebih produktif, pendapatan yang diperoleh lebih tinggi serta output ekonomi yang dihasilkan akan lebih besar. Dalam penelitian Rani dan Dartanto (2014) menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan kepala rumah tangga mempengaruhi tingkat kemiskinan keluarga. Semakin tinggi tingkat pendidikan, kemungkinan keluarga tersebut lepas dari kemiskinan moneter dan kemiskinan multidimensi (kesehatan, pendidikan dan standar hidup) akan berkurang masing-masing 0,02% dan 0,14%.
Penguasaan teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dilakukan dipengaruhi oleh lamanya pengalaman bertani yang dimiliki. Keragaan mengenai petani responden menurut lama pengalaman bertani dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Keragaan petani responden menurut lama pengalaman bertani
Sebagian besar status kepemilikan lahan baik bagi petani kelompok PUAP maupun NON PUAP adalah milik sendiri yaitu sebesar 80% untuk kelompok PUAP dan 98% untuk kelompok NON PUAP. Selebihnya dari kedua kelompok tersebut adalah memiliki lahan yang bersifat bagi hasil. Berdasarkan status kepemilikan lahan pada responden penelitian dapat
dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Keragaan petani responden menurut status kepemilikan lahan
Pemanfaatan dana PUAP oleh para petani di Kecamatan Pondoksalam Kabupaten Purwakarta didominasi untuk membeli benih, pupuk dan pestisida. Hal ini terlihat dari jawaban reponden sebanyak 88% yang menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan bibit, pupuk dan pestisida untuk usahatani yang akan dilakukan berasal dari membeli sendiri dengan sumber keuangan dari dana PUAP yang diterima. Sebanyak 84% input produksi yang dibeli dari dana PUAP adalah pupuk, 6% pestisida, 2% benih dan 8% dana PUAP digunakan untuk kebutuhan lainnya. Sebanyak 46% responden menggunakan dana PUAP untuk membeli saprodi, ada pula petani responden yang menggunakan dana PUAP untuk kegiatan usahatani non padi berupa palawija sebanyak 10%, untuk membiayai tenaga kerja sebanyak 38% dan kegiatan lainnya seperti bakulan hingga membayar uang sekolah anak sebanyak 6%. Adanya anggota gapoktan penerima dana PUAP yang membelanjakan dana pinjaman tidak sesuai dengan Rencana Usaha Anggota (RUA) mengindikasikan lemahnya pengawasan, baik yang dilakukan oleh penyuluh pertanian maupun oleh petugas Penyelia Mitra Tani.
Gambar 5. Pemanfaatan PUAP pada petani responden di Kecamatan Pondoksalam Kabupaten Purwakarta
Masing-masing anggota Gapoktan dapat meneriman dana PUAP bervariasi dengan kisaran Rp 1.000.000,- sampai dengan Rp. 3.000.000,- tergantung dari nilai pengajuan. Namun sebanyak 60% anggota yang mengajukan pinjaman memperoleh dana PUAP rata-rata sebesar Rp. 2.000.000,- .
Perbandingan Usahatani Anggota Gapoktan PUAP dan NON PUAP
Berdasarkan Uji-t statistik dengan taraf uji 5% terhadap produksi padi yang dihasilkan dan penerimaan total petani padi sawah yang menerima dana PUAP dan yang tidak menerima dana PUAP diperoleh hasil bahwa tidak ada perbedaaan yang signifikan antara rata-rata petani
PUAP dan petani non PUAP. Hasil uji dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2. Uji-t statistik terhadap produksi padi yang dihasilkan dan penerimaan total petani
No Variabel |
Jenis Kelompok (Mean) PUAP Non PUAP t-value probabilitas |
|
1.495,37 1.209,88 1,161 0,248 5.839.420,00 4.960.500,00 ,910 0,365 |
Keterangan : **) significant at level 5%
Karakteristik petani di Kabupaten Purwakarta yang relatif sama dari sisi usia, lama pengalaman bertani, dan tingkat pendidikan antara petani PUAP dan NON PUAP menyebabkan tidak adanya perbedaan yang signifikan antara petani PUAP dan NON PUAP dalam hal hasil yang diperoleh dari usaha tani padi sawah.
Penggunaan input dalam kegiatan usahatani responden kelompok PUAP dan NON PUAP di Kecamatan Pondoksalam Kabupaten Purwakarta dianalisis dengan menggunakan Uji-t statistik, hasil uji menunjukan adanya perbedaan yang signifikan terhadap penggunaan input darikelompok PUAP dan NON PUAP. Input produksi yang dimaksud adalah benih, pupuk dan obat-obatan yang digunakan selama kegiatan usaha tani. Hasil uji-t statistik untuk variabel penggunaan input produksi pada responden penelitian dapat dilihat pada tabel 3.
Tabel 3. Uji-t statistik terhadap penggunaan input produksi Jenis Kelompok (Mean)
No |
Variabel |
PUAP |
Non PUAP |
t-value |
probabilitas |
1 |
Penggunaan Benih |
81.250,00 |
43.600,00 |
4,044 |
0,000** |
2 |
Penggunaan Pupuk |
410.794,00 |
217.550,00 |
4,196 |
0,000** |
3 |
Penggunaan Obat-obatan (pestisida) |
101.110,00 |
61.980,00 |
2,211 |
0,030** |
4 |
Total input produksi |
593.154,00 |
323.130,00 |
4,209 |
0,000** |
Keterangan : **) significant at level 5%
Untuk variabel Total Input Produksi diperoleh nilai probabilitas (0,000) lebih kecil dari alpha 5% artinya terdapat perbedaaan yang significant antara rata-rata petani PUAP dan petani non PUAP. Dari nilai rata-rata dapat disimpulkan bahwa rata-rata total input produksi petani PUAP lebih besar dari rata-rata total input produksi petani non PUAP.
Untuk melakukan kegiatan usaha tani, petani akan mengeluarkan sejumlah biaya untuk membeli input produksi. Adapun biaya yang dikeluarkan terdiri dari biaya pengolahan tanah, biaya sarana produksi seperti benih, pupuk dan obat-obatan, biaya tenaga keja dan biaya lain yang dibutuhkan selama kegiatan usaha tani berlangsung. Hasil uji-t statistik untuk variable total biaya yang dikeluarkan oleh petani responden dapat dilihat pada tabel 4.
Tabel 4. Uji-t statistik terhadap total biaya dan pendapatan bersih petani responden
Jenis Kelompok (Mean) | |||||
No |
Variabel |
PUAP |
Non PUAP |
t-value |
probabilitas |
1 |
Total biaya |
2.435.054,00 |
2.258.030,00 |
,640 |
0,524 |
2 |
Pendapatan Bersih |
3.404.366,00 |
2.702.470,00 |
,941 |
0,349 |
Keterangan : **) significant at level 5%
Untuk variabel total biaya diperoleh nilai probabilitas (0,524) lebih besar dari alpha 5% artinya tidak ada perbedaaan yang signifikan antara rata-rata biaya total yang dikeluarkan oleh petani PUAP dan petani non PUAP. Untuk variabel pendapatan bersih diperoleh nilai probabilitas (0,349) lebih besar dari alpha 5% artinya tidak ada perbedaaan yang signifikan antara rata-rata petani PUAP dan petani non PUAP dalam hal perolehan pendapatan bersih. Jika dilihat secara keseluruhan, baik total penerimaan, total biaya dan pendapatan bersih yang diterima oleh petani responden, hasil uji-t statistik menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan antara petani PUAP dan petani NON PUAP.
Petani di Kabupaten Purwakarta didominasi oleh petani yang berusia lebih dari 40 tahun dengan pengalaman bertani lebih dari 15 tahun. Tingkat pendidikan petani yang mayoritas adalah lulusan Sekolah Dasar menjadikan petani di Kabupaten Purwakarta melakukan pola bercocok tanam yang masih bersifat konvensional, dalam hal pemanfaatan teknologi maupun penggunaan input produksi. Peran pendamping terutama penyuluh pertanian sangat diperlukan dalam hal bimbingan pada petani untuk melakukan kegiatan budidaya sesuai dengan anjuran pemerintah mengenai pola tanam, penggunaan benih, pupuk dan pestisida.
Kontribusi Faktor Penunjang Produksi
Dalam penelitian ini faktor penunjang produksi yang dimaksud adalah sistim pendampingan dan upaya peningkatan kemampuan anggota Gapoktan dalam hal teknis budidaya dan pembukuan keuangan. Pendampingan dilakukan oleh tenaga penyuluh pertanian dan tenaga harian lepas tenaga bantu penyuluh pertanian (THL-TBPP). Sistim pembinaan yang dilakukan oleh penyuluh pertanian dan tenaga THL-TBPP di Kecamatan Pondoksalam Kabupaten Purwakarta dapat dikatakan cukup baik. Hal ini disebabkan adanya pengakuan terhadap fungsi kerja dan adanya kompensasi kerja bagi penyuluh THL-TBPP di Kecamatan Pondoksalam. Arifin dan Sulardi (2015) menyatakan bahwa nilai prestasi kerja THL-TBPP dipengaruhi oleh kepuasan kerja, kompensasi yang diterima, tanggung jawab, harapan di masa depan serta lingkungan kerja yang mendukung. Penilaian terhadap penyuluh di Kecamatan Pondoksalam sebanyak 98% responden menyatakan selalu mendapatkan bimbingan secara berkala dari penyuluh pertanian lapangan dengan intensitas pendampingan sebanyak 1 minggu sekali.
Selain penyuluh pertanian, pembinaan terhadap anggota Gapoktan dilakukan oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) dalam hal pembukuan keuangan dan Agen Saprodi terkait pemanfaatan saprodi. Frekuensi pendampingan yang dilakukan oleh PMT adalah 1 bulan sekali. Sejak tahun 2016, fungsi PMT digantikan oleh Fasilitator Pembiayaan Pertanian Swadaya (FP2S). Kabupaten Purwakarta memiliki empat orang FP2S. Diantara empat orang FP2S, hanya dua orang yang aktif melakukan pembinaan dan bimbingan ke poktan/gapoktan penerima dana PUAP. Pembimbingan FP2S dilakukan tiga kali dalam satu tahun. Pola pembinaan seperti ini dirasakan kurang memadai bagi poktan/gapoktan penerima PUAP.
Kemampuan individu dalam pelaksanaan teknik budidaya yang sesuai dengan rekomendasi pemerintah juga perlu mendapatkan perhatian. Sebanyak 86% anggota Gapoktan belum pernah mengikuti pelatihan. Pemerintah daerah dan pemerintah pusat biasa menyelenggarakan pelatihan bagi petani, tetapi belum menyentuh responden penerima dana PUAP . Adapun pelatihan yang diikuti ini adalah pelatihan pengendaian hama, GP-PTT, SLPTT dan pelatihan pembinaan PUAP. Masih sedikitnya jumlah anggota gapoktan yang pernah mengikuti pelatihan menyebabkan sulitnya penerapan teknologi baru yang disebarluaskan oleh para penyuluh pertanian, karena sebagian besar petani masih melakukan usaha budi daya dengan sistim konvensional yang berorientasi pada banyaknya hasil panen dengan mengenyampingkan
faktor efisiensi terhadap penggunaan input produksi.
Implikasi Kebijakan dan Perancangan Program
Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa tokoh kunci dapat dirumuskan beberapa implikasi kebijakan agar keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta dapat tetap berjalan, yaitu:
-
1. Meningkatkan keterampilan anggota poktan baik dalam hal teknis pemanfaatan dana PUAP maupun dalam hal administrasi pertanggungjawaban keuangan.
-
2. Mendorong unit simpan pinjam yang telah terbentuk menjadi lembaga keuangan mikro agribisnis (LKMA).
Beberapa program daerah yang disusun dalam rangka pengembangan usaha agribisnis perdesaan di Kabupaten Purwakarta:
Tabel 5. Rencana program dan kegiatan upaya keberlajutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta
Tahun
No |
Rencana Program |
Kegiatan |
2019 |
Pelaksanaan | ||
2020 |
2021 |
2022 | ||||
1 |
Pembinaan lembaga usaha pangan masyarakat |
- Pelatihan kelompok tani dan gapoktan - Legalitas Kelompok tani |
v | |||
2 3 4 |
DAK Reguler Bidang Pertanian Sektor Ketahanan Pangan (DAK 2019) Program peningkatan kesejahteraan petani Pemberdayaan kelompok pengembangan usaha dan pengolahan hasil pertanian |
Pembangunan sarana dan prasarana fisik berupa lumbung, rumah RMU dan lantai jemur
|
v v |
V |
v |
v |
5 |
Program Peningkatan Pemasaran Produk Pertanian |
Melakukan kegiatan pameran/promosi/expo |
v |
V |
v |
v |
6 |
Pendampingan Kegiatan Peningkatan Produksi Tanaman Padi |
Pelatihan pengetahuan dan keterampilan budidaya tanaman padi |
v |
V |
v |
v |
7 |
Peningkatan Kapasitas penyuluh pertanian |
Diklat bagi penyuluh dan tenaga pendamping lainnya |
v |
V |
v |
v |
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pemanfaatan dana PUAP di Kabupaten Purwakarta sebanyak 46% digunakan untuk membeli saprodi, 38% untuk membayar tenaga kerja, 10% untuk usahatani non padi/palawija dan 6% untuk kegiatan lainnya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap pendapatan bersih yang diterima petani diperoleh nilai probabilitas (0,213) lebih besar dari alpha 5% artinya tidak ada perbedaaan yang signifikan antara rata-rata petani PUAP dan petani NON PUAP dalam hal perolehan pendapatan bersih, artinya program PUAP di Kabupaten Purwakarta belum dapat
meningkatkan kesejahteraan petani penerima program. Proses pendampingan dan pembinaan program PUAP yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Purwakarta belum dilakukan secara maksimal. Perumusan program terkait prospek keberlanjutan program PUAP di Kabupaten Purwakarta adalah: 1) Pembinaan lembaga usaha pangan masyarakat; 2) DAK Reguler Bidang Pertanian Sektor Ketahanan Pangan (DAK 2019); 3) Program peningkatan kesejahteraan petani; 4) Pemberdayaan kelompok pengembangan usaha dan pengolahan hasil pertanian; 5) Program Peningkatan Pemasaran Produk Pertanian; 6) Pendampingan Kegiatan Peningkatan Produksi Tanaman Padi; 7) Peningkatan Kapasitas penyuluh pertanian.
Saran
Pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian agar tetap melakukan evalusi terhadap potensi keberlanjutan dan pengembangan program PUAP khususnya di Kabupaten Purwakarta. Pemerintah Daerah Kabupaten Purwakarta melalui Dinas Pangan dan Pertanian, perlu melakukan upaya khusus dalam hal pembinaan baik teknis pemanfaatan dana PUAP bagi anggota gapoktan, maupun teknis pengeloaan dana PUAP bagi pengurus gapoktan dengan harapan keberlanjutan program PUAP hingga terbentuknya lembaga-lembaga keuangan mikro agribisnis perdesaan di wilayah Kabupaten Purwakarta dapat terwujud. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah dapat mensinergikan implementasi program-program baru ataupun yang sudah ada untuk meningkatkan kemampuan kelembagaan khususnya kelembagaan keuangan di wilayah perdesaan.
DAFTAR PUSTAKA
Arifin Z, Sulardi. 2015. Evaluasi kinerja penyuluh THL-TBPP berbasis Permentan No.91/permentan/OT.140/9/2013 dan analisis faktor yang mempengaruhinya di Kabupaten Magelang. Jurnal Pengembangan Penyuluhan Pertanian. Volume 11No. 21, 2015.
Azhara T. 2014. Analisis konvergensi produktivitas tenaga kerja antar provinsi di Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Badan Pusat Statistik. 2018. Jumlah penduduk miskin, %tase penduduk miskin dan garis kemiskinan, 1970-2017. [Internet]. Diunduh 2017-09-6.
Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, 2014. Programa penyuluhan pertanian tahun 2014. Dinas Pertanian Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Purwakarta, Purwakarta.
Kementerian Pertanian. 2014. Pedoman PUAP 2014. Kementerian Pertanian. Jakarta.
Septya F. 2013. Peranan PUAP dan raskin dalam perilaku ekonomi dan ketahanan pangan rumahtangga petani (kasus di Kecamatan Sadang, Kabupaten Kebumen). Thesis. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Sisilia, Aritonang M, Kurniati D. 2012. Analisis komparatif pendapatan petani padi penerima bantuan modal PUAP (Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan) dan petani non penerima bantuan modal PUAP di Desa Ngarak Kecamatan Mandor Kabupaten Landak. Jurnal Sicial Economic of Agricultur. Volume 1 No 3, 2012.
Todaro MP, Smith SC. 2006. Pembangunan ekonomi. Edisi Kesembilan. Munandar [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga.
Lena, et al., Prospek…|164
Discussion and feedback