KAJIAN TAMAN INDONESIA KAYA

RUANG


SPACE


SEBAGAI RUANG TERBUKA PUBLIK DI SEMARANG

BERDASARKAN KEBUTUHAN PENGGUNA

Oleh: Astari Wulandari1

Abstract

Open space is an important element of an urban area as well as to its urban community. It is often a public space whose inherent functions are to accommodate both recreation and relaxation related activities. The provision of public open space is fundamental, not only for these roles but also as part of significant deed in the development of urban character. Taking Taman Indonesia Kaya of Kota Semarang of Java Island in Indonesia, as its case study, this paper goes back to 47 years ago, when this public space was re-made up. Prior to its make-over, this park had been named after Taman Minister Supeno. The park was often associated with negative images which were rather unfortunate, considering its location in the heart of Semarang’s Town Centre. This study aims to examine in depth the basic elements of Taman Indonesia Kaya as a public space. This research implements a qualitative research method supported by field observation and literature review. The transformation of Taman Indonesia Kaya has indeed provided a significant change in its physical quality, which in turn has brought continuous improvement to its capacity to serve public needs. This includes the provision of spatial elements of public space that deliver comfort, relaxation, passive and active engagements, as well as discovery. Although each of these attributes may not be endowed with an individual physical element, the overall functions associated with Taman Indonesia Kaya as a public space is maintained.

Keywords: Taman Indonesia Kaya; open space; public space

Abstrak

Ruang terbuka sebagai salah satu elemen perancangan kota menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat dalam perannya sebagai ruang rekreasi dan relaksasi. Dengan demikian pemenuhan persyaratan utama sebuah ruang terbuka publik menjadi satu hal yang harus terpenuhi agar ruang tersebut mampu mewadahi aktivitas masyarakat, berkarakter dan berfungsi sebagaimana mestinya. Sejak awal pembangunannya 47 tahun silam, sebelum nama Taman Indonesia Kaya disematkan, Taman Menteri Supeno merupakan salah satu taman kota yang identik dengan citra negatif. Kondisi tersebut sangat disayangkan mengingat lokasinya berada pada jantung Kota Semarang. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kriteria ruang terbuka publik berdasarkan kebutuhan pengguna Taman Indonesia Kaya. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan manfaat berupa gagasan baru dalam peningkatan kualitas Taman Indonesia Kaya melalui pemenuhan kebutuhan dasar pengguna taman. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang mendeskripsikan fenomena pada lokasi studi berdasarkan observasi langsung dan studi literatur. Transformasi Taman Menteri Supeno menjadi Taman Indonesia Kaya memberikan perubahan signifikan bagi kualitas fisik ruang terbuka publik yang berdampak pada peningkatan image taman. Kriteria dasar kebutuhan pengguna di ruang terbuka publik; comfort, relaxation, passive engagement, active engagement, dan discovery secara umum telah terpenuhi pada Taman Indonesia Kaya. Meskipun pada area tertentu ditemukan adanya overlapping dua hingga tiga kriteria, kondisi tersebut tidak merubah fungsi utama taman sebagai ruang terbuka publik.

Kata kunci: Taman Indonesia Kaya; ruang terbuka; ruang publik

1


Pendahuluan

Taman Indonesia Kaya sebagai ruang terbuka hijau semakin diminati masyarakat sejak dibuka tiga tahun yang lalu. Sebagai taman yang terletak di jantung Kota Semarang, Taman Indonesia Kaya menjadi salah satu alternatif ruang terbuka publik yang menghadirkan suasana baru di tengah padatnya bangunan perkantoran dan pemerintahan. Keberadaan taman sebagai ruang terbuka publik merupakan elemen penting untuk menciptakan ruang kota yang layak huni, menyenangkan, dan menarik bagi warga kota (Chiesura, 2004). Dengan menghadirkan area hijau sebagai suatu habitat dan ekosistem pada lanskap perkotaan, dapat mendorong dan menginspirasi interaksi antara manusia dengan lingkungannya (Elgizawy, 2014).

Sebagai salah satu elemen perancangan kota, ruang terbuka memberikan karakter tersendiri dan berkontribusi dalam peningkatan kualitas ruang kota. Hal tersebut akan tercapai apabila sebuah ruang publik memenuhi kriteria estetika, fungsional, dan visual. Dengan demikian sudah seharusnya sebuah ruang terbuka mampu berfungsi sebagaimana mestinya serta memiliki karakteristik yang menjadi identitas kawasan.

Taman Indonesia Kaya merupakan ‘wajah’ baru dari Taman Menteri Supeno atau yang lebih dikenal sebagai Taman KB. Pembangunan taman ini dimulai pada 1973 hingga 1975 dengan tujuan utama memanfaatkan area kosong pertemuan Jalan Menteri Supeno dan Jalan Mugas. Pembangunan Taman Menteri Supeno sebagai ruang terbuka publik aktif dapat dikatakan berhasil dan minat pengunjung taman semakin meningkat. Akan tetapi mulculnya aktifitas lain sebagai ‘efek samping’ pembangunan taman tidak dapat dicegah. Aktifitas tersebut berupa aktifitas pedagang kaki lima pada jalur pejalan kaki, parkir kendaraan pada badan jalan, keberadaan anak jalanan, hingga keberadaan tuna wisma dan tuna susila pada malam hari yang lambat laun menciptakan citra negatif pada taman tersebut.

Perkembangan pada tahun selanjutnya, area tersebut berubah menjadi taman aktif dan dibangun patung ibu dan dua orang anak sebagai bentuk sosialisasi terhadap program keluarga berencana. Empat dasawarsa lebih telah berlalu, taman tersebut tetap bertahan ditengah pesatnya perkembangan Kota Semarang. Taman Indonesia Kaya kini menjadi salah satu destinasi bagi masyarakat Kota Semarang untuk memanfaatkan waktu luang. Kebutuhan pengguna didefinisikan sebagai segala bentuk fasilitas yang menunjang kenyamanan dan pengalaman yang dicari oleh pengunjung dalam menikmati ruang terbuka publik. Fasilitas dasar Taman Indonesia Kaya telah tersedia, akan tetapi keberadaan tersebut dianggap kurang menunjang kenyamanan pengguna taman, serta pengalaman yang kurang berkesan. Hal tersebut disebabkan oleh peletakan beberapa fasilitas taman seperti bangku taman dan tempat yang tidak disesuaikan dengan fungsi dan karakteristik pengguna masing – masing area taman. Fenomena tersebut akan menjadi suatu permasalahan tersendiri mengingat pengguna Taman Indonesia Kaya merupakan masyarakat umum yang berasal dari berbagai kelompok usia. Hal tersebut ditegaskan oleh Francis (2003) bahwa konflik antar pengguna ruang seringkali terjadi ketika kebutuhan pengguna ruang tidak terpenuhi maupun konflik antar kelompok usia pengguna (Francis, 2003).

Hubungan antara kelompok usia dan kebutuhan pengguna serta setting ruang publik memiliki kualitas tertentu yang akan membuat ruang tersebut berfungsi dengan baik untuk berbagai keperluan dan berbagai waktu (Carr et al, 1992) Berdasarkan latar belakang tersebut, memunculkan suatu pertanyaan penelitian, bagaimanakah pemenuhan kebutuhan pengguna ruang terbuka publik pada Taman Indonesia Kaya? Artikel ini bertujuan mengkaji variabel - variabel utama ruang terbuka publik berdasarkan kebutuhan pengguna di Taman Indonesia Kaya Semarang. Penelitian ini bermanfaat sebagai suatu gagasan baru dalam upaya peningkatan kualitas Taman Indonesia Kaya sebagai ruang terbuka publik melalui pemenuhan kebutuhan dasar pengguna taman.

Review Literatur

a.    Ruang Terbuka sebagai Ruang Publik

Ruang terbuka diartikan sebagai bagian kota yang tidak terbangun dapat berbentuk koridor maupun ‘pulau’ yang berfungsi sebagai pelestarian alam, peningkatan kualitas lingkungan, menunjang kenyamanan dan kesejahteraan (Spreiregen, 1965). Dengan demikian ruang terbuka dapat disebut sebagai ruang lingkungan alami suatu kota. Apabila ruang tersebut mengakomodasi kegiatan publik, ruang tersebut akan bertransformasi menjadi ruang terbuka publik aktif. Dalam peningkatan kualitas ruang terbuka publik salah satu hal penting yang perlu diperhatikan pada perancangannya adalah kemampuan ruang tersebut untuk mendukung terjadinya interaksi sosial (Shirvani, 1985).

  • b.    Kebutuhan Pengguna Ruang Terbuka Publik

Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan sebelumnya, terdapat lima kategori utama terkait kebutuhan pengguna ruang publik yang perlu dipertimbangkan dalam mendesain dan mengelola ruang terbuka publik (Francis, 2003).

  •    Comfort. Untuk dapat digunakan dengan baik, ruang terbuka harus nyaman (Carr et al, 1992). Dengan demikian, penyediaan tempat yang nyaman untuk duduk, ketersediaan air minum, peneduh, keberadaan vegetasi dan sebagainya. Lama tinggal seseorang berada di ruang publik dapat dijadikan tolak ukur nyaman tidaknya suatu ruang terbuka publik.

  •    Relaxation. Penelitian – penelitian tentang ruang terbuka menunjukkan bahwa tujuan utama kunjungan ke ruang – ruang terbuka adalah relaksasi. Perasaan nyaman secara psikologis yang diminati orang di ruang terbuka dapat diciptakan melalui keberadaan elemen air atau vegetasi yang memiliki efek menyegarkan termasuk efek psikologis keberadaan tanaman (Marcus dan Sachs, 2013)

  •    Passive engagement. Aktifitas ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungannya. Kegiatan pasif dapat dilakukan dengan cara duduk-duduk atau berdiri sambil melihat aktifi-tas yang terjadi di sekelilingnya atau melihat pemandangan yang berupa taman, air mancur, patung atau karya seni lainnya. Adanya per-tunjukan maupun aktifitas yang terprogram pada ruang terbuka publik akan memfasilitasi kegiatan pasif tersebut.

  •    Active engagement. Suatu ruang publik disebut berhasil jika dapat mewadahi aktifitas kontak/ interaksi antar anggota masyarakat (teman, famili atau orang asing) dengan baik. Kegiatan aktif tersebut dapat berupa ke-giatan olah raga atau aktivitas fisik lainnya bentuk lain dari kegiatan ini adalah interaksi langsung dengan lingkungan sekitar termasuk berjalan kaki dan berkebun.

  •    Discovery. Merupakan suatu proses mengelola ruang publik agar di dalamnya terjadi suatu aktifitas yang tidak monoton. Discovery dapat berupa kegiatan melihat karya seni dan patung maupun eksplorasi ketempat – tempat tak terduga (Francis, 2003). Ruang terbuka publik juga mimiliki peluang untuk dimanfaatkan sebagai lokasi pembelajaran dan pendidikan berbasis aktivitas discovery (Stine, 1997; Adams 1990).

  • c.    Nilai Ruang Terbuka Publik

Ruang terbuka publik sebagai ruang yang mewadahi berbagai aktifitas masyarakat, memiliki nilai – nilai yang tertanam. Nilai tersebut muncul dipengaruhi oleh setting tempat, sejarah, pelaku, aktifitas, maupun kehidupan sosial masyarakatnya. Berikut ini merupakan nilai – nilai yang harus dimiliki oleh ruang terbuka publik (Carr et al, 1992):

  •    Responsive. Ruang yang responsive diartikan sebagai ruang yang didesain dan dikelola untuk memenuhi kebutuhan penggunanya.

  •    Democratic. Ruang yang demokratif diartikan sebagai ruang yang mampu melindungi hak kelompok – kelompok penggunanya dan dapat diakses untuk semua kelompok pengguna. Ruang tersebut memberikan kebebasan dalam bertindak serta keberadaan ruang tersebut dapat diubah oleh aksi publik.

  •    Meaningful. Ruang yang penuh arti memungkinkan penggunanya untuk mencipta-kan koneksi yang kuat antara sebuah tempat, kehidupan pribadinya, bahkan lingkungan yang lebih luas. Ruang publik yang terus menerus digunakan dan menyimpan ingatan atau kenangan, akan memberikan kesan yang berkesinambungan terhadap pribadi seseorang dalam kehidupan yang berubah dengan cepat (Francis dan Hester, 1990).

Metodologi

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha mendapatkan gambaran menyeluruh (holistik) dari sebuah fenomena dari sudut pandang peneliti. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang menggambarkan gejala yang ada, mengidentifikasi masalah, membuat perbandingan atau mengevaluasi. Metode ini digunakan untuk melukiskan secara sistematis fakta atau karakteristik tertentu secara aktual dan cermat dan menitikberatkan pada observasi dan kondisi alamiah (Anggito & Setiawan, 2018).

Pengumpulan data dilakukan melalui pengumpulan data primer dan pengumpulan data sekunder. Berikut uraiannya:

  •    Data Primer

Data – data primer yang diperlukan untuk penelitian ini meliputi data zonasi taman, vagetasi dan jenis tanaman, jenis – jenis aktivitas pengunjung, fasilitas taman, dan data terkait lainnya. Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi lapangan secara langsung. Kegiatan ini dilakukan dengan memanfaatkan kamera digital, video recorder, serta alat tulis. Observasi dilakukan terhadap elemen – elemen penyusun taman, fungsi taman, serta struktur Taman Indonesia Kaya. Selain itu dilakukan wawancara kepada pengunjung taman untuk memperoleh informasi terkait motivasi pengunjung, persepsi pengunjung terhadap kondisi taman. Wawancara terhadap pengelola taman juga dilakukan untuk mengetahui pengelolaan dan operasional taman.

  •    Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini, berupa data sejarah dan proses pembangunan Taman Indonesia Kaya, data peran masing – masing stakeholder dalam pembangunan taman. Pengumpulan data sekunder dilakukan melalui studi literatur terhadap text book, jurnal – jurnal ilmiah maupun prosiding seminar.

Analisis data dilakukan secara deskriptif kualitatif berdasarkan hasil observasi di lokasi studi. Sedangkan dalam penelitian ini, tinjauan literatur dimanfaatkan sebagai guideline agar analisa data dan perumusan temuan penelitian tetap fokus sesuai degan topik yang telah ditentukan.

Hasil dan Pembahasan

a.    Transformasi Taman Menteri Supeno menjadi Taman Indonesia Kaya

Pada awalnya, Taman Indonesia Kaya disebut sebagai Taman Menteri Supeno yang dibangun pada tahun 1973 – 1975 era pemerintahan Kolonel Hadijanto sebagai Walikota Semarang. Pembangunan Taman Menteri Supeno ketika itu merupakan suatu bentuk pemanfaatan lahan kosong sebagai ruang terbuka hijau publik pada titik temu persimpangan Jalan Meteri Supeno dan Jalan Mugas. Sejalan dengan kebijakan pemerintah yang menggalakkan program Keluarga Berencana (KB), maka dibangun patung simbol keluarga berencana (ibu dengan dua anak) di taman tersebut.

Pembangunan Taman Menteri Supeno sebagai ruang terbuka publik aktif dapat dinyatakan berhasil, seiring berjalannya waktu pengunjung taman meningkat dan muncul aktifitas lain sebagai ‘efek samping’ pembangunan taman. Aktifitas tersebut berupa kemunculan pedagang kaki lima pada jalur pejalan kaki, parkir kendaraan pada badan jalan, keberadaan anak jalanan, hingga keberadaan tuna wisma dan tuna susila pada malam hari yang lambat laun menciptakan citra negatif pada taman tersebut.

Pada tahun 2004 keberadaan tunawisma dan tunasusila berhasil dihilangkan dari areal taman. Keseriusan Pemerintah Kota Semarang dalam menata Taman Menteri Supeno semakin terlihat pada tahun 2010 – 2011 melalui kegiatan relokasi pedagang kaki lima yang berlokasi di Jalan Pahlawan ke taman tersebut. Kegiatan tersebut dilanjutkan dengan merencanakan program rehabilitasi taman pada tahun 2014. Peningkatan kualitas ruang terbuka hijau di Taman Menteri Supeno ditangani secara seksama oleh pemerintah Kota Semarang melalui kerjasama dengan Yayasan Bakti Budaya Djarum sebagai suatu bentuk tanggung jawab sosial perusahaan. Pembangunan yang menghabiskan dana sebesar Rp 6 milyar tersebut, merupakan kolaborasi berbagai pihak lain seperti Bank Jawa Tengah dan perusahaan konstruksi PP Properti.

Gambar 1. Perubahan Taman Menteri Supeno menjadi Taman Indonesia Kaya Sumber: Penulis, 2020

Dalam proses pengembangannya, kolaborasi tidak hanya ditujukan pada perusahaan – perusahaan, tetapi juga elemen masyarakat seperti Kelompok Seniman Semarang dan petani tanaman hias. Kini Taman Menteri Supeno berubah menjadi Taman Indonesia Kaya, sebagai bentuk penyediaan ruang terbuka hijau publik aktif dan peningkatan kualitas citra kota Semarang. Meskipun saat ini pengelolaan taman merupakan tanggung jawab Yayasan Bakti Budaya Djarum, pada 2021 pengelolaan Taman Indonesia Kaya sepenuhnya akan diserahkan kepada Pemkot Semarang (Aswad & Damayanti, 2020). Setelah diresmikan pada 2018 lalu, kini Taman Indonesia Kaya menjadi salah satu taman yang paling dikunjungi, terutama oleh pelajar dan mahasiswa karena faktor kenyamanan (Prihatini & Kurniawati, 2019).

  • b.    Gambaran Umum Taman Indonesia Kaya

Taman Indonesia Kaya merupakan salah satu ruang terbuka publik di pusat kota Semarang. Ruang terbuka ini berada di Kawasan Simpang Lima dan terletak disekitar area perkantoran, instansi pemerintah, dan beberapa institusi pendidikan. Ditinjau dari lokasinya, Taman Indonesia Kaya menjadi salah satu lokasi potensial untuk diselenggarakannya kegiatan pada skala lokal, regional, maupun nasional.

Gambar 2. Lokasi Taman Indonesia Kaya terhadap Kota Semarang Sumber: Penulis, 2020

Keterangan: (A) Panggung Budaya, (B) Tribun, (C) Pintu Barat, (D) Toilet Umum, (E) Taman Pandhawa lima, (F) Pelataran Panggung, (G) Pintu Timur, (H) Patung Ibu dan Anak, (I) Air Mancur, (J) Pintu Selatan, (K) Area Hijau (L) Gerbang Mural

Gambar 3. Zonasi Taman Indonesia Kaya Semarang Sumber: Penulis, 2020

Berdasarkan kondisi fisiknya, Taman Indonesia Kaya merupakan ruang terbuka hijau binaan yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan antara unsur ekologis alam dengan aktivitas masyarakat perkotaan. Area tengah taman dirancang sebagai area utama yang berfungsi sebagai titik simpul (nodes) pertemuan beberapa fasilitas taman dimana sering diselenggarakan kegiatan utama seperti pertunjukan seni, musik dan budaya yang bervariasi. Area utama tersebut dikelilingi oleh fasilitas – fasilitas penunjang yang berperan sebagai area penerima yang saling terhubung dan secara tidak langsung mengajak pengunjung untuk menjelajah lebih dalam ke area taman. Gambar 3 berikut menunjukkan pembagian zonasi Taman Indonesia Kaya.

  • c.    Kriteria Dasar Kebutuhan Pengguna Ruang Terbuka

  • 1.    Comfort (Kenyamanan)

Pembahasan faktor kenyamanan pada artikel ini dibatasi pada kenyamanan fisik. Indikator kenyamanan fisik pada ruang terbuka publik berupa kelengkapan fasilitas taman dan kondisi lingkungan disekitar taman. Beberapa jenis fasilitas yang tersedia di Taman Indonesia Kaya cukup lengkap dan memadai untuk menciptakan rasa nyaman bagi pengunjungnya. Fasilitas bangku taman cukup mudah ditemukan sebanyak 35 buah. Penempatan lokasi bangku taman tersebar di beberapa lokasi berikut; area hijau, taman Pandhawa Lima, serta area di antara air mancur dan patung ibu dan anak. Setiap area memiliki jenis tempat duduk yang berbeda. Pengaturan tersebut menjadikan masing – masing area memiliki kesan tersendiri bagi pengunjung taman.

Keberadaan lampu taman yang terdapat pada Taman Indonesia Kaya di malam hari menjadi daya tarik tersendiri bagi pengunjung. Penyebaran titik-titik lampu penerangan telah merata di seluruh area taman, dengan demikian tidak ada terdapat sudut taman yang gelap ketika malam. Kondisi tersebut mencengah munculnya perasaan was – was para pengunjung taman di malam hari. Mengingat Taman Indonesia Kaya beroperasi selama 24 jam setiap hari, menjadikan taman tersebut tetap dikunjungi pada malam hari. Penggunaan jenis lampu pun bervariatif. Pada area hijau didominasi oleh cahaya kuning yang dihasilkan oleh rangkaian lampu bohlam yang digantung diantara pepohonan yang meninggalkan kesan romantis. Pada area panggung budaya, tribun, taman Lima, pintu Selatan dan pintu Timur, pencahayaan taman didominasi oleh cahaya putih yang dihasilkan oleh lampu taman dan lampu sorot dari area panggung. Berbeda dengan area air mancur, area ini didominasi dengan pencahayaan warna warni yang dihasilkan oleh lampu LED yang memberi kesan meriah dan menyenangkan. Fasilitas lain seperti peta informasi, penunjuk arah, serta drinking water fountain yang tersebar merata di seluruh area taman, sedangkan fasilitas toilet umum dan pengeras suara berada di area panggung budaya.

Tabel 1. Fasilitas Taman Indonesia Kaya

No

Jenis Fasilitas

Jumlah/Area

Lokasi

1

Bangku taman

35 unit

Tersebar di seluruh area taman

2

Lampu taman

41 unit

Tersebar di seluruh area taman

4

Pos keamanan

1 buah

Pintu selatan

5

Peta lokasi

2 unit

Pintu barat dan pintu timur

6

Informasi & penunjuk arah

7 unit

Setiap pintu masuk taman

7

Tempat sampah

36 unit

Tersebar di seluruh area taman

8

Ramp

1 area

Area panggung budaya

9

Guiding block

3 area

Area air mancur, pintu timur & selatan

10

Toilet umum

10 unit

Area panggung budaya

11

Toilet penyandang cacat

2 unit

Area panggung budaya

12

Keran air minum

4 unit

Area pintu barat, timur, selatan, utara

13

Pengeras suara

1 unit

Area panggung budaya

Sumber: Survey Primer, 2020

  • 2.    Relaxation (Relaksasi)

Pembahasan kriteria relaksasi pada penelitian ini menggunakan indikator keberadaan elemen vegetasi yang memberikan rasa nyaman secara psikologis dan elemen air yang memiliki efek menyegarkan. Kombinasi kedua elemen tersebut pada sebuah ruang terbuka akan menunjang relaksasi pengguna ruang terbuka. Vegetasi pada Taman Indonesia Kaya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu tanaman penutup lantai, tanaman pembentuk dinding, tanaman peneduh, dan tanaman pengisi ruang. Keberadaan tanaman penutup lantai pada Taman Indonesia Kaya dominan pada area hijau dan taman Pandhawa Lima. Meskipun jalur pejalan kaki pada area tersebut menggunakan perkerasan, sedangkan area pintu Selatan, pintu Timur, pelataran panggung, dan area antara air mancur dan patung ibu dan anak tidak memanfaatkan tanaman untuk penutup lantai, akan tetapi menggunakan perkerasan.

Vegetasi dengan fungsi pembentuk dinding berupa tanaman yang membentuk dinding rendah. Tanaman tersebut ditemukan di area hijau, Taman Pandhawa Lima, serta jalur pejalan kaki yang berbatasan dengan Jalan Taman Menteri Supeno dan Jalan Pandanaran. Ketinggian tanaman pembentuk dinding di Taman Indonesia Kaya bervariasi antara 30 cm hingga 70 cm. Berdasarkan hasil observasi, kualitas tanaman pembentuk dinding untuk menunjang fungsi relaksasi hanya ditemukan di beberapa area saja (Gambar 5). Pemilihan jenis tanaman pembentuk dinding sebagian besar merupakan tanaman berbunga seperti Bunga Bakung (Crinum Asiaticum), Saberna Putih (Zebrina Pendula), Bunga Tasbih (Canna Lily), Bunga Kertas (Bougainvillea), Bunga Lantana (Lantana Camara) dan Puring (Codiaeum Variegatum). Beberapa jenis tanaman tersebut merupakan tanaman berbunga yang memberikan warna dan keindahan di Taman Indonesia Kaya.

Gambar 4. Hard material sebagai penutup lantai pada Area Pintu Selatan Taman Indonesia Kaya Sumber: Dokumentasi, 2020


Gambar 5. Soft material sebagai penutup lantai pada Area Hijau Taman Indonesia Kaya Sumber: Dokumentasi, 2020


Vegetasi dengan fungsi peneduh pada Taman Indonesia Kaya terdiri dari tanaman pohon dengan ketinggian antara 10 – 20 meter. Sebagian besar tanaman tersebut merupakan tanaman dengan tajuk yang melebar dengan kerapatan daun sedang hingga massif. Pohon – pohon peneduh tersebut, menaungi di sebagian besar area hijau, sebagian area taman Pandhawa Lima, area pintu Timur dan pintu Selatan, serta sebagian jalur pejalan kaki di tepi Jalan Pandanaran 2 dan Jalan Menteri Supeno.

Meskipun kondisi kualitas vegetasi cukup bervariatif, kombinasi antara elemen vegetasi yang terdiri dari beberapa jenis tanaman di Taman Indonesia Kaya memberikan efek relaksasi bagi pengguna taman. Beberapa studi menjelaskan bahwa paparan langsung lingkungan alami maupun elemen alami seperti bunga dan tanaman hijau memberikan manfaat terapi alami seperti relaksasi fisiologis dan peningkatan fungsi imun tubuh (Jo, Song & Miyazaki, 2019). Dengan demikian, semakin banyak unsur alami pada ruang terbuka publik semakin banyak manfaat relaksasi yang dirasakan. Berdasarkan hal tersebut, area hijau pada Taman Indonesia Kaya menjadi area yang memiliki manfaat relaksasi paling tinggi bila dibandingkan dengan area lainnya. Berbeda dengan area hijau, area pelataran panggung menjadi area dengan manfaat relaksasi paling minimum mengingat area tersebut didominasi dengan material keras dan tidak ditemukan adanya vegetasi.

Sedangkan elemen air pada Taman Indonesia Kaya berupa air mancur dan dancing water fountain yang terletak pelataran panggung sebagai titik pusat keramaian. Area di sekitar air mancur didominasi lantai dengan perkerasan. Kondisi tersebut menunjukkan adanya kontras

antara unsur air sebagai elemen alami dan material non alami yang ada di area pelataran panggung. Pemanfaatan beton dan aspal untuk menggantikan tanah dan vegetasi akan meningkatkan suhu disekitarnya (Shahmohamadi et al, 2010). Selain itu penyerapan radiasi matahari pada area hardscape yang tidak terlindungi oleh bayangan akan mempengaruhi peningkatan suhu di lingkungan sekitarnya pada siang hari (Chang & Li, 2014).

Dengan demikian pada area air mancur pada siang hari, efek relaksasi akan berkurang sebagai akibat dari dominasi hardscape yang akan meningkatkan suhu pada lingkungan sekitarnya.

  • 3.    Passive engagement

Passive engagement diartikan sebagai suatu bentuk keterlibatan pasif pengguna taman dengan lingkungan yang mengarahkan pada perasaan relaksasi. Kondisi tersebut memerlukan pemenuhan kebutuhan penguna taman yang terkait dengan setting ruang. Bentuk utama dari keterlibatan pasif adalah pengamatan pengunjung (Carr et al, 1992). Setting ruang pada Taman Indonesia kaya memungkinkan pengunjung taman terlibat secara pasif. Keberadaan bangku – bangku taman yang tersebar pada seluruh area taman menjadi salah satu fasilitas yang mendukung keterlibatan pasif pengguna taman. Keberadaan bangku taman pada beberapa area yang berbeda, daya tarik elemen – elemen taman, serta aktifitas yang berlangsung dapat berperan sebagai objek amatan yang akan dinikmati oleh para pengunjung taman.

Gambar 6. Duduk bersantai sebagai satu bentuk passive engagement di Taman Pandhawa Lima Sumber: Dokumentasi, 2020



Gambar 7. Passive pleasure di area panggung budaya ketika tidak ada pertunjukan

Sumber: Dokumentasi, 2020

Berdasarkan hasil pengamatan, desain Taman Indonesia Kaya menunjukkan adanya pembagian zona dan setting secara gradual. Area panggung budaya dan pelataran panggung menjadi point of interest Taman Indonesia Kaya. Ketika sedang diselenggarakan pertunjukan, area – area yang memungkinkan pengunjung taman untuk terlibat secara pasif berada pada area air mancur, area pintu Selatan dan Timur. Setting pada area hijau dan taman Pandhawa Lima tidak memungkinkan bagi para pengunjung taman untuk terlibat secara langsung dengan kegiatan di area panggung budaya, ketika tidak diselenggarakan pertunjukan. Setiap area memiliki setting tersendiri sebagai ruang yang menawarkan kesenangan pasif (passive pleasure) kepada pengunjung taman, meskipun hanya dengan duduk bersantai. Setting masing – masing area pada taman menjadi satu hal yang

menentukan tingkat keterlibatan dan keterbukaan pengunjung untuk menjelajah ruang terbuka sesuai dengan keinginan mereka (Carr et al, 1992).

Setting pada area hijau menawarkan passive pleasure kepada pengunjung yang menghabiskan waktu untuk duduk bersantai dan mengobrol sembari menikmati suasana asri yang diciptakan oleh pepohonan yang teduh dan tanaman perdu. Tajuk pepohonan dengan kerapatan sedang pada area ini memberikan kesan ‘tertutup’. Kondisi tersebut menjadi salah alasan mengapa pengunjung taman menghabiskan waktu yang cukup lama untuk bersatai pada area tersebut. Berbeda dengan area hijau, setting pada taman Pandhawa Lima memiliki kesan terbuka karena area tersebut merupakan jalur utama pejalan kaki yang menghubungkan area hijau dengan pintu timur, pelataran panggung, dan panggung budaya. Sedangkan setting pada area air mancur didominasi oleh lantai dengan perkerasan, pohon peneduh, bangku taman, serta view kearah air pancur dan pelataran panggung. Pengaturan tersebut sangat memungkinkan bagi pengunjung taman untuk terlibat secara pasif pada area tersebut dengan secara duduk bersantai, mengobrol, mengamati air mancur, maupun menikmati suasana pada area pelataran panggung. Setting area panggung dan pelataran menjadi pusat aktivitas ketika dilangsungkannya pertunjukan. Bila sedang tidak ada pertunjukan, area panggung budaya menjadi area yang berpotensi untuk memunculkan keterlibatan pasif pengguna taman.

  • 4.    Active Engagement

Active engagement (keterlibatan aktif) pada Taman Indonesia Kaya berupa interaksi aktif pengunjung taman. Klasifikasi aktifitas dan interaksi aktif pengunjung pada Taman Indonesia Kaya terdiri dari aktifitas seni, olahraga, bermain, dan berkumpul. Area panggung budaya dan pelataran panggung menjadi ruang interaksi pengunjung taman dengan sesama pengguna dengan intensitas tertinggi dibandingkan area lainnya ketika sedang diselenggarakan pertunjukan.

Gambar 8. Aktifitas bermusih di area hijau pada Malam hari oleh kelompok usia remaja-dewasa Sumber: Dokumentasi, 2020


Gambar 9. Aktifitas bermain air di area dancing water fountain pada pagi-sore oleh anak-anak Sumber: Dokumentasi, 2020


Apabila tidak ada pertunjukan berlangsung, area pelataran panggung menjadi ruang untuk diselenggarakannya senam bersama yang biasa dilaksanakan setiap hari Minggu pagi. Selain itu beberapa komunitas memanfaatkan area tersebut pada malam hari untuk berkumpul (Karmila & Rochani, 2020). Pemanfaatan pelataran panggung sebagai ruang interaksi pada malam menjadi salah satu area yang diminati berkat dukungan pencahayaan taman yang

optimal, area yang cukup luas, serta lantai perkerasan yang memungkinkan untuk berbagai aktifitas. Area jalur pejalan kaki terluar, seringkali dimanfaatkan untuk berjalan kaki sebagai suatu bentuk olahraga secara individu bagi pengunjung taman.

Active engagement pada area hijau Taman Indonesia Kaya diperkuat dengan adanya aktifitas seni maupun diskusi secara komunal oleh kelompok usia remaja. Pada kelompok usia anak, active engagement berupa aktivitas bermain pada area dancing water fountain yang cukup menarik perhatian. Keberadaan elemen air yang interaktif tersebut selain untuk memperindah, juga memberikan pengalaman yang tidak berwujud (intangible) serta sensasi yang tidak terduga. Ruang tersebut seringkali bersifat humanis melalui interaksi antar individu dan ruang untuk berbagi (Das, n.d.)

Berdasarkan observasi area dancing water fountain dan area pelataran panggung menjadi area bermain bagi anak – anak. Kegiatan bermain di ruang publik dapat menjadi daya tarik pengamat untuk bergabung, terlibat secara aktif, maupun, menginspirasi pengunjung terhadap acara terkait. Salah satu karakteristik interaksi para ruang publik adalah bahwa mayoritas pengunjung taman secara biografis tidak saling kenal dan hanya terbatas pada mengenali jenis kelamin, kelompok usia atau ras (Lofland, 1998).

  • 5.    Discovery

Discovery menjadi salah satu alasan kehadiran seseorang di ruang publik (Carr et al, 1992). Discovery pada Taman Indonesia Kaya berupa kegiatan menikmati karya – karya seni, elemen – elemen alam pada taman maupun eksplorasi ke area – area yang tak terduga (Francis, 2003). Elemen – elemen ruang publik pada dapat ditemukan dengan mudah pada gerbang mural, area hijau dan taman Pandhawa Lima tampaknya memenuhi kriteria tersebut.

Ketika memasuki area taman melalui gerbang mural, pengunjung disuguhi dengan seni mural yang menarik perhatian. Keberadaan seni mural pada salah satu akses utama taman tersebut, memberikan stimulus bagi pengunjung untuk menjelajah setiap jengkal area taman. Setelah melewati gerbang tersebut, pengunjung seolah – olah ‘diajak’ untuk menjelajah area hijau melalui jalur pejalan kaki tertata rapi dan berkelok. Disepanjang jalur pejalan kaki di area tersebut terpasang karya seni lukis hasil karya siswa siswi pada kompetisi yang diselenggarakan di Taman Indonesia Kaya beberapa waktu yang lalu.

Setelah menjelajahi area hijau, pengunjung diarahkan menuju taman Pandhawa Lima lewat satu – satunya jalur. Pada area tersebut, terdapat seni instalasi yang berukuran cukup besar yang berwujud lima tokoh pewayangan yaitu Yudhistira, Bima, Arjuna, Nakula, dan Sadewa. Keberadaan tokoh pewayangan pada Taman Indonesia Kaya selain memiliki nilai estetika juga memiliki nilai edukasi. Hal ini relevan dengan potensi ruang terbuka publik sebagai lokasi pembelajaran dan pendidikan berbasis aktivitas discovery (Stine, 1996; Adams, 1990). Para pengunjung diperkenalkan dengan tokoh pewayangan melalui bentuk fisik serta sejarah tokoh – tokoh tersebut melalui narasi yang tercetak pada plat stainless.



Gambar 10. Gerbang mural sebagai elemen Discovery pada Taman Indonesia Kaya Sumber: Dokumentasi, 2020


Gambar 11. Seni instalasi berbentuk tokoh pewayangan Pandhawa Lima

Sumber: Dokumentasi, 2020


Discovery tidak hanya melibatkan elemen hardscape pada ruang publik, akan tetapi mungkin dapat berupa program animasi, yang melibatkan, konser, pameran seni, teater jalanan, festival, karnaval, pasar, acara masyarakat dan / atau promosi dagang, melintasi berbagai waktu dan tempat (Carmona et al, 2003). Beberapa bentuk kegiatan tersebut dapat dengan mudah ditemukan di Taman Indonesia Kaya. Panggung budaya dan pelataran penggung menjadi area utama dilangsungkannya kegiatan seperti konser, pagelaran teater, dan festival baik dilaksanakan secara periodik maupun waktu yang terencana. Bentuk kegiatan lain seperti kegiatan perdagangan, terpusat pada jalan Pandanaran 2 yang di dominasi oleh penjual makanan dan minuman. Puncak kegiatan perdagangan dan promosi berlangsung pagi – siang pada hari Minggu mengingat pada kawasan tersebut berlangsung kegiatan car free day yang dipadati pengunjung.

  • 6.    Analisa Kriteria Dasar Kebutuhan Pengguna Ruang Terbuka pada Taman Indonesia Kaya Ruang terbuka publik seharusnya mampu memenuhi aspek – aspek sesuai dengan kebutuhan dasar manusia, seperti kenyamanan fisik, kebutuhan sosial, relaksasi, tantangan secara fisik dan sosial, maupun pengalaman baru (Carmona & Tiesdell, 2007). Kriteria comfort, active engagement, dan discovery pada Taman Indonesia Kaya berkaitan dengan aspek fisik ruang terbuka publik seperti setting taman, kelengkapan fasilitas, dan atraksi. Sedangkan elemen relaxation dan passive engagement berkaitan dengan aspek psikologis yang dialami oleh pengunjung taman.

Berdasarkan hal tersebut, terbentuk suatu zonasi spasial Taman Indonesia Kaya yang membagi area taman sesuai dengan elemen dasar ruang publik yang ditemukan. Interaksi aktif pengunjung di Taman Indonesia Kaya dipengaruhi oleh desain dan ketersediaan fasilitas taman dan yang menjadi daya tarik utama. Area panggung budaya dan pelataran panggung dengan desain yang menarik menjadi pusat kegiatan serta daya tarik utama. Hal tersebut menjadi salah satu alasan terpenuhinya kriteria discovery, active dan passive engagement sekaligus pada area tersebut. Sedangkan pada area jalur pejalan kaki pada area terluar Taman Indonesia Kaya ditemukan kriteria active dan passive engagement telah terpenuhi.

Desain jalur pejalan kaki, ketersediaan fasilitas, serta keberadaan pohon peneduh yang rindang menjadi daya tarik bagi pengunjung taman untuk berinteraksi, beraktivitas fisik, maupun hanya sekedar duduk bersantai menikmati suasana. Apabila dicermati lebih lanjut,

pola sebaran fasilitas di Taman Indonesia Kaya membentuk pola memusat dengan area panggung budaya dan pelataran panggung menjadi pusatnya sedangkan aktifitas yang sesuai dengan kriteria discovery berada di sekeliling pusat taman. Hal tersebut memudahkan pengunjung untuk berinteraksi pada beberapa area tematik di sekitar taman. Satu – satunya area yang memiliki manfaat relaksasi tertinggi berada pada area hijau di sisi barat taman.

Gambar 12. Pembagian zonasi Taman Indonesia Kaya hasil analisa kriteria dasar ruang terbuka berdasarkan kebutuhan pengguna Sumber: Penulis, 2020

Apabila dicermati lebih lanjut, pola sebaran fasilitas di Taman Indonesia Kaya membentuk pola memusat dengan area panggung budaya dan pelataran panggung menjadi pusatnya sedangkan elemen discovery berada di sekeliling pusat taman. Hal tersebut memudahkan pengunjung untuk berinteraksi pada beberapa area tematik di sekitar taman. Satu – satunya area yang memiliki manfaat relaksasi tertinggi berada pada area hijau di sisi barat taman.

Kriteria dasar ruang terbuka publik merupakan syarat mutlak yang harus terpenuhi untuk menciptakan ruang yang fungsional sesuai dengan kebutuhan pengunjung sebagai pengguna taman. Secara umum terdapat dua klasifikasi utama kebutuhan pengunjung di Taman Indonesia Kaya, yaitu psikis dan fisik. Keberadaan unsur fisik ruang terbuka secara langsung akan memenuhi kebutuhan pengunjung akan rasa nyaman (comfort), berinteraksi aktif (active engagement) dan elemen discovery. Sedangkan unsur psikis ruang terbuka publik meliputi elemen relaxation dan passive engagement. Baik unsur fisik maupun psikis pada Taman Indonesia Kaya didukung oleh soft material, hard material, serta desain taman yang menarik dan interaktif

hardscape



softscape


Gambar 13. Hubungan antar elemen ruang terbuka publik pada Taman Indonesiai Kaya Sumber: Penulis, 2020

Kesimpulan

Transformasi Taman Menteri Supeno menjadi Taman Indonesia Kaya yang diiringi dengan peningkatan kualitas fisik ruang terbuka publik menjadi salah satu faktor utama peningkatan jumlah pengunjung serta perubahan image taman sebagai ruang publik. Desain Taman Indonesia Kaya telah memenuhi setiap kriteria dasar ruang terbuka publik seperti comfort, relaxation, active engagement, passive engagement, dan discovery. Pada area tertentu ditemukan adanya overlapping dua hingga tiga kriteria yaitu discovery, active engagement, dan passive engagement. Kondisi tersebut tidak merubah fungsi utama taman sebagai ruang terbuka publik.

Pemenuhan kebutuhan dasar pengunjung Taman Indonesia Kaya sebagai ruang terbuka publik pada aspek kenyamanan fisik telah terpenuhi melalui kelengkapan fasilitas taman pemenuhan elemen – elemen taman (hardscape dan softscape). Selain itu kebutuhan sosial setiap individu untuk terbebas dari hiruk pikuk suasana perkotaan pun dapat terwadahi di Taman Indonesia Kaya. Meskipun diperlukan penelitian lebih lanjut yang mengukur tingkat kenyamanan fisik dan psikis pada Taman Indonesia Kaya.

Daftar Pustaka

Anggito, A., & Setiawan, J. (2018). Metodologi penelitian kualitatif. CV Jejak (Jejak Publisher).

Aswad, W. O. S. J., & Damayanti, M. (2020). Multi-Stakeholder Collaboration for the Provision of Public Open Space (Case of Taman Indonesia Kaya, Semarang). IOP Conference Series:    Earth and Environmental Science,    409(1).

https://doi.org/10.1088/1755-1315/409/1/012053

Carmona, M., Heath, T., Tiesdell, S., & Oc, T. (2003). Public places, urban spaces: the dimensions of urban design. Routledge.

Carmona, M., & Tiesdell, S. (Eds.). (2007). Urban design reader. Routledge.

Carr, S., Stephen, C., Francis, M., Rivlin, L. G., & Stone, A. M. (1992). Public space.

Cambridge University Press.

Chang, C. R., & Li, M. H. (2014). Effects of urban parks on the local urban thermal environment. Urban Forestry & Urban Greening, 13(4), 672-681.

Chiesura, A. (2004). The role of urban parks for the sustainable city. Landscape and urban planning, 68(1), 129-138.

Das, S. (n.d.). Public engagement with water as a tool for landscape architecture: changing the perception of public space.

Elgizawy, E. (2014, December). The significance of urban green areas for the Sustainable community. In Egypt by Al-Azhar Engineering-Thirteenth International Conference-2014. Arch. Amira Mostafa (Vol. 1, pp. 000-000).

Francis, M., Hester Jr, R. T., & Hester, R. T. (Eds.). (1990). The meaning of gardens: Idea, place, and action. Mit Press.

Jo, H., Song, C., & Miyazaki, Y. (2019). Physiological Benefits of Viewing Nature: A Systematic Review of Indoor Experiments. International Journal of Environmental Research and Public Health, 16(23), 4739.

Karmila, M., & Rochani, A. (2020). Karakteristik Perilaku Pengguna Ruang Publik Di Kota Semarang (Studi Kasus: Taman Progo, Taman Indonesia Kaya, Dan BKB). Jurnal Planologi, 17(1), 96-113.

Lofland, L. H. (1998). The public realm: Quintessential city life. Aldine de Gruyter.

Marcus, C. C., & Sachs, N. A. (2013). Therapeutic landscapes: An evidence-based approach to designing healing gardens and restorative outdoor spaces. John Wiley & Sons.Memarovic, N., Langheinrich, M., Alt, F., Elhart, I., Hosio, S., & Rubegni, E. (2012, November). Using public displays to stimulate passive engagement, active engagement, and discovery in public spaces. In Proceedings of the 4th Media Architecture Biennale Conference: Participation (pp. 55-64).

Mishra, H. S., Bell, S., Vassiljev, P., Kuhlmann, F., Niin, G., & Grellier, J. (2020). The development of a tool for assessing the environmental qualities of urban blue spaces. Urban Forestry & Urban Greening, 126575.

Prihantini, P., & Kurniawati, W. (2019). Karakteristik Taman Menteri Soepeno sebagai Taman Ramah Anak di Kota Semarang. Ruang, 5(1), 69-82.

Shahmohamadi, P., Che-Ani, A. I., Ramly, A., Maulud, K. N. A., & Mohd-Nor, M. F. I. (2010). Reducing urban heat island effects: A systematic review to achieve energy consumption balance. International Journal of Physical Sciences, 5 (6), 626-636.

Shirvani, H. (1985). The urban design process. Van Nostrand Reinhold Company.

Spreiregen, P. D, (1965). Urban Design: The Architecture of Town and Cities.

Stine, S. (1996). Landscapes for learning: Creating outdoor environments for children and youth. John Wiley & Sons.

Ucapan Terimakasih

Terimakasih kepada pengunjung dan pengelola Taman Indonesia Kaya yang sudah berkenan sebagai informan dalam penelitian ini. Terimakasih kepada tim editorial Ruang yang telah memproses artikel ini sehingga layak untuk diterbitkan.

186

SPACE - VOLUME 7, NO. 2, OCTOBER 2020