Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.8, No.1, Mei 2020

E- ISSN: 2684-7728

ADOPSI TEKNOLOGI INFORMASI KOMPUTER DAN IMPLIKASINYA BAGI PERTANIAN DI BALI

Adoption of Computer Information Technology and The Implications for Agriculture In Bali

Komang Suarsana1) Ni Ketut Karyati2)

Fakultas Pertanian, Universitas Dwijendra, Bali, Indonesia

Email: komsuar@gmail.com1) karyati_ketut@yahoo.com2)

ABSTRACT

Agriculture in Bali has historically been part of the traditional culture of rural communities. Utilization of information and communication technology (ICT) in the agricultural sector in Bali is still scarce. Therefore, research on the adoption of ICT in the agricultural sector is an urgent need at this time. This research contributes to understanding the adoption and use of ICT, identifying obstacles related to ICT use, and proposing recommendations with managerial implications for improving the current ICT system in Bali's agricultural sector. Research was carried out by distributing questionnaires about knowledge and ICTs for agriculture. The research findings show that there are 93,7% of the total respondents using at least one of the related equipment or ICT facilities for their agricultural businesses. As many as 74,1% of respondents who have adopted ICT have been able to overcome farming problems. Farmer respondents found ICT as an important factor in improving the quality of human resources and the quality of government services to them. The implications of ICT in agricultural development in Bali are considered very important, especially in extension activities. The availability of internet access and the ability and skills of the assisting officers are sufficient to help farmers, groups, or farmer groups to obtain information in the form of technological and institutional innovations.This information is needed in seeking the welfare of farmers. ICTs are a formal and informal source of practical information. Information can be accessed at any time every day. A number of agricultural websites provide weather forecasts, crop prices, financial and industrial services, and other general news. The role of ICTs in agricultural development in Bali is felt to be very important. Education and attitudes of farmers influence the use of ICT. The adoption of ICT by farmers can be increased by five strategic steps, namely the gradual adoption of ICT, simplification and repackaging of information obtained through ICT applications, providing access to information, increasing farmer participation and awareness of the benefits of ICT, and partnerships between farmers and information service providers.

Keywords: ICT adoption, implications, agriculture, Bali

ABSTRAK

Secara historis pertanian di Bali telah menjadi bagian dari budaya masyarakat perdesaan yang bersifat tradisional. Pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK ) pada

sektor pertanian di Bali masih langka. Oleh karena itu, penelitian tentang adopsi TIK di sektor pertanian menjadi sebuah kebutuhan mendesak saat ini. . Penelitian ini berkontribusi untuk memahami adopsi dan penggunaan TIK, mengidentifikasi kendala yang terkait dengan penggunaan TIK dan mengusulkan rekomendasi dengan implikasi manajerial terhadap peningkatan sistem TIK saat ini di sektor pertanian Bali. Penelitian dilakukan dengan cara membuat kuesioner tentang pengetahuan dan TIK untuk pertanian. Berdasarkan penelitian, terdapat 93,7% dari total responden menggunakan setidaknya salah satu peralatan terkait atau fasilitas TIK untuk usaha pertanian mereka. Sebanyak 74,1% responden yang mengadopsi TIK dapat mengatasi masalah-masalah usahatani. Para petani responden merasakan TIK sebagai faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanan pemerintah kepada mereka. Implikasi TIK dalam pengembangan pertanian di Bali dirasakan sangat penting, khususnya pada kegiatan penyuluhan. Ketersediaan akses internet erta kemampuan dan ketrampilan para petugas pendamping cukup memudahkan petani, kelompok, atau gapoktan memperoleh informasi berupa inovasi teknologi dan kelembagaan. Informasi tersebut dibutuhkan dalam mengupayakan kesejahteraan petani. TIK menjadi sumber informasi praktis yang formal dan informal. Informasi dapat diakses setiap saat setiap hari. Penelitian menunjukkan bahwa peran TIK dalam pengembangan pertanian di Bali dirasakan sangat penting. Pendidikan dan sikap petani berpengaruh terhadap penggunaan TIK. Adopsi TIK oleh petani tersebut dapat ditingkatkan dengan lima langkah strategis, yakni adopsi TIK secara bertahap, penyederhanaan dan pengemasan kembali informasi yang diperoleh melalui aplikasi TIK, penyediakan akses informasi, peningkatkan partisipasi dan kesadaran petani akan manfaat TIK, dan kemitraan antara petani dan penyedia layanan informasi.

Kata kunci: adopsi TIK, implikasi, pertanian, Bali

PENDAHULUAN

Pertanian di Bali secara historis telah menjadi bagian dari budaya masyarakat perdesaan yang bersifat tradisional (little tradition; Redfield, 1989). Bahkan dapat dikatakan bahwa tidaklah mungkin masyarakat perdesaan Bali dapat menjalankan kehidupannya tanpa pertanian tradisional. Hingga saat ini sektor pertanian tradisional masih menjadi andalan kehidupan masyarakat perdesaan.

Dalam rangka pengembangan sektor pertanian, pemerintah Provinsi Bali melaksanakan program terobosan. Salah satunya, Program Simantri (Sistem Pertanian Terintegrasi) sejak tahun 2009. Program ini adalah upaya terobosan dalam mempercepat adopsi teknologi pertanian, karena merupakan pengembangan model percontohan dalam percepatan alih teknologi kepada masyarakat perdesaan. Salah satu tujuan Program Simantri adalah mendukung berkembangnya diversifikasi usaha pertanian secara terpadu dan berwawasan agribisnis. Saat ini program tersebut dilanjutkan dengan beberapa modifikasi dan pembaharuan.Menurut Solahuddin (1998), dalam upaya menjadikan agribisnis sebagai sektor andalan dibutuhkan manajemen agribisnis. Salah satunya adalah manajemen teknologi agribisnis berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK).

TIK adalah segala kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi dalam beragam bentuk yakni suara, gambar, data, baik berupa teks dan angka yang merupakan kombinasi komputasi dan telekomunikasi berbasis mikroelektronik (Alter, 1992; Haag dan Keen, 1996; Martin et al.1999; Lucas, 2000; Longley and Shain, 2012).

Pada saat ini, TIK berkembang pesat di seluruh dunia. Penggunaan fasilitas TIK seperti surat elektronik (e-mail), komunikasi seluler, teleteks, faksimili, situs web, start up, dan berbagai aplikasi telah tersebar luas. Untuk kemajuan masa depan, sebagai daerah pariwisata dan industri jasa yang juga mengembangkan sektor pertanian, pemanfaatan TIK menjadi sebuah keniscayaan.

TIK menawarkan kemampuan untuk meningkatkan jumlah informasi yang diberikan kepada para pelaku di sektor pertanian dan mengurangi biaya penyebaran informasi (Kurtenbach dan Thompson, 2000). TIK di sektor pertanian memfasilitasi berbagai pengetahuan di dalam dan di antara berbagai jaringan pertanian termasuk peneliti, eksportir, penyuluh, dan terutama para petani. TIK memungkinkan arus informasi vital menghubungkan komunitas pertanian perdesaan melalui internet, baik dalam hal mengakses informasi, maupun menyediakan konten lokal.

Di Bali, telah banyak pelaku pertanian peserta (organisasi/individu) menggunakan TIK dalam kegiatan sehari-hari mereka atau dalam menjalankan agribisnis. Sebagai contoh, hampir keseluruhan pengusaha agribisnis menggunakan e-mail dan memiliki situs web. Bahkan, beberapa di antaranya telah memiliki aplikasi dan pengusaha yang tergolong milenial telah membangun start up (Suarsana dan Karyati, 2019).

Penelitian maupun karya tulis terkait pemanfaatan TIK pada sektor pertanian di Bali masih langka. Oleh karena itu, penelitian tentang adopsi TIK di sektor pertanian menjadi sebuah kebutuhan mendesak saat ini. Ada kebutuhan untuk memahami adopsi dan penggunaan TIK pada sektor pertanian, agar para pelaku di sektor tersebut mampu sejalan, bahkan lebih cepat dan mudah daripada sektor lainnya lain. Sebuah pemahaman tentang faktor-faktor yang terkait dengan adopsi TIK dan imlikasinya bagi sektor pertanian akan memungkinkan pengembangan strategi untuk mempromosikan adopsi TIK dan meningkatkan efektivitas dan efisiensi penggunaan informasi pada sektor pertanian (Kurtenbach dan Thompson, 2000).

Permasalahan yang diangkat adalah sejauh mana adopsi TIK dan implikasinya bagi sektor pertanian, khususnya di Bali. Secara umum penelitian dilakukan untuk untuk mendeskripsikan peranan dan adopsi TIK dalam bidang pertanian.

Secara khusus, diharapkan kemajuan dalam pemanfaatan TIK akan mengurangi biaya mengelola informasi, memungkinkan individu dan organisasi melakukan tugas yang berhubungan dengan informasi jauh lebih efisien, dan untuk memperkenalkan inovasi dalam produk, proses dan organisasi struktur di sektor pertanian di Bali.

TIK adalah suatu teknologi yang digunakan untuk mengolah data, termasuk memproses, mendapatkan, menyusun, menyimpan, memanipulasi data dalam berbagai cara untuk menghasilkan informasi yang berkualitas, yaitu informasi yang relevan, akurat dan tepat waktu, yang digunakan untuk keperluan pribadi, bisnis, dan pemerintahan dan merupakan informasi yang strategis untuk pengambilan keputusan (Fardi, 2010).

TIK adalah payung besar terminologi yang mencakup seluruh peralatan teknis untuk memproses dan menyampaikan informasi. TIK mencakup dua aspek yaitu teknologi informasi dan teknologi komunikasi. Teknologi informasi meliputi segala hal yang berkaitan dengan proses, penggunaan sebagai alat bantu, manipulasi, dan pengelolaan informasi. Sedangkan teknologi komunikasi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan penggunaan alat bantu untuk memproses dan mentransfer data dari perangkat yang satu ke

lainnya. (Kadir dan Triwahyuni, 2013). TIK merupakan kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh, memproses, menyimpan, dan menyebarkan informasi dalam beragam bentuk yakni suara, gambar, data, baik berupa teks dan angka yang merupakan kombinasi komputasi dan telekomunikasi berbasis mikroelektronik (Alter, 1992; Haag dan Keen, 1996; Martin et al., 1999; Lucas, 2000; Longley and Shain, 2012).

Adopsi biasanya bersifat tidak spontan. Teknologinya harus diajarkan dan dipelajari-diadopsi sampai ada pengalaman dan terintegrasi ke dalam produksi. Di beberapa negara tempat penelitian adopsi TIK dilakukan terutama berfokus pada adopsi komputer untuk produksi pertanian pada umumnya.

Batte et al., (1990), dan Warren et al., (2000), dengan jelas menunjukkan bahwa, adopsi TIK sangat terkait dengan tingkat pendidikan petani dan ukuran lahan dan pengaruh negatif umur tanaman petani. Disarankan ada disparitas dalam adopsi antar skala dan jenis pertanian yang berbeda (Warren, 2002). Beberapa penelitian mendukung argumen tersebut bahwa, adopsi TIK menghabiskan banyak waktu dan usaha (Rosskopf, 1999; Kurtenbach dan Thompson, 2000; Gibbon dan Warren, 1992). Gelb dan Bonati (1998) mengungkapkan, bahwa kehadiran internet sangat bermanfaat bagi pertanian saat ini.

Iddings dan Apps (1990) menyatakan bahwa kompleksitas pertanian, tingkat dukungan eksternal, usia, waktu, pengalaman, jaringan, ketersediaan informasi, kepribadian dan pendekatan untuk mempelajari manfaat dan kerugian penggunaan computer oleh petani, sangat berpengaruh terhadap penggunaan TIK. Sejumlah faktor yang mempengaruhi adopsi dan penggunaan TIK pada sektor dalam organisasi pertanian dapat dikelompokkan menjadi lima kategori yakni akses terhadap TIK, demografis, pendidikan/pelatihan TIK, kepercayaan, dan waktu (Kurtenbach dan Thompson, 2000). Bisa terjadi adopsi TIK tersebut dipengaruhi oleh lebih dari satu kategori (Gelb dan Parker, 2005). Faktor-faktor penghambat seperti halnya infrastruktur dan biaya teknologi di negara berkembang tidak lagi menjadi pembatas adopsi TIK di negara-negara maju (Kurtenbach dan Thompson, 2000).

Faktor kurangnya kemampuan menggunakan TIK, kurangnya kesadaran akan manfaat TIK, penggunaan kesulitan TIK, kurang infrastruktur teknologi, biaya teknologi, tingkat kepercayaan dalam sistem TIK, kurangnya pelatihan, integrasi sistem dan ketersediaan perangkat lunak, membatasi penggunaan TIK oleh petani (Taragola dan Gelb, 2005). Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya dan pengamatan di lapangan, faktor-faktor yang mempengaruhi pemanfaatan TIK dalam pengembangan sektor pertanian di Bali adalah karakteristik petani, kemanfaatan TIK, kemudahan penggunaan TIK, daya tarik TIK, dan sikap petani terhadap pemanfaatan TIK (Suarsana, 2017).

METODOLOGI PENELITIAN

Untuk memenuhi tujuan, kuesioner terstruktur disiapkan untuk memperoleh informasi dari responden tentang berbagai aspek. Ada dua kategori responden, yaitu operator/pemilik pertanian dan agribisnis skala kecil (praktisi) dan konsumen umum. Operator atau pemilik bisnis skala kecil adalah individu yang memainkan peran penting dalam mengarahkan bisnis dan kebijakan. Kuesioner mencakup pertanyaan tentang profil responden (usia, pendidikan, bidang bisnis, skala bisnis, pekerjaan, dll.), pertanyaan tentang persyaratan informasi, penggunaan TIK, dan pertanyaan tentang persepsi responden tentang TIK. Jenis TIK adalah telepon (baik telepon rumah maupun ponsel), komputer dan internet. Tingkat

adopsi TIK diukur dalam variabel kategori, yaitu pengguna (adopter) dan non-pengguna (non-adopter). Ukuran sampel (responden) dari penelitian ini adalah 96 praktisi dan 89 konsumen umum. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara terjadwal dari responden oleh pewawancara terlatih di wilayah Bali periode September – Desember 2019. Data sekunder juga dikumpulkan dari jurnal dan situs web yang relevan untuk meningkatkan pemahaman tentang konsep penelitian ini. Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran umum adopsi TIK di bidang pertaniandi Bali.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian, terdapat 93,7 % dari total responden menggunakan setidaknya salah satu peralatan terkait atau fasilitas TIK untuk usaha pertanian mereka. Sebanyak 74,1% responden yang mengadopsi TIK dapat mengatasi masalah-masalah usahatani. Para responden merasakan TIK sebagai faktor penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kualitas pelayanan pemerintah kepada mereka.

Peran TIK dalam pengembangan pertanian di Bali dirasakan sangat penting, khususnya pada kegiatan penyuluhan. Ketersediaan akses internet serta kemampuan dan ketrampilan para petugas pendamping (insourcing dan outsourcing) cukup memudahkan petani, kelompok, atau gapoktan memperoleh informasi berupa inovasi teknologi dan kelembagaan. Informasi tersebut dibutuhkan dalam mengupayakan kesejahteraan petani.

Karakteritik Responden dan Kebutuhannya terhadap TIK

Ada dua kelompok responden, yaitu pemilik usaha pertanian/agribisnis skala kecil dan (praktisi) dan konsumen umum. Karakteristik responden yang diidentifikasi dalam penelitian ini meliputi: kelompok usia, pendidikan, bidang usaha, penjualan mingguan, pekerjaan, dan pendapatan bulanan. Karakteristik responden dapat dilihat pada Gambar 1 dan Gambar 2.

Penjualan Mingguan

Bidang Usaha

34%

40%

Produsen Pemasaran Pengolahan Usaha Pendukung Manajemen

TdkTamat SD TamatSD TamatSMP

BTamatSMA D-I- Sarjana

14% ^l

c Rp 1 juta

Rp 1-3 juta

Rp 3-5 juta

■ Peg.BUMN/D

■ Pe g.Swasta

■ Petani

■ Wiraswasta

Gambar 2. Profil Konsumen


< Rp 1 juta

Rp 1-3 juta

■ Rp 3-5 juta

■ Rp 5-10 juta

■ Rp 10-15 juta


Gambar 1. Profil Praktisi Agribisnis

Pendidikan


TdkTamat SD

Tamat SD

Tamat SMP

BTamat SMA D-I- Sarjana

Sebanyak 74,1% responden memiliki salah satu fasilitas TIK yakni telepon, baik telepon rumah maupun ponsel. Responden praktisi ditanyai kebutuhan mereka akan informasi yang berkaitan dengan pertanian dan agribisnis yang mereka geluti. Jawabannya dirangkum dalam Tabel 1. Dari tanggapan mereka dapat dipahami bahwa responden terutama memerlukan informasi untuk mendukung kegiatan bisnis mereka.

Tabel. Kebutuhan Informasi tentang Pertanian dan Agribisnis

Jenis Informasi

Tanggapan (%)

Jenis Informasi

Tanggapan (%)

Harga produk pertanian

71,9

Harga mesin

20,8

Peluang bisnis

35,4

Data cuaca

39,6

Mitra bisnis

71,9

Pemasok mesin

10,4

Fasilitas kredit

35,4

Hama dan penyakit

39,6

Harga faktor produksi

43,8

Bengkel Mesin

10,4

Harga faktor produksi

21,9

Teknologi baru

37,5

Pemasok       produk

40,6

Lain-lain

6,3

pertanian

Sumber: Hasil Analisis, 2020

B. Adopsi TIK dalam Bidang Pertanian di Bali

TIK adalah teknologi modern yang digunakan untuk membantu penangkapan, pemrosesan, penyimpanan dan pengambilan, dan komunikasi informasi, baik dalam bentuk data numerik, teks, suara, atau gambar (Rahman, Abdullah, Haroon Tooheen, 2013). TIK dapat menjadi alternatif dalam memperoleh informasi terkait dengan inovasi-inovasi pertanian, terutama bagi petani yang mengembangkan komoditas komersial.

Hal itu sejalan dengan Fathoni (2011), bahwa dalam pengembangan pertanian, TIK diharapkan dapat memberikan dukungan terhadap manajemen, meningkatkan pendapatan, serta mempersatukan petani, melalui perannya memberi informasi yang berharga kepada para petani.

Faktor utama yang berpengaruh terhadap adopsi TIK di bidang pertanian di Bali adalah bidang usaha. Faktor lainnya adalah usia, latar belakang pendidikan, pendapatan, dan persepsi terhadap TIK. Analisis terhadap karakteristik parktisi agribisnis dan konsumen yang disajikan pada Gambar 1 dan Gambar 2 menunjukkan bahwa berdasarkan pada jenis bidang usaha dan pekerjaan, baik praktisi maupun konsumen, tampak karakteristik mereka berpengaruh terhadap adopsi TIK. Misalnya, mereka yang berasal dari industri pendukung cenderung untuk menjadi lebih maju dan intensif dalam menggunakan TIK daripada yang lain. Sedangkan yang dari industri jasa, penggunaan TIK lebih rendah daripada yang lain. Karyawan perusahaan swasta dan mereka yang berpendidikan tinggi adalah pengguna TIK canggih dan intensif. Sementara pegawai negeri merasakan manfaat tertinggi penggunaan TIK, tetapi tidak sepenuhnya memanfaatkan kecanggihannya.

Secara umum, faktor karakteristik responden yang mengadopsi TIK sesuai dengan pendapat Sudaryanto dan Soekartawi (2009) yang menyatakan, manfaat terpenting menggunakan TIK khususnya internet mendukung kegiatan usaha, menambah pengetahuan, dan memperluas jejaring sosial di sektor pertanian.

Keberadaan konsumen selalu penting bagi produsen. Untuk memahami konsumen dan bagaimana cara terbaik untuk pasar mereka dengan kemajuan teknologi yang signifikan selama beberapa dekade, kini pemasar dihadapkan dengan lebih banyak alternatif dan memahami bagaimana menyusun kebijakan promosi, namun apa yang diharapkan ternyata lebih sulit.

Di balik kesulitan tersebut, peran TIK dalam pengembangan pertanian di Bali dirasakan sangat penting, khususnya pada kegiatan penyuluhan. Ketersediaan akses internet erta kemampuan dan ketrampilan para petugas pendamping (insourcing dan outsourcing) cukup memudahkan petani, kelompok, atau gapoktan memperoleh informasi berupa inovasi

teknologi dan kelembagaan. Informasi tersebut dibutuhkan dalam mengupayakan kesejahteraan petani.

Selain memberi informasi kepada petani untuk peningkatan kualitas usaha tani, TIK juga menjadi sebagai media komunikasi antara pemerintah dan petani. TIK dirasakan sangat penting dalam pengembangan pertanian ke depan, khususnya dalam menghadapi pasar global dan persaingan pasar komoditas pertanian. TIK sangat berpengaruh terutama dalam mengadopsi dan mengimplementasikan inovasi teknologi, serta meningkatkan kualitas pelayanan, memenuhi kebutuhan produksi, dan menangkap peluang pasar.

Dalam penelitian ini ditemukan, petani di Bali merasakan peran TIK dalam operasional kegiatan usahatani maupun pasca-panen pertanian mereka. Bagi petani, TIK menjadi sumber informasi, mendukung model data produktivitas, membantu pembelian perlengkapan dan penjualan produk, mendukung dan menguntungkan dalam e-commerce.

Internet menjadi sumber informasi umum. Sementara itu, website dianggap lebih interaktif dan memungkinkan produsen menginput dan menyimpan informasi lapangan. Dalam menjual produk ke pasar, petani tradisional seringkali harus menempuh perjalanan jauh untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Hal itu menelan biaya sangat mahal dan memakan waktu panjang. Di sisi lain, internet membuka pasar global sampai ke konsumen, bahkan di daerah terpencil. Produsen memiliki akses harga produk yang lebih baik dan konsumen mendapat harga terjangkau.

Kendala dan Strategi Pemanfaatan TIK dalam Pertanian

Banyak keuntungan penggunaan TIK khususnya internet dalam industri pertanian. Akan tetapi sangat mengejutkan bahwa ternyata banyak produsen pertanian tidak memanfaatkan perangkat ini untuk menjalankan bisnis mereka menjadi lebih baik. Hal itu membuktikan bahwa penggunaan internet masih menjadi salah satu permasalahan dalam upaya pemanfaatan TIK di sektor pertanian di Bali.

Internet yang masih menjadi masalah, berpengaruh terhadap belum dapat optimalnya capaian-capaian dalam kegiatan pertanian. Di sisi lain, permasalahan tersebut dapat mengakibatkan kesenjangan digital (digital devide) yang ditandai dengan ketidakmampuan petani dalam mengakses dan menggunakan informasi melalui media online dengan TIK. Petani yang mayoritas tinggal di wilayah pedesaan masih belum akrab dengan TIK yang sudah menjadi konsumsi masyarakat di perkotaan. Kesenjangan digital yang mayoritas terjadi di daerah pedesaan tentu mengakibatkan rendahnya tingkat literasi TIK petani. Tingkat literasi TIK yang rendah dipengaruhi oleh lingkungan sosial, pendidikan, serta ketersediaan sarana TIK. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah dalam mempercepat terwujudnya masyarakat yang melek TIK.

Pendidikan dan sikap petani berpengaruh terhadap penggunaan internet. Umur dan kredibilitas internet tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan internet. Tingkat pendidikan formal dan keikutsertaan dalam pendidikan non-formal berhubungan nyata dengan perilaku petani (pengetahuan, sikap, dan keterampilan) dalam penggunaan TIK, terutama internet, sebagai media untuk mengakses informasi pertanian.

Strategi meningkatkan perilaku penggunaan TIK khususnya internet, seyogyanya diterapkan dengan meningkatkan pendidikan dan sikap petani. Pendidikan yang tinggi akan semakin mempermudah petani dalam penggunaan TIK seperti internet. Pendidikan aspek

pendidikan petani dilakukan dengan cara mempersiapkan petani-petani generasi penerus berpendidikan tinggi yang memiliki pengetahuan teknologi memadai. Sikap petani terhadap penggunaan internet dapat diperkuat terutama pada aspek kognitif, yaitu peningkatan pemahaman mengenai penggunaan internet dan aspek konatif, yaitu mengenai peningkatan kecenderungan petani untuk menggunakan internet.

Untuk meningkatkan adopsi seyogyanya peran penyuluh dan peran kelompok diperkuat. Peran penyuluh dapat ditingkatkan terutama pada pendampingan petani. Banyak hal yang berpengaruh terhadap penggunaan internet oleh petani, antara lain ketersediaan biaya, waktu, dan ketersediaan sarana prasana dalam mengakses internet.

Pada saat ini petani di Bali bukan hanya petani konvensional atau petani usia tidak produktif, tetapi juga petani milenial atau petani muda yang selalu tidak bisa terlepas dengan TIK atau dunia digital. Kedua generasi petani ini merupakan garda terdepan keberlangsungan pertanian di Bali. Berdasarkan permasalahan yang masih dihadapi dalam implementasi TIK untuk mendukung pembangunan pertanian di Bali, termasuk tantangan regenerasi ke petani yang melek TIK, dapat dilakukan dengan lima langkah strategis, baik oleh pemerintah maupun pemangku kepentingan.

Pertama, adopsi TIK dilakukan secara bertahap sesuai dengan kondisi kesiapan sumber daya yang ada di daerah. Aplikasi TIK diarahkan untuk mendukung percepatan akses pelaku pembangunan pertanian terhadap sumber informasi yang dibutuhkan sekaligus merupakan sarana untuk mempercepat proses pertukaran informasi antarpihak-pihak terkait dalam proses pembangunan pertanian berkelanjutan.

Kedua, informasi yang diperoleh melalui aplikasi TIK disederhanakan dan dikemas kembali sesuai kebutuhan dan karakteristik pengguna akhir oleh penyuluh pertanian atau fasilitator baik formal maupun nonformal. Informasi yang sudah diolah dan dikemas kembali dalam format yang sesuai dengan karakteristik pengguna dapat disebarkan lebih lanjut melalui berbagai media komunikasi yang tersedia di tingkat pelaku pembangunan pertanian sampai di tingkat petani. Sebaliknya, informasi yang berasal dari pelaku pembangunan pertanian yang berada di grass root juga didokumentasikan sebagai indigenous knowledge yang dapat dijadikan sebagai bahan pengambil kebijakan maupun pengembangan pengetahuan lebih lanjut.

Ketiga, penyediakan akses informasi. Penyediaan informasi ini haruslah informatif dan layanan yang relevan untuk petani. Agar dapat berjalan berkesinambungan, petani harus dapat merasakan manfaat yang dapat diambil dari akses informasi yang diberikan. Manfaat ini secara ekonomis dapat dirasakan melalui peningkatan penghasilan atau mengurangi pengeluaran mereka.

Keempat, peningkatkan partisipasi dan kesadaran petani akan manfaat TIK. Dengan kesadaran itu, diharapkan petani akan mampu menyerap berbagai informasi penting sehingga mendorong mereka untuk secara sadar melakukan kegiatan-kegiatan partisipatif yang mengarah kepada terbentuknya petani berdaya. Peningkatan kesadaran ini dilakukan melalui penyelenggaraan aktivitas seperti penyuluhan, seminar, kampanye melalui media massa, konsultasi partisipatif, dan lain-lain.

Kelima, kemitraan antara petani dan penyedia layanan informasi. Penggalangan kemitraan adalah bagian penting dari program layanan informasi dan dimaksudkan terutama untuk

mendukung pengembangan kemampuan petani. Kemitraan ini dilakukan dengan semua pihak di sektor pertanian untuk mempromosikan pengembangan materi (content development) dan layanan informasi untuk petani miskin. Sebaliknya, pihak instansi pemerintah dan pemangku kepentingan juga dapat dimudahkan tugasnya dengan pengadaan sarana layanan umum/publik melalui layanan informasi untuk disampaikan secara elektronik (online atau e-services).

SIMPULAN DAN SARAN

Sebanyak 74,1% dari total petani di Bali sebagai responden menggunakan setidaknya salah satu peralatan atau fasilitas TIK untuk bisnis mereka. Sebanyak 74,1% responden yang mengadopsi TIK dapat mengatasi masalah dalam pertanian mereka. Peran TIK dalam pengembangan pertanian di Bali dirasakan sangat penting. Ketersediaan akses internet erta kemampuan dan ketrampilan para petugas pendamping (insourcing dan outsourcing) cukup memudahkan petani, kelompok, atau gapoktan memperoleh informasi berupa inovasi teknologi dan kelembagaan. Informasi tersebut dibutuhkan dalam mengupayakan kesejahteraan petani.

Pendidikan dan sikap petani berpengaruh terhadap penggunaan internet. Strategi meningkatkan perilaku penggunaan TIK khususnya internet, seyogyanya diterapkan dengan meningkatkan pendidikan dan sikap petani. Generasi petani konvensional dan petani milnelial merupakan garda terdepan keberlangsungan pertanian di Bali. Adopsi TIK oleh kedua generasi petani tersebut dapat dilakukan dengan lima langkah strategis, baik oleh pemerintah maupun pemangku kepentingan yakni adopsi TIK secara bertahap, penyederhanaan dan pengemasan kembali informasi yang diperoleh melalui aplikasi TIK, penyediakan akses informasi, peningkatkan partisipasi dan kesadaran petani akan manfaat TIK, dan kemitraan antara petani dan penyedia layanan informasi. Penelitian ini harus dilanjutkan di masa depan untuk menguatkan pemahaman tentang adopsi dan penggunaan TIK serta implikasinya bagi sektor pertanian Bali.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis ingin mengungkapkannya terima kasih kepada Rektor Universitas Dwijendra, Dekan Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra, dan Kaprodi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Dwijendra yang memberikan kesempatan untuk melakukan penelitian serta bimbingan untuk kesuksesan penelitian ini. Terimakasih tulus peneliti untuk para petani dan pengusaha agribisnis sebagai responden yang menyediakan waktu dan memberi informasi yang diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Alter, S. 1992. Information Systems, A Management Perspective. The Benjamin/Cummings Publishing Company, Inc.

Batte, M.T., Jones, E. & Schnitkey, G.D. (1990). Computer use by Ohio commercial farmers. American Journal of Agricultural Economics, 72, 935 – 945.

Dumont, R. 1972. Agriculture as Man?s Transformation to The Rural Environment. In Peasants and Peasant Societies (Edited by T. Shanin). Penguin Book Inc. Middlesex.

Fathoni. 2011. Strategi Implementasi Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk Meningkatkan Kualitas Hidup Masyarakat Pedesaaan di Indonesia. Palembang: Universitas Sriwijaya.

Fardi, I. 2010. Manfaat Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) terhadap Bidang Pertanian. Surabaya: Universitas Narotama.

Gelb, E. & Bonati,G. (1998) Evaluating Internet for Extension in Agriculture. Journal of Agricultural education & extension, Available at, http://www.efita.dk/papers/ep3/Efit aPaper-3.asp (Verified 03rd Nov 2006).

Gelb, E. & Parker, C. (2005) Is ICT Adoption for Agriculture Still an Important Issu?.Available at, http://departments.agri.huji.ac.il/ec onomics/gelb-gelb-parker.pdf . (Verified 25th Oct 2006).

Gibbon, J. & Warren, M.F. (1992) Barriers to adoption of on-farm computers in England. Farm Management, 8 (1).

Haag, S. and Keen, P. 1996. Information Technology, Tomorrow's Advantage, McGraw-Hill.

Iddings, R.K. & Apps, J.W. (1990) What Influence Farmers’ Computer Use?. Journal of Extension, XXVIII (Spring), 19-20.

Kadir, A. dan T.C. Triwahyuni. 2013. Pengantar Teknologi Informasi Edisi Revisi. Yogyakarta: Penerbit CV Andi Offset.

Kurtenbach, T. & Thompson, S. (2000) Information Technology Adoption: Implications for Agriculture.        Available        at,        https://www.ifama.org/conferences/

9/1999/1999%20Congress/Forum% 20PapersProceedings/Kurtenbach_ Tammy.PDF. (Verified 04th Nov 2006).

Longley, D. and Shain, M. 2012. Dictionary of Information Technology. MacMillan Press.

Lucas, H.J. 2000. Information Technology for Management. Irwin/McGraw-Hill.

Martin, E. W., C.V Brow, D.W.DeHayes, J.A.Foffer, and W.C.Perkins. 1999. Managing Information Technology What Managers Need to Know, 3th Edition; Pearson Education International Jersey.

Rahman, A., Abdulla, M.N., Haroon, A., dan Tooheen, R.B. 2013.ICT impact on socioeconomic conditions of rural Bangladesh.Journal of World Economic Research, 2(1), 1-8.

Redfield, R. 1989. The Little Community and Peasant Society and Culture. University of Chicago Press. Chicago.

Rosskopf, K. (1999) Computer use, applications and internet use in dairy farming in New Zealand – the leading edge in the world?. Second Conference of the European Federation of Information Technology in Agriculture, Bonn, EFITA, 365- 373.

Solahuddin, S. 1998. Kebijakan Pembangunan Pertanian Pasca-Orde Baru. Majalah Usahawan No.10 (Oktober) Tahun XXVII, hal. 24-29.

Suarsana, K. (2017). Strategi Pemanfaatan TIK dalam Pengembangan Program Simantri.(Disertasi). Denpasar: Universitas Udayana.

Suarsana, K. dan Ni Ketut Karyati. (2019). Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dalam Pengembangan Program Simantri di Bali - dwijenAGRO Vol. 9 No.1, Mei 2019.

Sudaryanto and Soekartawi, 2009, Extent and Purpose of Adopting ICT for Agribusiness Development: the Case of Sampled-Firms in East Java, Proceedings of National Seminar on Information Technology Application, 20 June 2009, Yogyakarta.

Taragola, N & Gelb, E. (2005) Information and Communication Technology (ICT) Adoption in Horticulture: A Comparison to the EFITA Baseline. Available at, http://departments.agri.huji.ac.il/ec onomics/gelb-hort-14.pdf . (Verified 04th Nov 2006).

Warren, M.F. (2002) Adoption of ICT in agricultural management in the United Kingdom: the intra-rural digital divide. Agric Econ, 48 (1), 1-8.

Warren, M.F., Soffe, R.J. & Stone, M.A.H. (2000) Farmers, computers and the internet: a study of adoption in contrasting regions of England. Farm Management, 10 (11), 665 – 684.

Suarsana dan Karyati, Adopsi…..|71