Jurnal Manajemen Agribisnis

Vol.8, No.1, Mei 2020

E- ISSN: 2684-7728

STRATEGI PELAYANAN PERIZINAN

UNTUK MENINGKATKAN INVESTASI DI KABUPATEN BOGOR

Strategy of License Services to Increase Investment in Bogor Regency

Hendra Gunawan1) Dedi Budiman Hakim2) Himawan Hariyoga3)

1 Magister Sains Program Studi Manajemen Pembangunan Daerah - IPB Email: hendragoena@gmail.com

2Departemen llmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen – Institut Pertanian Bogor, Kampus Dramaga, Bogor 16680 Email: dedihakim@gmail.com

3Pembiayaan Investasi Non Anggaran Pemerintah (PINA) Bappenas, Jakarta Pusat, 10310.

Email: hhariyoga@gmail.com

ABSTRACT

License services is a requirement to increase investment in Bogor Regency. As an area close to the national capital, many businessman really take an interest in invesment in Bogor Regency. However, the annualy realization of investments is not in line with the expectations. This fact is really interesting to be studied. This study aimed to analyze the quality of service and satisfaction of the public as users of permit service, analyze the suitability between permit service and laws and regulations, and determine service strategies to increase investment in Bogor Regency. The method used was descriptive analysis with a qualitative approach using Community Satisfaction Survey (SKM) and analytical network process (ANP). The results of this study indicate that the Community Satisfaction Index (IKM) regarding performance and public satisfaction on permit service is not good (2.77). Meanwhile, the results of the analytical network process (ANP) on alternative policies to overcome those problems are the Optimization of SOP Implementation (2.84), Quality Improvement and Quantity of HR (0.277), Budget Additions (0.241), the determination of the Technical Team under One Roof (0.186).

Keywords:  permit service, increasing investment, community satisfaction survey

(SKM),analytical network process (ANP).

ABSTRAK

Pelayanan perizinan merupakan salah satu syarat untk meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor. Sebagai daerah yang dekat dengan ibukota negara, Kabupaten Bogor banyak diminati oleh para pelaku usaha untuk berinvestasi. Namun realisasi investasi setiap tahunnya tidak sesuai dengan harapan. Hal ini menarik untuk diteliti. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kualitas layanan dan kepuasan masyarakat pengguna layanan perizinan, menganalisis kesesuaian pelayanan perizinan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan menentukan strategi pelayanan untuk meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor. Metode yang digunakan adalah deskriftif analisis dengan pendekatan kualitatif menggunakan Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) dan analytical network process (ANP).

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) tentang kinerja dan kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perizinan belum baik (2,77). Sedangkan hasil analytical network process (ANP) tentang alternatif kebijakan untuk mengatasinya adalah Optimalisasi Penerapan SOP (2,84), Peningkatan Kualitas dan Kuantitas SDM (0,277), Penambahan Anggaran (0,241), penetapan Tim Teknis dalam Satu Atap (0,186).

Kata Kunci: pelayanan perizinan, meningkatkan investasi, survei kepuasan masyarakat (SKM), analytical network process (ANP).

PENDAHULUAN

Pelayanan publik merupakan tanggungjawab pemerintah dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah, baik itu di pusat, di daerah, dilingkungan Badan Usaha Milik Negara, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Daerah. Pelayanan publik kepada masyarakat adalah salah satu tugas atau fungsi penting pemerintah dalam menyelenggarakan tugas-tugas pemerintahannya, sebagaimana disebutkan dalam UU No. 25 Tahun 2009 tentang pelayanan publik, “Hakekat dari pelayanan adalah pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat”. Pelayanan prima merupakan terjemahan istilah ”excellent service” yang secara harfiah berarti pelayanan terbaik atau sangat baik. Disebut sangat baik atau terbaik karena sesuai dengan standar pelayanan yang berlaku atau dimiliki instansi pemberi pelayanan.

Sejalan dengan itu, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pemerintah daerah mempunyai urusan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar dan pelayanan non dasar. Urusan pemerintahan wajib yang berkaitan dengan pelayanan dasar antara lain pendidikan, kesehatan, pekerjaan umum dan penataan ruang, perumahan rakyat, kawasan permukiman dan lain-lain. Sedangkan urusan pemerintahan wajib yang tidak berkaitan dengan pelayanan non dasar antara lain lingkungan hidup, penanaman modal, pertanahan, tenaga kerja dan lain-lain.

Konsekwensi diberlakukannya kebijakan otonomi daerah adalah Kabupaten/ Kota harus mampu mendorong pelayanan publik yang lebih mudah dan dekat dengan masyarakat yang membutuhkan. Kebijakan publik yang dihasilkan diharapkan dapat memangkas rentang birokrasi yang panjang untuk menghindari penundaan dan penurunan kualitas dari pelayanan publik yang menjadi kewajiban pemerintah daerah kepada warganya. Keberhasilan proses desentralisasi dapat diukur dari kualitas pelayanan publik yang semakin baik.

Salah satu aspek yang menjadi hak dan kewenangan daerah adalah terkait pengelolaan penanaman modal/ investasi yang ada didaerahnya. Tentunya dalam setiap perkembangan akan membawa dampak perubahan pada area pembangunan yang dicanangkan melalui investasi sehingga pemerintah harus menjadi pengontrol arus investasi supaya dampak positif investasi dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat .

Sama halnya daerah lain, Pemerintah Kabupaten Bogor juga terus berupaya menarik minat para pelaku usaha untuk berinvestasi. Investasi yang masuk ke Kabupaten Bogor pada 2016 yakni, padat modal dan padat karya. Tiga sektor penyumbang investasi terbesar di Kabupaten Bogor yaitu, industri mineral non logam sebesar Rp 5,4 triliun, industri makanan sebesar Rp 1,7 triliun dan industri kimia dan farmasi sebesar Rp 392 miliar. Dari industri makanan menyerap tenaga kerja sebanyak 3.365 tenaga kerja, industri tekstil sebesar 3.005 tenaga kerja dan 1.791 tenaga kerja dari industri alat angkutan, transportasi dan lainnya (DPMPTSP 2017).

Tabel 1 Peringkat Minat Investasi PMA/PMDN

Kabupaten/Kota

Investasi (Rp)

Ratio

Kabupaten Bogor

32.969.822.160.000

55,46

Kabupaten Purwakarta

11.302.883.100.000

19,01

Kabupaten Bekasi

3.549.869.670.000

5,97

Kabupaten Karawang

3.082.081.580.000

5,18

Kabupaten Bandung Barat

2.336.405.440.000

3,93

Sumber: DPMPTSP Provinsi Jawa Barat 2017

Tabel 2 Realisasi Investasi PMA/PMDN

Kabupaten/Kota

Investasi (Rp)

Ratio

Kabupaten Bekasi

49.198.202.535.276

30,24

Kabupaten Karawang

30.676.651.945.264

18,85

Kabupaten Bogor

9.223.482.322.116

5,67

Kota Bandung

9.123.680.545.473

5,61

Kota Bogor

8.299.623.621.503

5,10

Sumber: DPMPTSP Provinsi Jawa Barat 2017

Pada tahun 2018 Pemerintah Kabupaten Bogor menargetkan investasi yang masuk terus bertambah. Realisasi investasi terbagi beberapa sektor yakni primer, sekunder, dan tersier. Untuk target 2017 hanya ada dua sektor yakni sekunder dan tersier. Sektor sekunder tersebut yakni industri makanan, industri tekstil, industri logam, industri kendaraan bermotor, dan alat transportasi dan industri lainnya. Sedangkan yang masuk dalam sektor tersier yakni perdagangan dan reparasi, hotel dan restoran, perumahan, kawasan industri, dan perkantoran, serta jasa lainnya (DPMPTSP 2017).

Berdasarkan laporan DPMPTSP Propinsi Jawa Barat, minat para pelaku usaha untuk berinvestasi di Kabupaten Bogor sangat tinggi. Hal ini terlihat dari peringkat lima besar minat investasi di kabupaten/ kota di Jawa Barat dimana Kabupaten Bogor menduduki peringkat pertama (Tabel 1), jauh diatas peringkat dibawahnya yaitu Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Bekasi, Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bandung Barat. Namun jika dilihat dari realisasi investasinya dalam kurun waktu tahun 2017 Kabupaten Bogor hanya menempati peringkat ketiga dengan realisasi sebesar Rp.9.223.482.322.116, jauh dibawah minat investasi sebesar Rp.32.969.822.160.000 (Tabel 2).

— Rencana PMA    —— Realisasi PMA

Sumber: DPMPTSP Kabupaten Bogor, 2018

Gambar 1 Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing (PMA) Kabupaten Bogor dalam juta

—•— Rencana PMDN

—•— Realisasi PMDN

Sumber: DPMPTSP Bogor, 2018

Gambar 2 Rencana dan realisasi Investasi Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) Kabupaten Bogor dalam juta

Senada dengan laporan DPMPTSP Provinsi Jawa Barat, jika dilihat dari rencana dan realisasi investasi Kabupaten Bogor dalam kurun waktu tahun 2013-2017, realisasi penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN) hampir selalu dibawah target yang dicanangkan DPMPTSP Kabupaten Bogor (Gambar 1 dan Gambar 2).

Berkaitan dengan hal pelayanan perizinan Pemerintah Kabupaten Bogor, melalui Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) juga telah melakukan inovasi dengan meluncurkan aplikasi OPTIMIS (Online Perizinan Transparan, Informatif dan Sistematis). Tujuan diluncurkannya aplikasi OPTIMIS ini adalah agar pelayanan perizinan menjadi mudah, cepat dan hemat. Hingga saat ini terdapat 117 jenis izin dan 68 jenis non izin yang telah menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Bogor. Dari jumlah tersebut, sebanyak 99 jenis izin dan 44 jenis non izin atau sebanyak 77 % telah didelegasikan kepada DPMPTSP dan secara bertahap, keseluruhan pelayanannya akan dilimpahkan kepada DPMPTSP (DPMPTSP 2017). Sedangkan sebanyak 31 perizinan dan non perizinan diantaranya telah menggunakan aplikasi OPTIMIS.

Salah satu pelayanan perizinan yang dikelola oleh DPMPTSP kabupaten Bogor dan telah menggunakan aplikasi OPTIMIS adalah Izin Peruntukan dan Penggunaan Tanah yaitu izin yang diberikan oleh pemerintah daerah kepada perorangan atau badan dan/ atau instansi untuk kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana tata ruang wilayah. Dengan terbitnya IPPT maka rencana investasi yang akan dilakukan oleh pelaku usaha menjadi pasti terealisasi. Akan tetapi jika dilihat jumlah ijin terbit IPPT dalam kurun waktu tiga tahun terakhir (tahun 2015-2017) menunjukan tren yang fluktuatif tetapi cenderung mengalami penurunan semula 1128 di tahun 2015 menjadi 1.003 di tahun 2017.

Tujuan diluncurkannya aplikasi OPTIMIS adalah agar pelayanan perizinan menjadi mudah, cepat dan hemat. Namun pada kenyataannya berdasarkan data yang diperoleh didapatkan waktu penerbitan IPPT melebihi standar yang telah ditetapkan. Penerbitan IPPT rata-rata memakan waktu 45,21 hari kerja bahkan ada yang sampai dengan 214 hari kerja, hal ini tidak sesuai dengan waktu yang di tentukan sesuai peraturan bupati Bogor. Berdasarkan peraturan Bupati Bogor nomor 37 tahun 2014 tentang izin peruntukan penggunaan tanah, jangka waktu pelayanan IPPT paling lama 14 (empat belas) hari kerja sejak berkas permohonan dinyatakan lengkap.

Tabel 3 Jumlah izin terbit IPPT tahun 2013-2017

Tahun

2015

2016

2017

Jumlah izin IPPT terbit

1128

1133

1.003

Sumber: DPMTSP Kabupaten Bogor 2018

Berdasarkan latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian dengan tujuan untuk :

  • 1.    Menganalisis kualitas layanan dan kepuasan masyarakat pengguna layanan perizinan.

  • 2.    Menganalisis kesesuaian pelayanan perizinan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  • 3.    Menentukan strategi pelayanan untuk meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian yang akan dilakukan termasuk penelitian deskriptif analisis dengan menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu sebuah penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan, meringkaskan berbagai kondisi, berbagai situasi, atau berbagai variabel yang timbul di masyarakat yang menjadi obyek penelitian itu berdasarkan apa yang terjadi, kemudian mengangkat ke permukaan karakter atau gambaran tentang kondisi, situasi, ataupun variabel tersebut. Tujuan (1) akan dijawab dengan menggunakan survei kepuasan masyarakat (SKM) sesuai permenpan-RB No. 14 Tahun 2017. Sedangkan tujuan (2) akan dijawab dengan menggunakan deskriptif analisis dan yang terakhir, tujuan (3) akan dijawab dengan menggunakan metode Analytical Network Process (ANP).

Survei Kepuasan Masyarakat (SKM) adalah kegiatan pengukuran secara komprehensif tentang tingkat kepuasan masyarakat terhadap kualitas layanan yang diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Kepuasan masyarakat adalah hasil pendapat dan penilaian masyarakat terhadap kinerja pelayanan kepada aparatur penyelenggara pelayanan publik.

Deskriptif analisis adalah suatu metode yang berfungsi untuk mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap objek yang diteliti melalui data atau sampel yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa melakukan analisis dan membuat kesimpulan yang berlaku untuk umum (Sugiono 2009).

Analytical Network Process (ANP) adalah teori matematis yang memungkinkan seorang pengambil keputusan menghadapi faktor-faktor yang saling berhubungan (dependece) serta umpan balik (feedback) secara sistematis. ANP merupakan satu dari metode pengambilan keputusan berdasarkan banyaknya kriteria atau Multiple Criteria Decision Making (MCDM) (Saaty 2001). Metode ini merupakan pendekatan baru metode kualitatif yang merupakan kelanjutan dari metode terdahulu yakni Analytical Hierarchy Process (AHP) (Tanjung dan Devi 2013).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kualitas Layanan Perizinan dan Kepuasan Masyarakat di Kabupaten Bogor

Untuk menjawab tujuan penelitian ini dilakukan survei kepuasan masyarakat (SKM) terhadap para pelaku usaha yang mengurus Izin Peruntukan Penggunaan Tanah (IPPT) di DPMPTSP Kabupaten Bogor. Survei ini dilakukakan kepada 75 (tujuh puluh lima) responden, dimana responden ini adalah orang-orang yang ditugaskan oleh perusahaan tempat mereka bekerja untuk mengurus perizinan IPPT di DPMPTSP Kabupaten Bogor dari

mulai pendaftaran sampai terbitnya Izin IPPT. Jumlah responden didapat dari hasil perhitungan rumus slovin, yaitu banyaknya populasi dibagi satu ditambah populasi dikalikan dengan margin of error kuadrat. Karakteristik responden sangat variatif, baik dari jenis kelamin dan umur. Jenis kelamin dan umur tidak signifikan pengaruhnya terhadap hasil survei ini. Mengenai kuesioner disusun berdasarkan 9 (sembilan) unsur-unsur pelayanan sesuai standar Permenpan-RB No. 14 Tahun 2017 terdiri dari : Persyaratan; Sistem, Mekanisme dan Prosedur ; Waktu Pelayanan; Biaya/ Tarif; Kesesuaian Pelayanan; Kompetensi Pelaksana; Perilaku Pelaksana; Penanganan Pengaduan; Sarana dan Prasarana. Kuesioner yang telah disusun terlebih dahulu dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih kepada 15 (lima belas) responden. Setelah hasilnya valid dan reliable maka dilakukan survei kepada seluruh responden.

Hasil pengolahan dan analisis data masing-masing pelayanan perizinan IPPT disajikan pada Tabel 5, sedangkan skala penilaiannya mengacu kepada Tabel 4.

Tabel 4 Nilai Persepsi, Nilai Interval, Nilai Konversi, Mutu Pelayanan, Kinerja Unit

Pelayanan

Nilai Persepsi

Nilai Interval

Nilai Konversi

Mutu Pelayanan

Kinerja Unit Pelayanan

1

1,00-2,599

25,00-64,99

D

Tidak Baik

2

2,60-3,064

65,00-76,60

C

Kurang Baik

3

3,066-,532

76,61-88,30

B

Baik

4

3,532-4,00

88,31-100,00

A

Sangat Baik

Sumber: Permenpan-RB No. 14 Tahun 2017

Secara keseluruhan responden memberikan penilaian tentang kinerja terhadap semua pelayanan perizinan IPPT yang disurvei pada tahun 2017 rata-rata sebesar 2,774. Indeks ini jika dibandingkan dengan tabel penilaian kinerja sesuai dengan PermenPAN-RB No. 14 Tahun 2017 (Tabel 4) termasuk dalam kategori kinerja “Kurang Baik” (nilai berada antara 2,600 – 3,064), artinya kinerja pelayanan publik yang diselenggarakan oleh DPMPTSP Pemerintah Kabupaten Bogor belum sesuai dengan yang diharapkan karena masih dibawah kategori kinerja “Baik” (nilai berada antara 3,064 – 3,532).

Beberapa indikator kinerja sudah termasuk dalam kategori kinerja “Baik” (nilai berada antara 3,064 – 3,532). Unsur-unsur pelayanan tersebut adalah “Biaya/tarif”, “Perilaku Pelaksana” serta “Sarana dan Prasarana”. Responden menilai bahwa pungutan retribusi nol rupiah untuk pengurusan IPPT telah sesuai dan dilaksanakan dengan baik oleh petugas pelayanan tanpa pungutan apapun. Responden juga menilai baik tentang perilaku petugas pelayanan yang ramah, rapih dan sopan dalam memberikan tugas pelayanan. Demikian juga dengan sarana dan prasarana, responden merasa nyaman berada diruang tunggu yang dengan fasilitas pendingin udara dan dilengkapi televisi serta surat kabar dan tempat mengisi batere telepon genggam.

Tabel 5 Indikator Pelayanan, Nilai Rata-Rata

No

Indikator Kinerja

Nilai Rata-Rata

Kinerja Unit Pelayanan

U1

Persyaratan

2,813

Kurang baik

U2

Sistem, Mekanisme, Prosedur

2,627

Kurang baik

U3

Waktu Penyelesaian

2,227

Tidak baik

U4

Biaya/Tarif

3,093

Baik

U5

Kesesuaian Pelayanan

2,813

Kurang baik

U6

Kompetensi Pelaksana

2,853

Kurang baik

U7

Perilaku Pelaksana

3,160

Baik

U8

Penanganan Pengaduan

2,387

Tidak baik

U9

Sarana dan Prasaranan

3,000

Baik

Total Rata-Rata

2,774

Kurang baik

Sumber: Pengolahan Data Primer (2019)

Beberapa indikator yang termasuk kinerja “kurang baik” adalah “Kompetensi Petugas”, “Kesesuaian Pelayanan”, dan “Persyaratan, Sistem Mekanisme dan Prosedur”. Tentang kompetensi petugas responden menilai masih banyak yang kurang dapat menjelaskan dengan baik tentang persyaratan perizinan sehingga responden mengalami hambatan dalam melengkapi persyaratannya. Mengenai “Kesesuaian Persyaratan” responden menilai terlau mengada-ada sehingga mengalami kesulitan untuk melengkapinya. Indikator lainnya yang memperoleh nilai kinerja “kurang baik” adalah “Persyaratan, Sistem Mekanisme dan Prosedur”.

Responden menilai ini cukup berbelit-belit, dari mulai pengajuan berkas, verifikasi, survei lokasi, rapat pembahasan dan proses penerbitan izinnya. Dari kesembilan indikator kinerja IKM ada dua indikator yang mendapatkan nilai paling rendah dari responden. Indikator itu adalah “waktu penyelesaian” dan “Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan”. Kedua indikator ini perlu mendapat perhatian khusus dari DPMPTSP Kabupaten Bogor, karena memperoleh nilai masing-masing 2,227 dan 2,387. Indikator “Waktu Penyelesaian” ini sangat penting karena menyangkut kecepatan berinvestasi. Responden banyak mengeluh karena waktu penyelesaian izin tidak sesuai ketentuan yang berlaku. Demikian juga dalam “Penanganan Pengaduan, Saran dan Masukan” responden menilai tidak dikelola dengan baik. Pelaksana tidak responsif dalam menanggapi keluhan pemohon bahkan terkesan menunda-nunda tidak memberikan solusi.

Analisis Kesesuaian Pelayanan Perizinan Dengan Peraturan Perundang-Undangan yang Berlaku

Pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) bukanlah kebijakan baru di Indonesia. Kebijakan ini telah dimulai tahun 2005 dan berkembang setelah UU No 25/2009 tentang Pelayanan Publik ditetapkan. Dengan PTSP, pemohon perizinan tidak perlu lagi mengurus berbagai surat dan dokumen di dinas berbeda dengan lokasi kantor yang berbeda pula. Harapannya PTSP membuat perizinan lebih mudah, murah, dan cepat. Namun, kualitas PTSP masih dirasakan cukup banyak kendala. Dalam pelaksanaannya masih terdapat istilah Standar Operasional Prosedure (SOP) yang belum dianggap sesuatu yang wajib dipenuhi oleh para pelaksana.

Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) di Kabupaten Bogor menghadapi beberapa permasalahan. Pertama, Komitmen terhadap SOP dengan batas waktu penerbitan izin yang relatif tidak tepat waktu, meskipun standar ISO terus digaungkan tetapi keluhan terhadap komitmen ketepatan waktu penyelesaian produk perizinan relatif masih banyak muncul. Kedua, keterbatasan sumber daya manusia. Idealnya DPMPTSP memiliki staf teknis, seperti ahli penilaian amdal, kesehatan, sipil, dan transportasi. Namun, jumlah staf tersebut umumnya berada di dinas/instansi asalnya dan bukan di DPMPTSP. Ketiga, disharmoni regulasi PTSP dan ego sektoral. Kementerian Dalam Negeri telah mengeluarkan Permendagri No 20/2008 tentang Pedoman Organisasi dan Tata Kerja Pelayanan Terpadu di Daerah. Setelah itu terbit Perpres No 27/2009 tentang PTSP di Bidang Penanaman Modal. Kedua peraturan tersebut membingungkan pemerintah daerah mengingat banyak yang tumpang tindih dalam kedua peraturan itu. Dampaknya, pemerintah daerah seperti memiliki ”dua jenderal”, yakni Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk koordinasi, pembinaan, hingga pengawasan DPMPTSP di Kabupaten Bogor.

Standar Pelayanan Penerbitan Izin Peruntukan dan Penggunaan Tanah (IPPT) sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Bupati Bogor No. 37 Tahun 2014 terdiri dari: Prosedur, waktu penyelesaian, biaya/tarif, produk pelayanan dan pengaduan layanan. Untuk prosedur mencakup permohonan, validasi berkas, pemrosesan dan penerbitan. Sedangkan untuk waktu penyelesaian adalah 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak berkas dinyatakan lengkap. Adapun biaya/ tarif tidak dipungut retribusi. Mengenai produk pelayanan adalah Keputusan Bupati Tentang Pemberian Izin Peruntukan dan Penggunaan Tanah (IPPT). Mengenai pengaduan layanan ada seksi informasi dan pelayanan pengaduan. Berdasarkan hasil penelitian standar pelayanan ini belum dilaksanakan sesuai peraturan yang berlaku, dimana untuk waktu penyelesaian masih jauh dari harapan. Waktu penyelesaian SOP perizinan maksimal 14 (empat belas) hari kerja, namun berdasarkan data yang kami peroleh rata-rata waktu penyelesaian adalah 45,2 (empat puluh lima koma dua) hari kerja. Hal ini disebabkan oleh tahap pemrosesan yang tidak didukung oleh komitmen yang kuat dalam melaksanakan SOP, kualitas dan kuantitas SDM yang kurang memadai, fasilitas pendukung (kendaraan, komputer, printer, GPS) yang kurang.

Perumusan Alternatif Strategi

Survei Analytical Network Process (ANP) dilakukan kepada empat responden yang mewakili cluster pelaku yaitu DPMPTSP, Bappedalitbang, DPUPR dan Pengusaha. Berdasarkan hasil pengolahan kuesioner Analytical Network Process (ANP) melalui software superdecision, maka dapat diuraikan beberapa kriteria, pelaku, kendala serta alternatif strategi yang mempengaruhi pelayanan perizinan di Kabupaten Bogor, yaitu sebagai berikut (Tabel 6):

Tabel 6 Urutan prioritas faktor yang mempengaruhi pelayanan perizinan

Cluster

Name (Node)

Nilai

Tujuan

Strategi Pelayanan Perizinan untuk Meningkatkan Investasi di Kabupaten Bogor

0,444

Kreteria

Komitmen

0,318

Kepemimpinan

0,298

SDM

0,207

Fasilitas

0,176

Pelaku

DPMPTSP

0,234

DPUPR

0,124

BAPPEDALITBANG

0,118

Pengusaha

0,077

Kendala

Implementasi SOP yang belum dilaksanakan

0,315

Kualitas dan kuantitas SDM yang kurang

0,240

Fasilitas pendukung belum memadai

0,227

Tim teknis dinas terkait belum satu atap

0,216

Alternatif

Optimalisasi penerapan SOP

0,284

Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM

0,277

Penambahan anggaran (komputer, printer, kendaraan

0,241

operasional dan GPS)

Penetapan Tim teknis dalam satu atap

0,186

Sumber : Pengolahan data primer (2019)

Kriteria

Berdasarkan hasil olahan data yang terdapat pada tabel 7 terlihat bahwa faktor yang mempunyai tingkat kepentingan terbesar dan mempengaruhi pelayanan perizinan di Kabupaten Bogor adalah Komitmen dengan nilai 0,318. Sedangkan 3 (tiga) faktor lainnya, yaitu kepemimpinan diperingkat kedua dengan nilai 0,298, sumber daya manusia peringkat ketiga dengan nilai 0,207, dan fasilitas diperingkat terakhir dengan nilai 0,176.

Responden berpendapat bahwa dalam menjalankan pelayanan perizinan membutuhkan komitmen yang kuat dalam menjalankan peraturan yang telah ditetapkan. Komitmen adalah perjanjian (keterikatan) untuk melakukan sesuatu. Para pelaksana dari tingkat bawah hingga atas tinggal berkomitmen menjalankan pelayanan sesuai peraturan perundangan yang berlaku. Meskipun kriteria komitmen mempunyai tingkat kepentingan terbesar, bukan berarti kriteria lainnya, yaitu kepemimpinan, SDM, dan fasilitas tidak mempunyai pengaruh tapi saling berhubungan satu sama lainnya.

Pelaku

Berdasarkan Tabel 8, pelaku utama yang mempengaruhi pelayanan perizinan di Kabupaten Bogor adalah DPMPTSP dengan nilai 0,234. Hal ini sejalan dengan Peraturan Daerah Kabupaten Bogor Nomor 12 Tahun 2016 tentang Pembentukan dan Susunan Perangkat Daerah, dimana telah dibentuk Dinas Penanaman Modal dan PelayananTerpadu Satu Pintu tipe A sebagai perangkat daerah yang menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang penanaman modal. Didalam susunan organisasinya terdapat dua bidang pelayanan perizinan yaitu bidang pelayanan perizinan pemanfaatan ruang dan bidang pelayanan perizinan operasional. Kedua bidang itu masing-masing membawahi tiga seksi yaitu seksi informasi, konsultasi dan pengaduan, seksi verifikasi, dan seksi penerbitan. Sementara Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang berada diurutan kedua dengan nilai 0,124. Badan Pembangunan Daerah dan Penelitian Pengembangan (Bappedalitbang) berada diurutan ketiga dengan nilai 0,118. Dan diurutan ke empat adalah Pengusaha dengan nilai 0,077.

Kendala

Berdasarkan hasil olahan data sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 9, kendala terbesar dalam pelayanan perizinan adalah pada Implementasi SOP yang belum dilaksanakan dengan nilai 0,315. Urutan berikutnya adalah Kualitas dan Kuantitas SDM yang kurang dengan nilai 0,240, Fasilitas Pendukung yang belum memadai 0,227, dan Tim Teknis Dinas terkait yang belum berada dalam satu atap dengan nilai 0,216. Dalam SOP penyelesaian izin terbit IPPT maksimal 14 (empat belas) hari kerja hingga saat ini belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini terbukti dari data yang diperoleh bahwa rata-rata penyelesain izin IPPT terbit dalam waktu 45,2 (empat puluh lima koma dua) hari kerja. Urutan berikutnya adalah kualitas dan kuantitas SDM yang kurang, fasilitas yang belum memadai dan tim teknis dinas terkait yang belum satu atap.

Alternatif

Berdasarkan pengolahan data superdecisions Analytical Network Process (ANP) terlihat bahwa alternatives strategi yang mempunyai nilai paling besar dalam pelayanan perizinan adalah optimalisasi penerapan SOP dengan nilai 0,284. Diurutan berikutnya adalah peningkatan kualitas dan kuantitas SDM dengan nilai 0,277, Penambahan Anggaran

(Komputer, Printer, Kendaraan Operasional, GPS) 0,241 dan Penetapan Tim Teknis dalam Satu Atap dengan nilai 0,186. Optimalisasi penerapan SOP ini sangat penting karena merupakan suatu proses atau kegiatan yang diarahkan untuk mencapai atau mendapatkan hasil terbaik dalam pelayanan perizinan.

Implikasi Kebijakan

Berdasarkan perumusan alternatif strategi melalui Analytical Network Process (ANP), maka strategi yang harus dilakukan adalah:

  • 1.    Strategi Optimalisasi penerapan SOP terdiri dari 2 program dan beberapa kegiatan, berikut adalah penjelasan program dan kegiatan:

  • Program optimalisasi dan pengawasan SOP, dilakukan dengan kegiatan meliputi:

  • a.    Evaluasi waktu pelayanan perizinan.

  • b.    Pengawasan dan pengendalian pelaksana pelayanan perizinan

  • c.    Penerapan dan pemeliharaan ISO

  • Program pengembangan pelayanan perizinan dilakukan dengan kegiatan meliputi:.

  • a.    Sosialisasi pelayanan perizinan DMPTSP

  • b.    Pembinaan teknis pelayanan perizinan.

  • c.    Survey kepuasan masyarakat (SKM) secara berkala oleh tim independen.

  • 2.    Strategi Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM terdiri dari 1 program dan 5 kegiatan, berikut adalah penjelasan program dan kegiatan:

  • program peningkatan kualitas dan kuantitas SDM dalam ruang lingkup aparatur, dilakukan dengan 5 kegiatan meliputi:

  • a.    Bimbingan teknis implementasi peraturan perundang-undangan.

  • b.    Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM pelayanan investasi.

  • c.    Sosialiasi kebijakan PTSP.

  • d.    Workshop pengembangan kapasitas aparatur pelayanan perizinan.

  • e.    Pemberian reward and punishment berupa insentif kepada pelaksana.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan terhadap strategi pelayanan perizinan untuk meningkatkan investasi di Kabupaten Bogor, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

  • 1.    Hasil Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) yang mengacu pada permenpan-RB No. 14 Tahun 2017 menunjukan kinerja pelayanan perizinan kurang baik dengan total IKM DPMPTSP Kabupaten bogor sebesar 2,774.

  • 2.    Berdasakan Peraturan Bupati Nomor 37 tahun 2014 tentang izin peruntukan dan penggunaan tanah, waktu penyelesaian maksimal perizinan 14 hari kerja. Sedangkan realisasi yang didapatkan melebihi aturan yaitu rata-rata 45 hari kerja.

  • 3.    Hasil kajian ANP menunjukkan bahwa kepentingan terbesar dalam pelayanan perizinan adalah komitmen dengan nilai 0,318. Sedangkan aktor utama yang mempengaruhi pelayanan perizinan di Kabupaten Bogor adalah DPMPTSP dengan nilai 0,234. Selanjutnya dalam cluster kendala adalah implementasi SOP yang belum dilaksanakan dengan nilai 0,315. Terakhir untuk alternatif kebijakan adalah optimalisasi Penerapan SOP dengan nilai 0,284.

Saran

Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya :

  • 1.    Dilakukan pengawasan dan pengendalian yang lebih ketat terhadap penerapan SOP oleh masing-masing koordinator pelaksana, kepala seksi, kepala bidang hingga kepala dinas.

  • 2.    Diberikan reward and punishment berupa insentif kepada pelaksana yang sudah merapkan SOP sehingga ada gairah kerja dan kompetitif.

  • 3.    Dibuatkan pusat pelayanan informasi bagi pelaku usaha yang akan berinvestasi, mencakup informasi peruntukan ruang dan informasi yang berkaitan dengan investasi agar pelaku usaha bisa mengantisipasi dan mengestimasi berbagai kemungkinan.

.

DAFTAR PUSTAKA

[DPMPTSP] Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu. 2017. Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Jawa Barat 2018-2023. Bogor (ID): DPMPTSP.

[DPMPTSP] Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu. 2017. Rencana Strategis Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kabupaten Bogor Tahun 2013-2018. Bogor (ID): DPMPTSP.

[DPMPTSP] Dinas Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu Satu Pintu. 2017. Data Perkembangan Minat Investasi PMA dan PMDN Se Jawa Barat. Bandung (ID): DPMPTSP.

Peraturan Bupati Bogor. 2014. Peraturan Bupati Bogor Nomor 37 Tahun 2014 Tentang Izin Peruntukan dan Penggunaan Tanah.

Peraturan Mentri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. 2017. Peraturan Mentri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat.

Peraturan Presiden Republik Indonesia. 2009. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Bidang Penanaman Modal.

Peraturan Menteri Dalam Negeri. 2008. Peraturan Menteri Dalam Negeri No 20 Tahun 2008 tentang Pedoman Organisasi Dan Tatakerja Unit Pelayanan Perijinan Terpadu di Daerah.

Saaty, T.L. 2001. Decision Making with Dependence and Feedback: The Analytic Network Process. USA : RWS Publication.

Sugiono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Tanjung, H dan Devi, A. 2013. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam. Bekasi: Gramatika Publishing.

UU Republik Indonesia. 2009. UU Republik Indonesia No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.

Hendra, et al., Strategi…..|101