Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Terjadinya Force Majeure Dalam Penyimpanan Minuta Akta Notaris

Ida Bagus Putra Prawira1, I Ketut Rai Setiabudhi2, Dewa Gde Rudy3

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

  • 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

  • 3Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

    Info Artikel

    Masuk : 25 Januari 2023 Diterima : 17 Maret 2023

    Terbit : 25 April 2023

    Keywords :

    Force Majeure; Minuta deed; Notary


    Kata kunci:

    Keadaan Memaksa; Minuta

    Akta; Notaris

    Corresponding Author:

    Ida Bagus Putra Prawira, Email: [email protected]

    DOI :

    10.24843/AC.2023.v08.i01.p7


Abstract

This study aims to be able to provide an understanding related to the position of notary deed minuta storage in the event of force majeure and efforts to prevent damage to notary deed minuta caused by force majeure. The writer's method of writing uses normative law departing from the void of norms. The research study of the vacuum of this norm is due to the non-regulation of damage or loss to the storage of minutes of deeds by a Notary which is an obligation in carrying out his position. This research contains primary legal sources that examine the Notary Office Act and secondary legal sources by reviewing several scientific journal literature. Through this research, using the approach refers to laws and regulations regarding the issue of depositing minuta deed referring to the Notary Office Law. The results of the author's research show that the Notary Office Law does not specifically regulate the electronic storage of minutes of deeds. Juridically, safeguarding the minuta deed is not stated in the Notary Office Law and only states that the storage is part of the Notary's protocol. Force majeure is a situation that cannot be predicted by humans, let alone natural disasters. The urgency of updating for the storage of minutes of deeds that are protected from coercive circumstances or beyond human control force majeure is by making electronic fillings with the concept of Cyber Notary.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk dapat memberikan pemahaman terkait dengan kedudukan penyimpanan minuta akta notaris apabila terjadi force majeure serta upaya pencegahan kerusakan minuta akta notaris yang diakibatkan oleh force majeure. Metode dalam penulisan penulis menggunakan hukum normatif berangkat dari kekosongan norma. Kajian penelitian dari kekosongan norma ini diakibatkan tidak diaturnya mengenai kerusakan atau kehilangan pada penyimpanan minuta akta oleh Notaris yang merupakan sebuah kewajiban dalam menjalankan jabatannya. Penelitian ini termuat dengan sumber hukum primer yang mengkaji Undang-Undang Jabatan Notaris dan pada sumber hukum sekunder dengan mengkaji beberapa literatur jurnal karya ilmiah. Penelitian ini menggunakan pendekatan pada peraturan perundang-undangan mengenai persoalan penyimpanan minuta akta merujuk pada Undang-

Undang Jabatan Notaris. Hasil penelitian penulis menunjukkan Undang-Undang Jabatan Notaris tidak mengatur mengkhusus terkait dengan penyimpanan minuta akta secara elektronik. Dalam penjagaan penyimpanan minuta akta secara yuridis tidak dituangkan pada Undang-Undang Jabatan Notaris dan hanya menyebutkan bahwa penyimpanan tersebut merupakan bagian dari protokol Notaris. Force majeure merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi oleh manusia apa lagi adanya bencana alam. Urgensi pembaharuan untuk penyimpanan minuta akta yang terlindungi dari keadaan memaksa atau diluar kendali manusia force majeure yakni dengan membuat pengarsipan secara elektronik dengan konsep Cyber Notary.

  • I.    Pendahuluan

Pejabat yang memiliki kewenangan membuat akta otentik tersebut ialah Notaris. Merujuk Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Jabatan Notaris (selanjutnya akan disingkat sebagai UU JNP) menentukan bahwa “Notaris merupakan pejabat umum yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik dan kewenangan lain yang diatur dalam Undang-Undang Jabatan Notaris maupun Undang-Undang lain”. Adanya kehadiran Notaris ini dikarenakan masyarakat membutuhkan akta otentik yang merupakan sebagai alat bukti surat yang tertulis dalam hukum keperdataan. Akta otentik juga telah diatur dalam Pasal 1868 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (selanjutnya akan disingkat sebagai KUH Per) yang menentukan bahwa “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan Undang-Undang oleh atau dihadapan pejabat umum yang berwenang untuk itu ditempat akta itu dibuat”.

Penjelasan tersebut juga menentukan akta otentik mempunyai kekuatan pembuktian yang kuat sebagaimana merujuk pada Pasal 1970 KUH Per yang menyebutkan bahwa “Bagi para pihak yang berkepentingan beserta para ahli warisnya ataupun bagi orangorang yang mendapatkan hak dari mereka, suatu akta otentik memberikan suatu bukti yang sempurna tentang apa yang termuat di dalamnya”. Sehingga dalam hal ini masyarakat sangat mempercayai dan akan selalu membutuhkan pembuktian hukum yang kuat serta terlindungi pengakuannya dalam akta otentik.1

Selain kewenangan Notaris dalam membuat akta tentunya Notaris juga memiliki kewajiban dalam menjalankan jabatannya. Salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan Notaris ialah dengan menyimpan minuta akta.2 Sebagaimana jika merujuk pada Pasal 16 ayat (1) huruf b UU JNP menentukan bahwa “Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris”. Dalam hal ini minuta akta dapat diartikan sebagai akta asli pertama yang berisikan tandatangan dari para pihak yang bersangkutan dalam akta tersebut, saksi-saksi dalam

terjadinya akta tersebut serta Notaris yang membacakan dan mengesahkan akta tersebut kemudian akta ini wajib disimpan oleh Notaris guna sebagai protokol Notaris serta warkah dokumen dari keperluan dalam pembuatan akta tersebut wajib disimpan sebagaimana dari ketentuan perundang-undangan Jabatan Notaris yang telah dijelaskan sebelumnya. 3

Penyimpanan minuta akta berguna untuk memberikan bukti-bukti secara kuat dalam terjadinya akta otentik. Namun dalam hal penyimpanan minuta akta juga memiliki keriskanan dalam penyimpanan, hal ini karena dalam minuta akta hanya berupa lembaran-lembaran kertas yang nantinya akan disatukan dengan warkah lalu disimpan di dalam Kantor Notaris tempat menjalankan jabatannya. Melihat hal tersebut secara lebih dalam lagi, jika terjadi seperti force majeure (bencana alam, gempa bumi, bencana lain diluar dugaan manusia) maka dapat mengakibatkan kerusakan serta kehilangan minuta akta Notaris dari keadaan memaksa ini. 4

Penjagaan minuta akta ini dengan menyimpannya secara baik sangat penting demi mencegah semua hal-hal dari segala resiko kerusakan dan kehilangan karena force majeure yang tidak dapat diketahui kejadiannya. Demikian pula guna mencegah hal tersebut, apabila mengikuti perkembangan zaman yang serba digital ini, sebenarnya Notaris dapat melakukan penyimpanan minuta secara digital elektronik, namun hal ini belum dapat terlaksana pada hukum positif Indonesia.5 Padahal jika ditelusuri lebih jauh, era digital ini memberikan kemudahan bagi pejabat pembuat akta otentik yakni Notaris guna mengindar dari kemungkinan terjadinya keadaan yang memaksa atau force majeure yang mana hal ini dapat menghilangkan atau merusak dokumen-dokumen penting serta minuta akta Notaris. Hal ini sering tak terpikirkan padahal di Indonesia sering terjadi dengan keadaan memaksa atau force majeure.

Bencana-bencana yang tak terduga terjadinya mencetuskan pertanyaan tentang apakah yang nantinya dapat dilakukan Notaris apabila minuta aktanya mengalami kerusakan atau kehilangan akibat force majeure. Hal ini disebabkan karena sampai saat ini secara normatif UU JNP belum mengatur mengenai tanggung jawab Notaris dan hanya memberikan penjelasan terhadap Pasal 16 ayat (1) huruf b UU JNP yang menentukan bahwa “Membuat akta dalam bentuk minuta akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris”. Aturan ini menyebabkan adanya kekosongan norma terkait dengan penyimpanan akta Notaris dari kehilangan dan kerusakan minuta akta dan hal apa yang harus dilakukan Notaris guna mencegah adanya Force majeure pada minuta akta dan dokumen penting lainnya. Padahal tanggung jawab Notaris sangat tidak mudah dan berat dalam pelaksanaan jabatannya sebagai pembuat akta otentik, namun disisi lain dalam hal keadaan memaksa atau Force majeure tidaklah dapat diketahui serta dikendalikan oleh manusia siapapun termasuk Notaris.

Berangkat dari penjelasan tersebut diatas maka diangkat permasalahan yaitu bagaimana kedudukan penyimpanan minuta akta notaris akibat adanya force majeure? dan bagaimana upaya pencegahan kerusakan minuta akta notaris yang diakibatkan dari force majeure?. Penulisan penelitian ini ditujukan untuk dapat memberikan pemahaman terkait dengan kedudukan penyimpanan minuta akta notaris apabila terjadi force majeure serta upaya pencegahan kerusakan minuta akta notaris yang diakibatkan oleh force majeure.

Mengenai state of art penulis yang dijadikan referensi dalam masalah sejenis. Cut Era Fitriyeni dengan judul “Tanggung Jawab Notaris terhadap Penyimpanan Minuta Akta sebagai Bagian dari Protokol Notaris”, penelitian ini membahas mengenai pertanggungjawaban Notaris terhadap protokol Notaris. 6 Selanjutnya Maya Malinda Panjaitan dengan judul “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat Dan Menyimpan Minuta Akta”, penelitian ini membahas mengenai pertanggung jawaban Notaris terhadap pembuatan dan penyimpanan minuta akta.7

Dari beberapa uraian penjelasan penelitian yang telah dijabarkan melalui pendahuluan serta state of art, terdapat adanya perbedaan pembahasan dalam kajian penulisan. Penelaahan permasalahan hukum ini diharapkan dapat memberikan suatu pembaharuan dan urgensi gagasan mengenai persolaan implikasi hukum dalam penyimpanan minuta akta sehingga kedepannya Notaris dapat melaksanakan jabatannya tanpa ada hambatan ataupun masalah lainnya terutama mengenai penyimpanan minuta akta.

  • 2.    Metode Penelitian

Metode dalam penulisan penulis menggunakan hukum normatif berangkat dari kekosongan norma.8 Kajian penelitian dari kekosongan norma ini diakibatkan tidak diaturnya mengenai kerusakan atau kehilangan pada penyimpanan minuta akta oleh Notaris yang merupakan sebuah kewajiban dalam menjalankan jabatannya. Sumber penelitian ini termuat dengan sumber hukum primer yang mengkaji UU JNP dan pada sumber hukum sekunder dengan mengkaji beberapa literatur jurnal karya ilmiah. Penelitian ini merujuk pada peraturan perundang-undangan mengenai penyimpanan minuta akta berdasar UU JNP. Penelitian teknik penulisan yaitu melalui teknik studi dokumen dengan teknik pengumpulan bahan hukum lalu menganalisis persoalan masalah hukum dengan pemikiran deduktif.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Kedudukan Penyimpanan Minuta Akta Notaris Akibat Force Majeure

Penyimpanan minuta akta merupakan bagian protokol Notaris yang tertuang dalam Pasal 16 ayat (1) huruf b UU JNP. Penyimpanan ini berfungsi untuk dijadikannya sebagai alat bukti yang kuat apabila dikemudian hari terdapat permasalahan terhadap akta yang dibuatnya sehingga akan mempermudah pada pembuktian.9 Akta otentik juga dikatakan memiliki pembuktian yang sempurna jika merujuk pada Pasal 1870 KUH Per yang menentukan “Akta otentik memberikan diantara para pihak beserta para ahli warisnya atau orang-orang yang mendapat hak dari mereka, suatu bukti yang lengkap atau sempurna dan mengikat tentang apa yang dimuat di dalamnya”. Sehingga penjelasan tersebut sudah menjadi pembuktian yang sangat melekat pada kedudukan akta.

Notaris harus berprinsip kehati-hatian dalam menjalankan jabatannya.10 Dalam penjagaan penyimpanan minuta akta secara yuridis tidak dituangkan pada UU JNP dan hanya menyebutkan bahwa penyimpanan tersebut merupakan bagian dari protokol Notaris. Penyimpanan ini dilakukan setelah terjadinya penandatanganan oleh para penghadap, saksi-saksi serta Notaris. Minuta akta ini sangatlah penting yang mana merupakan kehendak para pihak serta penandatangan yang diartikan sebagai kesepakatan tersebut menjadi akta otentik dan berisikan juga tandatangan Notaris guna pengesahan akta tersebut.11 Apabila Notaris melanggar hal itu akan dikenakan sanksi atas terjadinya pelanggaran yang telah dilakukannya. Sanksi yang tertuang merujuk pada Pasal 85 UU JNP yang menentukan bahwa “Pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16 Ayat (1) huruf a hingga k, Pasal 17, Pasal 20, Pasal 27, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 54, Pasal 58 dan Pasal 59, serta Pasal 63, dapat dikenakan sanksi berupa :

  • a.  Teguran lisan;

  • b.  Teguran tertulis;

  • c.    Pemberhentian sementara;

  • d. Pemberhentian dengan hormat; atau

  • e. Pemberhentian dengan tidak hormat”.

Selain sanksi diatas, merujuk Pasal 65 UU JNP juga menentukan bahwa “Notaris, Notaris Pengganti, Notaris Pengganti Khusus, dan Pejabat Sementara Notaris bertanggung jawab atas setiap akta yang dibuatnya meskipun Protokol Notaris telah diserahkan atau dipindahkan kepada pihak penyimpan Protokol Notaris”. Batasan pertanggungjawaban Notaris tidak selama menjalankan jabatannya akan tetapi sampai mati usianya.12

Force majeure merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi oleh manusia apalagi terjadinya bencana alam. Apabila hal ini terjadi yang melibatkan Kantor Notaris maka akan menimbulkan masalah khususnya pada penyimpanan minuta akta yang akan menyebabkan kerusakan atau kehilangan minuta akta. Dalam hal ini Notaris tetap harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kehilangan minuta akta walaupun dalam UU JNP serta peraturan perundang-undang lainnya belum dapat mengakomodir mengenai penyelesaian serta peran dalam mengatasi minuta akta yang rusak dan hilang.

Perwujudan yang dapat dilakukan Notaris ketika penyimpanan minuta akta tersebut rusak atau hilang yaitu dengan bertanggung jawab membuat berita acara. Fungsi dari berita acara ini guna mengakomodir apakah penyebab kerusakan atau kehilangan minuta akta ini disebabkan oleh kelalaian Notaris ataukah diakibatkan oleh hal diluar dugaan manusia atau force majeure dan menyampaikan melalui Majelis Pengawas Daerah (MPD) serta Majelis Pengawas Wilayah (MPW).13

Merujuk penjelasan tersebut memang sewajarnya pemerintah memikirkan lebih lanjut guna memberikan penjelasan tentang adanya penyimpanan minuta akta secara elektronik. Urgensi pada pembaharuan hukum yang sejalan dengan perkembangan zaman diharapkan dapat diterapkan sehingga dapat menjaga arsip penyimpanan minuta akta secara elektronik. Era digitalisasi sekarang ini teknologi sudah semakin berkembang dengan menerapkan sistem-sistem yang semakin hari semakin canggih guna dapat membantu mempermudah dalam kegiatan pekerjaan manusia. Contoh berbasis teknologi dalam Notaris yakni Cyber Notary. Cyber Notary dapat menggantikan sistem konvensional menjadi sistem elektronik. Cyber Notary sudah banyak diterapkan di negara-negara lain, namun di Indonesia Cyber Notary masih belum diaplikasikan secara penuh. Merujuk Pasal 15 ayat (3) UU JNP menentukan bahwa “Selain kewenangan lain dalam peraturan perundang-undangan yang salah satunya adalah melakukan sertifikasi terhadap transaksi elektronik”.

Sehingga mengenai kedudukan penyimpanan minuta akta Notaris akibat force majeure dalam Cyber Notary tidaklah sah hal ini karena UU JNP sama sekali tidak memberikan aturan serta penjelasan mengenai kedudukan penyimpanan minuta akta secara elektronik dan menyebabkan kekosongan norma dalam tata cara penyimpanan akta serta dokumen-dokumen penting dalam akta Notaris. Padahal jika penyimpanan minuta akta tersebut bias dilakukan secara elektronik, sangat memberi keamanan serta perlindungan yang baik bagi para pihak maupun bagi Notaris dalam menjalannya jabatannya.

  • 3.2    Upaya Pencegahan Kerusakan Minuta Akta Notaris Akibat Force Majeure

Peraturan perundang-undangan di negara hukum ini berguna sebagai perlindungan serta pemberi kepastian hukum untuk masyarakat. Akta otentik dapat memberikan kepastian hukum serta alat bukti sempurna karena dibuat dan disahkan oleh Notaris

pejabat yang telah disumpah dalam menjalankan jabatannya sesuai dengan Amanah UU JNP.14 Akta otentik memiliki kekuatan formal yang dibuat dari keterangan para pihak yang nantinya akan dijadikan sebuah akta otentik oleh pejabat yang berwenang yakni Notaris.

Penyimpanan minuta akta Notaris yang disebabkan oleh terjadinya force majeur bukan mutlak dari kesalahan Notaris melainkan diluar kuasa dugaan manusia sehingga dalam hal ini Notaris tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban terhadap minuta akta yang hilang atau rusak ini. Mengakomodir hal ini prinsip tanggung jawab bukanlah hal yang menyebabkan Notaris dapat diberikan sanksi. Keadaan force majeure ini membuat Notaris dibebaskan dari akibat hukum akan tetapi melihat Pasal 1245 KUH Per menentukan bahwa “Tidak ada penggantian biaya, kerugian dan bunga bila karena keadaan memaksa atau karena hal yang terjadi secara kebetulan”. Meskipun penjelasan tersebut sah menurut hukum tetapi Notaris dalam hal ini wajib bertanggung jawab menjaga penyimpanan minuta akta. 15

Sebenarnya menjaga minuta akta dari kemungkinan terjadinya hilang atau rusak dapat diminimalisir dengan adanya sistem berbasis digital elektornik. Sistem ini dapat disebut Cyber Notary yang merupakan pemenuhan di era globalisasi saat ini, akan tetapi di Indonesia sistem ini belum dapat dipergunakan semestinya secara efektif karena dalam pelaksanaan peruntukan ini termuat kekosongan hukum terhadap pelaksanaan Cyber Notary. Penyimpanan minuta yang secara elektronik ini hanya dapat digunakan sebagai untuk mencadangkan (back-up) data-data serta bukan sebagai salinan yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat.16

Pasal 16 ayat (1) huruf m UU JNP menentukan bahwa “Kewajiban Notaris akta dihadapan penghadap dengan dihadiri oleh minimal 2 orang saksi atau 4 orang saksi khusus untuk membuat akta wasiat dibawah tangan dan ditandatanngani pada saat ini juga dihadapan penghadap, saksi dan Notaris”. Hal ini dapat diartikan Notaris, penghadap serta saksi wajib hadir secara fisik guna dapat menandatangani akta tersebut, kehadiran secara fisik atau hadir secara langsung dengan cara bertatap muka untuk dapat membacakan serta menandatanganinya setelah dibacakan, sehingga penjelasan tersebut akan mengurangi esensi pada Cyber Notary, UU JNP belum efisien memberikan penjelasan tentang implementasi terkait Cyber Notary di Indonesia.

Penjelasan UU JNP mengenai Cyber Notary hanya merujuk batas pada otentikasi transaksi elektronik dan belum menyangkut pada seluruh kewenangan dan kewajiban Notaris dalam menjalankan jabatannya. Tentang kearsipan jika merujuk pada Pasal 68 ayat (1) Undang-Undang No 43 tahun 2009 mengenai Kearsipan menentukan bahwa “Pencipta arsip dan/ Lembaga berbagai bentuk dan/ melakukan alih media meliputi media elektronik dan/ media lain”. Penjelasan ini sangat terbuka luas bagi Notaris

untuk dapat menyimpan minuta akta sebagai cadangan arsip secara elektronik walaupun sampai saat ini Notaris belum dapat menerapkannya.17

Notaris dalam menjalankan jabatannya selalu akan bertumpu pada UU JNP sehingga penyimpanan minuta akta secara elektronik belum dapat diakomodir dengan efektif hal ini karena UU JNP belum mengatur hal tersebut. Selain itu, penyimpanan minuta akta secara konvensional akan dapat mengeluarkan biaya karena penyimpanan minuta akta rentan akan kerusakan apabila disimpan dengan jangka waktu yang lama.

Guna dapat memberikan sebuah ide yang baru dalam penyimpanan minuta akta agar data terlindungi dari keadaan memaksa atau diluar kendali manusia (force majeure) yakni dengan membuat pengarsipan secara elektronik. UU JNP sebagai pengaturan dalam Jabatan Notaris belum mengatur mengenai penyimpanan minuta secara elektronik untuk mencegah adanya kehilangan atau kerusakan dalam penyimpanan minuta akta. Secara normatif, kekosongan norma ini harus dilakukan pembaharuan mengenai tata cara penyimpanan minuta akta secara elektronik sehingga perlu diperhatikan secara mengkhusus karena mengenai Force majeure tidak dapat diprediksi kapan hal ini akan terjadi.

Sebenarnya mengenai penyimpanan minuta akta secara elektronik tidak menggantikan penyimpanan minuta akta secara konvensional. Pengaturan mengenai ini seharusnya termuat dalam UU JNP yakni mengenai keabsahan sistem penyimpanan minuta akta secara elektornik, hal ini berguna supaya minuta akta yang disimpan secara elektronik nantinya memiliki kepastian hukum serta kekuatan yang sama dengan minuta akta yang disimpan secara konvensional. Demikian pencegahan apabila terjadinya Force majeure dapat ditanggulangi dengan candangan dari sistem penyimpanan minuta akta secara elektronik dari kehilangan ataupun adanya kerusakan pada minuta akta.18

Kerahasiaan identitas penghadap serta isi dari akta dengan menggunakan sistem elektronik guna menyimpan minuta akta harus tetatp terjaga dengan menggunakan sistem yang terintegrasi secara elektronik. Pemerintahan berwenang untuk mengatur penyimpanan minuta akta yang bersifat rahasia ini tetap berada pada pengawasan pemerintah agar dapat mengindari kejahatan-kejahatan siber di dunia maya. Hal ini dapat terlaksanakan apabila UU JNP sebagai pengaturan hukum utama mengenai Jabatan Notaris dapat memuat aturan sistem digital minuta akta elektronik yang terintegrasi guna mengisi kekosongan hukum pada UU JNP dan dapat memberikan keabsahan hukum kepada seluruh masyarakat mengenai pemanfaatan penyimpanan minuta akta secara elektronik sebagai cadangan data saat keadaan memaksa atau force majeure.

UU JNP diharapkan dapat mengakomodir penyimpanan minuta akta secara digitalisasi elektronik guna memperkuat dan menjaga kedudukan keabsahan penyimpanan minuta akta guna sebagai cadangan data secara elektronik serta dalam

pembuktiannya tidak lagi diperlukan untuk menunjukkan kebenarannya.19 Notaris dalam menjalankan jabatannya lebih aman serta efisien dari segi waktu dan tidak lagi melaporkan kerusakan atau kehilangan akta tersebut kepihak yang berwenang akibat dari force majeure.

Pemberian kepastian hukum dalam pengaturan ini selain memberikan keamanan dan perlindungan untuk penghadap tetapi juga memberikan perlindungan kepada Notaris, Notaris juga akan aman dari masalah-masalah sengketa mengenai akta otentik ini. Cyber Notary sangat memberi maanfat yang baik dalam memberikan candangan (backup) penyimpanan minuta akta secara digitalisasi elektronik.

  • 4.    Kesimpulan

UU JNP tidak mengatur secara mengkhusus terkait dengan penyimpanan minuta akta secara elektronik yang menyebabkan kekosongan norma. Hal ini disebabkan oleh tidak ada pengaturan mengenai kerusakan atau kehilangan pada penyimpanan minuta akta oleh Notaris yang merupakan sebuah kewajiban dalam menjalankan jabatannya. Dalam penjagaan penyimpanan minuta akta secara yuridis tidak dituangkan pada UU JNP dan hanya menyebutkan bahwa penyimpanan tersebut merupakan bagian dari protokol Notaris. Force majeure merupakan keadaan yang tidak dapat diprediksi oleh manusia apa lagi adanya bencana alam. Penyimpanan minuta akta yang dapat menyebabkan terjadinya kerusakan atau kehilangan minuta akta, Notaris tetap harus bertanggung jawab terhadap kerusakan atau kehilangan minuta akta walaupun dalam UU JNP serta peraturan perundang-undangan lainnya belum dapat mengakomodir mengenai penyelesaian serta peran dalam mengatasi minuta akta yang rusak dan hilang. Urgensi pembaharuan untuk penyimpanan minuta akta dan data tetap terlindungi dari keadaan memaksa atau diluar kendali manusia (force majeure) yakni dengan membuat pengarsipan secara elektronik dengan konsep Cyber Notary.

Daftar Pustaka

Buku

Efendi, J., Ibrahim, J. (2018). Metode Penelitian Hukum: Normatif Dan Empiris. Jakarta: Prenada Media.

H. S., Salim. (2018). Peraturan Jabatan Notaris. Cetakan Ke-1. Jakarta: Sinar Grafika.

Jurnal

Arifaid, P. (2017). “Tanggung Jawab Hukum Notaris Terhadap Akta In Originali”. Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan, 5(3).

Asauw, C. (2015). “Tinjauan Yuridis Tentang Kekuatan Mengikat Suatu Akta Notaris”. Lex Privatum, 3(1).

Fitriyeni, C. E. (2012). “Tanggung Jawab Notaris Terhadap Penyimpanan Minuta Akta Sebagai Bagian Dari Protokol Notaris”. Kanun Jurnal Ilmu Hukum, 14(3).

Fitriasari, R. E. N. (2022). “Peran Jabatan Notaris Dalam Penyimpanan Protokol Notaris Yang Disimpan Dalam Bentuk Elektronik Arsip”. Jurnal Hukum dan Kenotariatan, 6(2).

Heriawanto, B. K. (2018). “Kewajiban Menyimpan Protokol Notaris dan Akibat Hukumnya Menurut Hukum Positif Indonesia”. Arena Hukum, 11(1).

Karuniawan, H. A., & Budhivaya, I. A. (2018). “Keabsahan Pemberian Barcode Pada Minuta Akta Dan Salinan Akta Notaris”. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 4(2).

Kuswanto, M. R., & Purwadi, H. (2017). “Urgensi Penyimpanan Protokol Notaris dalam Bentuk Elektronik dan Kepastian Hukumnya di Indonesia”. Jurnal Repertorium, 4(2).

Mulia, J., Rahmi, E., & Nuriyatman, E. (2022). “Protokol Notaris Sebagai Arsip Vital Negara Dalam Perspektif Perundang-Undangan Di Indonesia”. Mendapo: Journal of Administrative Law, 3(3).

Nisa, N. Z. (2020). “Aspek Legalitas Penyimpanan Minuta Akta Notaris Secara Elektronik”. Jurnal Civic Hukum, 5(2).

Novelin, T., & Sarjana, I. M. (2021). “Peran Notaris Dalam Penentuan Pembubuhan Sidik Jari Penghadap Dalam Minuta Akta”. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(2).

Syamsir, S., & Yetniwati, Y. (2019). “Prospek Cyber Notary Sebagai Media

Penyimpanan Pendukung Menuju Profesionalisme Notaris”. Recital Review, 1(2).

Setiadewi, K., & Wijaya, I. M. H. (2020). “Legalitas Akta Notaris Berbasis Cyber Notary Sebagai Akta Otentik”. Jurnal Komunikasi Hukum (JKH), 6(1).

Panjaitan, M. M. (2017). “Analisis Yuridis Tanggung Jawab Notaris Dalam Membuat dan Menyimpan Minuta Akta”. Premise Law Journal.

Putra, I. K. Y. T. (2021). “Perlindungan Hukum Notaris Terkait Hilang dan Rusaknya Minuta Akta Akibat Keadaan Memaksa”. DE LEGA LATA: Jurnal Ilmu Hukum, 6(2).

Tjukup, I. K., Layang, I. W. B. S., Nyoman, A. M., Markeling, I. K., Dananjaya, N. S., Putra, I. P. R. A., & Tribuana, P. A. R. (2016). “Akta Notaris (Akta Otentik) Sebagai Alat Bukti Dalam Peristiwa Hukum Perdata”. Acta Comitas, 2.

Trisnomurti, R. (2017). “Tugas dan Fungsi Majelis Pengawas Daerah Dalam Menyelenggarakan Pengawasan, Pemeriksaan, dan Penjatuhan Sanksi Terhadap Notaris”. NOTARIIL Jurnal Kenotariatan, 2(2).

Winarno, D. P. (2015). “Konsekuensi Yuridis Salinan Akta Notaris Yang Tidak Sama Bunyinya Dengan Minuta Akta Terhadap Keabsahan Perjanjian”. Arena Hukum, 8(3).

Peraturan Perundang-undangan

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris.

Undang-Undang Nomor 43 tahun 2009 tentang Kearsipan.

93