Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Pengaturan Penggunaan Frasa Menghadap Dan Berhadapan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Firhan Umar Bagazi1, I Gede Artha2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected] 2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 3 Desember 2022

Diterima : 4 April 2023

Terbit : 25 April 2023

Keywords :

Legal Arrangement, Phrase Facing, Notarial

Deed; Copyrights


Kata kunci:

Pengaturan Hukum, Frasa Menghadap, Akta Notaris

Corresponding Author:

Firhan Umar Bagazi, Email:

[email protected]

DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i0

1.p9


Abstract

The writing of this article aims for reveal and analyze the arrangement of the phrase facing and dealing in legislation, especially the Notarian Law and which phrase is more appropriate to use in the case of making an authentic deed by a notary. This article discusses legal issues, namely empty norms using normative legal research methods as well as statute and conceptual approaches, the legal source materials in this article come from fundamental, second to third legal materials. This study reflect that there are no rules governing the use of the phrase facing or facing in the making of a notary deed, in the regulation and definition of the UUJN (P) there is zero definition regarding the use of the phrase. This phrase is very important because each phrase places the notary in a different position where in the opposite phrase the notary is assumed to be able to face each other not within his area of office, while the phrase facing indicates that the notary is passive in that it is the appearers who come to meet the notary in the area of his office. So that clarity regarding the use of this phrase is very necessary considering the role of the notary who must be passive and the arrangement of this phrase can also protect the notary from possible involvement or problems in the deed he made.

Abstrak

Penulisan artikel ini bertujuan untuk mengetahui serta menganalisa mengenai pengaturan frasa menghadap dan berhadapan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan terutama Undang – Undang Jabatan Notaris serta frasa mana yang lebih tepat digunakan dalam hal pembuatan akta otentik oleh notaris. Artikel ini membahas mengenai permasalahan hukum yaitu norma kosong dengan menggunakan metpde penelitian hukum normatif serta pendekatan perUUan dan konseptual, sumber bahan hukum dalam artikel ini bersumber dari bahan hukum primer, sekunder hingga tersier. Hasil penelitian ini menjelaskan tidak adanya aturan yang mengatur mengenai penggunaan frasa menghadap atau berhadapan dalam pembuatan akta notaris, dalam ketentuan UUJN(P) pun tidak diatur tentang penggunaan frasa tersebut. Frasa tersebut sangatlah penting karena masing masing frasa menempatkan

notaris dalam posisi yang berbeda yang dimana dalam frasa berhadapan maka notaris diasumsikan dapat berhadapan tidak dalam wilayah jabatannya, sedangkan frasa menghadap menandakan bahwa notaris bersikap pasif yang dimana para penghadaplah yang datang menemui notaris pada wilayah jabatannya tersebut. Sehingga kejelasan mengenai penggunaan frasa ini sangat perlu adanya mengingat peran notaris yang harus bersifat pasif dan pengaturan frasa ini juga dapat melindungi notaris dari kemungkinan keterlubatan atau permasalahan dalam akta yang dibuatnya.

  • I.    Pendahuluan

Notaris ialah suatu jabatan yang memiliki otoritas dalam membuat dan merumuskan suatu alat bukti yang disebut dengan akta otentik. Definisi tersebut dibuktikan dalam ketentuan Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang – Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris tepatnya pada Pasal 1 dan Pasal 15 ayat (1) . Hal ini yang membuat mengenai akta otentik bertalian dengan notaris. Segala hal mengenai akta otentik merupakan kewenangan notaris.1 Lubbers berpendapat bahwa Notaris tidak sebatas mencatat kedalam bentuk akta melainkan menjaga fungsi dan makna akta tersebut.2

Negara Indonesia kedudukan notaris terdapat pada UU No 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disingkat UUJN-P). Definisi notaris tercantum pada Pasal 1 angka 1 UUJN-P, mengatur “Notaris adalah pejabat umum yang berwenang untuk membuat akta autentik dan memiliki kewenangan lainnya sebagaimana dimaksud dalam undang-undang ini atau berdasarkan undang-undang lainnya”.

Pengertian akta diatur pada Pasal 1867 KUHPerdata, mengatur: “Pembuktian dengan tulisan dilakukan dengan tulisan-tulisan otentik maupun dengan tulisan-tulisan dibawah tangan.”Pengertian akta otentik diatur pada Pasal 1868 KUHPerdata mengatur “Suatu akta otentik ialah suatu akta yang didalam bentuk yang ditentukan oleh undang-undang, dibuat oleh atau dihadapan pegawai-pegawai umum yang bekuasa untuk itu di tempat di mana akta dibuatnya” sedangkan Pasal 1 angka 7 UUJN-P menentukan “akta notaris yang selanjutnya disebut akta adalah akta autentik yang dibuat oleh atau dihadapan notaris menurut bentuk dan tata cara yang ditetapkan dalam undang-undang ini.” Sudikno Mertokusumo berpendapat, akta yaitu: “surat sebagai alat bukti yang diberi tanda tangan, yang memuat peristiwa- peristiwa yang menjadi dasar daripada suatu hak atau perikatan, yang dibuat sejak semula dengan sengaja untuk pembuktian.”3

Notaris mengacu pada etimologi kata bersumber dari yunani kuno yaitu notarius. Notarius memiliki pengertian sebagai seseorang yang memiliki pekerjaan menulis pada

jaman kerajaan yunani kuno.3 Notarius bertugas untuk mencatat hasil rapat penting kepada kaisar yang dimana orang yang disebut notarius merupakan orang yang sangat dipercaya atau merupakan jabatan kepercayaan.4 Selain itu notaris sendiri mengacu pada aturan Pasal 1 angka 1 UUJN(P) merupakan “pejabat umum yang memiliki kewenangan dalam membuat akta otentik serta kewenangan lainnya”.5 Notaris juga profesi yang mulia6 yang mana hal ini notaris merupakan perwakilan negara dalam bidang hukum keperdataan.7

Jika dilihat dari hal tersebut tentu kewenangan yang diperoleh oleh notaris merupakan kewenangan yang bersifat atributif yang dimana kewenangan atributif tersebut merupakan kewenangan turunan dari undang – undang secara langsung. Hal ini menyebabkan segala tindakan notaris harus selaras dengan ketentuan ketentuan hukum yang mengatur mengenai hal tersebut. Dengan mengikuti peraturan tersebut maka notaris akan mendapatkan perlindungan hukum apabila terjadi suatu tindakan mengkriminalisasi jabatan notaris.

Secara normatif notaris diwajibkan untuk bersikap pasif dalam perumusan akta yang akan dibuatnya. Hal ini merupakan suatu Legal Protection bagi notaris sehingga kemungkinan terlibat permasalahan hukum yang mungkin timbul semakin kecil atau terlindungi dari upaya upaya dalam melakukan kriminalisasi terhadap jabatan notaris.

Notaris wajib bertindak amanah, saksama, jujur, bersifat menengah (netral) kepada para penghadap dalam membentuk akta otentik. Jika notaris berpihak pada salah satu penghadap terlihat jelas pada klausul hak dan kewajiban yang tertulis pada akta otentik dibuatnya memberikan keuntungan pada pihak satu dan merugikan pihak lainnya. Adapun keotentikan akta notaris yang berpihak pada salah satu pihak menyebabkan akta menjadi dibawah tangan atau sering disebu terdegradasi, sehingga akta notaris bisa digugat pembatalannya ke pengadilan negeri oleh pengadap yang merasakan kerugian.

Akta notaris merupakan akta yang bersifat otentik yang memiliki pengertian bahwa akta hasil seorang notaris dapat dikategorikan sebagai suatu alat bukti yang sempurna. Maksud dari kata sempurna tersebut adalah akta notaris tidak memerlukan alat bukti

lainnya dalam membuktikan suatu peristiwa hukum yang dituangkan kedalam akta otentik. Keontetikan tersebut tetap terjaga sampai dibuktikan sebaliknya.8

Akta otentik notaris sendiri terdiri dari beberapa bagian. Pengaturan tersebut dimuat dalam ketentuan Pasal 38 Ayat(1) hingga Ayat (4) UUJNP yang mana terdiri dari :

  • a.    Kepala Akta :

Kepala akta memuat beberapa bagian yang terdapat dalam hal ini seperti :

  • -    Yang pertama adalah judul dari pada akta yang dibuat;

  • -    Kemudian nomor dari pada akta tersebut;

  • -    Jam, Hari, Tanggal, Bulan dan Tahun dari pada akta tersebut; dan

  • -    Nama beserta dengan kedudukan dari pada notaris yang membuat akta tersebut.

  • b.    Badan Akta :

Badan Akta sendiri memuat beberapa hal terkait dengan isi Akta tersebut seperti :

  • -    Identitas dari pada para penghadap atau orang yang diwakili oleh penghadap tersebut seperti : nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, kewarganegaraan, pekerjaan, jabatan , kedudukan, serta tempat tinggal;

  • -    Legal Standing dari subjek akta;

  • -    Selain itu badan akta memuat isi dari pada akta yang dibuat tersebut yang mana hal ini berkaitan dengan kehendak dari penghadap; dan

  • -    Mengenai identitas saksi pengenal juga dalam badan akta diterangkan sama seperti identitas para penghadap.

  • c.    Akhir Akta :

  • -    Dalam hal ini yang dimuat adalah uraian dibacakannya Akta atau tidak oleh Notaris;

  • -    Selain itu dimuat juga mengenai penandatanganan Akta serta tempat penandatanganan tersebut dan juga penerjamahan Akta apabila ada;

  • -    Identitas dari para saksi intrumenter;

  • -    Penjelasan mengenai ada atau tidaknya perubahan terhadap Akta tersebut.

Dalam praktek kenotariatan terdapat frasa yang digunakan dalam suatu akta otentik yaitu berhadapan dan menghadap. Mengenai frasa tersebut tidak ada pengaturan atau ditentukan dalam peraturan perundang undangan sehingga frasa ini acap kali digunakan oleh notaris. Namun mengingat kewajiban notaris yang harus bersikap pasif maka frasa frasa tersebut sangatlah berpengaruh karena menempatkan notaris pada posisi aktif dan pasif pada setiap frasa yang digunakan. Hal ini bertalian dengan perlindungan terhadap jabatan notaris itu sendiri.

Kekosongan hukum ini yang menyebabkan terjadinya ketidakpastian hukum terhadap pengggunaan frasa tersebut dalam akta otentik notaris. Hal ini berdampak pula pada jabatan notaris yang mana timbul ketidakpastian dalam praktek pembuatan akta notaris serta perlindungan hukum notaris. Sehingga apabila mengenai kekosongan ini tidak ditindak lanjuti maka jabatan notaris dapat terancam dan kemungkinan untuk kriminalisasi jabatan notaris semakin besar.

Berdasarkan pada uraian diatas, penulis dapat menarik dua rumusan masalah yang dapat di teliti dalam artikel ini yaitu :

  • 1)    Bagaimana pengaturan penggunaan frasa menghadap dan berhadapan dalam pembuatan akta notaris?

  • 2)    Bagaimana tanggung jawab notaris terhadap penggunaan frasa menghadap dan berhadapan dalam praktik jabatan notaris?

Tujuan dari penulisan artikel ini yakni untuk lebih memahami mengenai frasa berhadapan dan menghadap, bagaimana perbedaan serta mana yang lebih baik digunakan dalam suatu akta notaris mengingat belum ada aturan yang mengatur mengenai penggunaan frasa tersebut sehingga terjadi kekosongan hukum yang membuat dalam praktik kenotariatan terdapat penggunaan frasa yang berbeda – beda yang justru memiliki efek yang berbeda beda bagi notaris dan juga untuk mengetahui pertanggungjawaban notaris terkait penggunaan frasa tersebut dalam akta otentik notaris.

Orisinalitas penulisan artikel ini tertutju pada salah satu isu hukum yaitu kekosongan norma terhadap penggunaan frasa berhadapan dan menghadap pada Akta notaris yang mana mengenai penggunaan salah satu frasa tersebut dalam akta notaris memilik makna yang berbeda sedangkan dalam praktek kenotariatan menimbulkan ketidakpastian hukum terhadap frasa apa yang digunakan. Berbeda dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Gde Kosika Yasa tahun 2022 berjudul “Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang – Undang Jabatan Notaris”.9 Penelitian tersebut terfokus pada kedudukan premisse akta dalam UUJN yang mana penelitian tersebut membahas kedudukan premisse akta saja tidak melanjutkan dengan kedudukan bentuk dari premisse akta seperti frasa yang digunakan dalam premisse akta dan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Yogha Octhanio Pratama tentang “Makna Berhadapan Dengan Notaris Pada Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Yang Diselenggarakan Secara Elektronik Dalam Perspektif Peraturan Perundang – Undangan”10 yang mana dalam penelitian ini lebih menekankan mengenai frasa berhadapan dan terfokus pada penggunaaan frasa tersebut dalam suatu Akta yang spesifik yaitu Akta Risalah RUPS secara elektronik. Berdasarkan hal tersebut penulis mencoba mengangkat permasalahan untuk diteliti dan dikaji dengan judul “Pengaturan Mengenai Frasa Menghadap Dan Berhadapan Dalam Pembuatan Akta Notaris”

  • 2.    Metode Penelitian

Normative Legal Research digunakan dalam Penyusunan artikel ini demi mencapai jawaban yang disusun yang dimana terdapat suatu permasalahan hukum yaitu adanya kekosongan norma terhadap penggunaan frasa berhadapan dengan menghadap. Penelitian hukum normatif dikenal pula dengan nama penelitian hukum doktrinal,11 karena hanya bertalian dengan written law12 yang kemudian di teruskan dengan pendekatan: Statute Approach. Data yang digunakan dalam metode penelitian hukum normatif pada penelitian ini adalah data primer seperti KUHPerdata, UUJN(P) serta Kode etik, bahan hukum sekunder yang meliputi bahan bahan hukum maupun non hukum seperti jurnal mengenai kenotariatan, serta bahan hukum tersier yakni artikel yang bersumber dari situs situs resmi terkait kenotariatan.

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1    Pengaturan Penggunaan Frasa Menghadap dan Berhadapan Dalam Pembuatan Akta Notaris

Dilihat dari segi definisi masing masing frasa baik berhadapan maupun menghadap memiliki makna yang hampir sama yang dimana berhadapan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia13 memiliki makna: (1)bermuka; (2)bertentangan; (3)bertemu muka; (4)berdekatan dan tentang-menentang dan (4)bertanding sedangkan menghadap memiliki makna (1)menaruh ke; (2)datang bertamu dengan; (3)datang menjumpai dan (4)datang ke kantor perbedaan keduanya terletak pada kedudukan masing masing pihak. Pengertian dari frasa berhadapan dan menghadap menurut KBBI tersebut sudah mendeskripsikan secara kasar mengenai dampak dari penggunaan frasa tersebut dalam akta otentik notaris.

Berhadapan menempatkan kedudukan kedua belah pihak saling aktif dalam melakukan sesuatu sedangkan menghadap menempatkan posisi pihak satu sebagai pihak yang pasif kemudian satu lagi pada posisi yang aktif. Dalam frasa menghadap terhadap proses pembuatan akta notaris menempatkan posisi notaris di posisi yang netral selaras dengan ketentuan UUJN Pasal 16 Ayat (1) huruf a yang mengatur :

“Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib : a. bertindak amanah, jujur, saksama, mandiri, tidak berpihak, dan menjaga kepentingan pihak yang terkait dalam perbuatan hukum.”

Penjelasan Pasal ini menerangkan bahwa notaris wajib untuk bersikap imparsial pada salah satu penghadap atau dengan kata lain notaris wajib untuk bersikap netral. Sedangkan dalam ketentuan UUJNP hingga kode etik mengenai penggunaan frasa tersebut tidak diatur sehingga dalam praktek kenotariatan sering ditemukan penggunaan frasa yang berbeda. Kekosongan ini merupakan suatu hal yang krusial dimana notaris tidak memiliki batasan dalam penggunaan frasa tersebut yang justru

membuat jabatan notaris menimbulkan kemungkinan yang besar dapat dikriminalisasi oleh oknum – oknum melalui celah kekosongan hukum tersebut.

Menurut Gustav Radbruch14 hukum harus memenuhi tiga unsur yaitu kepastian keadilan serta kemanfaatan, hal ini sejalan dengan pemikiran dari Lawrence M. Friedman yang menjelaskan bahwasanya hukum membutuhkan kepastian, dan ciri utama hukum adalah keadilan dan kemanfaatan. Suatu ketidakadilan tidak dapat dikatakan sebagai hukum dan ujung dari pencarian keadilan hanya melalui pengadilan. Hukum pun harus bermanfaat bagi manusia, hukum yang tidak memiliki kemanfaatan maka tidak dapat disebut sebagai hukum melainkan suatu beban yang merugikan.15 Menurut Achmad Ali tujuan hukum dapat dikategorikan sebagai berikut:

  • A.    Aliran etis

Aliran ini menyimpulkan asas tujuan hukum guna mencapai keadilan

  • B.    Aliran utilitis

Aliran ulitis melogikakan asas tujuan hukum ialah demi terciptanya kemanfaatan

  • C.    Aliran juridis

Aliran ini berkesimpulan tujuan hukum pada dasarnya adalah untuk menciptakan kepastian.

Selain itu menurut Grand Westen Theory tujuan hukum dibagi dalam beberapa bagian berikut :

  • a.    Teori Barat :

  • 1.    Teori klasik :

  • -    Teori etis yaitu hukum bertujuan demi terwujudnya justice.

  • -    Teori utilities yaitu hukum bertujuan demi terwujudnya utility

  • -    Teori legalistik yaitu hukum bertujuan demi mewujudkan legal certainty

  • 2.    Teori modern :

  • -    Teori prioritas baku yang menyatakan tujuan hukum ialah keadilan, kemanfaatan dan kepastian

  • -    Teori prioritas kasuistik yaitu tujuan hukum secara hierarkis yaitu keadilan-kemanfaatan-kepastian hukum, yang mana urutan tersebut tidak dapat diubah – ubah, harus sesuai dengan urutannya masing masing secara proporsional sesuai dengan kasus atau permasalahan yang akan dihadapi atau ingin dipecahkan

  • b.    Teori Tujuan Hukum Timur, yang mana secara general menegaskan suatu kerharmonisasian merupakan keadilan, serta keharmonisasian merupakan suatu kedamaian.

sehingga dengan adanya kekosongan norma terhadap penggunaan frasa tersebut menimbulkan ketidakpastiaan dalam sistem hukum yang dalam hal ini menyangkut bidang kenotariatan. Hal ini yang kemudian menimbulkan penerapan yang berbeda terhadap notaris yang satu dengan yang lainnya. Jika melihat ketentuan UUDNRI 1945 tepatnya pada Pasal 1 Ayat (3) yaitu “indonesia merupakan negara hukum” oleh

karenanya segala hal yang hendak dilakukan harus berdasarkan dengan hukum yang berlaku begitu juga dengan pembuatan akta oleh notaris yang harus mengikuti ketentuan hukum berupa UUJN serta Kode Etik Notaris.

Namun apabila dalam ketentuan tersebut justru tidak diatur maka hal inilah yang akan menimbulkan permasalahan serta kemungkinan terjadinya kriminalisasi terhadap jabatan notaris. Penggunaan frasa berhadapan dalam pembuatan akta notaris memang tidak diatur boleh atau tidaknya dalam peraturan perundang – undangan, baik UUJN hingga Kode Etik. Namun penggunaan frasa berhadapan justru menimbulkan celah hukum bagi pihak pihak yang ingin mengkriminalisasi jabatan notaris.

Hal ini dikarenakan posisi notaris yang semula bersifat pasif hanya dengan penggunaan frasa ini berubah menjadi aktif yang mana hal tersebut menyalahi UUJN yang merupakan sebuah bentuk pelanggaran terhadap jabatan notaris. Selain itu praktek penggunaan frasa berhadapan dapat juga dijadikan celah bagi oknum notaris yang ingin mencari klien sebanyak – banyaknya. Hal ini dapat terjadi dikarenakan notaris bersifat aktif dengan penggunaan frasa berhadapan dapat menemui para penghadap dimana saja, yang mana seperti yang kita ketahui dalam ketentuan UUJN(P) Pasal 17 Ayat (1) mengenai larangan bagi notaris yang secara eksplisit menjelaskan bahwa notaris memiliki kewajiban untuk melangsungkan pembuatan akta di kantor notaris tersebut.

Dengan penggunaan frasa ini menyebabkan notaris dapat melangsungkan akta dimanapun yang dikehendaki oleh para penghadap yang mana hal ini merupakan suatu bentuk pelanggaran. Kekosongan ini menimbulkan ketidakpastian dalam pelaksaan jabatan notaris itu sendiri. Dan apabila hal ini berlanjut maka tidak menutup kemungkinan terjadinya penyalahgunaan kewenangan notaris sendiri sebagaimana yang kita ketahui bahwa jabatan notaris merupakan perwakilan negara dalam mengatasi permasalahan di bidang kenotariatan. Sehingga apabila ketidakpastian ini tidak ditangani maka akan menimbulkan ketidak percayaan serta pencorengan nama baik jabatan notaris itu sendiri.

  • 3.2    Tanggung jawab notaris terhadap penggunaan frasa menghadap dan berhadapan dalam praktik jabatan notaris

Tanggung jawab notaris diatur dalam ketentuan peraturan perUUan yaitu UUJN(P) dan KUHPer. Selain itu jabatan notaris harus berpedoman terhadap Kode Etik Notaris yang dimana notaris diwajibkan untuk memiliki moral serta integritas tinggi dalam menjaga marwah jabatan notaris.16 Menurut Nico terdapat 4 (empat) jenis tanggung jawab notaris yaitu :17

  • a.    Tanggung jawab dari sisi keperdataan terhadap kebenaran materiil dalam aktanya;

  • b.    Tanggung jawab pidana bertalian dengan kebenaran materiil yang dimuat dalam akta;

  • c.    Tanggung jawab mengacu pada PJN;

  • d.    Tanggung jawab mengacu pada KEN dalam hal melangsungkan fungsi notaris.

Notaris merupakan perwakilan negara yang dimana tindak tanduk notaris mewakili kekuasaan negara dalam bidang kenotariatan sehingga notaris harus memiliki integritas, wibawa dan moral yang baik. Dampak dari tanggungjawab notaris tersebut mewajibkan notaris untuk menjamin kepastian hukum terhadap segala hal menjalankan praktik jabatannya. notaris memiliki tanggungjawab untuk menjamin kebenaran materiil18 dalam perspektif kebenaran formil dalam suatu akta yang dibuatnya, selain itu notaris berkewajiban bersifat imparsial atau tidak berkepihak pada satu sisi terkait pembuatan akta. Notaris juga dituntut untuk bersikap pasif sehingga apabila kelak dikemudian hari terjadi permasalahan antara penghadap maka notaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas sengketa atau permasalahan hukum yang terjadi antara para penghadap. Namun dengan penggunaan frasa berhadapan pada frasa akta notaris akan menempatkan notaris pada posisi aktif sehingga apabila terjadi suatu permasalahan hukum notaris dapat turut serta menjadi tergugat. Walaupun frasa berhadapan dapat mempermudah notaris dalam menjalankan pembuatan akta risalah rapat yang dilangsungkan secara online namun dalam ketentuan Penjelasan Pasal 16 Ayat (1) huruf m dijelaskan bahwa dalam pembuatan akta risalah rapat masih menuntut kehadiran fisik para penghadap.19 Sehingga penggunaan frasa tersebut dapat menimbulkan penyalahgunaan wewenang oleh notaris. Walaupun dalam ketentuan UUJN tidak diatur mengenai penggunaan frasa tersebut akan tetapi notaris memiliki kewajiban untuk bersikap pasif dan imparsial sehingga apabila hal tersebut dilanggar maka notaris dapat dikenakan sanksi dan kemungkinan terseret permasahalan hukum semakin besar. Namun apabila notaris dalam melangsungkan jabatannya menggunakan frasa menghadap maka hal ini merupakan bentuk perlindungan hukum bagi notaris, dimana notaris tidak dapat dikaitkan terhadap permasalahan yang timbul dalam akta yang dibuatnya dikarenakan notaris berada diposisi pasif dan imparsial.

  • 4.    Kesimpulan

Pengaturan mengenai penggunaan frasa berhadapan dan menghadap dalam akta notaris terdapat kekosongan pada ketentuan perUUan manapun. Sehingga hal ini menimbulkan ketidakpastian hukum dalam penggunaan frasa tersebut. Dalam praktiknya kedua frasa tersebut banyak digunakan dalam akta notaris namun pada kenyataannya frasa berhadapan merupakan frasa yang kurang tepat dalam suatu akta notaris, hal ini dikarenakan frasa ini menempatkan notaris dalam posisi aktif sehingga notaris dapat dimintai pertanggungjawaban apabila terjadi sengketa atau permasalahan

hukum atas dibuatnya akta tersebut. Dalam hal penanggungan Notaris terhadap penggunaan kedua frasa tersebut tentu saja tidak dapat bertanggungjawab terhadap permasalahan yang muncul akibat dari dibuatnya akta oleh notaris. Notaris hanya menjamin kebenaran materiil dalam perspektif kebenaran formiil akta yang dibuatnya. Notaris tidak dapat dikaitkan apabila terjadi suatu pemasalahan hukum antara penghadap. Jadi dapat disimpulkan penggunaan frasa menghadap lebih tepat dan memberikan perlindungan hukum bagi notaris walaupun tidak ada peraturan yang mengatur mengenai penggunaan kedua frasa tersebut.

Daftar Pustaka

Buku

Erar Joesoef, I., (2021). Hukum Perjanjian (Asas, Teori, & Praktik), Bandung: Citra Aditya Bakti.

Margono, H., (2019). Asas Keadilan, Kemanfaatan & Kepastian Hukum dalam Putusan Hakim, jakarta: Sinar Grafika.

Narsudin, U., (2022). QnA Substansi Notaris dan PPAT dalam Praktik, Makassar : Nas Media Pustaka.

Pria Dharsana, I.M., (2021). Notaris Dan Peluang Investasi Di Indonesia, Denpasar.

Purwati, A., (2020). Metode Penelitian Hukum Teori Dan Praktek, Surabaya: Jakad Media Publishing.

Shidqi Noer Salsa, (2020). Hukum Pengawasan Notaris Di Indonesia Dan Belanda, Jakarta: Kencana.

Jurnal

Agus Wijayanto, (2017), Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Notaris Dalam Menjalanakan Tugas Dan Fungsinya Sebagai Pejabat Umum Berdasarkan Undang Undang Nomor 2 Tahun 2014 Tentang Jabatan Notaris, Jurnal Akta Sultan Agung Islamic University, 4(4). DOI http://dx.doi.org/10.30659/akta.v4i4.2620.

Betty Ivana Prasetyawati, Paramita Prananingtyas, (2022), Peran Kode Etik Notaris Dalam Membangun Integritas Notaris Di Era 4.0, NOTARIUS, 15(1) DOIhttps://doi.org/10.14710/nts.v15i1.46043.

Brillian Pratama, Happy Warsito, Herman Adriansyah, (2022), Prinsip Kehati-hatian Dalam membuat Akta Oleh Notaris, , Repertorium : Jurnal Ilmiah Hukum Kenotariatan, 11(1) DOI http://dx.doi.org/10.28946/rpt.v11i1.1640.

Depri Liber Sonata, (2019), Metode Penelitian Hukum Normatif Dan Empiris: Karakteristik Khas Dari Metode Meneliti Hukum, Jurnal ilmu hukum, 1

(19).

Finanto Valentino & Cokorda Dalem Dahana, (2022), Pencegahan Dan Perlindungan Hukum Terhadap Kriminalisasi Jabatan Notaris, , Jurnal Acta Comitas: Jurnal Hukum               Kenotariatan,               7(2),               DOI

https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i02.p13.

Kosika Yasa, G., & Aditya Pramana Putra, M., (2022),Kedudukan Premisse Akta Dalam Undang – Undang Jabatan Notaris, Jurnal Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan, 7(2), DOI https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i02.p9.

Muslih, M., (2013), Negara Hukum Indonesia Dalam Perspektif Teori Hukum Gustav Radbruch (Tiga Nilai Dasar Hukum), Legalitas, 4(1) Doi http://dx.doi.org/10.33087/legalitas.v4i1.117.

Satria Wibawa, P.G., Yogantara S, P., (2021), Keautentikan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Secara Elektronik Dalam Perspektif Cyber Notary, Jurnal Acta Comitas:   Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(3), Doi

https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p13.

Yogha Octhanio Pratama, Yetniwati, Dwi Suryhartati, (2022), Makna Berhadapan Dengan Notaris Pada Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham Yang Diselenggarakan Secara Elektronik Dalam Perspektif Peraturan Perundang – Undangan,              Jurnal       Selondang       Mayang,       8(2)

DOIhttps://doi.org/10.47521/selodangmayang.v8i2.252.

Tesis

Ari Arfinanto. (2019). Fungsi Notaris Dalam Memberikan Legalisasi Atas Akta Di Bawah Tangan. Islam Indonesia University

Reihan, Sigid Riyanto. (2015). Tanggung Jawab Notaris Dalam Menjamin Kebenaran Formal Dan Materiil Partij Acte. Gadjah Mada University

Peraturan Perundang-Undangan

Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Kitab Undang – Undang Hukum Perdata

Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014

Kode Etik Notaris

119