Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas


Penerapan Tata Cara Pendaftaran Tanah di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021

Putu Reza Aditya Tirandika1, Made Gde Subha Karma Resen2


1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]


Info Artikel

Masuk : 19 Oktober 2022 Diterima : 4 April 2023 Terbit : 25 April 2023


Keywords :

Land Registration;

Management Rights; Land

Rights


Kata kunci:

Registrasi Lahan; Hak Pengelolaan; Hak Lahan


Corresponding Author: Putu Reza Aditya Tirandika, E-mail:

[email protected]


DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i01.p3


Abstract

The purpose of this study is to find and analyze the legal system governing land registration with respect to administrative power, land rights, housing units and land registration under Decree No. 18 of 2021 and to identify Decree No. 24 of 1997. to analyze. Identifying the legal impact of the administrative power, land rights, housing units and land registry on land registration by Decree No. 18 of 2021 and amendments to Decree No. 24 of 1997 after the enforcement of Decree No. 18 of 1997 and analysis effective 2021. This study is a normative legal study. The method used in this study is normative juridical with research specifications is descriptive analytical and data collection techniques using literature study with qualitative data analysis methods. To conclude, based on the findings of the investigation, that the Decree which is the legal basis for Decree No. 18 of 2021 on Land Rights, Housing and Management of Land Registry Units is still being implemented without government intervention. I can. Statutes that are canceled in advance. Decree No. 24 of 1997 on Land Registry. This differs in the notice period between the two decrees.

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa tentang Pengaturan pendaftaran tanah tang didasarkan pada PP Nomor 18/2021 terkait Hak Pengelolaan, ha katas tanah, Satuan Rusun (rumah susun), dan pendaftaran tanah, serta untuk melakukan analisa terkait dengan akibat hukum dari peraturan PP 24/1997. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normative dan deskriptif analitis dan Teknik pengumpulan data menggunakan studi kepustakaan dengan metode analisis data secara kualitatif. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa Peraturan yang menjadi landasan hukum yang masih berlaku bagi Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 terkait Hak Pengelolaan Hak Atas Tanah, Satuan Rusun (rumah susun) dan pendaftaran tanah yang masih dilaksanakan tanpa terlebih dahulu mencabut PP tentang pendaftaran tanah yang memiliki masa pengumuman berbeda antara kedua Peraturan Pemerintah tersebut.


  • I.    Pendahuluan

Tanah tidak dapat dipisahkan dari segala aktivitas manusia dan makhluk hidup lainnya. Tanah merupakan salah satu sumber aktivitas sekaligus tempat tinggal bagi manusia, khususnya bagi warga negara Indonesia dimana mayoritas warga negaranya masih mengandalkan tanah untuk kelangsungan hidupnya, seperti untuk lahan pertanian maupun perkebunan.1 Jaminan kepastian hukum terhadap pertanahan menjadi sangat penting. Aturan hukum yang lengkap dan mengikat tentang tanah dapat diterapkan kepada masyarakat, dimana hal ini diperlukan untuk memberikan kepastian hukum berkaitan dengan pertanahan dan pelaksanaan pendaftaran tanah. Adanya peraturan perundang-undangan tentang pertanahan tersebut ditujukan guna menjamin pemenuhan ha katas tanah dan menghindari konflik dalam pertanahan.2

Berdasarkan aturan hukum yang terdapat dalam Undang-Undang Dasar Negara Indonesia 1945 (selanjutnya disebut UUD 1945), negara merupakan pemegang kekuasaan penuh atas air, bumi, dan kekayaan alam yang terdapat di Indonesia. Negara berhak untuk mengelola dan mengambil keuntungan sebesar-besarnya, hal ini sesuai seperti yang tercantum pada Pasal 33 Ayat (3) UUD 1945.3 yang mengatur bahwa: “Bumi, air dan kekayaan alam yang termuat di dalamnya dikuasai oleh negara dan dimanfaatkan demi mencapai kesejahteraan rakyat”.

Berdasarkan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (disebut UU Pokok Agraria), tanah identik sebagai permukaan bumi.4 Tanah memiliki peranan yang cukup besar berkaitan dengan aktivitas manusia karena manusia dan tanah selalu memiliki hubungan langsung dengan alam. Tanah adalah modal bagi masyarakat di seluruh daerah di Indonesia maka dari itu tanah merupakan hal yang berhubungan erat dengan kehidupan manusia.5

Tujuan dibentuknya Undang-Undang Pokok Agraria adalah digunakan sebagai dasar aturan yang memberikan kepastian hukum dan mengatur tentang ha katas tanah untuk keseluruhan warga negara Indonesia. Terkait dengan pemberian kepastian hukum dan juga perlindungan ha katas tanah bagi warga Indonesia dapat dilakukan dengan didahului melakukan pendaftaran tanah yang diatur dalam Pasal 19 UU Pokok Agraria.6

Tanah merupakan bagian dari permukaan bumi yang berkaitan dengan ha katas tanah, untuk mendapatkan hak terhadap suatu bidang tanah diperlukan suatu pendaftaran tanah yang diatur dalam UU Pokok Agraria. Selanjutnya dalam penerapan hukum tentang tanah, perihal pendaftaran tanah juga diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia dilaksanakan oleh Badan Pertanahan Nasional. Aktivitas pertanahan mencakup pendaftaran tanah dan juga termasuk perawatan atas tanah yang dimilikinya tersebut.7

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, pendaftaran tanah yakni serangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh pemerintah secara berkesinambungan, serta pemberian tanda hak atas tanah yang sudah memiliki hak.8 Aturan dalam PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah. Namun diantara kedua peraturan tesebut masih saling berkesinambungan satu dan lainnya.9

Dalam pasal 26 ayat (1) PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dijelaskan bahwa:10

“Daftar isian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bidang atau bidang-bidang tanah yang bersangkutan sebagai hasil pengukuran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan selama 30 (tiga puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sistematik atau 60 (enam puluh) hari dalam pendaftaran tanah secara sporadik untuk memberi kesempatan kepada pihak yang berkepentingan mengajukan keberatan..”

Sementara itu, dalam Pasal 88 ayat (1) PP 18/2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah dijelaskan bahwa:11

“Pengumuman hasil pengumpulan data fisik dan data yuridis: a. dalam Pendaftaran Tanah secara sistematik dilakukan selama 14 (empat belas) hari kalender; b. dalam Pendaftaran Tanah secara sporadik selama 30 (tiga puluh) hari kalender.”

Proses pendaftaran ini tidak serta merta diatur oleh satu peraturan perundang-undangan, tetapi juga diatur oleh peraturan lainnya. Peraturan perundang-undangan seringkali simpang siur antara satu peraturan dengan peraturan lainnya. Hal ini disebabkan terdapat perbedaan cara perihal pendaftaran tanah dalam kaitannya dengan pengumuman pendaftaran tanah, seharusnya peraturan pemerintah tersebut dilaksanakan dengan baik, namun dalam prakteknya peraturan tersebut masih kurang diterapkan di lapangan. Sebagai konsekuensinya, untuk

mendapatkan kepastian hukum bagi warga negara, maka ditetapkanlah suatu aturan yakni Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentag Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, .Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Berdasarkan hal tersebut berikut peneliti akan melakukan analisa pembahasan secara mendalam mengenai “Penerapan Tata Cara Pendaftaran Tanah Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 Terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah.”

Pada penelitian ini akan dirumuskan beberapan rumusan masalah sebagai panduan dalam melakukan analisa permasalahan pada sub bab selanjutnya. Berikut rumusan masalah yang ada pada penelitian ini, yaitu:

  • a.    Bagaimana penerapan aturan hukum perihal tata cara pendaftaran tanah berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah?

  • b.    Bagaimana akibat hukum yang terjadi pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021?

Penelitian ini dilakukan untuk mencapai beberapa tujuan tertentu. Berikut akan uraiannya :

  • a.    Untuk menganalisa tentang penerapan aturan hukum perihal tata cara pendaftaran tanah berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan rumah susun, dan pendaftaran tanah;

  • b.    Untuk melakukan analisis akibat hukum yang terjadi pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.

Agar penelitian ini terlihat orisinalitasnya, berikut peneliti akan uraikan mengenai state of the art dari penelitian. Perbandingan pertama adalah berasal dari Jurnal yang ditulis oleh Seventina Monda Devita yang berjudul “Perkembangan Hak Pengelolaan Atas Tanah Sebelum Dan Sesudah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Hak Atas Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah.” Pada jurnal tersebut dilakukan pembahasan mengenai perkembangan hak pengelolaan atas lahan serta dibahas pula mengenai pengaturan hak pengelolaan lahan baik sebelum maupun sesudah adanya PP 18/2021. Pada bagian kesimpulan, disebutkan bahwa hak individual sangat dimungkinkan sekali untuk kemudian dilakukan pemberian hak pengelolaan lahan, namun dengan syarat tertentu yaitu tanah tersebut telah dilepaskan hak pemegang tanahnya. Lalu terdapat perbedaan pengaturan hak pengelolaan lahan antara sebelum adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 dengan setelah adanya peraturan tersebut, dimana pengaturan tentang hak pengelolaan lahan menjadi lebih detail daripada sebelumnya.12

Penelitian selanjutnya adalah sebuah jurnal yang ditulis oleh Bimo Kusumo Putro Indarto dengan judul jurnal adalah “Analisis Kontradiksi Hukum di Dalam PP

Nomor 18 Tahun 2021 Terhadap Teori Kepastian Hukum. “ Pada jurnal ini dibahas mengenai seluk beluk PP Nomor 18 Tahun 2021 dan dilihat dari sudut pandang kepastian hukum. Pada bagian kesimpulan didapati hasil akhir yaitu dalam isi pasal PP Nomor 18 Tahun 2021 tidak memiliki dasar pada UU Pokok Agraria, namun menurut peneliti seharusnya tetaplah merujuk pada UUPA, selain itu setelah dilakukan analisa lebih mendalam, isi pasa PP Nomor 18 Tahun 2021 saling kontradiktif antar isi pasalnya.13

Hal yang menjadikan beda antara penelitian ini dengan jurnal tersebut adalah memfokuskan pada analisa terhadap tata cara aturan mengenai registrasi pengelolaan lahan berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 dan juga dalam penelitian ini membahas mengenai akibat hukum yang terjadi pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 setelah adanya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021. Kedua pembahasan tersebut belum pernah dibahas pada dua jurnal yang diuraikan di atas.

  • 2.    Metode Penelitian

Suatu penelitian hukum adalah sekumpulan metode atau hal yang berkaitan dengan sistematika lainnya yang saling berkaitan satu dengan lainnya guna mempelajari suatu aspek hukum di tengah masyarakat. Selanjutnya hal tersebut akan dilakukan analisa lebih mendalam guna menjawab setiap persoalan yang terjadi. Hal ini dilakukan supaya penelitian yang terjadi adalah sesuai dengan harapan peneliti.14 Dalam suatu penelitian memiliki jenis tertentu yang merupakan suatu metode yang akan memberikan kemudahan bagi peneliti untuk melakukan penelitian dan juga menguraikannya dalam suatu permasalahan yang timbul. Hasil penelitian digunakan sebagai acuan bagi peneliti untuk menjawab setiap permasalahan yang timbul supaya dapat dianalisa lebih teliti lagi.15 Penelitian ini menggunakan tipe penelitian Yuridis Normatif, yang dikonsepkan sebagai norma atau kaidah yang terdapat dan dipatuhi di dalam masyarakat, sehingga menjadi acuan dalam berperilaku.16 Dalam penelitian ini akan dilakukan studi kepustakaan terkait dengan tata cara pendaftaran tanah berdasarkan PP Nomor 18 Tahun 2021 dan juga akibat hukum yang terjadi setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021.

Dalam hal ini menggunakan spesifikasi deskriptif analitis yang artinya hal pertama yang dilakukan adalah menggambarkan mengenai permasalahan yang ada berdasarkan teori yang sekiranya sesuai yang tersedia pada berbagai literatur. Selanjutnya peneliti akan mengkaji pula permasalahan tersebut dalam aturan hukum yang berlaku di Indonesia. Setelah mendapatkan semua data maka akan dilakukan analisa mendalam guna mendapatkan jawaban yang diinginkan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dan data tersier. Data Primer tidak digunakan sebab penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Adapun untuk mengumpulkan data dilakukan cara penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu

mempergunakan sumber hukum tertulis contohnya perundang-undangan, buku-buku, catatan ilmiah, makalah seminar, jurnal dan bacaan lainnya yang berkaitan untuk membahas suatu masalah.17 Tujuan penelitian ini akan didapat pada data sekunder. Dalam melakukan suatu penelitian, analisis data merupakan bagian yang sangat penting. Hal ini dikarenakan dalam analisa data membahas mengenai garis besar dari hasil penelitian yang nantinya data tersebut akan disajikan dan dapat diambil kesimpulan dalam penulisan tugas akhir. Menurut Patton, analisa data merupakan proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga data-data lebih mudah dibaca dan disimpulkan. Teknik analisis data yang dilakukan oleh penulis dalam penelitian ini yaitu kualitatif.18

  • 3.    Hasil Dan Pembahasan

    • 3.1.    Pengaturan Registrasi Lahan Berpondasikan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 terkait Hak Pengelolaan, Hak Terhadap Lahan, Satuan Rusun (rumah susun), dan Registrasi Lahan

      • 3.1.1.    Pengaturan Registrasi Lahan Berpondasikan Peraturan Perundang-undangan

Dalam pengaturan terkait pendaftaran tanah harus didasarkan pada asas legalitas. Dalam Black's Law Dictionary, legislasi/legalitas memiliki banyak arti salah satunya adalah Tindakan Legislatif, Penyusunan dan Pembuatan Undang-Undang dan/atau Penyusunan aturan untuk masa yang akan datang. Hukum diputuskan oleh legislatif. Sedangkan peraturan-peraturan yang korelasi kuat dengan pendaftaran berpondasikan teori legalitas dapat dijelaskan di bawah ini sebagai berikut:

  • a.    Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 terkait Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria (UUPA)

Dalam UUPA mengatur tentang beberapa alas hak dalam perolehan tanah seperti hak milik, HGB, Hak pakai, dan sebagainya. Pengaturan mengenai beberapa kepemilikan atas tanah tersebut juga diatur dalam Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah .

  • b.    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Berdasarkan Pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997, pendaftaran tanah yakni serangkaian aktivitas yang diselenggarakan oleh pemerintah berupa pengelolaan, arsip, presentasi, dan perawatan data fisik dan yuridis, serta

}

18 Patton, Michael Quinn, 2013, Metode Evaluasi Kualitatif, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hlm. 20

penerbitan sertipikat sebagai tanda haknya.19 Dalam PP tersebut di Pasal 3 mengatur tentang:

  • 1.    untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan kepada pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

  • 2.    untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan  termasuk Pemerintah agar dengan

mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

  • 3.    untuk     terselenggaranya     tertib     administrasi

pertanahan.Oleh karena itu terdapat Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota mengterdapatkan usaha registrasi lahan yang disebut inventaris umum yakni agar pihak-pihak yang berkaitan dengan kasus dapat menjalani tindakan hukum terhterdapatp suatu badan lahan atau satuan rusun (rumah susun) spesifik yang diperlukan dan oleh karena itu mereka berhak mengetahui data yang tertata di dalamnya. inventaris publik.

Buku tanah yakni buku yang memuat asal-usul pemilikan tanah termasuk identitas pemilik haknya. Berkas mengenai kepemilikan tanah yakni berupa kumpulan data yang memuat keterangan terkait kewenangan seseorang terhadap tanah dan berhubungan dengan hak atas tanah, atau hak pengelolaan yang berkaitan dengan orang atau badan hukum.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No.24/97 mengungkap bahwa pendaftaran tanah merupakan rangkaian aktivitas yang dilaksanakan oleh pemerintah secara terus menerus dan teratur. Selanjutnya dalam Pasal 11 dijelaskan Pelaksanaan pendaftaran tanah meliputi kegiatan pendaftaran tanah untuk pertama kali dan pemeliharaan data pendaftaran tanah.

Oleh karena itu, pemaknaan pendaftaran tanah termasuk perihal pengukuran, pemetaan, dan arsip lahan; pendaftaran ha katas tanah dan peralihan hak tersebut. Sementara itu, sistem pendaftaran di Indonesia menggunakan sistem pendaftaran tanah (registration of title) seperti yang digunakan oleh PP No. 10/61 dan PP No. 24/97, yang merupakan sistem negatif dengan kecenderungan positif atau desclut Quasi Positive. (Pseudo-Positif) deskripsi. Kita dapat melihat dalam sistem publikasi yang digunakan untuk umum melalui alat bukti yang kuat seperti

yang tercantum pada Pasal 19 ayat (2) UUPA yang bukanlah sistem negatif yang murni.

Melalui sistem Quasi Posstive (pseudo positive), terdapat 2 sistem pendaftaran yang dilaksanakan sesuai dengan kehendak Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor 24/97. Pertama, registrasi sistematis terhadap pendaftaran tanah dilaksanakan oleh pemerintah dengan membentuk panitia khusus untuk melaksanakan registrasi, dan muncul inisiatif dari Pemerintah dan panitia yang dibentuk oleh pemerintah atau Ajudikasi. Kedua, registrasi sporadik yakni yang pertama kali tentang satu atau lebih obyek registrasi perseorangan atau massal. Inisiatif muncul dari pemilik hak, baik secara individu maupun secara masal.

  • 3.1.2.    Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap dan Pendaftaran Tanah sporadik

Sistematis lengkap, yakni aktivitas pendaftaran tanah yang pertama kalinya yang dilaksanakan secara bersamaan yang mencakupi seluruh objek penataan lahan yang belum dicatatkan pada satu lokasi desa atau wilayah lainnya. Yang dimaksud dengan pendaftaran tanah sistematik lengkap diatur dalam Pasal 1 angka 2 Permen ATR/BPN No. 6/2018, yakni: Aktivitas pendaftaran tanah pada awal waktu yang dilaksanakan secara bersama untuk seluruh objek pendaftaran tanah di seluruh lokasi Negara Kesatuan Republik Indonesia yang mencakup data yuridis atau data lapangan tentang sejumlah objek pendaftaran tanah. Penyelenggaraan pendaftaran tanah sistematik lengkap bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum dan perlindungan hukum terhadap tanah milik masyarakat dengan dilandasi rasa keamanan, dan keadilan, sehingga dapat mencapai ketentraman, kesejahteraan rakyat, pencapain ekonomi negara, dan juga untuk mencegah terjadinya sengketa pertanahan.

Dasar hukum pendaftaran tanah secara sporadis tertuang dalam PP Nomor 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah Jo. PP Nomor 18 Tahun 2021 yang mengatur tentang pendaftaran tanah. Secara sporadis yakni aktivitas pendaftaran tanah yang dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara masal, dan seluruh biayanya dibebankan kepada pemohon melalui Badan Pertanahan Nasional kota/kabupaten, pendaftaran tanah sporadik dilakukan atas prakarsa pemilik bidang tanah yang belum terdaftar.

Dengan munculnya aturan pada peraturan pemerintah tentang hak pengelolaan tanah terbaru, maka dapat memberikan kepastian hukum bagi pemilikan lahan oleh pemohon yang pertama kali meninventariskan lahannya ke Kantor Badan Pertanahan Nasional dengan pengumuman 14 hari secara sistematis Pasal 88 dan sporadis 30 hari sementara pada Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terkait Registrasi Lahan, pengumuman registrasi pertama kali yakni Sistematis 30 hari Pasal 26 dan sporadis 60 hari, sedangkan tidak serta merta soal pengumuman yang berbeda tetapi terdapat kekurangan dalam PP Nomor 18/2021 tidak

mempunyai hak baru dan tidak terdapat sertifikat yang diterbitkan, sedangkan dalam Peraturan Pemerintah Tentang Lahan Registrasi masih terdapat hak baru Pasal 23 dan Sertifikat Penerbitan Pasal 31.

  • 3.2.    Tata Cara Registrasi Lahan Berpondasikan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terkait Registrasi Lahan dan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 terkait Hak Pengelolaan, Hak Terhadap Lahan, Satuan Rusun (rumah susun), dan Registrasi Lahan

    • 3.2.1.    Asal-Usul Kepemilikan Lahan

Ada 2 sumber yang berkaitan dengan asal muasal terjadinya kepemilikan lahan, yaitu cara derivative dan origanair. Yang dimaksud dengan derivative adalah hak mengenai lahan didapatkan dari peralihan hak yang dapat terjadi karena undang-undang atau pengalihan hukum seperti pewarisan, jual beli, hibah, dan sebagainya. Sedangkan origanair merupakan suatu lahan yang tidak pernah dimiliki oleh siapapun, sehingga si pemilik adalah orang pertama. Cara memperoleh hak milik tehadap lahan dapat diperoleh dengan beberapa cara, yaitu:

a.berpondasikan hukum terdapatt, b.berpondasikan ketentuan undang-undang, c. berpondasikan ketentuan pemerintah, dan d. berpondasikan hukum.20

Syarat dalam mendaftarkan lahan yang diperlukan yakni sebagai berikut:

  • 1.    Pengisian formulir dan penandatanganan formulir oleh pemohon, yang telah cocok.

  • 2.    Penyetoran surat kuasa, dengan catatan apabila tanah telah dikuasakan

  • 3.    Fotokopi berbagai tanda pengenal diri pemohon dan kuasanya apabila telah dikuasakan yang telah cocok

  • 4.    Tanda pemilik lahan/hak ulayat/bekas milik terdapatt

  • 5.    Fotokopi SPPT PBB tahun berjalan yang telah dicocokkan

dengan aslinya oleh petugas loket dan penyerahan tanda SSB (BPHTB)

  • 6.    Melampirkan tanda SPP/PPH sesuai ketentuan21

Registrasi lahan untuk yang pertama, termasuk konversi, pengakuan dan penegasan hak. Pertama, Konversi: diartikan sebagai konversi hak terhadap lahan sebelum berlakunya UUPA menjadi hak terhadap lahan. Kedua, Pengakuan: didefinisikan sebagai hak terhadap lahan dimana tidak terdapat tanda kepemilikan tetapi fakta bahwa orang tersebut memiliki wewenang fisik selama 20 tahun atau lebih telah tertanda atau pendahulunya dapat diakui sebagai hak milik terhadap nama orang yang berwenang. Ketiga, penegasan yang berarti sebagai penegasan hak terhadap lahan yang telah atau telah dialihfungsikan dikenali.

  • 3.2.2.    Penggunaan Registrasi Lahan Bagi Pemiliki Lahan

Melalui diundangkannya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 terkait Registrasi Lahan, diimpikan dapat bermanfaat, baik bagi warga negara maupun bagi pemerintah itu sendiri. Terdapat berbagai manfaat yang dirasakan dari sistem registrasi lahan melalui PP Tentang Registrasi Lahan, yaitu:

  • 1.    Untuk warga negara, dapat memperingan warga negara dalam memperoleh hak milik terhadap lahan. Memberikan rasa keamanan bagi pemilik lahan dari rasa ketakutan untuk dituntut. Perekonomian warga negara lebih maju. Memfasilitasi pengalihan hak. Menaikkan harga lahan. Warga negara lebih ringan mendapatkan data pertanahan karena kemungkinan menggunakan alat yang canggih.

  • 2.    Untuk pemerintah, mengurangi kecemasan akibat sengketa lahan. Semakin ringannya warga negara meninventariskan lahannya dan juga memberikan keringanan pada pemerintah untuk mendirikan kebijakan berkaitan dengan pajak.22

Berpondasikan eksplanasi diterhadap boleh diketahui bahwa penggunaan registrasi lahan bagi warga negara (pemilik lahan) dan pemerintah dilaksanakan dengan melaksanakan registrasi lahan yang ada pada PP No. 24/1997. Sehingga tidak mempersembahkan rasa keadilan bagi warga negara yang merasa berhak dan keberatan terhadap sengketa lahan terhadap pengumuman registrasi lahan karena waktu pengumuman registrasi lahan yang terlalu singkat berpondasikan PP No. 18/2021.

  • 3.3.    Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah Jo Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 2021 terkait Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun dan Pendaftaran Tanah.

Hingga saat ini aturan tentang registrasi lahan masih berterkaitan antara PP No.24/1997 dan juga PP No. 18/2021 terkait Hak Pengelolaan, Hak Terhadap Lahan, Satuan Rusun dan Registrasi Lahan.23

Dalam Pasal 26 PP Tentang Regitrasi Lahan dijelaskan bahwa:

“Inventaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2) beserta peta bterhadapan lahan atau bterhadapan-bterhadapan yang berwenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) diumumkan dalam waktu 30 (tiga puluh) hari dalam registrasi lahan secara sistematis atau 60 ( enam puluh) hari dalam registrasi lahan secara sporadis untuk mempersembahkan kesempatan bagi pihak yang berkaitan dengan kasus untuk mengajukan keberatan.”

Jika pelaksanaan segenap proses tidak berdasarkan aturan yang ada, maka terdapat akibat hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan memasang patok dan berkaitan dengan asas kontradiksi delimitasi. Keberadaan Lahan beberapa kali sering terjadi perselisihan antara pemilik satu dengan lainnya maupun

permasalahan terkait dengan jual beli yang disebabkan tidak adanya kepemilikan yang jelas.

Badan Pertanahan Nasional (selanjutnya disebut BPN), merupakan lembaga pemerintahan yang memiliki wewenang untuk pelaksanaan pengurusan lahan. BPN Indonesia didirikan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1988. Pada kepres tersebut didirikan pula Deputi V yang secara khusus memiliki tugas dan kewajiban terkait penyelesaian dan pemeriksaan permasalahan lahan. Hal ini juga diatur dalam Peraturan Kepala BPN Nomor 3 Tahun 2006 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia.24

Pihak BPN terus berinovasi dan mencari jalan keluar yang terbaik terhadap penanganan permasalahan lahan yang didasarkan pada setiap aturan yang berlaku dengan tetap mendasarkan pada rasa adil dan saling menghormati antara kepentingan para pihak yang berkepentingan. BPN memberikan langkah demi langkah perihal cara penyelesaian sengketa berkaitan dengan lahan, contohnya adalah sengketa mengenai sertifikat ganda yang dapat menyelesaikan kasus tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara.25

Ada pula cara untuk menyelesaikan masalah lewat cara musyawarah untuk mencapai kata mufakat. Cara ini telah ada dan dituangkan dalam Pancasila sebagai landasan pedoman bagi warga negara yang juga tertuang dalam UUD1945. Musyawarah yang dilakukan oleh para pihak tidak melewati perantara atau mediator. Untuk permasalahan lahan yang diselesaikan dengan musyawarah hanya dapat dilakukan untuk jenis permasalahan tertentu, dan tidak seluruh masalah yang berkaitan dengan lahan dapat diselesaikan dengan musyawarah, contohnya seperti tanah yang dibeli oleh seseorang walaupun oleh BPN dinyatakan sah milik penjual namun secara tiba-tiba pihak desa mengklaim bahwa tanah tersebut adalah milik pemerintah desa.

Untuk permasalahan yang terjadi, penyelesainnya menggunakan metode diluar pengadilan atau Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS), yaitu cara untuk menyelesaikan sengketa yang dialami para pihak dengan proses penyelesaian didasarkan pada kesepakatan yang telah disepakati para pihak. Terdapat beberapa syarat yang harus terpenuhi untuk hal menyelesaikan permasalahan berkaitan dengan lahan melalui APS, salah satunya adalah dengan menuliskan kesepakatan yang terjadi dan telah ada kata sepakat diantara pihak yang terlibat. Jika proses arbitrase gagal dan ingin diselesaikan lewat pengadilan, maka prosesnya harus disetujui oleh Lembaga arbitrase tersebut. Sehingga antara pengadilan dengan Lembaga APS harus saling menghormati satu dengan lainnya.

  • 4.    Kesimpulan

Proses penciptaan hak milik dan hak-hak lainnya diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri (PMDN) Nomor 5 Tahun 1973 Tentang Tata Cara Pemberian Lahan dan PMDN Nomor 1 Tahun 1977. Sedangkan registrasi lahan berdasarkan PP No. 24 Tahun 1997 yang merupakan penyempurnaan dari peraturan pemerintah sebelumnya. Pada peraturan pemerintah tersebut terutama di Pasal 19 ayat 2 mencakupi: Pengukuran, pemetaan, arsip lahan, registrasi dan juga mengalihkan hak berkaitan dengan lahan yang ada. Syarat dalam mendaftarkan lahan yang diperlukan yakni sebagai berikut Pengisian formulir dan penandatanganan formulir oleh pemohon, yang telah cocok, Penyetoran surat kuasa, dengan catatan apabila tanah telah dikuasakanFotokopi berbagai tanda pengenal diri pihak yang memohonkan hak ataupun pemegang kuasanya, Tanda pemilik lahan/hak ulayat terdapat, Menyerahkan FC SPPT PBB pada tahun terakhir yang kemudian di sesuaikan dengan aslinya oleh petugas beserta penyerahan bukti lunas PBB, Memberikan lampiran SPP/PPH. Berdasarkan hasil analisa pada penelitian ini, didapati timbulnya suatu akibat hukum yang berkaitan dengan pelaksanaan pemasangan patok dan berhubungan dengan asas kontradiksi delimitasi. Seperti halnya timbulnya sengketa lahan, terhadap lahan antara pemilik satu denga pemiliki lahan yang bersebelahan. Menimbulkan sengketa antar ahli waris akan bterhadap lahan. Selain itu menimbulkan masalah bagi pemilik hak jika ingin menjalani jual beli karena tidak terdapatnya kejelasan milik.

DAFTAR PUSTAKA

  • A.    Buku:

Amiruddin. (2017). Pengantar Metode Penelitian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Harsono, Budi. (2018). Hukum Agraria Indonesia Jilid I Hukum Tanah Di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Ikhsan, E. (2021). Konflik Tanah Ulayat Dan Pluralisme Hukum. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Jurdi, F. (2022). Etika Profesi Hukum. Jakarta: Prenada Media Group.

Moeleong, Lexi J. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revi. Bandung: Rosdakarya.

Santoso, Urip. (2014), Pendaftaran dan Peralihan Hak Atas Tanah, Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. (2015). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Universitas Indonesia Press.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji. (2012). Penelitian Hukum Normatif. Jakarta: Rajawali Pers.

  • B.    Jurnal:

Apriliani, S. D. (2021). Perlindungan Hukum Bagi Pemegang Hak Atas Tanah Yang Bersertifikat Ganda (Overlapping). Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum 22 (2): 21–30. https://doi.org/10.35315/dh.v22i2.8715

Deno, A. M., Suwitra, I. M., & Sudibya, D. G. (2022). Penguasaan Tanah Di Pulau Kanawa Sebagai Penyangga Taman Nasional Komodo Di Labuan Bajo Kabupaten Manggarai Barat Provinsi NTT. Jurnal Analogi Hukum 4 (3) : 245. https://doi.org/10.22225/ah.4.3.2022.243-248

Devita, S. M. (2021). Perkembangan Hak Pengelolaan Atas Tanah Sebelum Dan Sesudah Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, Dan Pendaftaran Tanah. Hukum Lex Generalis 2 (9): 833. https://doi.org/10.56370/jhlg.v2i9.130

Dewi, Luh Wike Saptia. (2018). Implementasi Pasal 39 ayat (1) Huruf d Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah Terkait Jual Beli dengan Kuasa Mutlak Oleh PPAT Kabupaten Klungkung. Jurnal Acta Comitas. 1 (1): 94-108. https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i01.p08.

Indarto, Bimo Kusumo Putro. (2022). Analisis Kontradiksi Hukum Di Dalam PP Nomor 18 Tahun 2021 Terhadap Teori Kepastian Hukum. Jurnal Demokrasi Dan Ketahanan Nasional 1 (1).

Jannata, M. M. “Akibat Hukum Terhadap Adanya Sertifikat Ganda Hak Atas Tanah.” Universitas Islam Kalimantan, 2022.

Labi, J. M. A., Nur, S. S., & Lahae, K. (2021). Analisis Hukum Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) Terhadap Tanah Tongkonan.” Mulawarman Law Review 6 (1): 15–17. https://doi.org/10.30872/mulrev.v6i1.525

Nadjpa, A. A. (2021). Implementasi Pendaftaran Peralihan Hak Atas Tanah Karena Pewarisan Bagi Warga Negara Indonesia Keturunan Timur Asing Cina (Studi Di Kota Pematangsiantar). Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional.

Pradhyksa, D. P. (2017). Bentuk SKMHT Setelah Dikeluarkannya Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan PP Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Jurnal Acta Comitas 1, (1): 71.

Pratamikha, Ni Putu Selvyana. (2021). Pengaturan Pendayagunaan Sumber Daya Air Dalam Undang-Undang Cipta Kerja Dan Korelasinya Dengan Pasal 33 UUD 1945. Ascarya: Journal of Islamic Science, Culture, and Social Studies 1, (1): 5164. https://doi.org/10.24843/AC.2016.v01.i01.p05.

Ramadhani, R. (2021). Pendaftaran Tanah Sebagai Langkah Untuk Mendapatkan Kepastian Hukum Terhadap Hak Atas Tanah.” SOSEK: Jurnal Sosial Dan Ekonomi 2 (1): 31–40.

Rumpia, G. R. (2021). Studi Kasus Terhadap Sertifikat Hak Atas Tanah Ganda Ditinjau Dari Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah. Lex Administratum 9   (7):   133.

https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/administratum/article/view/35116

Sumiati, H., & Kadaryanto, B. (2021). Kepastian Hukum Sertifikat Hak Milik Atas Tanah Dalam Hukum Pertanahan Indonesia. Jurnal Yustisia Merdeka 7 (2): 137.

Utami, S. M., & Arsi, A. A. (2022). Lingkungan Perdesaan: Sebuah Tantangan Perubahan Bagi Masyarakat Pegunungan.” Jurnal Konservasi Alam 1: 96–98. https://doi.org/10.15294/ka.v1i1.86

Widiastari, A. H., Marpaung, D. S. H., & Faridah, H. (2021). Efektivitas Mediasi Yang Dilakukan Oleh Badan Pertanahan Nasional.” Jurnal Pemikiran, Penelitian Ilmu-Ilmu    Sosial, Hukum Dan Pengajarannya 16    (2):    348.

https://doi.org/10.26858/supremasi.v16i2.21498

  • C.    Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, Lembar Negara. 1960/Nomor 104, Tambahan Lembar Negara Nomor 2043

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Lembar Negara 1997 Nomor 59.

Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 Tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah, Lembar Negara 2021/No.28, Tambahan Lembar Negara Nomor 6630.

43