Akibat Hukum Pengaturan Bukti Pendaftaran Dalam Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja
on
Vol. 7 No. 03 Desember 2022
e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Akibat Hukum Pengaturan Bukti Pendaftaran Dalam Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja
I.G.A Ayu Astri Nadia Swari 1, I Gede Yusa 2
-
1 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
-
2 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 18 Oktober 2022
Diterima : 02 Desember 2022
Terbit : 21 Desember 2022
Keywords:
Legal Consequences; Proof of Registration; Establishment Approval
Abstract
The purpose of this study is to determine and analyze the legalization of the establishment of a limited liability company and the legal consequences of the decree of the Minister of Law and Human Rights concerning the legalization of the legal entity of the establishment of a limited liability company against the Job Creation Act. This legal research is a normative legal research in which an assessment of the applicable laws and regulations is carried out and uses secondary data as the main data. Based on the results of the research, the following conclusions can be formulated: (1) The regulation on the legalization of a Limited Liabilty Company legal entity based on the Job Creation Act Article 109 Paragraph (2) which stipulates that the Company obtains the status of a legal entity after being registered with the Minister and obtaining proof of registration is valid; and (2) The process of ratification of Limited Liabilty Company is not effectively implemented in the mechanism of legalization of a legal entity of Capital Alliance Limited Liabilty Company which can cause the establishment of a legal entity of Limited Liabilty Company to become null and void.
Kata kunci:
Akibat Hukum; Bukti Pendaftaran; Pengesahan Pendirian
Corresponding Author:
I.G.A Ayu Astri Nadia Swari, E-mail :
DOI:
10.24843/AC.2022.v07.i03. p11
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pengesahan pendirian perseroan terbatas dan akibat hukum surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum pendirian perseroan terbatas terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Penelitian hukum ini merupakan penilitian hukum normatif dimana dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menggunakan data sekunder sebagai data utama. Berdasarkan hasil penelitian, dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : (1) Pengaturan pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas berdasarkan UU Cipta Kerja Pasal 109 Ayat (2) yang mengatur bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran adalah sah; dan (2) Proses pengesahan Perseroan Terbatas tidak efektif dilaksanakan dalam mekanisme pengesahan badan hukum Perseroan Terbatas Persekutuan Modal dapat menyebabkan pendirian badan hukum Perseroan Terbatas menjadi Batal Demi Hukum.
-
I. Pendahuluan
Perseroan Terbatas adalah salah satu bentuk usaha yang dikenal dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, khususnya dalam sektor bisnis. Keberadaan Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut PT) adalah salah satu bentuk sarana untuk menjalankan kegiatan ekonomi. Para pelaku usaha dalam melaksanakan kegiatan bisnis sering menggunakan PT sebagai bentuk usaha karena adanya pembatasan tanggung jawab.1 Konsep PT mencerminkan bahwa PT adalah usaha yang terdiri dari asosiasi modal dari para pemegang saham yang memiliki batasan tanggung jawab sesuai dengan modal dasar yang ditempatkan dan disetorkan.2 Perlu dipahami bahwa dalam konsep PT, orang yang memegang saham atau sero dikenal dengan sebutan Persero dan Perusahaan yang mengeluarkan saham atau sero dikenal dengan Perseroan.3
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia baru saja mengesahkan Undang-Undang Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, (selanjutnya disebut UU Cipta Kerja) pada tanggal 5 Oktober 2020 yang telah membuat perubahan penting dalam peraturan hukum Indonesia. Pembentukan UU Cipta Kerja ini bertujuan yaitu untuk mempermudah kegiatan berusaha ease of doing business (EODB). EoDB terdiri dari 11 indikator yang ditetapkan oleh world bank, antara lain permulaan usaha (starting a business), perizinan pembangunan (dealing with construction permit), pendaftaran properti (registering property), sambungan kelistrikan (getting electricity), mendapatkan kredit (getting credit), perlindungan bagi para investor (protecting investors), kewajiban pajak (paying taxes), perdagangan lintas negara (trading across border), aturan mengenai tenaga kerja (labor market regulation), aspek perjanjian (enforcing contracts), dan penyelesaian kepailitan (resolving insolvency).4
PT yang telah sah statusnya sebagai badan hukum adalah merupakan subjek hukum, sehingga seperti halnya manusia pada umumnya, PT tersebut dapat dibebani hak dan kewajiban. Sebagai badan hukum, PT memiliki kekayaan yang terpisah dengan kekayaan pemiliknya. Dari ketentuan “Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (selanjutnya disebut UUPT) menjelaskan Pemegang saham Perseroan tidak bertanggung jawab secara pribadi atas perikatan yang dibuat atas nama Perseroan dan tidak bertanggung jawab atas kerugian Perseroan melebihi saham yang dimiliki. Jelas bahwa apabila selanjutnya timbul tanggung jawab hukum yang harus dipenuhi oleh suatu PT, maka semata-mata pertanggungjawabannya dibebankan pada harta kekayaan yang dimiliki oleh perseroan tersebut.” Dengan ini dapat dipahami, bahwa secara hukum PT mempunyai
pertanggungjawaban sendiri, walaupun harta kekayaan itu adalah milik para persero atau pemegang saham, harta PT terpisah sama sekali dengan harta kekayaan para persero ataupun pemegang saham.5
Mengulas tentang peringkat Ease of Doing Bussines, Indonesia telah memiliki peningkatan peringkat atas kemudahan berusaha, bermula ketika diadakannya perubahan terhadap Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia sehubungan dengan memulai suatu usaha, dan juga revisi terhadap pasal yang terdapat dalam Undang-Undang Perseroan Terbatas, begitu pula dengan adanya peraturan baru yang dikeluarkan oleh Presiden Republik Indonesia mengenai Percepatan Pelaksanaan Berusaha, didukung pula melalui diadakannya penerapan SABH lewat Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor M-01.HT.01.01.2000 Tentang Pemberlakuan Sistem Administrasi Badan Hukum di Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia. Perubahan yang terjadi menghasilkan suatu kebijakan baru yang lebih sederhana sehubungan dengan pendirian PT terkhusus mengenai Pengesahan atas Akta Pendirian Perseroan Terbatas. Perubahan tersebut mengarah kepada efisiensi kerja disamping mengurangi dampak kesalahan manusia (human error) dalam kegiatan pemeriksaan serta analisis dokumen serta data pemohon yang melakukan pengajuan pengesahan akta pendirian PT. Dengan ini keabsahan data pemohon semakin terjaga, dikarenakan keseluruhan pendataan telah dikelola dan diperiksa secara berulang oleh sistem untuk kemudian disimpan dalam data base secara otomatis pada website https://ahu.go.id/.
PT yang sah berstatus badan hukum memiliki arti bahwa perseroan tersebut sudah dapat melaksanakan suatu perbuatan hukum tidak dengan atas nama pribadi melainkan dengan atas nama PT. Berdasarkan UU Cipta Kerja Bagian Kelima Tentang Perseroan Terbatas, Pasal 109 Ayat (1) yang menjelaskan “Ketentuan Pasal 1 angka (1) diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : PT yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.” Tampak bahwa definisi PT tetap sama beralaskan UUPT “Pasal 1 ayat (1) yang menjelaskan Perseroan Terbatas, yang selanjutnya disebut perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya.”
UU Cipta Kerja menambahkan substansi mengenai Badan Hukum Perorangan yang ditujukan bagi pemberdayaan Usaha Mikro dan Kecil (selanjutnya disebut UMK). Dapat dicatat bahwa berlandaskan UU Cipta Kerja didapatkan 2 klasifikasi PT yaitu PT Persekutuan Modal dan PT Perorangan yang antara keduanya memiliki perbedaan substansi yang cukup signifikan. Dapat disusun butir-butir muatan atas pasal ini bahwa PT merupakan Badan hukum; Persekutuan modal; Berdiri atas dasar
perjanjian; Melakukan kegiatan usaha; Modalnya terbagi dalam bentuk saham; Atau Badan Hukum Perorangan bagi UMK. Perlu untuk dicatat bahwa ada 2 badan hukum PT yaitu PT Perorangan dan PT Persekutuan Modal, yang keduanya menggunakan aturan yang sama yaitu UUPT, maka segala substansi yang ada adalah untuk keduanya, kecuali diatur secara terpisah di dalammya.
Berdasarkan “Pasal 7 ayat (4) UUPT menjelaskan Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”. Sedangkan UU Cipta kerja Bagian Kelima Tentang Perseroan Terbatas, “Pasal 109 Ayat (2) merubah pasal ini menjadi Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran”. Perubahan ini adalah perubahan atas “Pasal 7 ayat (4) UUPT yang mengatur 2 (dua) bentuk badan hukum, yaitu badan hukum PT Persekutuan modal maupun PT perorangan. Tampak ada perbedaan mendasar atas perubahan aturan dalam pasal ini, yang dapat diasumsikan bahwa perubahan ini memiliki tujuan menciptakan kemudahan berusaha sesuai dengan misi UU Cipta Kerja. UUPT dalam pasal ini berlandaskan aturan pengesahan, sedangkan UU Cipta Kerja merubah pasal ini berlandaskan aturan Pendaftaran.“ Pemaknaan frasa didaftarkan kepada menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran dapat dimaknai hanya merupakan proses menerbitkan bukti pendaftaran dengan pernyataan pengakuan bahwa telah mendaftar, hanya pernyataan sepihak dari pendiri yang disahkan dengan pencatatan oleh kementerian hukum dan HAM, ada degradasi kualitas antara makna pengesahan dan pendaftaran dalam aturan tersebut.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, dan Pembubaran Perseroan yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (selanjutnya disebut PP Nomor 18 Tahun 2021) pada “Pasal 6 ayat (3) mengatur bahwa, Perseroan perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan sertilikat pendaftaran secara elektronik”. Ada frasa sertifikat pendaftaran yang terkandung dalam Peraturan Pemerintah ini yang jelas sekali adalah mewakili frasa bukti pendaftaran yang terkandung dalam “Pasal 7 Ayat (4) UUPT. Sedangkan Surat Keputusan Menteri tentang pengesahan badan hukum PT Persekutuan Modal memiliki makna bukti pengesahan yang sama sekali tidak wewakili bukti pendaftaran. Tampak bahwa PP Nomor 8 Tahun 2021 adalah peraturan pelaksana hanya bagi PT Perorangan, yang tidak mengakomodir PT Persekutuan Modal. Jika ada 2 (dua) subjek yang diatur, seyogyanya dibentuk pula 2 (dua) aturan yang mengatur keduanya.” Dapat disimpulkan bahwa perubahan yang dilakukan oleh UU Cipta Kerja Bagian Kelima tentang Perseroan Terbatas, “Pasal 109 Ayat (2) terhadap pasal 7 ayat (4) UUPT ini beserta peraturan pelaksananya PP Nomor 8 Tahun 2021 adalah lebih terfokus kepada PT Perorangan, yang malah menimbulkan kekaburan norma.” Kekaburan norma disini terjadi karena norma yang lama diganti oleh norma yang baru, tetapi norma yang baru tidak mengakomodir substansi secara menyeluruh, dan tidak menyelesaikan masalah secara konkrit, ada ketidakjelasan, yang dapat menimbulkan multi tafsir jika mengacu pada bukti pendaftaran dan sertifikat pendaftaran sebagai dasar pengesahan, maka bagi PT Persekutuan Modal yang hanya beralaskan bukti pengesahan dapat dianggap tidak memiliki dasar hukum dan badan hukum PT yang lahir setelah UU Cipta Kerja adalah badan hukum yang
perlu dipertanyakan keabsahannya. Multi tafsir ini dapat menimbulkan celah hukum yang dapat berakibat hukum.
Dari paparan masalah diatas maka diangkatlah karya ilmiah Akibat Hukum Pengaturan Bukti Pendaftaran Dalam Pengesahan Pendirian Perseroan Terbatas Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Dengan rincian rumusan masalah yaitu : Bagaimana pengaturan pengesahan pendirian perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja ? dan Bagaimana akibat hukum surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum pendirian perseroan terbatas terhadap Undang-Undang Cipta Kerja ? Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pengesahan pendirian perseroan terbatas dan akibat hukum surat keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum pendirian perseroan terbatas terhadap Undang-Undang Cipta Kerja. Setelah melakukan berbagai penelusuran ada beberapa judul artikel jurnal yang berhubungan dengan penelitian jurnal ini, yaitu : Penelitian dari Farhad Lubbena dengan judul “Kepastian Hukum Pendirian Perseroan Perseorangan Tanpa Akta Notariil Berdasarkan UU Cipta Kerja”, dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana pengaturan perseroan UMK pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja ? dan (2) Bagaimana kepastian hukum perseroan perseorangan tanpa akta notariil berdasarkan UU Cipta Kerja ?6 Kemudian terdapat pula penelitian jurnal yang mirip yaitu : Penelitian dari Putu Inten Andhita Dewi dengan judul “Peran Notaris Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Undang-Undang Cipta Kerja”, dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana peranan notaris dalam pendirian perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Perseroan Terbatas ? dan (2) Bagaimana peranan notaris dalam pendirian perseroan terbatas berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja ?7 Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari Farhad Lubbena dan Putu Inten Andhita Dewi memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana tulisan ini memfokuskan pada pengaturan pengesahan pendirian perseroan terbatas. Sehingga tulisan ini memiliki orisinalitas tersendiri dalam kajian penelitian hukum.
-
2. Metode Penelitian
Penulisan jurnal ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif. Adanya kekaburan norma dalam kalimat bukti pendaftaran dalam Pasal 7 ayat (4) UUPT hasil perubahan Pasal 109 ayat (2) UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran adalah mengandung multi tafsir. Sedangkan jenis pendekatakan yang penulis gunakan ialah pendekatan perundang-undangan dan pendekatatan analisis konsep hukum. Pendekatan perundang-undangan, digunakan karena yang penulis teliti adalah aturan hukum yaitu UUPT dan UU Cipta Kerja yang
menjadi fokus sentral dalam penelitian ini. Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan konsep-konsep hukum yang disertai dengan berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya, yang relevan dengan judul yang penulis angkat. Teknik analisis yang digunakan yaitu deskripsi, interprestasi dan argumentasi.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Perseroan Terbatas Persekutuan Modal adalah badan hukum yang didirikan berdasarkan perjanjian. “Perjanjian” pendirian perseroan terbatas yang dilakukan oleh para pendiri tersebut dituangkan dalam suatu akta notaris yang disebut dengan Akta Pendirian.8 Akta Pendirian ini pada dasarnya mengatur berbagai macam hak-hak dan kewajiban para pihak pendiri perseroan dalam mengelola dan menjalankan perseroan terbatas tersebut.9 Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tersebut yang merupakan isi perjanjian selanjutnya disebut dengan “Anggaran Dasar” perseroan, sebagaimana ditegaskan dalam “Pasal 8 ayat (1) Undang-undang Perseroan Terbatas, yaitu Akta pendirian memuat anggaran dasar dan keterangan lain berkaitan dengan pendirian Perseroan.” Pemberian status badan hukum Perseroan Terbatas tersebut harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu setelah akta pendiriannya mendapat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM sebagaimana ditentukan dalam “Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Perseroan Terbatas yang mengatur berikut Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”. Aturan ini disebut sebagai aturan pengesahan dikarenakan jelas bahwa sahnya status badan hukum PT dilandaskan atas terbitnya keputusan menteri mengenai pengesahan. Setelah melakukan permohonan badan hukum, secara jelas dan nyata bahwa ada dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang melandasi sahnya status badan hukum tersebut.
Objek dari pendirian PT bukan hanya akta pendirian semata, tetapi termasuk juga bukti sahnya status badan hukum yaitu Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan badan hukum, karena disebutkan bahwa Perseroan terbatas adalah badan hukum yang didirikan atas dasar perjanjian. Perjanjian dibuat atas kesepakatan 2 (dua) orang atau lebih dibuat oleh dan dihadapan notaris yang menbentuk akta pendirian PT karena berbentuk badan hukum maka objek dari perjanjian adalah Akta pendirian dan bukti pengesahan badan hukum, dan jika kedua objek atau antara keduanya bermasalah, akan mempengaruhi syarat sahnya objek perjanjian, walaupun dalam pelaksanaannya dilakukan secara bertahap, pembuatan akta pendirian dahulu untuk kemudian disahkan dengan bukti pengesahan.
Selanjutnya berdasarkan “Pasal 10 ayat (1) dan ayat (9) UUPT, yang mengatur bahwa : Permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) harus diajukan kepada Menteri paling lambat 60 (enampuluh) hari terhitung sejak tanggal akta pendirian ditandatangani, dilengkapi keterangan mengenai dokumen pendukung, dan; dalam hal permohonan untuk memperoleh Keputusan Menteri tidak diajukan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), akta pendirian menjadi batal sejak lewatnya jangka waktu tersebut dan Perseroan yang belum memperoleh status badan hukum bubar karena hukum dan pemberesannya dilakukan oleh pendiri.”
Diatur bahwa jika dalam waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah akta pendirian PT ditandatangani tidak diajukan permohonan status badan hukum, maka akta pendirian menjadi batal, dan perseroan dinyatakan bubar demi hukum. Tidak perlu ada gugatan dari pihak ketiga ataupun putusan pengadilan. Dapat menjadi catatan bahwa ada waktu maksimal 60 hari masa transisi suatu PT menjadi berstatus badan hukum. Segala perbuatan hukum yang dilakukan oleh pendiri untuk kepentingan Perseroan Terbatas yang belum disahkan, maka tanggungjawabnya menjadi tanggung renteng atau menjadi tanggungjawab direktur dan seluruh pemegang saham, dengan catatan jika seluruhnya mengetahui dan mendukung perbuatan hukum tersebut. Sebaliknya jika atas inisiatif pribadi direktur, maka akan menjadi tanggung jawab pribadi direktur sampai dengan harta pribadi terpisah dari harta PT.
Berdasarkan UU Cipta Kerja Bagian Kelima tentang Perseroan Terbatas, “Pasal 109 Ayat (1) yang mengatur bahwa : Ketentuan Pasal 1 angka 1 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut : PT, yang selanjutnya disebut Perseroan, adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham atau Badan Hukum perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro dan Kecil sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan mengenai Usaha Mikro dan Kecil.”
Atas dasar aturan perubahan ini perlu untuk dicatat bahwa ada 2 (dua) badan hukum PT yaitu PT Perorangan dan PT Persekutuan Modal, yang keduanya menggunakan aturan yang sama yaitu UUPT, maka segala substansi yang ada adalah untuk keduanya, tidak ada aturan yang terpisah di dalammya. Ketentuan Pasal 7 ayat (4) UUPT yang mengatur bahwa “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengesahan badan hukum Perseroan”. dirubah oleh UU Cipta kerja Bagian Kelima tentang Perseroan Terbatas, Pasal 109 Ayat (2) menjadi “Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran.”
Perubahan atas Pasal 7 ayat (4) UUPT adalah diperuntukan bagi badan hukum PT persekutuan modal maupun PT perorangan, karena tidak diatur secara terpisah di dalamnya. Frasa “pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan” dirubah menjadi frasa “setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran”. Aturan ini disebut sebagai aturan bukti pendaftaran dikarenakan jelas bahwa sahnya status badan hukum PT dilandaskan atas bukti pendaftaran. Bukti pendaftaran adalah istilah baru dalam pendirian badan hukum PT yang sebelumnya adalah menggunakan istilah bukti
pengesahan. Aturan bukti pendaftaran kemudian diperkuat oleh aturan pelaksananya yaitu PP Nomor 18 Tahun 2021 pada “Pasal 6 ayat (3) yang mengatur bahwa Perseroan perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan sertilikat pendaftaran secara elektronik.”
-
3.2 Akibat Hukum Surat Keputusan Menteri Hukum Dan HAM Tentang Pengesahan Pendirian Badan Hukum Perseroan Terbatas Terhadap Undang-Undang Cipta Kerja
Berdasarkan Pasal 7 ayat (4) UUPT sebelum dilakukan perubahan oleh UU Cipta Kerja mengatur bahwa “Perseroan memperoleh status badan hukum pada tanggal diterbitkannya keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum Perseroan, dapat dimaknai bahwa pengesahan badan hukum perseroan didasari atas Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM yang kemudian disebut dengan aturan pengesahan.” Aturan pasal ini adalah sudah jelas konkrit dan spesifik, tidak mengandung kekaburan norma, tidak mengandung makna ganda ataupun lebih. Poin penting disini bahwa surat keputusan menteri mengenai pengesahan badan hukum yang menjadi dasar bukti pengesahan dari aturan pengesahan. Surat Keputusan menteri ini diterbitkan oleh SABH pada saat permohonan pengesahan badan hukum PT dikabulkan.
UUPT pada Pasal 7 ayat (4) telah dilakukan perubahan oleh UU Cipta Kerja Bagian Kelima Pasal 109 ayat (2) yang mengatur bahwa “Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran. Perubahan dalam pasal ini dengan diadakannya bukti pendaftaran adalah mengandung ketidakjelasan, tidak menjelaskan secara konkrit terhadap permasalahan.” Tampak bahwa aturan yang sebelumnya sudah jelas dirubah oleh aturan yang semakin meluas, tidak jelas atau kabur. Hal ini dapat diakibatkan karena fokus pemerintah untuk mengusung produk baru yaitu perseroan terbatas perorangan yang pengesahannya berlandaskan sertifikat pendaftaran, tetapi tidak efektif dilaksanakan dalam pengesahan badan hukum perseroan terbatas persekutuan modal yang masih menggunakan bukti pengesahan yaitu Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM. Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan PT menjadi tidak memiliki dasar hukum yang kuat oleh karena perubahan yang dilakukan oleh Undang-undang Cipta Kerja. Dengan tetap menggunakan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang Pengesahan Badan Hukum sebagai bukti pengesahan badan hukum PT, maka membuka celah hukum atas gugatan batal demi hukum. Tidak terpenuhinya persyaratan yang ditetapkan oleh Undang-Undang untuk jenis perjanjian formil, yang berakibat perjanjian batal demi hukum.
Pada perjanjian yang tergolong sebagai perjanjian formil, tidak dipenuhinya ketentuan hukum tentang misalnya bentuk atau format perjanjian, cara pembuatan perjanjian, ataupun cara pengesahan perjanjian, sebagaimana diwajibkan melalui peraturan perudang-undangan, berakibat perjanjian formil batal demi hukum. Ahli hukum memberikan pengertian perjanjian formil sebagai perjanjian yang tidak hanya didasarkan pada adanya kesepakatan para pihak, tetapi oleh undang-undang juga disyaratkan adanya formalitas tertentu yang harus dipenuhi agar perjanjian tersebut sah demi hukum. Formalitas tertentu itu, misalnya tentang bentuk format perjanjian yang harus dibuat dalam bentuk tertentu, yakni dengan akta otentik ataupun akta di bawah tangan. Akta otentik yang dimaksud adalah akta yang dibuat oleh Notaris atau
pejabat hukum lain yang memiliki kewenangan untuk membuat akta otentik menurut undang-undang. Contoh perjanjian di bidang hukum kekayaan yang harus dilakukan dengan Akta Notaris adalah pendirian PT, Jamian Fidusia, dan lain-lain.10 Sehubungan dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM tentang pengesahan hukum PT Persekutuan Modal yang sudah tidak berlandaskan hukum lagi karena pengesahan sudah dirubah menjadi pendaftaran maka status Subjek hukum PT mengandung objek yang melanggar hukum, maka perjanjian PT tersebut tidak memenuhi syarat objektif sahnya perjanjian yang mengarah kepada perjanjian yang batal demi hukum yang mengakibatkan PT tersebut dianggap tidak ada, kemudian siapa yang bertanggung jawab atas transaksi yang sudah dibuat.
Berkembangnya kegiatan perniagaan yang semakin meningkat menyebabkan meningkatnya tuntutan masyarakat untuk pengembangan dunia usaha, mendorongnya untuk mendapatkan kepastian hukum yang membutuhkan pelayanan dari pejabat umum dalam bidang pembuatan alat bukti guna menjamin kepastian hukum dari perbuatan hukum yang dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan Jasa Notaris.11 Celah hukum yang timbul akibat dari suatu kekaburan norma, mengundang pelaku itikad buruk menggunakan kesempatan yang ada untuk merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri, termasuk kekaburan hukum yang terjadi dalam proses pengesahan PT. Walaupun keadilan masih dapat ditegakkan dalam proses pengadilan atas kasus tersebut, dan gugatan dapat diajukan jika ada pihak yang dirugikan, tetapi sudah dapat dikatakan bahwa pengaturan ini tidak berkepastian hukum, dan subjek hukum PT yang ada setelah perubahan oleh UU Cipta Kerja memiliki risiko batal demi hukum.
-
4. Kesimpulan
Pengaturan pengesahan badan hukum PT berdasarkan UU Cipta Kerja Bagian Kelima Pasal 109 Ayat (2) UU Cipta Kerja yang mengatur bahwa Perseroan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan bukti pendaftaran adalah sah bagi PT Perorangan, tetapi tidak sah bagi PT Persekutuan Modal. Aturan bukti pendaftaran kemudian diperkuat oleh aturan pelaksananya yaitu PP Nomor 18 Tahun 2021 pada Pasal 6 ayat (3) yang mengatur bahwa Perseroan perorangan memperoleh status badan hukum setelah didaftarkan kepada Menteri dan mendapatkan sertilikat pendaftaran secara elektronik. Celah hukum yang timbul akibat dari suatu kekaburan norma, mengundang pelaku itikad buruk menggunakan kesempatan yang ada untuk merugikan orang lain demi keuntungan diri sendiri, termasuk kekaburan hukum yang terjadi dalam proses pengesahan PT, karena tidak efektif dilaksanakan dalam mekanisme pengesahan badan hukum PT Persekutuan Modal dapat menyebabkan pendirian badan hukum PT menjadi Batal Demi Hukum.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Kurniawan. (2014). Hukum Perusahaan (Karakteristik Badan Usaha Berbadan Hukum dan Tidak Berbadan Hukum di Indonesia). Genta Publishing. Yogyakarta
Jurnal
Asmara, T. T. P., Ikhwansyah, I., & Afriana, A. (2019). Ease of Doing Business: Gagasan Pembaruan Hukum Penyelesaian Sengketa Investasi di Indonesia. University Of Bengkulu Law Journal. 4 (2). h. 120. DOI : 10.33369/ubelaj.4.2.125-143
Debora, N. C. D. C. (2018). Kepastian Hukum Mekanisme Kerja Persekutuan Perdata Notaris Berkaitan Dengan Pembuatan Akta. Acta Comitas. 3 (02). h. 305. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2018.v03.i02.p07
Dewi, P. I. A., & Purwanto, I. W. N. (2021). Peran Notaris Dalam Pendirian Perseroan Terbatas Pasca Undang-Undang Cipta Kerja. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 6 (03). h. 552. DOI : https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p7
Hartarto, G. J. T. Status Yuridis Bursa Efek Sebagai Pengatur Kegiatan Perdagangan Pasar Modal. Masalah-Masalah Hukum, 50 (2). h. 143-150. DOI :
https://doi.org/10.14710/mmh.50.2.2021.143- 150
Khairandy, R. (2013). Karakter Hukum Perusahaan Perseroan dan Status Hukum Kekayaan yang Dimilikinya. Jurnal Hukum Ius Quia Iustum. 20 (1). h. 89. DOI : https://doi.org/10.20885/iustum.vol20.iss1.art5
Liuw, C. R. (2016). Tinjauan Hukum Tentang Pembubaran Perseroan Terbatas Berdasarkan Penetapan Pengadilan. Lex et Societatis. 4 (5). h. 13. DOI :
https://doi.org/10.35796/les.v4i5.11960
Lubbena, F., & Mayasari, I. D. A. D. (2021). Kepastian Hukum Pendirian Perseroan Perseorangan Tanpa Akta Notariil Berdasarkan Undang-Undang Cipta Kerja. Acta Comitas: Jurnal Hukum Kenotariatan. 6 (03). h. 138. DOI :
https://doi.org/10.24843/AC.2022.v07.i01.p11
Prastyo, H. (2018). Akibat Hukum Terhadap Akta Yang Dibuat Oleh Atau Dihadapan Notaris Setelah Dinyatakan Pailit. Jurnal Repertorium. 5 (2). h. 103. DOI :
http://dx.doi.org/10.17712/uns.vol5.no2.247
Sinaga, L. V., & Lestari, C. I. (2021). Analisis Yuridis Pertanggungjawaban Direksi Terhadap Pailitnya Suatu Perseroan Terbatas. Jurnal Rectum: Tinjauan Yuridis Penanganan Tindak Pidana. 3 (1) h. 30. DOI :
http://dx.doi.org/10.46930/jurnalrectum.v3i1.816
Sinaga, N. A. (2018). Hal-Hal Pokok Pendirian Perseroan Terbatas Di Indonesia. Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara. 8 (2). h. 18. DOI :
https://doi.org/10.35968/jh.v8i2.253
Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 106, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 245, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6573)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2021 Tentang Modal Dasar Perseroan Serta Pendaftaran Pendirian, Perubahan, Dan Pembubaran Perseroan Yang Memenuhi Kriteria Untuk Usaha Mikro dan Kecil (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 16, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6620)
491
Discussion and feedback