Sertifikat Hak Cipta Atas Film Sebagai Jaminan Fidusia Berkaitan Dengan Benda Bergerak Tidak Berwujud
on
Vol. 7 No. 03 Desember 2022 e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960 Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas |
Sertifikat Hak Cipta Atas Film Sebagai Jaminan Fidusia Berkaitan Dengan Benda Bergerak Tidak Berwujud
Made Ari Yudia Krisna 1, Cokorda Dalem Dahana 2
-
1 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
-
2 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail : [email protected]
Info Artikel
Masuk : 06 Oktober 2022
Diterima : 02 Desember 2022
Terbit : 21 Desember 2022
Abstract
The purpose of this study was to determine and analyze the conditions for applying for bank credit related to copyright on films as collateral objects after the provisions of Article 16 paragraph (3) UUHC and execution of copyright certificates on
Keywords:
Copyright, Fiduciary
Guarantee, Film
films as fiduciary guarantees related to default by the debtor. The writing of this journal uses a normative type of research where an assessment of the applicable laws and regulations is carried out and uses secondary data as the main data. Based on the results of the study, it can be concluded as follows: (1) The conditions that are met by the copyright owner are then made a credit agreement followed by a fiduciary guarantee agreement made by a notary and registered at the fiduciary guarantee registration office to obtain a fiduciary guarantee deed; and (2) Execution related to the debtor's default on his film certificate which has been stated in the fiduciary guarantee deed used by public auction or underhand sales in accordance with the agreement of the parties to finance the debt.
Abstrak
Kata Kunci:
Hak Cipta, Jaminan Fidusia, Film
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis syarat-syarat pengajuan kredit bank terkait hak cipta atas film sebagai objek jaminan setelah adanya ketentuan Pasal 16 ayat (3) UUHC dan eksekusi sertifikat hak cipta atas
Corresponding Author:
film sebagai jaminan fidusia terkait adanya wanprestasi oleh
Made Ari Yudia Krisna, E-mail :
debitur. Penulisan jurnal ini menggunakan jenis penelitian normatif dimana dilakukan pengkajian peraturan perundang-undangan yang berlaku serta menggunakan data sekunder sebagai data utama. Berdasarkan hasil penelitian, dapat
DOI:
dirumuskan kesimpulan sebagai berikut : (1) Syarat yang
10.24843/AC.2022.v07.i03. p14
dipenuhi oleh pemilik hak cipta maka dilakukan perjanjian kredit yang diikuti dengan perjanjian jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris dan diaftarkan pada kantor pendaftaran jaminan fidusia untuk memperoleh akta jaminan fidusia; dan (2) Eksekusi terkait wanprestasi debitur terhadap sertifikat filmnya dimana telah tertuang dalam akta jaminan fidusia digunakan dengan cara pelalangan umum atau penjualan di bawah tangan sesuai dengan kesepakatan para pihak untuk melunasi pembiayaan utangnya.
-
1. Pendahuluan
Seiring dengan berkembangnya kegiatan ekonomi dan usaha di Indonesia maka masyarakat akan membutuhkan sumber-sumber dana untuk membiayai kegiatan usaha pada perusahaan. Kegiatan usaha pada perusahaan tidak jarang melakukan pinjaman dana atau perkreditan dana untuk masyarakat sebagaimana definisi bank merupakan badan usaha yang bergerak di bidang keuangan. Dalam melakukan kredit di bidang perbankan bahwa bank selaku kreditur memiliki keperpercayan untuk meminjamkan dana kepada debitur karena debitur memberikan jaminan yang dapat dijadikan kepastian hukum untuk pelunasan utangnya dalam perjanjian tersebut dengan adanya jangka waktu pelunasannya.1 Jaminan yang diserahkan kepada kreditur merupakan jaminan materiil (hak kebendaan) seperti benda bergerak dan tidak bergerak dan jaminan immateriil (perorangan).2
Jaminan fidusia diberikan oleh seorang pemberi (debitur) kepada penerima (kerditur) yang dalam hal ini pihak bank untuk melunasi utangnya yang dimana fidusia sendiri merupakan penyerahan benda kepada pihak penerima dengan adanya kepercayaan dan memberikan kedudukan kepada pemberi jaminan untuk tetap menguasai bendanya dalam suatu perjanjian. Tekait Perjanjian jaminan fidusia yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (yang selanjutnya disebut dengan UUJF) menyebutkan bahwa yang dapat dijadikan jaminan yakni benda bergerak berwujud ataupun tidak berwujud ataupun tidak bergerak seperti halnya Hak Kekayaan Intelektual (HKI).
HKI merupakan hak eksklusif sebagai salah satu hasil yang diperoleh dari kreatifitas atau kegiatan yang dilakukan manusia yang termasuk ke dalam hak atas kekayaan tidak berwujud (intangible assets) dengan diberikannya hak ekslusif atas karya yang dihasilkan atau diciptakan mendapatkan perlindungan.3 Salah satu jenis HKI yang mendapatkan perlindungan hukum, yaitu hak cipta yang merupakan sebuah hasil karya ciptaan seseorang maupun sekelompok orang dalam bidang seni, ilmu pengetahuan maupun sastra dimana hak cipta tersebut melekat pada diri pencipta yang hasil ciptaan tersebut dapat dilindungi oleh hukum, karena hal tersebut merupakan suatu penghargaan terhadap pencipta yang telah mengorbankan waktu, tenaga, biaya dan lainnya.4
Film adalah suatu karya seni dalam bidang budaya yang termasuk dalam kategori sinematografi yang mendapatkan perlindungan sebagaimana diatur dalam Pasal 40 ayat (1) huruf m Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (selanjutnya disebut dengan UUHC) yang menjelaskan bahwa karya sinematografi yang merupakan sebuah ciptaan berupa gambar gerak, yakni film dokumenter, iklan,
atau film kartun ataupun film cerita yang dibuat dengan adanya skenario.5 Dapat dilihat seiring bekermbangnya jaman perfilman Indonesia sudah melakukan inovas-inovasi baru, maka dari itu dalam pembuatan film memerlukan kontribusi dan dukungan dari pihak lain. Sehingga suatu hasil karya ciptaan merupakan suatu hak eksklusif bagi pencipta dimana mereka berhak untuk untuk mengummkan, memperbanyak karya ciptaannya atau memberikan izin kepada orang lain, mengontrol dalam penyebaran atas karya ciptanya melalui penyiaran yang disertai lisensi dan hak ekonominya melalui Lembaga Penyiaran. Terkait perlindungan hak cipta diberikan secara otomatis setelah suatu karya cipta telah terbentuk dengan nyata. Namun dalam hal ini pendaftaran atau pencatatan ciptaan juga diperlukan bagi pencipta karya cipta untuk mendapatkan kekuatan hukum yang tetap karena apabila terjadi konflik, maka pencipta dapat memperlihatkan bukti kepemilikan atas hak tersebut. Terkait film yang tergolong dalam karya senimatografi mendapatkan perlindungan oleh UUHC, maka pencipta selaku pemilik hak cipta atas karya film mempunyai hak eksklusif Hak cipta dianggap sebagai benda tidak berwujud yang memiliki nilai ekonomi yang dapat berlaih atau dialihkan melalui proses pewarisan, hibah, wakaf, wasiat, perjanjian tertulis ataupun sebab-sebab lain sesuai dengan ketetntuan peraturan perundang-undangan yang berlaku sesuai ketentuan Pasal 16 ayat (2) UUHC yang dalam hal ini hak cipta sebagai benda bergerak tidak berwujud untuk dijadikan jaminan. Saat ini UUHC secara tegas menyatakan hak cipta dapat dijadikan objek jaminan fidusia dalam melakukan kredit di bank dengan menjaminkan suatu benda yang tidak berwujud sebagaimana ketentuan Pasal 16 ayat (3) UUHC. Pengaturan dalam Pasal 16 ayat (3) UUHC tersebut tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan UUJF. Sehingga para pencipta atau pemegang hak cipta dapat menjaminkan hasil karyanya ciptaannya dalam kepada lembaga keuangan yakni bank sebagai agunan kreditnya.6
Menurut ketentuan Pasal 1 angka 1 UUJF, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik berwujud maupun yang tidak berwujud dan tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan Pemberi Fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditor lainnya. Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Ekonomi Kreatif (selanjutnya disebut PP Ekraf), dimana dalam Pasal 9 disebutkan bahwa dalam pelaksanaan Skema Pembiayaan Berbasis Kekayaan Intelektual, lembaga keuangan bank dan lembaga keuangan nonbank menggunakan Kekayaan Intelektual sebagai objek jaminan utang dalam bentuk jaminan fidusia atas Kekayaan Intelektual, kontrak dalam kegiatan Ekonomi Kreatif dan/atau hak tagih dalam kegiatan Ekonomi Kreatif.
Dalam Pasal 11 PP Ekraf yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum menyediakan akses data atas KI yang dijadikan sebagai objek jaminan utang
kepada lembaga keuangan bank / non bank dan masyarakat. Hal ini memerlukan tindak lanjut untuk memberikan kepastian hukum sekaligus perlindungan hukum bagi para pihak. Meskipun pencatatan dan / atau pendaftaran KI telah dapat dilakukan secara online begitupun dengan pendaftaran jaminan fidusia, namun ketentuan Pasal 11 PP Ekraf tersebut memerlukan tindak lanjut dan kepastian apakah akses data yang dimaksud merupakan database yang berisi data KI yang telah dijaminkan dalam arti database yang berisi pencatatan penjaminan KI yang yang dapat dijadikan acuan verifikasi mengenai KI yang dijaminkan / telah diikat fidusia sebagaimana diamanatkan Pasal 8 PP Ekraf .
Persiapan keberlakuan PP Ekraf 1 (satu) tahun sejak tanggal diundangkan atau pada 12 Juli 2023 mendatang tidak hanya harus dilakukan oleh Pemerintah dan Perbankan saja, tetapi juga berbagai pihak terkait termasuk pelaku ekraf dan insan kreatif di Indonesia pada umumnya untuk melakukan pencatatan / pendaftaran atas aset intelektual / KI yang dimilikinya agar dapat memperoleh Surat Pencatatan / Sertifikat sebagai Bukti Hak serta Melakukan pengelolaan KI dengan optimal agar dapat meningkatkan valuasi KI tersebut ketika kelak akan dijadikan sebagai jaminan utang, mengingat berdasarkan PP Ekraf KI yang dapat dijadikan sebagai objek jaminan utang adalah :
-
1. KI yang telah tercatat / terdaftar di Kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang hukum (KemenkumHAM);
-
2. KI yang sudah dikelola baik secara sendiri dan / atau dialihkan haknya kepada pihak lain
Hak cipta sendiri adalah suatu konsep dimana pencipta perfilman memiliki hak untuk nantinya dapat menikmati hasil karyanya baik moral maupun ekonominya. Namun dalam memproduksi suatu karya cipta film produser memerlukan biaya yang cukup besar, sehingga pihak produser sering kali kesulitan untuk mendapatkan dana. Seiring berjalannya waktu dengan adanya revisi UUHC ini pihak produser dapat melakukan pinjaman (kredit) kepada pihak bank untuk memenuhi kebutuhan produksinya dimana pemohon menjaminkan sertifikat hak cipta atas filmnya yang telah didaftarkan pada Dirjen HKI dan masih dalam perlindungan terkait nilai ekonominya. Adapun salah satu contoh bentuk jaminan fidusia terkait hak cipta atas film, yaitu produser film Ada Apa Dengan Cinta atau sering disebut dengan AADC 1 dan 2 dapat mengajukan sertifikan HKI atas film yang dipergunakan sebagai jaminan untuk memperoleh dana dari bank guna memproduksi film lainnya.7 Dalam hal ini UUHC memberikan penghargaan dan kesempatan kepada pemilik hak cipta karena telah mengeluarkan tenaga, waktu, biaya dan lainnya guna menghasilkan suatu karya sehingga pemerintah mengeluarkan intruksi yang tertuang dalam UUHC bahwa karya ciptanya dapat sebagai jaminan dengan adanya suatu perjanjian untuk melakukan kredit namun sebelum itu sebuah karya cipta harus telah dicatakan di Dirjen HKI.8
Dengan adanya penjelasan di atas bahwa pencipta atau pemegang hak cipta atas film dapat mempergunakan hasil ciptaannya sebagai objek jaminan utang dimana dana tersebut digunakan untuk melakukan produksi film baru. Namun untuk dapat digunakan sebagai jaminan, pemohon perlu memenuhi persyaratan tertentu dalam pengajuan kredit di bank untuk nantinya dapat melunasi piutangnya.
Dari paparan masalah diatas maka diangkatlah karya ilmiah “Sertifikat Hak Cipta Atas Film Sebagai Jaminan Fidusia Berkaitan Dengan Benda Bergerak Tidak Berwujud”. Dengan rincian rumusan masalah yaitu : Bagaimana pengaturan terkait pengajuan kredit bank terkait hak cipta atas film sebagai objek jaminan setelah adanya ketentuan Pasal 16 ayat (3) UUHC ? dan Bagaimana eksekusi sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia terkait adanya wanprestasi oleh debitur ? Tujuan dilaksanakan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan terkait pengajuan kredit bank terkait hak cipta atas film sebagai objek jaminan setelah adanya ketentuan Pasal 16 ayat (3) UUHC dan eksekusi sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia terkait adanya wanprestasi oleh debitur.
Setelah melakukan berbagai penelusuran ada beberapa judul artikel jurnal yang berhubungan dengan penelitian jurnal ini, yaitu : Penelitian dari Reni Budi Setianingrum dengan judul “Mekanisme Penentuan Nilai Ekonomis dan Pengikatan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia”, dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana mekanisme penentuan nilai ekonomi suatu hak cipta apabila hendak dijadikan objek jaminan fidusia ? dan (2) Bagaimana mekanisme penilaian nilai ekonomis dari suatu benda tidak berwujud dalam praktek di negara Common Law ?9 Kemudian terdapat pula penelitian jurnal yang mirip yaitu : Penelitian dari Djoko Hadi Santoso dengan judul “Royalti Hak Cipta Sebagai Obyek Jaminan Fidusia”, dengan rumusan masalah : (1) Bagaimana Karakteristik Royalti Hak Cipta sebagai Jaminan Fidusia ? dan (2) Bagaimana Eksekusi Royalti Hak Cipta apabila debitor wanprestasi ?10 Membandingkan secara seksama kedua penelitian dari Reni Budi Setianingrum dan Djoko Hadi Santoso memiliki rumusan masalah serta topik pembahasan yang berbeda dengan tulisan ini. Dimana tulisan ini memfokuskan pada pengaturan terkait pengajuan kredit bank terkait hak cipta atas film sebagai objek jaminan dan eksekusi sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia terkait adanya wanprestasi oleh debitur. Sehingga tulisan ini memiliki orisinalitas tersendiri dalam kajian penelitian hukum.
-
2. Metode Penelitian
Pada penelitian ini menggunakan metode hukum normatif yang memfokuskan pada norma hukum yang berlaku dan dalam peraturan Perundang-Undangan berdasarkan UUHC dan UUJF. Jenis pendekatan yang digunakan ialah Pendekatan Perundang-Undangan (statute approach) dengan mengacu pada bahan hukum primer yakni UUHC dan UUJF, sedangkan bahan hukum sekunder berupa literatur buku dan jurnal
hukum. Selanjutnya dilanjutkan dengan menganalisis permasalahan yang ada sesuai dengan konsep-konsep hukum yang disertai dengan berbagai literatur seperti buku-buku, jurnal, artikel, dan lain sebagainya, yang relevan dengan judul yang penulis angkat. Teknik analisis yang digunakan yaitu deskripsi, interprestasi dan argumentasi.
-
3. Hasil Dan Pembahasan
Hak ekonomi atas ciptaan film merupakan hak untuk mendapatkan ekonomi atas ciptaannya dimana memberikan manfaat dan keuntungan secara finansial. Terkait film sebagai objek jaminan fidusia untuk pembiayaan produksi film dalam memperoleh kredit telah tertuang dalam Pasal 16 UUHC menjelaskan bahwa hak cipta merupakan benda bergerak tidak berwujud yang dapat dijadikan objek jaminan fidusia dalam melakukan kredit di bank, namun tetap melaksanakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Oleh karena itu secara jelas bahwa hak cipta atas film sebagai benda bergerak tidak berwujud dapat menjadi objek jaminan fidusia sesuai Pasal 16 ayat (3) UUHC dengan tetap merujuk pada UUJF. Dalam melakukan kredit perlu diperhatikan lagi bahwa hak cipta tersebut dapat dialihkan melalui perjanjian tertulis maupun sebab-sebab lainnya itu sebabnya ia bisa dijadikan jaminan. Terkait pengalihan hak kepemilikan suatu benda tersebut berdasarkan rasa percaya sebagaimana prisip kepercayaan yang dimiliki oleh bank, namun tetap dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sehingga hak cipta atas film yang dijadikan jaminan dapat dialihkan kepada kreditur namun film tetap tetap dimiliki pencipta. Oleh karena itu sertifikat hak cipta atas film telah memenuhi kriteria berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 1 dan angka 2 UUJF tersebut.
Syarat-syarat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia dilakukan dalam beberapa tahapan, yaitu ciptaan tersebut terlebih dahulu harus dicatatkan di Dirjen HKI dengan berdasar pada Pasal 66 sampai Pasal 73 UUHC. Apabila nantinya ingin menjadikan hak cipta sebagai objek jaminan fidusia, maka objek tersebut harus tercantum dalam catatan Dirjen HKI yang dimana terdapat bukti nomor register di alamat website resmi dgip.co.id. Sehingga hak cipta tersebut harus dicatatkan untuk memperoleh kepastian dan perlindungan hukum dari Dirjen HKI yang meskipun suatu ciptaan pada saat dilahirkan telah mendapatkan perlindungan secara prinsip deklaratif.
Setelah adanya surat pencatatan film sebagai bukti dalam pengalihan hak kepada kreditur sebagai jaminan, maka pihak bank selaku kreditur akan membuat surat perjanjian yang dalam hal ini kredit antara bank dan debitur (pemilik hak cipta). Jika suatu perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok telah selesai dibuat, maka para pihak akan menandatangani perjanjian tersebut dengan menambahkan surat perjanjian tambahan yakni jaminan fidusia yang dibuat di depan dan oleh Notaris untuk mendapatkan Akta Jaminan Fidusia. Dan yang terakhir dengan adanya akta tersebut
maka dilakukan pendaftaran atau pencatatan objek yang dalam hal ini sertifikat film.11 Sebelum itu untuk menjaminkan sertifikat hak cipta atas film sebagai objek jaminan fidusia oleh pihak bank harus memenuhi kriteria, yaitu objek tersebut harus memiliki nilai ekonomisnya dimana kriteria ini sangat penting sebelum jaminan kebendaan tersebut dijadikan objek perjanjian kredit.12 Untuk dapat mengitung nilai ekonomisnya dari hasil karya film untuk dijadikan sebagai objek jaminan fidusia terkait kredit tentunya pihak perbankan akan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : a) seberapa seringnya karya film tersebut diputar atau dimainkan; b) Seberapa banyaknya film tersebut terjual tiketnya di bioskop maupun di aplikasi elektronik seperti netflix, wetv, viu, vidio, disney plus dan sebagainya; dan c) banyaknya jumlah pencarian di situs website resmi seperti google dan youtube. Sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan telah tertuang dalam Pasal 11 sampai dengan Pasal 18 UUJF. Dalam hal ini pendaftaran atau pencatatan jaminan fidusia merupakan suatu kewajiban yang harus dilakukan pemohon (selaku pemilik hak cipta) untuk melakukan kredit di bank sesuai Pasal 11 ayat (1) UUJF terkait hak cipta yang dimiliki dapat dimanfaatkan hak ekonominya. Berkaitan dengan itu, tata cara pendaftaran jaminan fidusia lebih lengkapnya tertuang dalam Pasal 13 UUJF dimana pemohon dapat melakukan pendaftaran atau pencatatan di daerah pemberi fidusia (pemilik hak cipta) dan pendaftaran tersebut dilakukan di Kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dengan membayar biaya administrasinya. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia Dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia dimana pemohon melampirkan surat pernyataan jaminan, perjanjian pokok yakni kredit, uraian objek jaminan yang di dalamnya berisi nilai benda, nilai penjamin, dan salinan akta notaris serta salinan kuasa untuk melakukan pendaftaran. Setelah pemohon memenuhi tata cara pencatatan sesuai peraturan berlaku dan pemohon dinyatakan telah berhasil, maka kantor pendaftaran akan menerbitkan sertifikat dan mencatatkan dalam buku daftar fidusia sesuai tanggal pemohon melakukan pendaftaran, sehingga jaminan fidusia tersebut lahir dan terikat oleh para pihak yang telah sekapakt untuk pemberian kredit. Perlu diketahui bahwa sertifikat jaminan fidusia menjadikan kepastian hukum kepada kreditur yang mempunyai kekuatan eksekutioral (kekuatan hukum yang tingkatnya sama dengan putusan pengadilan) jika debitur selaku pemberi fidusia melakukan wanprestasi (cidera janji).13
Perlu ditegaskan kembali bahwa sertifikat atas film sebagai jaminan atas kredit yang diterima kreditur dimana pengalihan hak tersebut tidak secara keseluruhan namun sebatas hak ekonominya saja. Dengan demikian syarat terpenting yang harus dipenuhi agar hak cipta atas film dapat dijadikan objek jaminan adalah telah dicatatkan di Diejen HKI, melampirkan surat pernyataan jaminan fidusia di depan dan
oleh notaris, benda tersebut dapat dialihkan. Adanya peralihan atas hak cipta dilakukan dengan cara tertulis dengan jelas berdasarkan akta dari notaris sesuai Pasal 16 ayat (2) UUHC jo Pasal 5 ayat (1) UUJF, memiliki nilai ekonomis, telah terdaftar di Dirjen HKI sesuai dengan ketentuan UUJF serta masih dalam masa perlindungan sebuah ciptaan yang tercatat dalam daftar umum ciptaan. Dan pemenuhan berkas lainnya terkait hak cipta atas film sebagai jaminan pemberian kredit, maka pemohon menyerahkan fotokopi sertifikat pencatatan hak cipta atas film, laporan royalty film dengan melihatkan nilai ekonominya dan fotokopi identitas pemohon selaku pemegang hak cipta. Sertifikat film yang telah dicatatkan sebagi objek jaminan fidusia yang telah dibuat secara sah dengan memiliki kekuatan hukum tetap.
Terkait utang debitur telah dilakukan pelunasan sesuai besarnya biaya dan jangka waktu yang telah ditentukan maka jaminan dengan fidusia tersebut akan dihapus. Setelah adanya penghapusan tersebut pihak penerima fidusia atau kuasanya wajib melaporkan permohonan atas pencabutan pendaftaran fidusia kepada menteri dengan batas waktu 14 hari. Namun apabila debitur cidera janji dalam hal ini kreditur berhak untuk mengeksekusi sendiri benda yang dijadikan jaminan dikarenakan dalam sertifikat jaminan fidusia bersifat eksekutorial yang sebelumnya kreditur telah memberikan surat peringatan pembayaran sebanyak tiga kali dikarenakan tidak adanya niat baik dari debitur itu sendiri.
Meskipun dinilai telah membawa pembaharuan hukum khususnya bagi pemegang hak atas HKI namun di sisi lain, ternyata konsep aset HKI sebagai jaminan perbankan juga masih menuai hambatan atau kendala. Hal ini dianggap tidak sesuai dengan konsep teori kepastian dan pelindungan hukum. Teori kepastian hukum yang dikemukakan oleh Hans Kelsen, mengartikan hukum sebagai suatu norma. Norma merupakan suatu pernyataan yang menekankan aspek “seharusnya” atau das sollen, dengan menyertakan beberapa peraturan tentang apa yang harus dilakukan. Tiap-tiap manusia memiliki kebebasan, tetapi dalam hidup bersama ia memikul tanggung jawab menciptakan hidup bersama yang tertib. Kedua teori hukum ini saling berkaitan. Kepastian hukum diperlukan untuk mewujudkan adanya pelindungan hukum. Meskipun materi baru HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan patut diapresiasi karena dianggap sebagai pembaharuan hukum, namun nyatanya belum memberikan adanya kepastian dan pelindungan hukum. Belum adanya kepastian dan pelindungan hukum yang memadai di sini lebih diartikan bahwa ternyata belum semua lembaga perbankan nasional dapat menerima konsep aset HKI sebagai objek jaminan kredit perbankan. Hal ini bukannya tanpa sebab mengingat Pasal 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, telah menyatakan tegas bahwa perbankan Indonesia dalam melakukan usahanya berdasarkan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip kehatihatian.
-
3.2 Eksekusi Sertifikat Hak Cipta atas Film sebagai Jaminan Fidusia terkait adanya Wanprestasi oleh Debitur
Debitur dan kreditur dalam melakukan perjanjian jaminan fidusia wajib untuk melaksanakan prestasinya sesuai ketentuan Pasal 4 UUJF. Apabila debitur tidak dapat melaksanakan kewajibannya atau prestasinya maka pihak tersebut telah wanprestasi (cidera janji). Pengaturan mengenai wanprestasi tercantum pada Pasal 1243
KUHPerdata bahwa pelaksanaan kewajiban tidak terpenuhi atau kelalaian yang dilakukan oleh debitur tidak sesuai dengan perjanjian berdasarkan waktu yang telah ditentukan yang menyebabkan kerugian bagi salah satu pihak, sehingga pihak yang yang dirugikan dapat menuntut ganti rugi. Wanprestasi yang lahir dalam perjanjian kredit dengan jaminan fidusia dapat terjadi karena salah satu pihak tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagaimana yang telah tercantum, disepakati dan telah ditandatangani perjanjian tersebut. Dalam perjanjian jaminan fidusia terkait eksekusi suatu objek yang menjadi jaminan telah tercantum dalam Pasal 29 sampai dengan Pasal 34 UUJF. Adapun eksekusi jaminan fidusia yang dimaksud berupa penyitaan dan penjualan benda yang dijadikan jaminan apabila debitur tidak dapat memenuhi kewajiban yang telah disepakatinya sesuai denga nisi dari perjanjian tersebut.14
Debitur selaku pemilik hak cipta dapat saja melakukan wanprestasi maka bank selaku kreditur dapat melakukan eksekusi agunan sesuai ketetuan UUJF, namun pada ketentuan UUJF pengeksekusi hak cipta belum diatur secara tegas dan khusus. Tetapi secara umum eksekusi dilakukan dengan penyitaan dan lelang sita tanpa memerlukan suatu putusan hakim pengadilan (titel eksekutorial). Terkait kasusu ini hak cipta dapat dijual melalui pelelangan umum atau di pasar perdagangan bursa tetapi dalam penjualan ini akan menimbulkan kesulitan sebagaimana dijelaskan di atas bahwa hak cipta tidak dapat di sita karena melekat pada diri pencipta atau pemegang hak cipta yang disebut dengan hak moral. Namun hak cipta dapat di eksekusi hanya dengan nilai ekonominya saja melalui lelang umum atau penjualan dibawah tangan sesuai Pasal 16 ayat (2) UUHC serta lunasnya piutang diambil dari hasil penjualan berdasarkan kesepakatan para pihak berdasarkan Pasal 29 ayat (1) huruf c UUJF. Pengalihan hak cipta atas film terkait eksekusi akibat debitur wanprestasi dimana eksekusi agunan tidak dapat menghapus hak moral dari pencipta untuk tetap dicantumkan namanya sebagai pemilik ciptaan meskipun pencipta telah meninggal dunia sebagaimana ketentuan Pasal 5 UUHC. Berlainan dengan hak ekonomi yang dimiliki pencipta dengan dibatasi perlindungan hukumnya dan apabila pencipta telah menjual karya ciptanya ke orang lain, maka pencipta akan kehilangan lisensinya.
Sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia terkait pembiayaan di bank tentunya dengan adanya Akta Jaminan Fidusia yang sebelumnya adanya perjanjian pokok kredit diikuti dengan perjanjian fidusia yang telah didaftarkan kepada Kemenkum HAM di kantor Pendaftaran Jaminan Fidusia dimana akta tersebut menjelaskan bahwa telah terjadinya debitur telah mengalihkan hak tersebut kepada kreditur yang telah menerima pengalihan hak dari debitur atas sebagian haknya kepemilikannya tersebut dikarenakan hak moral tetap melekat pada diri pencipta dan hak ekonominya saja yang dapat beralih.15 Dalam perjanjian jaminan fidusia oleh pihak bank sebagaimana dalam perjanjiannya bahwa debitur masih berhak untuk menguasai hak kepemilikan atas hak cipta atas film tersebut.
Terkait pelaksanaan eksekusi jaminan yakni sertifikat hak cipta atas film dapat dilakukan penjualan sebagai objek jaminan melalui pelelangan umum ataupun di
bawah tangan. Pengeksekusian hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia dalam kredit bank, yaitu dengan peralihan hak ekonominya saja untuk dapat mendapatkan manfaat ekonomi atas ciptaan yang dalam hal ini film yang telah memiliki sertifikat hak cipta yang telah dicatat di Dirjen HKI. Adapun proses pengalihan hak cipta dengan cara pengalihan tertulis yang dituangkan dalam akta notaris yang telah disepakati oleh pemberi serta penerima fidusia sebagai penetapan pengalihan hak ekonominya. Yang selanjutnya akta notaris tersbut dicatatkan dan diumukan pengalihan haknya ke Dirjen HKI dimana membuat permohonan dalam bahasa indonesia dengan biaya administrasi. Sehingga dari hasil pemanfaatan hak ekonomis (royalti) beralih ke pihak bank selaku kreditur dan dapat mengambil pelunasan piutangnya, namun dalam apabila dari hasil penjualan tersebut terdapat sisa maka sisa penjualan tersebut dapat dikembalikan ke debitur.
Dalam teori hukum perbankan, istilah jaminan dibedakan dengan istilah agunan. Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan, tidak dikenal istilah agunan, yang ada hanya jaminan. Sementara dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998, memberikan pengertian tidak sama dengan istilah jaminan menurut Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967, yang mana agunan atau tanggungan, sedangkan jaminan menurut Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 memiliki arti yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan diperjanjikan.
-
4. Kesimpulan
Hasil penelitian ini menjelaskan syarat-syarat pengajuan kredit bank terkait hak cipta atas film sebagai objek jaminan fidusia setelah adanya ketentuan Pasal 16 ayat (3) UUHC yaitu suatu objek jaminan harus memiliki nilai ekonomisnya, terdaftar pada Dirjen HKI yang sesuai dengan ketentuan UUJF, dalam masa perlindungan untuk dimasukkan ke dalam daftar daftar umum ciptaan, dan dapat dialihkan baik sebagian maupun keseluruhan sebagaimana tercantum dalam UUJF. Serta adapun eksekusi sertifikat hak cipta atas film sebagai jaminan fidusia terkait adanya wanprestasi oleh debitur dilakukan perjanjian dengan adnya pengalihan hak ekonomi secara tertulis oleh pihak debitur dan kreditur yang dituangkan ke dalam akta notaris yang kemudian akta notaris tersebut dicatatkan ke Dirjen HKI. Sehingga dari adanya peralihan hak ekonomi untuk memanfaatkan nilai ekonomi dari objek jaminan tersebut dapat melunasi utang debitur.
Daftar Pustaka / Daftar Referensi
Buku
Dharmawan, Ni Ketut Supasti, Wayan Wiryawan, dll. (2018). Harmonisasi Hukum Kekayaan Intelektual Indonesia. Swasta Nulus. Denpasar
Rizky Rustan. (2017). Hukum Jaminan. UII Press. Yogyakarta
Jurnal
Agustianto, A., & Sartika, Y. (2019). Analisis Yuridis terhadap Penerapan Hak Cipta sebagai Objek Jaminan Fidusia dalam Pemberian Fasilitas Kredit pada Perbankan di Kota Batam. Journal of Judicial Review, 21(2), 129-144. DOI
: http://dx.doi.org/10.37253/jjr.v21i2.674
Akbar, A. R. T. N. F., & Soemadji, R. T. N. (2021). Peran Notaris Pada Pembuatan Akta Jaminan Fidusia Dengan Objek Jaminan Berupa Hak Cipta. Indonesian Notary, 3 (2). h. 37-56. DOI : https://doi.org/10.24843/NTRY.2021.2684-7310
Chosyali, A. (2018). Perlindungan Hukum Hak Cipta Buku Pengetahuan Ditinjau Dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Refleksi Hukum: Jurnal Ilmu Hukum. 3 (1). h. 49-66. DOI :
https://doi.org/10.24246/jrh.2018.v3.i1.p49-66
Ginting, E. N. B. G., & Yetniwati, Y. (2020). Pengaturan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia dalam Perspektif Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia. Zaaken: Journal of Civil and Business Law. 1 (3). h. 413-430. DOI : https://doi.org/10.22437/zaaken.v1i3.11070
Handayani, W. M. (2019). Keberlakuan Hukum Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia Pada Perbankan Di Indonesia. Jurnal Pemuliaan Hukum, 2 (2). 13-24. DOI : https://doi.org/10.25139/lex.v2i2.1412
Hidayat, M. R., Nasution, K., & Setyadji, S. (2020). Kekuatan Hukum Pengikatan Hak Tanggugan Atas Jaminan Kredit. Jurnal Akrab Juara. 5 (1). h. 55-65. DOI :
https://doi.org/10.30736/ji.v2i2920
Mamentu, M. S. (2021). Penerapan Hukum Terhadap Pembajakan Film Di Situs Internet Dalam Hubungannya Dengan Hak Cipta. Lex Administratum. 9 (1). h. 513. DOI : https://doi.org/10.24114/jupiis.v13i1.32343
Mawarni, K. F. B., Adnyani, N. K. S., & Ardhya, S. N. (2021). Kriteria Hak Cipta Lagu Sebagai Objek Jaminan Fidusia Ditinjau Dari Pasal 16 Ayat (3) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta. Jurnal Komunitas Yustisia. 3 (3). h. 263-270. DOI : https://doi.org/10.23887/jatayu.v3i3.32872
Pamungkas, L. S. M. (2021). Politik Hukum Dalam Pelaksanaan Jaminan Fidusia Berdasarkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1999. Khazanah Hukum. 3 (1). h. 26-33. DOI : https://doi.org/10.15575/kh.v3i1.7678
Rahandono, R., Hakiki, A., & Nizam, A. R. (2019). Perlindungan Hukum Bagi Bank (Kreditur) Bila Debitur Kredit Macet Dengan Jaminan Hak Cipta. Jurnal Rechtens. 8 (1). h. 1-20. DOI : https://doi.org/10.36835/rechtens.v8i1.484
Santoso, D. H. (2017). Royalti Hak Cipta Sebagai Obyek Jaminan Fidusia. Masalah-Masalah Hukum. 46 (3). h. 198-204. DOI : 10.14710/mmh.46.3.2017.198-204
Setianingrum, R. B. (2016). Mekanisme Penentuan Nilai Appraisal Dan Pengikatan Hak Cipta Sebagai Objek Jaminan Fidusia. Jurnal Media Hukum. 23 (2). h. 229-238. DOI : https://doi.org/10.18196/jmh.2016.0083.229-238
Internet
Kumparan Bisnis, (2018), Sertifikat HAKI Bisa Dijaminkan ke Bank,
https://www.google.co.id/amp/s/m.kumparan.com/amp/kumparanbisnis/ bekraf-godok-skema-sertifikat-haki-bisa-dijaminkan-ke-bank, diakses pada
tanggal 26 Agustus 2021 pukul 09.20 WITA.
Peraturan Perundang-Undangan
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1967 Tentang Pokok-Pokok Perbankan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2842)
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3790)
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indoensia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3889)
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 Tentang Hak Cipta (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 266, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5599)
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2015 Tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 80, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5691)
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 2022 Tentang Ekonomi Kreatif (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6802)
528
Discussion and feedback