Keabsahan Hak Tanggungan Elektronik Yang Terbit Tanpa Adanya Pemeriksaan Oleh Pejabat Yang Berwenang
on
Vol. 7 No. 03 Desember 2022
e-ISSN: 2502-7573 □ p-ISSN: 2502-8960
Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas
Keabsahan Hak Tanggungan Elektronik Yang Terbit Tanpa Adanya Pemeriksaan Oleh Pejabat Yang Berwenang
I Gusti Ayu Hary Swandewi1, I Wayan Novy Purwanto2
1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
2Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]
Info Artikel
Masuk : 06Oktober 2022
Diterima : 02 Desember 2022
Terbit : 21 Desember 2022
Keywords :
electronic mortgage, PPAT, deed of granting mortgage
Kata kunci:
Hak Tanggungan elektronik; Pejabat Pembuat Akta Tanah; Akta Pemberian Hak
Tanggungan
Corresponding Author:
I Gusti Ayu Hary Swandewi, E-mail: [email protected]
DOI :
10.24843/AC.2022.v07.i03. p12
Abstract
This study aims to determine the validity of electronic-based mortgages that are issued, without any prior inspection. This article used a normative legal research methodology focusing on positive law. The findings of this study lead to the provisions of the National Land Law that the only guarantee for land in Indonesia is mortgage rights. 'Property rights, Business Use Rights, Building Use Rights, and use rights over state land' are among the land rights that can be encumbered with mortgage rights. These rights must be registered according to their terms and can be transferred according to their nature because the Head of the Office at the Land Office, or an officer that has been given the authority is administratively responsible for eMortgage and its services that are issued without inspection. With the inclusion of the digital signature, the signature has the same legal force and consequences as the signature of an authorized official which is done manually. The validity of the eMortgage issued without any inspection by the competent authority is the same as the e-Mortgage issued after the examination.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keabsahan hak tanggungan berbasis elektronik yang diterbitkan, tanpa dilakukannya pemeriksaan terlebih dahulu. Dalam artikel ini digunakan metodologi penelitian hukum normatif dengan fokus pada hukum positif. Temuan penelitian ini mengarah pada ketentuan UU Pertanahan Nasional bahwa satu-satunya jaminan atas tanah di Indonesia adalah hak tanggungan. ‘Hak milik, HGU, HGB, dan hak pakai atas tanah negara’ termasuk di antara hak atas tanah yang dapat dibebani hak tanggungan; hak-hak ini harus didaftarkan sesuai dengan persyaratannya dan dapat dialihkan sesuai dengan sifatnya. Karena Kepala Kantor di Kantor Pertanahan, atau petugas yang diberikan kewenangan bertanggung jawab secara administratif terhadap pelayanan HT-el serta HT-el yang diterbitkan tanpa pemeriksaan. Dengan dicantumkannya tanda tangan digital tersebut maka tanda tangan tersebut mempunyai kekuatan hukum dan akibat yang sama dengan tanda tangan pejabat yang berwenang yang dilakukan secara manual. Keabsahan HT-el yang diterbitkan tanpa adanya pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang sama
dengan HT-el yang diterbitkan setelah pemeriksaan.
Dalam rangka membina kesejahteraan hidup masyarakat, pembangunan ekonomi merupakan salah satu jenis pembangunan berstandar nasional. Pemerintah serta masyarakat sebagai individu maupun badan hukum merupakan pelaku dari pembangunan dalam bidang ekonomi. Penting untuk menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, salah satu bentuk usaha agar dapat menjaga pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan yaitu mendorong pembangunan, yang akan meningkatkan kebutuhan modal dalam bentuk uang dimana jumlah dari uang tersebut cukup besar. Sebagian besar uang tersebut didapatkan melalui bank maupun Lembaga lainnya yang menawarkan kredit. Dalam mekanisme perkreditan penyedia modal sebagai pihak yang memiliki dana berkeinginan mendapatkan keuntungan dari meminjamkan dananya kepada pihak lain yang membutuhkan dana. Lembaga yang khusus bergerak dibidang penyediaan dan penyaluran dana selanjutnya mewujudkan dalam bentuk Lembaga perbankan. Pentingnya ketersediaan berbagai pembiayaan untuk pembangunan memerlukan kejelasan terutama dalam bidang hukum bagi pemberi maupun penerima dalam hal kredit. Selain itu kepastian dalam bidang hukum bagi pihak-pihak lain yang memiliki keterkaitan dengan hak agunan. Hak Tanggungan merupakan layanan pertama di Kementerian ATR/BPN yang sifatnya elektronik atau online, hal tersebut dikarenakan :
-
a. Merupakan multiplayer effect dimasyarakat, dimana seseorang yang memiliki tanah yang ingin melakukan pinjaman berupa uang ke bank baik digunakan untuk keperluan investasi yang mengakibatkan terbukanya lapangan kerja sehingga ini dapat dikatakan sebagai multiplayer effect.
-
b. Hak tanggungan merupakan layanan yang permintaanya cukup tinggi
Hak Tanggungan pada penerapannya menggunakan asas pemisahan horizontal diturunkan melalui sistem adat.1 Pada hak tanggungan yang bersifat online ini tetap dilakukannya penerbitan sertipikat yang menjadi perbedaan adalah sertipikat ini bersifat digital. Sehingga tidak ada lagi masyarakat yang datang ke Kantor untuk melakukan pengurusan terhadap Hak Tanggungan. Sebagaimana terlihat mulai dari aturan yang mengatur mengenai tanah di bidang agraria atau yang sering dikatakan dengan Undang – Undang Pokok Agraria dimana Pasal 51 Undang – Undang Nomor 5
Tahun 1960 memberikan kelembagaan melalui pemberian hak jaminan dimana dapat dijamin, pemerintah terus berupaya memberikan perlindungan hukum yang terbaik bagi masyarakat khususnya mengenai perkreditan atas hak atas tanah. Untuk mencapai tujuan pemerintah dalam bidang Agraria,demi membangun hukum pertanahan nasional dengan mengedepankan keseragaman, kesederhanaan, serta kepastian atas bidang tanah bagi kepentingan masyarakat Indonesia, diberlakukannya aturan mengenai Hak jaminan yaitu Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996. Pada tahun 2020, Kementerian ATR/BPN mengeluarkan aturan mengenai hak tanggungan yang berbasis online maupun terintegrasi elektronik berdasarkan tuntutan zaman dan masyarakat terhadap perkembangan dan perubahan aturan yang diberlakukan untuk hak tanggungan.
Hak Tanggungan yang mana dimaksud dalam Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 tahun 2020 merupakan hak terhadap suatu jaminan dimana hak tersebut menjadi satu kesatuan yang diatur dalam UUPA, ada ataupun tidak ada sesuatu lainnya yang merupakan suatu bagian yang menjadikannya sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari tanah, dalam rangka melunasi suatu utang tertentu dengan memberikan prioritas beberapa kreditur atas yang lain. Budi Harsono memberikan pandangannya yaitu, hak tanggungan merupakan kemampuan menguasai tanah yang memberi kuasa kepada pemberi utang untuk mengubah barang yang dijadikan jaminan. Namun, jika debitur membuat jaminan, ia dapat menjualnya sebagai gantinya dan mengambil semua atau sebagian dari uang itu untuk memenuhi haknya, bukan untuk dikuasai atau digunakan secara fisik.2
Aturan mengenai hak jaminan yang terintegrasi melalui online yang diterbitkan berupa Permen ATR/BPN Nomor 9 Tahun 2019 tidak dipergunakan lagi sebagai akibat dari diundangkannya aturan ht-el berbasis online pada tahun 2020 yaitu Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 tahun 2020. Pasal 1 Angka 7 aturan tersebut mengacu pada hak tanggungan terpadu secara elektronik, yaitu seperangkat tata cara pelayanan pegadaian dengan tujuan untuk memelihara data pada pendaftaran terhadap objek bidang tanah yang dilakukan menggunakan media elektronik yang telah diintegrasikan. Proses pendaftaran HT-el ini diawali dengan registrasi yang dilakukan oleh pihak kreditur, diverifikasi oleh pejabat yang berwenang, dan diakhiri dengan penerbitan HT-el. Apabila hasil pelayanan terhadap Hak Tanggungan online tersebut dikeluarkan oleh Sistem HT-el serta pejabat tertinggi di kantah maupun petugas yang diberikan kewenangan tidak memeriksa kelengkapan serta kebenaran dokumen sampai dengan hari ketujuh, maka dianggap persetujuan telah diberikan didasarkan oleh Permen ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020 Pasal 14 ayat (1). Selain apakah HT-el yang diterbitkan memiliki keabsahan, penting untuk mempertimbangkan apakah memiliki kepastian hukum yang sama dengan HT-el yang diterbitkan. HT-el yang diberikan setelah dilakukan pemeriksaan atau verifikasi oleh instansi yang berwenang.
Rumusan permasalahan adalah Bagaimana tahapan dari pelaksanaan pendaftaran Hak Tanggungan dan Bagaimana Keabsahan Hak Tanggungan Elektronik yang terbit tanpa adanya pemeriksanaan oleh pejabat yang berwenang dengan mempertimbangkan latar belakang situasi. Tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui tahapan pendaftaran Hak Tanggungan serta untuk mengetahui keabsahan Hak Tanggungan Elektronik yang terbit tanpa adanya pemeriksanaan oleh pejabat yang berwenang
Penelitian sebelumnya tentang “Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik (Studi di Kantor PPAT Wilayah Banjarmasin Utara)” pernah dilakukan oleh Nur Azizah, Abdul Halim Barkatullah, dan Noor Hafidah. Temuan penelitian menunjukkan bahwa keterbatasan teknis terkait sistem elektronik, seperti masa validasi dan pengecekan yang dibatasi tujuh (tujuh) hari, serta kurangnya SDM (sumber daya manusia) di bidang informasi maupun teknologi membuat kreditur tidak memiliki kepastian kepastian hukum karena harus bersandar pada suatu sistem yang mengakibatkan lemahnya perlindungan hukum bagi kreditur sebagai pihak pemberi tuntutan.3 Penelitian lainnya yaitu tentang “Tinjauan Yuridis Terkait Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik” pernah dilakukan oleh I Wayan Jody Bagus Wiguna. Temuan penelitian menunjukkan bahwa pendaftaran hak tanggungan elektronik diawali dengan pengajuan oleh PPAT melalui sistem yang disediakan oleh Kantor Pertanahan. Pengajuan oleh tersebut berupa permohonan, surat pernyataan, sertipikat hak atas tanah atas nama debitur.4 Berdasarkan kesimpulan dari penelitian tersebut penulis akan mengembangkan bagaimana tahapan pendaftaran hak tanggungan serta bagaimana keabsahan Hak Tanggungan Elektronik yang terbit tanpa adanya pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang.
Penelitian dalam bidang hukum merupakan aktivitas yang mengungkapkan kembali suatu konsep dalam bidang hukum, fakta hukum serta sistem hukum yang terdapat dalam rangka mengembangkan, memperbaiki, atau memodifikasinya sesuai dengan tuntutan masyarakat. Semakin meningkatnya perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan, teknologi serta nilai - nilai baru yang memberikan manfaat bagi kepentingan manusia dicari, digali, dan ditemukan melalui kajian hukum.5 Metode penelitian hukum normatif diadopsi oleh penulis untuk melakukan analisis hukum terhadap artikel ini. Penelitian dalam bidang hukum normatif adalah proses mempelajari hukum sebagai norma, peraturan, doktrin dalam bidang hukum, teori dalam bidang hukum, dan literatur lainnya untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan hukum yang perlu diselidiki.6 Pendekatan yang penulis gunakan terhadap penelitian hukum ini yaitu pendekatan hukum positif, dan dilakukan dengan mengidentifikasi aturan hukum yang memiliki keterkaitan terhadap suatu masalah yang dihadapi, yaitu aturan mengenai pertanahan atau agraria yang dikenal dengan UUPA serta Undang-Undang tentang Hak Tanggungan. Peraturan ATR/Kepala BPN Nomor 5 Tahun 2020, Serta Perbendaharaan Tanah. Studi ini menggunakan metode konseptual dan pendekatan hukum positif, melihat ide-ide yang terkait dengan kesulitan yang sedang dipertimbangkan.
Menurut Hukum Pertanahan Nasional Indonesia, satu-satunya jaminan yang dapat ditempatkan di atas tanah adalah hak tanggungan. Hak tersebut digambarkan sebagai agunan atas suatu bidang tanah diperuntukan guna melunasi suatu kewajiban dimana hak tersebut memberikan prioritas bagi pemegang hak tanggungan sebelum pemberi utang lainnya, Pasal 1 Angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Kreditur sebagai pemegang hak didahulukan tersebut diberikan kesempatan untuk melakukan penjualan terhadap barang yang digunakan sebagai jaminan. Hal tersebut dilakukan melalui pelelangan yang bersifat umum sesuai dengan ketentuan berlaku, dengan hak yang didapat yaitu mendahului kreditur lain, dalam hal debitur ingkar janji. Hak tanggungan menurut sifatnya tidak dapat dibagi kecuali secara khusus disebutkan di APHT. Terhadap Hak Tanggungan yang diletakkan terhadap lebih dari satu hak atas tanah, perlu disebutkan pada APHT bahwa kewajiban yang harus dilakukan adalah melakukan pelunasan pembayaran yang memiliki nilai yang sama terhadap semua tanah yang dibebani oleh Hak jaminan tersebut kemudian terhadap tanah yang sudah diberikan pelunasan tersebut akan dilepaskan dari pemberian Hak Tanggungan, dimana meninggalkan sisa obyek hak atas tanah yang menanggung beban penjaminan atas jumlah terutang yang belum dibayar.7
Menurut Pasal 51 UUPA, HM (Pasal 25 UUPA), HGU serta HGB adalah satu-satunya jenis hak atas tanah yang bisa diberikan beban jaminan (dinyatakan dalam Pasal 33 UUPA). HGU dinyatakan meniadakan hak tanggungan yang melekat pada HGU, tetapi penghapusan HGU serta HGB tidak menghilangkan hutang (dicantumkan pada Pasal 39 UUPA). Dengan hapusnya Hak Tanggungan yang dibebankan pada HGB dapat menyebabkan hapusnya HGB sehingga hak tersebut wajib terdaftar dan dapat ditransfer, dapat membatalkan hipotek atas properti. Hak Pakai bukan merupakan hak yang memiliki kewajiban untuk dilakukannya pendaftaran, maka dari itu Hak Pakai tidak memenuhi kriteria publisitas untuk dijadikan jaminan utang. Akibatnya, UUPA tidak mencantumkan Hak Tanggungan yang dapat membebankan Hak Pakai maupun dapat dibebankan dengan utang. Menurut perkembangan UU Hak Tanggungan, Hak Pakai terhadap Tanah yang kepemilikannya dimiliki oleh Negara adalah Hak yang dapat dijaminkan atas suatu utang dimana HT yang membebaninya. Hak Pakai ini tunduk pada persyaratan pendaftaran dan dapat dialihkan sesuai dengan sifatnya. Kantor Pertanahan harus memiliki semua Hak Guna Usaha yang terdaftar. Namun beberapa hak pakai, seperti yang dimiliki oleh Lembaga pemerintahan, tidak dapat dialihkan dan dengan demikian tidak dapat dibebankan hipotek. Hak tanggungan menjadi terbebani apabila tiga syarat kumulatif terpenuhi, yaitu:
-
a. Terdapat perjanjian pokok berupa perjanjian utang piutang yang dapat disepakati dan dituangkan melalui akta dibawah tangan atau akta otentik dan dibuat antara pemilik tanah dengan bank atau pihak lain sebagai kreditur.
-
b. Terdapat APHT sebagai perikatan tambahan. Pengalihan hak atas tanah yang dibebankan atas suatu utang piutang dari debitur kepada kreditur perlu
dibuktikan dengan dibuatnya Tanggungan APHT yang berupa akta autentik yang merupakan produk dari PPAT.
-
c. Pendaftaran APHT oleh PPAT kepada Kantor Pertanahan untuk dilakukannya
pencatatan di Buku Tanah kemudian untuk dilakukannya penerbitan Sertifikat Hak Tanggungan berfungsi sebagai pendaftarannya.8
Sebelum diberikannya hak tanggungan para pihak diwajibkan untuk menghadap PPAT sebagai pejabat yang memiliki wewenang oleh negara guna membentuk suatu akta autentik sesuai dengan yang dimaksud pada Pasal 1 Angka 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 2016 sehingga APHT bisa dilakukan pendaftaran ke Kantor Pertanahan berupa akta autentik. Terhadap situasi pemberi HT berhalangan untuk datang di hadapan PPAT pada saat dibentuknya APHT, maka harus dibuatkan Surat Kuasa Pembebanan HT (SKMHT) yang juga harus berupa surat autentik, SKMHT harus digunakan untuk menunjuk pihak lain sebagai pihak yang mewakilinya di hadapan PPAT.9 Jika akta tersebut dicatat di Kantor Pertanahan, maka hak tanggungan dianggap telah lahir. Hal ini menjadi penting untuk memberikan jaminan kepastian hukum.
Pengguna dari layanan Hak Tanggungan tidak hanya PPAT melainkan juga debitur dan kreditur. Kreditur tidak hanya Lembaga keuangan akan tetapi kreditur dapat juga merupakan orang perorangan. Cara pelaksanaan pembebanan hak tanggungan bermula dibuatnya perjanjian utang piutang antara pihak yang ingin mencari utang dengan yang akan memberikan utang. Selanjutnya tahapan pendaftaran Hak Tanggungan Elektronik diatur mulai dari Pasal 9 sampai Pasal 16 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2020 mulai pada tahap diajukannya permohonan oleh PPAT dan kreditur yang berupa penyampaian dokumen kelengkapan, kemudian dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), setelah pembayaran PNBP terkonfirmasi oleh sistem kemudian dilakukannya pemeriksaan dokumen oleh pejabat yang diberikan kewenangan dan sampai pada tahap diterbitkannya sertipikat Hak Tangungan Elektronik yang telah di tandatangani secara elektronik. Sertipikat HT-el tersebut kemudian dicetak dan dilampirkan pada sertifikat hak atas tanah yang dijaminkan.10
-
3.2 Keabsahan Hak Tanggungan Elektronik yang Terbit Tanpa Adanya Pemeriksaan oleh Pejabat yang Berwenang
Pemberian utang kepada orang maupun pihak lain tanpa dilakukan dengan pemberian jaminan kepastian hukum dapat mengakibatkan munculnya berbagai permasalahan hukum. Baik permasalahan hukum bagi debitur maupun permasalahan hukum bagi kreditur sebagai pemberi utang. Pencatatan tersebut diharapkan dapat
menciptakan adanya kepastian dalam bidang hukum bagi pihak yang terlibat yang menjadi pihak utang piutang tersebut. Pasal 1 Angka 9 Permen ATR/BPN Nomor 5 than 2020 menyebutkan penyelenggara dari sistem layanan HT-el yaitu setiap orang, pemerintah, badan usaha serta masyarakat baik secara mandiri maupun bersama baik bagi kepentingannya sendiri maupun guna kepentingan pihak lain. Kementerian sebagai pihak penyelenggara, Kantor Pertanahan sebagai pihak yang melakukan pelaksanaan, serta Kreditur, Pejabat Pembuat Akta Tanah, meupun pihak lainnya yang ditetapkan oleh Kementerian sebagai pengguna, memberikan pelayanan HT-el. Berikut mekanisme layanan KPR terintegrasi elektronik:
-
a. Kreditur menggunakan sistem komputerisasi yang ditawarkan untuk mengajukan permintaan layanan HT-el (Pasal 9 UU HT-el).
-
b. Dokumen kelengkapan peryaratan disampaikan oleh PPAT jika permohonan berupa pendaftaran maupun peralihan. Dokumen tersebut berupa akta dan kelengkapan lainnya. Dalam hal permohonan berupa perubahan nama bagi kreditur, kreditur wajib memberikan data kelengkapan persyaratan yang telah dihapus dan diperbaiki (Pasal 10 UU HT-el).
-
c. Sistem akan menerbitkan bukti pendaftaran aplikasi untuk aplikasi yang telah diterimanya (Pasal 11 UU HT-el).
-
d. Setelah sistem memverifikasi aplikasi dan detail pembayaran, aplikasi diproses (Pasal 13 UU HT-el).
-
e. Kepala Kantor dari Kantor Pertanahan maupun petugas lain yang ditugaskan harus memverifikasi kelengkapan dari berkas yang diperlukan sebelum hasil layanan HT-el dirilis (Pasal 13 UU HT-el). Petugas yang memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan HT-el yang didaftarkan di Kantor
Pertanahanuntuk kemudian dilakukan verifikasi kebenaran dari berkas yang telah diajukan.11
-
f. Dalam hal selama dilakukannya pemeriksaan ditemukan kekurangan berkas atau tidak benar, maka kreditur akan diberikan pemberitahuan, kemudian PPAT akan segera menyelesaikanPasal 13 UU HT-el).
-
g. Lima hari setelah sistem menerima aplikasi, dokumen perbaikan harus diselesaikan (Pasal 13 UU HT-el).
-
h. Jika batas waktu telah lewat dan dokumen belum diperbaiki atau selesai, maka permohonan dianggap tidak sah (Pasal 13 UU HT-el).
-
i. Dokumen esensial dan gagasan sertifikat HT-el disetujui jika dokumennya memadai (Pasal 13 UU HT-el).
-
j. Jika pejabat yang berwenang menunggu sampai hari ketujuh untuk melakukan pemeriksaan dan sistem HT-el mengumumkan hasilnya, dianggap telah diberikan persetujuan (Pasal 14 UU HT-el).
-
k. Keluaran layanan HT-el yang berbentuk media elektronik antara lain (Pasal 15 UU HT-el).
-
• Sertifikat HT-el
-
• Keterangan mengenai Hak Tanggungan didalam bukutanah
-
• Keterangan mengenai Hak Tanggungan yang tertuang pada sertipikat
-
l. Sesuai dengan persyaratan undang-undang, tanda tangan elektronik digunakan untuk memverifikasi hasil layanan HT-el (Pasal 16 UU HT-el).
Menurut Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 3 Tahun 2019 pasal 1 angka 1 menyebutkan tandatangan yang berbasis online yaitu tandatangan yang berisikan informasi elektronik yang terhubung dengan, maupun melekat pada informasi berbasis online lainnya. dan diperlukan untuk otentikasi dan verifikasi. Untuk memenuhi kewajiban dan melaksanakan kegiatan Kementerian, salah satu tanda tangan digital dapat dipergunakan untuk menyetujui dan mengesahkan dokumen tanah elektronik. Pasal 2 Ayat (2) Menteri Agraria/BPN Nomor 3 Tahun 2019 menyebutkan naskah dinas, hasil layanan pertanahan dan tata ruang merupakan dokumen elektronik. HT-el adalah pelayanan yang disediakan di Kantor Pertanahan sehingga HT-el menjadi salah satu dokumen elektronik yang mengakibatkan HT-el tersebut dapat dibubuhi tanda tangan online. Pejabat yang berwenang, atau sistem elektronik yang bertindak atas nama mereka, melaksanakan tanda tangan yang bersifat digital ini. Tujuan dari tanda tangan yang bersifat elektronik ini adalah sebagai alat otentikasi serta untuk memverifikasi identitas dari penanda tangan maupun keakuratan data elektronik.
Kepala Kantor Pertanahan maupun petugas yang diberikan kewenangan harus melakukan verifikasi terhadap konsep dari suatu sertipikat serta dokumen, termasuk juga sertipikat HT-el.12
Sertipikat HT-el yang diterbitkan dengan tidak adanya pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang mempunyai keabsahan yang sama dengan HT-el yang diterbitkan setelah pemeriksaan tersebut dilakukan. Hal tersebut dikarenakan Tanda tangan pejabat yang berwenang harus dicantumkan di HT-el yang terbit dengan tidak adanya pemeriksaan. Tanda tangan elektronik memiliki kepastian hukum yang sama dengan tanda tangan secara manual, menurut Pasal 3 Ayat 3 Peraturan Menteri Agraria/BPN Nomor 3 Tahun 2019, HT-el diterbitkan memiliki keabsahan hukum karena merupakan produk yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan setempat dan telah dibubuhi tanda tangan pejabat. Sistem dati HT-el wajib dioperasikan secara bertanggung jawab dan andal, oleh karena itu Kementerian ATR/BPN sebagai penyelenggara kegiatan tersebut harus mampu mengembangkan layanan HT-el yang amanah dan aman untuk kemaslahatan masyarakat. Permohonan pelayanan dilingkungan Kementerian ATR/BPN dianggap tidak sah dalam hal keadaan darurat (force majeure) yang mengganggu sistem HT-el dan menghalangi hasil HT.-el yang dikeluarkan. Suatu kondisi yang dikenal sebagai force majeure adalah suatu kejadian yang memiliki konsekuensi yang dikenakan kepada para pihak yang tidak dapat mewujudkan prestasinya tidak dianggap wanprestasi. Maka dari itu debitur tidak memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran ganti kerugian apabila terjadi keadaan terpaksa.13 Jika keadaan force majeure atau kesalahan dapat ditunjukkan, pejabat yang berwenang untuk layanan,
dalam hal ini HT-el, dapat dibebaskan dari tanggung jawab yang berkaitan dengan prosedur pendaftaran HT-el. Kebijakan pengabaian ini merupakan strategi preventif. Ketika layanan dipengaruhi oleh force majeure yang tidak terduga, upaya ini dilakukan.14 Peran serta berbagai pihak, termasuk Bank, PPAT, dan Kantor Pertanahan, sangat diperlukan untuk mewujudkan sistem yang efektif. Pasokan layanan HT-el harus didukung oleh perangkat keras yang sesuai agar dapat berfungsi sebagai sarana transmisi dan penyimpanan data. 15
Menurut Hukum Pertanahan Nasional Indonesia, satu-satunya jaminan yang dapat ditempatkan di atas tanah adalah hak tanggungan. Hak tanggungan digambarkan sebagai hak agunan atas tanah diperuntukan guna melunasi suatu kewajiban dimana hak tersebut memberikan prioritas bagi pemegang hak tanggungan sebelum pemberi utang lainnya. Tahapan pendaftaran Hak Tanggungan Elektronik diatur mulai dari Pasal 9 sampai Pasal 16 Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 5 Tahun 2020 mulai pada tahap diajukannya permohonan oleh PPAT dan kreditur yang berupa penyampaian dokumen kelengkapan, kemudian dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP), setelah pembayaran PNBP terkonfirmasi oleh sistem kemudian dilakukannya pemeriksaan dokumen oleh pejabat yang diberikan kewenangan dan sampai pada tahap diterbitkannya sertipikat Hak Tangungan Elektronik yang telah di tandatangani secara elektronik. Sertipikat HT-el yang diterbitkan dengan tidak adanya pemeriksaan oleh pejabat yang berwenang mempunyai keabsahan yang sama dengan HT-el yang diterbitkan setelah pemeriksaan tersebut dilakukan. Hal tersebut dikarenakan Tanda tangan pejabat juga harus dicantumkan pada HT-el yang diterbitkan tanpa adanya pemeriksaan. HT-el yang diterbitkan memiliki keabsahan hukum karena merupakan produk yang dikeluarkan oleh Kantor Pertanahan setempat dan telah dibubuhi tanda tangan pejabat.
References
Buku
Abdulkadir, M. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Inyo, C.H., & Ali, H. (2021). Hak Atas Tanah dan Pendaftaran Tanah. Banyumas: SIP Publishing.
Muhaimin. (2020). Metode Penelitian Hukum. Nusa Tenggara Barat: Mataram University Press.
Salim, HS. (2017). Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa.
Urip, S. (2012). Hukum Agraria Kajian Komprehensif. Jakarta: Prenadamedia Group.
Jurnal
Agata, T.P.M., & Sapardiyono (2021). Pelaksanaan Layanan Hak Tanggungan
Terintegrasi Secara Elektronik. Jurnal Widya Bhumi. 1(2), 136-148, doi:
https://doi.org/10.31292/wb.v1i2.14
Bagus, R.W.,Istislam., & Yuliati. (2022). Akibat Force Majeur Dalam Pendaftaran Hak Tanggungan Secara Elektronik. Jurnal Ilmiah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, 7(1). 129-138. doi:
http://dx.doi.org/10.17977/um019v7i1p129-138
Daryl, J.R. (2016). Kajian Hukum Keadaan Memaksa (Force Majeur) Menurut Pasal 1244 Dan Pasal 1245 Kitab Undang – Undang Hukum Perdata. Lex Privatum. 4(2). Retrieved
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/lexprivatum/article/view/11366/109 55
https://doi.org/10.22437/rr.v4i1.9213
https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i01.p07
Krisnawan, A., Dian, A.M., & Haryo, B. (2021). Penerapan PendaftaranHak
Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik Di Kantor PertanahanKota
Pekanbaru. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(1), 198-210,doi:
https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i01.p17
Nadia,I. (2020). Lahirnya Hak Tanggungan Menurut Peraturan Pemerintah Agraria Tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik. Journal Of Notarial Law. 3(2). 151-164. doi: https://doi.org/10.20473/ntr.v3i1.17536
Nur, A., Abdul, H.B., & Noor, H. (2022). Pendaftaran Hak Tanggungan Secara
Elektronik (Studi di Kantor PPAT Wilayah Banjarmasin Utara). Notary Law Journa, 1(2), 84-99, doi: https://doi.org/10.32801/nolaj.v1i2.12
Oka, C. W. (2015). Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMH) Dan Pengaruhnya Terhadap Pemenuhan Asas Publisitas Dalam Proses Pemberian Hak Tanggungan. Jurnal Legislasi Indonesia, 12(2) doi:
https://doi.org/10.54629/jli.v12i2.402
Peraturan Perundang – Undangan
Undang – Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok – Pokok Agraria
Undang – Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda - Benda yang Berkaitan dengan Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1996 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3632)
Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2021 tentang Hak Pengelolaan, Hak Atas Tanah, Satuan Rumah Susun, dan Pendaftaran Tanah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 28, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6630)
Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 2020 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik
502
Discussion and feedback