Vol. 8 No. 01 April 2023

e-ISSN: 2502-7573 p-ISSN: 2502-8960

Open Acces at: https://ojs.unud.ac.id/index.php/ActaComitas

Urgensi Pembentukan Aturan Cyber Notary Berkaitan Dengan Penggunaan Sidik Jari Elektronik

Dian Barry Wahyudi1, Gde Made Swardhana 2

1Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

2 Fakultas Hukum Universitas Udayana, E-mail: [email protected]

Info Artikel

Masuk : 7 September 2022 Diterima : 4 April 2023

Terbit : 25 April 2023


Keywords :

Urgency of Establishment, Cyber Notary, Electronic Fingerprint.


Kata kunci:

Urgensi Pembentukan, Cyber Notary, Sidik Jari Elektronik.

Corresponding Author:

Dian Barry Wahyudi, E-mail:

[email protected]

DOI :

10.24843/AC.2023.v08.i01.p12


Abstract

The absence of regulations regarding the attachment of fingerprints electronically will create a norm vacuum. The Amendment UUJN has required the appearers to attach their fingerprints so that there is not only a signature in the minutes of the deed. Therefore, the aim of this study is to examine the solicitation of the cyber notary in relation to the use of electronic fingerprints in making deeds, so the effectiveness of the implementation of cyber notary within the scope of the notary's duties. This research uses normative research that focuses on positive legal rules, and uses statutory as well as conceptual approaches. The application of cyber notary relating to the use of electronic fingerprints in making the deed cannot be carried out because there are no arrangements related to electronic fingerprints. The implementation of Cyber Notary within the Scope of the Notary Position has not been running properly or is not effective because the implementing regulations related to cyber notary have not been issued.

Abstrak

Pengaturan terkait pelekatan sidik jari secara elektronik masih belum diatur, maka akan menimbulkan kekosongan norma. UUJN Perubahan sudah mewajibkan penghadap untuk melekatkan sidik jarinya sehingga dalam minuta akta tidak hanya terdapat tanda tangan. Maka dari itu, tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji penerapan cyber notary berhubungan dengan pemanfaatan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta, dan efektifitas pelaksanaan cyber notary dalam ruang lingkup tugas jabatan notaris. Penelitian ini ialah penelitian normatif yang memfokuskan pada kaidah aturan hukum positif, sehingga penelitian ini menggunakan pendekatan undang-undang atau statute approach dan pendekatan konsep atau conceptual approach. penerapan cyber notary berkaitan dengan penggunaan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta tidak bisa dilakukan karena belum adanya pengaturan terkait sidik jari elektronik. Pelaksanaan Cyber Notary Dalam Ruang Lingkup Tugas Jabatan Notaris belum berjalan sebagaimana mestinya atau tidak efektif karena belum diterbitkannya peraturan pelaksana terkait dengan cyber notary.

  • I.    Pendahuluan

Masyarakat dalam menjalankan hubungan sosial di masyarakat umum cenderung menciptakan hak serta komitmen yang ada dalam diri tiap individu manusia, hak serta kewajiban tersebut lalu menjadi model koneksi masyarkat dalam menata komunikasi antar masyarakatny. Dalam menjalankan model hubungan secara positif akan menghadirkan hak serta komitmen baru untuk tiap pihaknya. Hak dan komitmen baru harus dipertahankan melalui dokumen yang legalitasnya bisa dipastikan maka tidak ada persilangan dalam pemenuhan ataupun pelaksanaan hak dan komitmennya. Dokumen ini kemudian dijadikan alat bukti yang dibutuhkan oleh masyarakatnya dengan asumsi suatu saat akan menjadi sengketa. Dalam menjalani kehidupan, orang pada umumnya memiliki hubungan dengan orang yang berbeda-beda, salah satunya adalah untuk menyelesaikan hubungan hukum, salah satu contohnya yaitu untuk menuju perjanjian. Dengan adanya hubungan hukum dengan menciptakan perjanjian, diperlukan jasa Notaris yang memegang peranan penting dalam menawarkan jenis-jenis bantuan bagi individu yang berkepentingan, khususnya yang berkaitan dengan mengadakan suatu suraat yang asli. Notaris yaitu pejabat yang melayani kepentingan public terkait pembuatan akta yang tersusun yang terjamin kepastian hukumnya. Kehadiran notaris dibutuhkan oleh masyarakat umum yang bersangkutan, di mana individu bergantung dan mempunyai rasa percaya diri kepada notaris untuk menuangkan keinginan para pihak menjadi suatu akta otentik. Adanya pedoman akan menimbulkan keyakinan hukum sehingga terjadi kesalahan pengaturan yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang bisa menimbulkan pertanyaan mengenai kekuatan atau keabsahan akta tersebut.1

Tindakan notaris di Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya akan disebut UUJN/UUJN-P), beserta pedoman hukum lainnya sebenarnya menentukan bahwa penghadap adalah dalam fisik kertas (benar-benar tanpa media di hadapan notaris), oleh karena itu dokumen yang diperlukan harus dalam bentuk apa pun kasus diperlihatkan secara sungguh-sungguh, dan pengertian notaris digital dalam penjelasannya, notaris hanya menyetujui untuk memastikan bukti transaksi secara elektronik, tidak seperti dalam akta notaris dapat dibuat secara elektronik (online).

Dalam pemikiran notaris mayantara atau cyber notary bahwa seorang notaris dalam melakukan kewajiban atau wewenangannya (situasinya) bergantung pada inovasi data yang berhubungan dengan kewajiban serta unsur notaris, termasuk dalam membuat akta, pada pemikiran ini bahwa tidak diperlukan dalam menghadap secara fisik, namun bisa melibatkan media untuk ditinjau dan didengar seperti obrolan video ataupun skype tanpa batas atau batas kota/wilayah.2 Melalui ide ini, seorang notaris dapat membuat akta, tanda tangan tidak harus muncul dalam kerangka berpikir itu,

tanpa harus mendatangi kantor notaris serta bisa melayani (membuat akta) tanpa batas wilayahnya. Juga, sekali lagi, bagi penghadap, saksi, serta notaris, cukup memakai tanda tangan komputerisasi atau materai secara digital. Disisi lain, media penyimpanan minuta serta duplikat tidak diperlukan agar berbentuk kertas, namun disimpan sebagai microchip ataupun mikrofilm ataupun media lain yang bisa dicetak. Apabila memungkinkan, kantor notaris tidak perlu dengan ruangan kantor yang besar. 3 konsep cyber notary ialah bidang notaris yang menggunakan kemajuan mekanis untuk Notaris dalam membuat akta otentik di internet serta melakukan kewajibannya dengan konsisten. Misalnya, penandatangan surat yang dilaksanakan secara online serta perbincangan yang diselenggarakan oleh para pemegang saham (RUPS) melalui video chat.4

Peristiwa diatas merupakan kilasan dari bagaimana konsep cyber notary berlaku. Dalam gagasan ini tanda tangan harus dilakukan secara elektronik, selain itu untuk arsip diharapkan dapat membuat akta yang seharusnya dapat dilakukan secara elektronik. Selanjutnya, terdapat kendala untuk memahami pelaksanaan konsep cyber notary, misalnya, tidak ada pedoman terkait pemanfaatan sidik jari elektronik. Sejak setelah adanya UUJN/UUJN-P mengenai Jabatan Notaris Pasal 16 Ayat (1) huruf c yang mengatur Notaris diharapkan agar melampirkan surat serta laporan dan sidik jari pengadap pada minuta akta.5 Selanjutnya tanda tangan penghadap menjadi sesuatu yang wajib bagi Notaris meskipun penghadap telah menandai berita acara akta serta apabila Notaris tidak memenuhi komitmennya, kemungkinan akan dikenai sanksi. Sidik jari penghadap diharapkan dapat dilampirkan dalam berita acara akta sesuai dengan pengaturan yang ada didalam Pasal 16 ayat (1) pada huruf c dalam UUJN-P.

Landasan diletakan sidik jari penghadap dalam minuta Akta yaitu guna membedakan keberadaan penghadap. Bukti penyertaan sidik jari dalam akta bahwasannya orang yang menghadap ke Notaris adalah memang orang tersebut yang berkeinginan dan memerlukan jasa Notaris guna membuat Akta Notaris, bukan pihak lainnya. Komitmen membubuhkan sidik jari orang yang dicantumkan dalam minuta Akta Notaris berencana mengharapkan jika nanti para penghadapya mempertanyakan tanda tangan pada asli surat Notaris, maka sidik jari para pihak yang berkepentingan bisa digunakan selaku bukti.6 Kata melekatkan memiliki arti menancapkan sidik jari untuk selembar kertas lain yang kemudian digabungkan dengan minuta akta.

Mengenai sidik jari elektronik, karena tidak ada pedoman dalam hal pelekatan sidik jari secara elektronik, itu akan menghilangkan standar. UUJN-P menghendaki para penghadap untuk melekatkan sidik jarinya dengan tujuan agar dalam minuta akta

tidak hanya ada tanda tangannya saja. Dalam peningkatan teknologi, saat ini terdapat sertipikat elektronik yang didalamnya terdapat tanda tangan elektronik yang tercantum pada UU. No. 11 Tahun 2008 yang sebagaimana telah dirubah dengan aturan yang baru yakni UU. No. 19 Tahun 2016, mengatur mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik. Bagaimanapun, dalam hal sidik jari elektronik, tidak ada pengaturan. Maka, permasalahan pada penelitian ini diantaranya: (1) Bagaimanakah penerapan Cyber Notary berhubungan dengan penggunaan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta? (2) Bagaimana efektifitas pelaksanaan cyber notary dalam ruang lingkup tugas jabatan notaris? Tujuan penulisan ini adalah untuk menambah wawasan mengenai cyber notary terhadap pemanfaatan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta, dan efektifitas pelaksanaan cyber notary dalam lingkup jabatan notaris.

Berkaitan dengan aturan cyber notary terkait dengan penggunaan sidik jari elektronik, sebelumnya sudah ada beberapa penelitian serupa yang dilakukan oleh peneliti lainnya. Salah satunya ialah penelitian terdahulu dilaksanakan oleh Tania Novelin tahun 2021 dengan membahas “Peran Notaris Dalam Penentuan Pembubuhan Sidik Jari Penghadap Dalam Minuta Akta”.7 Penelitian tersebut menitikberatkan pada konsekuensi untuk Notaris terkait minuta akta yang memiliki sidik jari penghadap yang berbeda-beda. Sedangkan dalam penelitian ini penulis berfokus kepada penerapan Cyber Notary terkait penggunaan sidik jari elektronik pada pembuatan akta. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Wulan Wiryantari Dewi tahun 2020, membahas “Kekutatan Hukum Pelekatan Sidik Jari Penghadap Oleh Notaris Pada Minuta Akta”.8 Penelitian tersebut berfokus pada usaha yang mungkin bisa dilakukan oleh Notaris kepada penghadap atau para pihak yang tidak bisa membubuhkan sidik jarinya. Sedangkan dalam penelitian yang dilakukan penulis berfokus pada efektifitas pelaksanaan cyber notary dalam lingkup jabatan notaris. Dengan demikian, tulisan ini memiliki originalitas.

  • 2.    Metode Penulisan

Penelitian ini mengaplikasikan metode penulisan hukum normatif, yang menelaah penerapan cyber notary berhubungan dengan pemanfaatan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta. Metode penelitian bisa bermula dari sebuah masalah, bila permasalahan yang ada membahas tentang peraturan serta norma, metode yang sesuai digunakan yakni penelitian hukum normatif. Penelitian terkait lebih condong kepada kaidah hukum positif. Oleh karenanya, penelitian ini mengaplikasikan pendekatan undang-undang (statute approach) serta pendekatan konsep (conceptual approach). Peraturan perundang-undangan yang ditelaah tentu saja UUJN/UUJN-P yang berkaitan terhadap permasalahan yang dikaji. Untuk dapat menyelesaikan sebuah permasalahan hukum memerlukan sumber penelitian dari materi hukum esensial

seperti peraturan perundang-undangan, materi hukum inferior seperti bacaan, doktrin dan jurnal/buletin, serta materi hukum tersier. Sumber-sumber tersebut diperoleh melalui studi dokumentasi yakni mencatat menggunakan sistem kartu yang kemudian dianalisis secara deskriptif.9

  • 3.    Hasil dan Pembahasan

    • 3.1.    Pengamalan Cyber Notary Berhubungan Dengan Pemakaian Sidik Jari Elektronik Dalam Pembuatan Akta

Notaris ialah pejabat umum dengan otoritas melangsungkan surat yang otentik serta memiliki keahlian berbeda yang dimaksudkan pada UUJN/UUJN-P menyangkut Jabatan Notaris ataupun menurut peraturan yang berbeda. Untuk melengkapi ahli sesuai profesi di atas, Notaris harus menyetujui komitmen dan larangan yang telah diatur dalam peraturan dan pedoman. Akta autentik ialah akta yang dirancang dan diadakan di depan pejabat yang berwenang, yang berada dalam wilayah hukum pejabat tersebut yang berbentuk format sebagaimana yang dikehendaki Undang-Undang.10

Sidik jari mempunyai unsur-unsur yang unik karena keadaan setiap jari manusia terkesan unik dan tidak dapat dibayangkan adanya perumpamaan ataupun kesamaan satu sama lain serta strukturnya tidak berubah sejak lahir hingga mati. sidik jari yang digunakan ialah kepribadian individu yang diterapkan pada Kartu Tanda Penduduk Rakyat. Pencantuman sidik jari pada asli surat dapat membantu seorang Notaris apabila terdapat permasalahan menyangkut akta yang dibuat. Sidik jari bisa dimanfaatkan guna menunjukkan keaslian kepribadian seseorang. Pemanfaatan sidik jari diharapkan dapat menjamin kepribadian seseorang yang muncul di hadapan Notaris. Hal ini memberi keyakinan hukum dibandingkan dengan tanda tangan karena tanda tangan bisa dirubah ataupun digantikan oleh orang yang berencana melakukan representasi. Misalnya individu yang ada di hadapan Notaris, bukan individu asli dengan tujuan bahwa tanda tangannya palsu. Selain Ada orang yang mempunyai tujuan buruk dengan sengaja membuat tanda tangan palsu

Seiring dengan perkembangan zaman yang makin maju, yang mengikut sertakan perbaikan masyarakat dan peningkatan ilmu pengetahuan serta inovasi, yang mengarah pada perubahan standar hukum yang sudah dinyatakan dalam UU, sebab pada saat ini dianggap tidak sesuai kualitas dan standar hukum, tidak pernah lagi memberi keadilan untuk masyarakatnya. Dalam UUJN/UUJN-P menyangkut Jabatan Notaris, terdapat perubahan terkait komitmen yang perlu dilakukan oleh Notaris, yaitu perluasan komitmen notaris untuk menanamkan sidik jari unik dari pemunculan ke dalam asli sertipikat notaris. pengaturan Pasal 16 ayat (1) huruf c yang mengatur bahwa:

“Dalam menjalankan jabatannya, Notaris wajib melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta”.

Ketentuan pada pasal terkait mengatakan perubahan pada Pasal 16 ayat (1) huruf c dalam UU Jabatan Notaris perubahan mencantumkan bahwasanya pembuat UU memberi (1) huruf c dalam Perubahan UUJN, pengurus memberi komitmen ekstra pada Notaris dalam membubuhkan sidik jari para penghadapnya di tiap momen akta Notaris yang dibuat. Para legislator menggunakan ungkapan "melekatkan" daripada "menumbuhkan". Melekatkan di sini mempunyai arti lain dari mengikat menurut Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, dan itu berarti melekat pada sesuatunya. Sementara menurut Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, menumbahkan mempunyai makna menempatkan; menambahkan; menulis. Melekatkann jempol atau jari lainnya dengan asli surat artinya menempelkan sidik jari tersebut di secarik kertas lain lalu dihubungkan dengan minuta akta.

Setelah disahkannya UUJN, perubahan terkait dengan komitmen Notaris untuk penanaman sidik jari memberikeuntungan dalam memberikan bantuan kepada Notaris serta para penghadap yang bermaksud baik selama waktu yang dihabiskan untuk pembuktian di pengadilan jika nanti akan ada pertentangan atau perdebatan. Fakta bahwa ini membuatnya dipercaya digunakan sebagai tindakan pencegahan dengan tujuan agar tidak adanya pihak yang berencana memalsukan tanda tangan untuk minuta akta. Untuk situasi ini, keinginan dari pemunculan untuk melekatkan sidik jari pada waktu yang disebutkan oleh Notaris. Notaris Publik wajib menetapkan penilaian dalam menjelaskannya bagi penghadap bahwapenghadap perlu membubuhkan tanda sidik jarinyaa.

Hal ini sah-sah saja dengan asumsi para penghadap benar-benar berhadapan dengan notaris. Kemudian, dengan hadirnya cyber notary, seorang notaris secara positif wajib membuat akta untuk mengikutsertakan sidik jari para penghadap, bukan sekadar tanda tangannya. UU. No. 11 Tahun 2008 yang sebagaimana telah dirubah dengan aturan yang baru yakni UU. No. 19 Tahun 2016, mengatur mengenai Informasi dan Transaksi Elektronik, telah diatur autentikasi elektronik dan tanda elektronik, namun mengenai sidik jari elektronik tidak ada pedoman baik dalam PP No. 71 Tahun 2019 mengenai Penyelenggaraannya. Sistem dan Transaksi Elektronik, serta Permenkominfo No. 11 Tahun 2018 mengenai Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik. Untuk menjejali kehampaan hukum, upayanya yang mungkin diamalkan yaitu memunculkan pembangunan hukum melalui pemahaman analogis. Sebanding dengan pemahaman bisa dimanfaatkan untuk penjabaran suatu pedoman hukum dengan memperluas berlakunya pengertian hukum atau kepentingan hukum. 11 Pemahaman yang diharapkan adalah dengan mencermati klarifikasi Pasal 15 Ayat (3) UUJN-P dimana notaris menyandang keahlian berbeda, misalnya posisi untuk mengkonfirmasi pertukaran yang diarahkan secara elektronik. Yang dimaksud cyber notary dalam klarifikasi ini hanyalah persetujuan untuk menjamin bukti pertukaran secara elektronik, tidak seperti dalam suatu akta notaris yang dapat dibuat secara elektronik. Sehingga dengan asumsi tergantung pada pengaturan tersebut dengan menggunakan

pengertian analogis, pemanfaatan cyber notary yang dihubungkan dengan pemanfaatan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta tidak dapat dilakukan dengan alasan belum adanya pedoman yang berhubungan dengan sidik jari elektronik dan peraturan serta pedoman, khususnya UUJN/UUJN-P kurang lengkap karena belum didistribusikan pedoman pelaksana yang berhubungan dengan cyber notary.

  • 3.2.    Efektifitas Pelaksanaan Cyber Notary Dalam Ruang Lingkup Tugas Jabatan Notaris

Cyber notary mempunyai pemaknaan bahwa media yang digunakan dalam suatu perbuatan hukum dilakukan dengan media tak berwujud yang sifatnya elektronik sebagai pengganti dari dokumen konvensional yang berwujud kertas yang selama ini dipergunakan. Law Wrence Leff, menerangkan cyber notaris sebagai “seseorang yang dengan mempunyai kemampuan bidang spesialis dalam hal bidang hukum dan computer dimana cyber notary tersebut merupakan sebuah konsep yang dapat memanfaatkan kemajuan teknologi yang ada dalam hal menjalankan tugas dan kewenangan Notaris”. Transaksi yang akan dilakukan tidak lagi dengan suatu pertemuan tatap muka oleh para pihak, namun dengan dilaksanakannya secara elektronik melalui pranata cyber notary.12

Layanan Notaris selama ini yang dikenal di masyarakat adalah layanan yang sifatnya konvensional. Seiring perkembangan dunia teknologi dan informasi, diera globalisai 4.0 dan sosial 5.0 sekarang ini, sudah sewajarnya untuk dapat mengintregasikan pelayanan yang dahulu dengan sistem konvensional menuju kepada sistem elektronik, yaitu melalui cyber notary. Merujuk pada arti kata cyber notary dalam penafsiran peraturan perundang-undangan yang mengaturnya, yakni UUJN-P, dapat ditarik makna bahwa wewenangan sertifikasi transaksi yang dijalankan secara elektronik berlangsung terbatas artinya hanya kepada satu kewenangan saja yaitu yang berkaitan akan sertifikasi transaksi elektronik. Secara tegas Notaris memiliki wewenang dalam segi cyber notary dalam pernyataan Pasal 15 ayat (3) perubahan UUJN, “Yang dimaksud dengan kewenangan lain yang diatur dalam peraturan perundang-undangan, antara lain kewenangan mensertifikasi transaksi yang dilakukan secara elektronik (cyber notary), membuat akta, ikrar wakaf, dan hipotek pesawat terbang”.

Arti penting dari "sertifikat" adalah gerakan dari serangkaian siklus untuk memberi, membuat hak, menyelenggarakan infrasturuktu serta memberikan dan meninjau pernyataan elektronik yang dilengkapi oleh bahan hukum yang bebas, terampil, dapat diandalkan yang dibentuk oleh para ahli yang dianggap , disetujui dan dikelola oleh otoritas publik. Dukungan notaris dalam proses sertifikat pertukaran elektronik dengan pedoman yang lebih jelas tertuang pada Permenkominfo No. 11 Tahun 2018 mengenai Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik yang diatur pasal 27 yang mengarahkan “sebagaimana permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Penyelenggara Sertifikasi Elektronik dapat:

  • a.    melakukan sendiri pemeriksaan;

  • b.    menunjuk otoritas pendaftaran (registration authority) untuk melakukan pemeriksaan; dan/atau

  • c.    menunjuk notaris sebagai otoritas pendaftaran.”

Kuasa notaris ditandai sebagai kuasa pendaftaran sebagai kuasa delgeasi dari perencana sertifikat transaksi elektronik dengan alasan bahwa notaris bertanggung jawab mengenai pemenuhan prasyarat yang disajikan oleh pemohon sertifikatnya. Sebagai pejabat pendaftaran notaris, adalah kewajiban untuk melakukan hal tersebut di atas benar-benar melihat melalui konfirmasi kebenaran karakter dan benar-benar melihat kulminasi laporan.

dinilai meliputi:

  • 1.    Nama/identias;

  • 2.    Nomor KTP, NPWP, atau No. Paspor;

  • 3.    Kediaman tulisan elektronik;

  • 4.    No. telfon;

  • 5.    Balasan mengenai persoalan keamanan

  • 6.    Data biometrik,

Jika penilaian yang dilakukan otoritas pendaftaran ataupun notaris yang berpotensi dikatakan memenuhi kebutuhan, otoritas pendaftaran serta notaris akan mengajukan permintaan ke pihak Penyelenggara Sertifikasi Elektronik agar memberikan Sertifikat Elektronik, yang meliputi:

  • a.    Pelaksana Penyertifikatan Elektronik Indonesia;

  • b.    Pelaksana Penyertifikatan Elektronik Asing.

Efektifitas Penerapan Cyber Notaris dalam Ruang Lingkup Jabatan Notaris belum berjalan sebagaimana yang diharapkan atau tidak memaksa. Hal ini dengan alasan bahwa pedoman penegasan bursa elektronik oleh Notaris dalam peraturan dan pedoman khususnya UUJN/UUJN-P kurang lengkap dengan alasan pedoman pelaksanaan yang berhubungan dengan cyber notary belum diberikan. Ketidakpastian ini didorong oleh kurangnya pemahaman total tentang arti posisi untuk memastikan transaksu dipimpin secara elektronik. Meskipun demikian, UU ITE lebih mengatur dan menetapkan siapa saja yang bisa melakukan kegiatan konfirmasi transaksi elektronik khususnya Notaris selaku otoritas pendaftaran yang tercantum pada Permenkominfo sebagai pedoman tambahan dari UU ITE. Kuasa Notaris untuk mengukuhkan transaksi elektronik adalah kekuatan yang timbul dikarenakan kemajuan mekanis serta persyaratan keyakinan hukum untuk memberikan bukti yang kredibel. Notaris harus disetujui sebagai koordinator sertifikat Elektronik oleh dan sebagai otoritas pendaftaran. Untuk memiliki pilihan untuk menjalankan cyber notary, jelas penting untuk mengubah UUJN/UUJN-P sebagai dasar hukum bagi notaris Indonesia dan berbagai peraturan dan pedoman yang membantu pelaksanaannya yang dipersiapkan untuk menghadapi persaingan dunia.

  • 4. Kesimpulan

Penerapan cyber notary yang terkait dengan pemanfaatan sidik jari elektronik dalam pembuatan akta tidak dapat dilaksanakan mengingat belum adanya pedoman yang

terkait dengan sidik jari elektronik serta peraturan perundang-undangan, khususnya UUJN-Perubahan yang dirasa tidak memadai atau dan terasa masih belum lengkap karena belum diterbitkannya peraturan lanjutan untuk bisa terlaksananya cyber notary. Pelaksanaan cyber notary dalam Ruang Lingkup Jabatan Notaris belum berjalan sebagaimana yang diharapkan mengingat belum adanya pedoman pelaksanaan yang berhubungan dengan cyber notary. Kewenangan Notaris dalam melaksanakan tugas pekerjaan yang menyangkut transaksi elektronik ialah merupakan otoritas terusan yang ada dikarenakan keadaan teknologi yang sudah maju dan dibutuhkannya ketegasan hukum agar memunculkan bukti yang kredibel. Seyogianya, Notaris memiliki otoritas selaku pengggarap sertifikasi Elektronik namun pada kenyataannya di lapangan hanyalah selaku otoritas registrasi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Anggito, A. & Setiawan, J. (2018). Metode Penelitian Kualitatif. Sukabumi: CV. Jejak.

Edmon Makarim. (2020). Notaris dan Transaksi Elektronik, Kajian Hukum tentang Cybernotary atau Electronic Notary. Depok: RajaGrafindo Persada.

Habib Adjie dan Rusdianto Sesung. (2020). Tafsir, Penjelasan, Dan Komentar Atas Undang-Undang Jabatan Notaris. Bandung: Refika Aditama.

Jurnal:

Adjie, H. (2018). Konsep Notaris Mayantara Menghadapi Tantangan Persaingan Global. Jurnal        Hukum        Respublica, 16(2),        201-218,        doi:

https://doi.org/10.31849/respublica.v16i2.1436

Amanda, T. D. R., & Rizkianti, W. (2021). Urgensi Penerapan Sistem Cyber Notary Ditengah Pandemi Covid 19. Yurispruden : Jurnal Fakultas Hukum Universitas Islam Malang, 4(2), 144–159. doi: https://doi.org/10.33474/yur.v4i2.9299

Ardiansyah, M. K. (2020). Pembaruan Hukum oleh Mahkamah Agung dalam Mengisi Kekosongan Hukum Acara Perdata di Indonesia. Jurnal Ilmiah Kebijakan Hukum, 14(2), 361-384, doi: http://dx.doi.org/10.30641/kebijakan.2020.V14.361-384

Dewi, Wulan Wiryantari; R, Ibrahim. (2020). Kekuatan Hukum Pelekatan Sidik Jari Penghadap Oleh Notaris Pada Minuta Akta. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(3), 436-445. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i03.p01

Kusmayanti, H., & Anrova, Y. (2021). Keabsahan Pembuktian Akta Notaris Di

Pengadilan Sebagai Akta Otentik (Kajian Putusan No. 3591K/PDT/2018 ). ADHAPER:   Jurnal Hukum Acara   Perdata,    6(2),    53-66.    doi:

https://doi.org/10.36913/jhaper.v6i2.129

Novelin, T., & Sarjana, I. M. (2021). Peran Notaris Dalam Penentuan Pembubuhan Sidik Jari Penghadap Dalam Minuta Akta. Acta Comitas, 6(02), 238-247. doi: https://doi.org/10.24843/ac.2021.v06.i02.p02

Rahmawati, R. (2019). Implementasi Kewajiban Notaris untuk Melekatkan Sidik Jari Para    Penghadap    pada    Minuta    Akta. SASI,    25(1),    1-12.

doi: https://doi.org/10.47268/sasi.v25i1.138

Satria Wibawa, P., & Yogantara S., P. (2021). Keautentikan Akta Risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Secara Elektronik Dalam Perspektif Cyber Notary Dalam Perspektif Cyber Notary. Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 6(03), 641-653, doi: https://doi.org/10.24843/AC.2021.v06.i03.p13

Widiasih, N. (2020). A Kewenangan Notaris dalam Mensertifikasi Transaksi yang Dilakukan Secara Elektronik (Cyber Notary). Acta Comitas : Jurnal Hukum Kenotariatan, 5(1), 150-160. doi: https://doi.org/10.24843/AC.2020.v05.i01.p13

Peraturan Perundang-Undangan:

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan   Notaris,   Lembaran

Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5491.

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5952.

Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2019 Tentang Penyelenggaraan Sistem dan Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 185, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6400.

Peraturan Menteri Komunikasi Dan Informatika Nomor 11 Tahun 2018 Tentang Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik, Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1238.

161